TEKS SULUH


Kamis, 23 Januari 2014

Enes Suryadi



Enes Suryadi Lahir di Tangerang, Banten, pada 15 November dari seorang ibu asal Betawi dan ayah asal Sunda, Ciamis. Sejak kecil ia sudah menyukai kesenian, bisa jadi karena dalam kehidupan sehari-harinya, kedua orang tuanya pun dekat dengan kesenian, ibunya konon seorang biduan qasidahan atau orkes gambus yang pernah ada di kampungnya. Sewaktu kecil ia menyukai menonton pertunjukan bila ada orang hajatan, atau mendengarkan acara radio yang menyiarkan acara wayang golek. Ketika duduk di SD, ia sudah sangat mengidolai tokoh Arjuna..

Berbekal orongan minat alamiahnya tersebut, ia mulai masuk dunia kesenian secara aktif. aktivitas berteater, menulis puisi, menulis cerpen, dan membuat naskah drama kemudian ia jalani. Karirnya di dunia teater dimulai dengan membentuk grup teater sendiri dikampungnya yang dinamai Teater Kodrat. Dalam grup itu, ia menjadi ‘bos’ yang memborong semua pekerjaan kreatif dan mulai menulis naskah, menyutradarai dan menjadi aktor.

Setelah sempat mengajar dan melatih teater bagi para buruh di sebuah perusahaan alat alat saniter di Tangerang, Banten, ia kemudian pergi ke Jakarta mendatangi Arifin C. Noer (alm) untuk belajar tentang teater di Teater Ketjil yang dipimpinnya. Ia pernah ikut bermain ketika Teater Ketjil mementaskan lakon ‘Kunjungan Nyonya Tua’, sebuah repertoar terjamahan dari Der Besuch, karya seorang dramawan Swiss Friedrich Durentmatt, yang dipentaskan di Gedung Kesenian Jakarta pada 1990. Pada tahun yang sama, ia kembali ikut pentas dramatic reading ‘Telah Pergi la, Telah Kembali la’ dalam Festival Istiqlal. Dan ikut sebagai crew dalam produksi sinetron yang digarap Arifin C. Noer ‘Sebuah Dongeng Cinta’ yang di tayangkan dalam Pekan Sinerton TVRI.

Pada tahun 1997, ia mendatangi Ratna Sarumpaet dan menjadi asisten sutradaranya dalam pentas Teater Satu Merah Panggung ‘Terpasung’. Tahun 1998, ia kembali menjadi asisten sutradara dalam produksi ‘Pentas Terakhir’. Baru pada tahun 1999, ia ikut dalam pentas ‘Alia, Luka Serambi Mekkah’, sebagai aktor yang memerankan tokoh Komandan Militer. Setelah itu, ia kembali terlibat sebagai Asisten Sutradara, ketika Teater Satu Merah Panggung mementaskan lakon ‘Titik Terang, Sidang Rakyat Dimulai’ di Graha Bhakti Budaya, TIM, pada 3 -6 Juli 2012.

Diluar aktivitas berteaternya, Enes yang kini tinggal di Tangerang, Banten ini, dikenal sebagai seorang penyair.

Katrin Bandel

Katrin Bandel

Dr. phil., Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta (Java, Indonesien)
Promotion mit einer Arbeit über "Medizin und Magie in der modernen indonesischen Prosa" (Universität Hamburg 2004).
Publikationen zur indonesischen Literatur und Kultur.
Dozentin an der Universitas Sanata Dharma (Religions- und Kulturwissenschaften).
Übersetzungstätigkeit.

Nama-nama yang Hilang by Katrin Bandel

KBR68H, Jakarta - Kemunculan buku berjudul 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh menuai polemik. Buku itu mendaftar 33 sastrawan paling berpengaruh menurut Tim 8 Pusat Dokumentasi Sastra HB Jassin sejak tahun 1900. 

Pusat Dokumentasi Sastra itu sebelumnya membentuk delapan juri untuk menentukan daftar sastrawan tersebut. Delapan juri itu adalah Jamal D Rahman, Acep Zamzam Noor, Agus R Sarjono, Ahmad Gaus, Berthold Damshäuser, Joni Ariadinata, Maman S Mahayana, dan Nenden Lilis Aisyah. Sumber polemik pengkanonan itu tidak hanya ada pada nama Denny JA. Kritikus sastra Indonesia asal Jerman Katrin Bandel memaparkan kejanggalan-kejanggalan 33 versi dan proses penjaringannya pada KBR68H. 

Sasaran kritik paling keras dari 33 nama itu adalah Denny JA yang masuk karena karya Atas Nama Cintayang (2012). Tim Juri menilai Denny JA berpengaruh karena melahirkan genre puisi esai. Tim juri menilai puisi ini kini menjadi salah satu tren sastra mutakhir yang sudah direkam dalam kurang lebih sepuluh buku. 

Katrin menilai tidak ada pertanggungjawaban akademis terhadap pernyataan ini. Doktor kritik sastra itu menilai pemunculan genre sastra baru itu mengada-ada.

“Genre puisi esai. Itu kalau sejauh yang saya amati, puisi yang ditulis atas nama genre itu adalah puisi naratif; puisi yang agak panjang, bernarasi” paparnya. Puisi naratif Denny JA tidak beda jauh dalam bentuk dengan puisi serupa karya Rendra dan Linus Suryadi.

“Bedanya hanya diberi catatan kaki yang menurut pengamatan saya fungsinya tidak begitu jelas dan tidak benar-benar dibutuhkan. Jadi bagi saya itu nampak di situ ada usaha untuk sengaja membuat genre baru supaya nampak ada sesuatu yang heboh padahal tidak ada yang benar-benar baru di situ,” jelas perempuan yang tinggal di Yogyakarta tersebut. 

Kemampuan Dewan Juri untuk memilih secara objektif dan beralasan juga memunculkan pertanyaan besar. Dari 8 nama dewan juri, Katrin tidak menemukan satupun yang mewakili unsur kritikus sastra. Padahal, Tim 8 mengklaim buku mengenai 33 sastrawan paling berpengaruh itu dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. 

“Saya tidak melihat ada banyak akademisi yang bisa membuat buku dengan kompetensi membuat buku semacam itu dengan penjelasan akademis yang konon ada di situ. Mayoritas (dewan juri.red) sastrawan,” ujar kritikus sastra yang mendapat gelas Doktor dari Universitas Hamburg, Jerman itu. 

Meskipun ada nama Berthold Damshäuser, Katrin menilai Berthold tetap tidak memiliki kompetensi kritik sastra. “Berthold Damshäuser kan pengajar di sebuah jurusan yang khusus mengenai penerjemahan, jadi dia asli penerjemahan dan bukan kritikus sastra sebetulnya. Kelihatannya tidak ada satupun kritikus sastra di situ,” katanya. 

Keterlibatan para sastrawan aktif dalam penilaian itu juga menimbulkan keraguan objektivitas penilaian. Pertama, Katrin beralasan para sastrawan tidak terdidik secara akademis untuk menjadi kritikus sastra. 

“Biasanya ini sekedar kegiatan tambahan dan tidak mendalami benar-benar secara akademis bagaimana cara melakukan kritik sastra, mempelajari teori sastra dan sebagainya sehingga saya merasa ada kejanggalan di situ,” pungkasnya. 

Kedua, status sebagai sastrawan aktif membuat mereka tidak bebas dari kepentingan-kepentingan. “Tentu saja sebagai sastrawan yang terlibat di dunia sastra Indonesia mereka punya kepentingan-kepentingan sendiri sehingga objektifitvasnya bisa diragukan, atas dasar apa mereka memilih sastrawan-sastrawan yang berpengaruh,” ujar Katrin. 

Nama-nama yang Hilang 

"Dalam daftar 33 nama sastrawan yang paling berpengaruh memang bertebaran sejumlah nama-nama sastrawan dari berbagai golongan mulai sastrawan buruh Wowok Hesti Prabowo hingga Taufiq Ismail yang begitu membenci sosialisme," Daftar nama itu juga memasukan sastrawan yang tidak mendapat pengakuan resmi sejarah sastra nasional seperti Kwee Tek Hoay. Banyak bermunculan pertanyaan-pertanyaan di media sosial soal kenapa nama-nama tertentu tidak dimasukan dalam daftar yang dianggap berpengaruh. 

Katrin memberi catatan nama-nama sastrawan yang berpengaruh besar seperti hilang begitu saja. “Seperti misalnya Wiji Tukul yang jelas berpengaruh,” kata Katrin mempertanyakan nama penyair yang hilang diculik Orde Baru tersebut. Meskipun nama Wowok Hesti Prabowo masuk untuk mewakili sastra buruh, Katrin menilai pengaruh Wiji Tukul jauh lebih kuat dalam dunia sastra Indonesia. 

Dengan kejanggalan-kejanggalan tersebut, kritikus sastra Katrin Bandel mempertanyakan apakah ada motif politik dalam mengkanonkan sejumlah nama tersebut. Terlebih, pameran buku Frankfurt 2014 akan segera berlangsung. Katrin mempertanyakan apakah penerbitan ini akan menjadi alasan untuk menerjemahkan karya tertentu dan merepresentasikannya di dunia internasional sebagai perwakilan sastra Indonesia. 

Selain itu, Katrin meminta masyarakat mewaspadai jika penerbitan buku ini menjadi dasar dalam pengajaran sastra Indonesia oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Menurutnya, gerakan menentang versi tersebut perlu mendapat dukungan jika ternyata penerbitan buku 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh menjadi dasar pembuatan kanon sastra baru.

Rabu, 22 Januari 2014

TIFA NUSANTARA BANYAK DIBACA REMAJA


Salah seorang anak sanggar Meronte Jaring Indramayu membaca salah satu puisi dari Buku Tifa Penyair Nusantara.2013

Sabtu, 18 Januari 2014

Novy Noorhayati Syahfida (010)



Pagi Yang Gugup

pagiku gugup
tik tak jarum jam serupa jantung
menambah debar-degup
tak sempat lagi kuhitung
berapa tetes peluh yang menghiasi
lembar demi lembar narasi
hingga khatam segala abjad
sujudku tetap tak terwujud!

Tangerang, 18 Oktober 2013

Membaca Peta Pagi

membaca peta pagi
mengeja dunia di geliat hari
mimpi-mimpi belum usai diterjemahkan
saat sang surya datang kepagian

wajah-wajah penuh asa
berbaris rapi di pendar cahaya

membaca peta pagi di keningmu
kutitip senyum pada daun waktu
melangkahlah, nak…
tinggalkan kantukmu sejenak

Tangerang, 15 November 2013

Lelaki Perapal Mantra

kata-kata serupa hujan di bibirmu
membilang alifbata dalam genang waktu
kau, lelaki seribu aksara…
menggores hati dengan mantra-mantra
dadamu tempat rindu bermuara
mengurai airmata, melerai cinta

Tangerang, 15 Desember 2013

Kota Jakarta

katanya kota pembangunan
nyatanya banyak gembel dan gelandangan
penduduknya sesak oleh pengangguran
belum lagi sampah yang berserakan
di mana tuan presiden disembunyikan?

Jakarta, 1 Januari 2014

Menghitung Rindu, Membilang Namamu

rindu masih biru
menapaki dinding-dinding waktu
ada yang menyeru namamu
dalam gerimis yang paling syahdu

beri aku bunga yang paling mawar
pengganti rindu yang mendebar
sepi kini menjelma getar-getar
merasuki jiwa yang menggelepar
membaca cahaya, mengurai pendar

rindu masih biru
singgah mengetuk pintu
begitu restu…
begitulah selalu kusebut namamu

Kedoya, 16 Januari 2013

Biodata Narasi:
Puisi-puisi Novy Noorhayati Syahfida telah dipublikasikan di beberapa media cetak, elektronik dan buku antologi bersama. Namanya juga tercantum dalam Profil Perempuan Pengarang & Penulis Indonesia (Kosa Kata Kita, 2012). Puisi-puisinya dapat dinikmati di blog pribadinya yaitu http://syahfida.blogspot.com. Dua buku kumpulan puisi tunggalnya yang berjudul Atas Nama Cinta (Shell-Jagat Tempurung, 2012) dan Kuukir Senja dari Balik Jendela (Oase Qalbu, 2013) telah terbit. Pencinta buku, penulis puisi dan penyuka senja ini dapat dihubungi melalui: Novy Noorhayati Syahfida (facebook)/@syahfida (twitter)/syahfida@yahoo.com (email).

Jumat, 17 Januari 2014

Siapa menulis terlebih dahulu : Chairil Anwar (1948) atau Archibald MacLeish (1941)

KARAWANG-BEKASI
Kami yang kini terbaring antara Karawang-Bekasi
tidak bisa teriak “Merdeka” dan angkat senjata lagi.
Tapi 
siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami,
terbayang kami maju dan mendegap hati ?
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu.
Kenang, kenanglah kami.
Kami sudah coba apa yang kami bisa
Tapi kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu nyawa
Kami cuma tulang-tulang berserakan
Tapi adalah kepunyaanmu
Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan
Atau jiwa kami melayang untuk kemerdekaan kemenangan dan harapan
atau tidak untuk apa-apa,
Kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata
Kaulah sekarang yang berkata
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika ada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kenang, kenanglah kami
Teruskan, teruskan jiwa kami
Menjaga Bung Karno
menjaga Bung Hatta
menjaga Bung Sjahrir
Kami sekarang mayat
Berikan kami arti
Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian
Kenang, kenanglah kami
yang tinggal tulang-tulang diliputi debu
Beribu kami terbaring antara Krawang-Bekasi
Chairil Anwar (1948)
Brawidjaja, Jilid 7, No 16, 1957
THE YOUNG DEAD SOLDIERS DO NOT SPEAK
Nevertheless they are heard in the still houses:
who has not heard them?
They have a silence that speaks for them at night and when the clock counts.
They say, we were young. We have died. Remember us.
They say, we have done what we could but until it is finished it is not done.
They say, we have given our lives but until it is finished no one can know what our lives gave.
They say, our deaths are not ours: they are yours: they will mean what you make them.
They say, whether our lives and our deaths were for peace and a new hope or for nothing we cannot say: it is you who must say this.
They say, we leave you our deaths:
give them their meaning:
give them an end to the war and a true peace:
give them a victory that ends the war and a peace afterwards:
give them their meaning.
We were young, they say.
We have died. Remember us.
Archibald MacLeish (1941)

NAFAHSA IMANI FEBRIANTY (09)


PUISI-PUISI
FASHA IMANI FEBRIANTY

PERCAKAPAN 

di malam purnama 
menciptakan pertemuan bulan dan bintang
berayun-ayun di atas alas,
dan kisir malam damai mengusir gerahku.

kau, bercerita tentang makna cinta
sebuah percakapan bergelora 
di terangi rembulan
seperti kau kisahkan.
katamu;

kata-kata hanya sekedar pecahan kaca
tapi makna cinta tidak bisa di maknai dengan kata
tapi dikhayati dengan rasa

Agustus,2011-2013

Laut dan catatan

Di sana,di laut itu
Telah ku tenggelamkan seribu catatan
Dari pesisir pantai hingga ke dasar lautan...
Aku biarkan ia di hantam karang 
Dan tertelan gelombang 

Begitupun dengan desember,
Ingin ku kubur milyaran kisah yang tak indah
Tapi ingatan tak kunjung menepi dari fikiran

2013
BUTTERFLY

dalam senja kusendiri
sedang kupu-kupu itu begitu riang menari
merebahkan sayapnya 
menjelajahi berbagai arah 
penjuru,

dalam unggun pilu, nyaris aku ingin sepertinya

andai aku adalah butterfly
pastinya dada takkan tersesak nafas sebab, sejuk udara berpetualang menjelajah Jejak-jejak yang membuai rindu sebuah sajak .
Juli, 2012

ANDAI MAWAR DAPAT BERSUA 
andai mawar dapat bersua kau dapat berbicara tentang luka yang dirasa duri di batangmu sakitnya menyelusup serbuk-serbuk sarimu
merah darah begitu bergairah merangsang kumbang hendak layu karna tiada yang merayu dan kau tetap menjamu tanpa ragu
menyatukan putik sari dan benang sari menumbuhkan cinta pada wajah dedaunan enggan tumbang , walau sakitnya menusuk hingga akar –akarmu
2012
GELORA DI TEPI
aku menyaksikan gelora di tepian berlari menghampiri percikannya 
aku menyaksikan seuntai kata dalam dada mengukir kalimat syahdu yang menggebu aku menyaksikan seraut wajah hampa tak bermaya mengaburkan pandangan memaku fanorama
andai kucurah rasa hati ini pada gelombang sampaikan aku merindukannya.
oh,bening air obatilah hati dari keterlukaan bebaskan dari gelombang rindu ini ingin kurasakan mesra dari kehangatan pelukan laiknya lautan berkekalan.
gelora rindu menusuk kalbu sentuhan rindu kurasakan disini

Bali, 18-03-2012
JAWABAN DI LAUT KUTA
kiranya kau sisihkan aku ke tepi lautan gelombang tiba-tiba gemuruh mewakili hati tersesak seperti kehilangan pompa waktu menyelam di bawah laut kuta
aku seperti ombak berlari melawan gelombang rasa gelisah cinta rindu dan dendam
dalam senyum sedang terluka dalam tertawa hati tersiksa dalam bahagia aku sebenarnya gerhana
namun,kutemukan jawaban tak bisa lagi kuselam arus percintaan terpaksa kutelan sisa pahit asmara bersama gelombang diteguk lautan

Bali, 20-03-2012

NAFAHSA IMANI FEBRIANTY

Bandung, 11 Februari 1997.  Puisi-puisinya pernah di muat Majalah Bhineka Winiakarya, Jejaring Facebook,pernah menjuarai lomba cipta dan baca puisi se Kab. Bandung tingkat MA(Madrsayah Aliyah). Selain menulis puisi  aktiv bermain Teater di Komunitas Menara. Sekarang masih duduk di Bangku Madrasah Aliyah

Kamis, 16 Januari 2014

Pena Penyair


Menerjang lebaran hampa
menelusurui angan mencari idealisme 
menari kesombongan 
penuh kepalsuan diri 
pena penyair memberi keteduhan 
hati mengering menahan pergolakan
aku sampah atau emas
atau hanya menyiram di pasir gurun

(rg bagus warsono 2004 , menelusuri tepian cimanuk)


Lilin Penyair



Diam tak ada tiupan angin
Sedikit angin, api bergerak 
Besar angin aku padam
Menari aku di angin pelan
airmata diam dalam nyala mahkotaku api
meleleh melumuri tubuh
bahwa mebekas pengalaman
Semakin kecil aku menerang
untuk semua dalam jangkauanku

(rg. Bagus Warsono 2004, menelusuri tepian cimanuk)

Selasa, 14 Januari 2014

Ridwan Ch. Madris (008)

Ridwan Ch. Madris: 

MALAM  TANPA BULAN DAN BINTANG

bulan, sinarkanlah cahaya berkah-Mu
pada sepasang mata otak yang berkabut
kunantikan tebar cahayamu
agar  heningnya malam                                                                           
tidak dizinahi pesta pemabuk

2013


SUNGGUH CINTA

walau langit berkabut                                                                      
ada hujan berkah  di baliknya                                                                            
menyiram bunga-bunga 
semakin segar                                                                                                                
seperti nyala cinta yang berkobar.
pada Sang Kuasa                              
takkan mampu tercongkel pendusta

2013


KUBIARKAN DIA PERGI

kubiarkan angin konsultasi degan kabut.
kubiarkan malam konsultasi khusuk dengan keheningan
dan kubiarkan dia tenang dengan kehidupannya 
dengan lapang.                                                                            
sebab alam                                                                                  
 mempunyai hak untuk kebebasannya.                                       
 dan  bagiku sebuah bencana                                                                               
mengusik keinginannya.

2013


LANGIT SEAKAN MAU RUNTUH

tajam kata-katamu meluncur tak pernah berhenti
seperti anak-anak panah yang dilengkapi api.                           
                      menghujam tubuhku
dan aku tak peduli dengan semua itu                                   
                          aku anggap ia bagai bubuk kopi                                                                  
        yang larut dalam gelas minumku.                                                                                                       
adakalanya kata-katamu                                                                    
           bagai anjing-anjing malam
meraung dan menerkam
sang korban dikegelapan                                                                                                                     
adakalanya kata-katamu                            
         bagai ribuan lidah ular di tanah tandus           
                      tiada henti menjulur                                                                    
   dan berdesis mencari korban
                                                                                   
            semua itu aku biarkan larut                                                       
                   bagai cairan impus     
                                dalam denyut nadiku                                                                            
           memohon perlindungan-Nya 
2013


PAGI DI KEROBOKAN 

teras rumah ini menelanjangi
kesejukan daun-daun
cantik dan lebat bagai hutan lindung
sangat akrab dengan burung yang bernyanyi
di bawah pecahan sinar matahari                           
  dan kupu-kupu asyik menari                                         
 di antara pucuk-pucuk daun.
menginggatkan kekasih                                            
 menunggu di halaman rumahku

Kerobokan yang jauh;                                                  
di sini aku semakin rindu.
semakin besar rinduku padamu di sana.

Bali 2013 



PAGI INI ANGIN MENJATUHKAN DAUN-DAUN

pagi ini, angin menjatuhkan daun-daun       
satu persatu direnggut waktu
burung-burung putih lestari                       
Sediakala memandang dengan tatapan yang tajam   
mengepakkan sayapnya menjemput pagi                                                                                   disambut matahari                                             
selayak cakrawalan bergantian rupa                           
menyongsong hari-hari tiba                                
 seiring lesut doa dalam melahirkan impian                                                            
di setiap pagi, aku hanya menghitung usiaku sendiri    
 yang hari demi hari tertelan waktu

2012


SORE MENJELANG MALAM

kucium bau tubuhmu
dipahat waktu.                                                                                                                                                                                    
antara penyesalan dan hikmah                       
terlahir di balik kenangan, 
                                                                                  
sebuah bingkisan dari kecerobohan kata,
                                                                              
 angin melepas pakainmu 
menyerahkannya pada kelam.
                                                                         
atas nama cinta kau rela                                  
memberikan separuh tubuhmu                  
pada malam durjana; 
kau lupa pada kekasih sejati
yang datang dari langit
dari kasih sayang-Nya.
2013

B I O G R A F I
 Ridwan Ch. Madris, Alias Ridwan Haris,  Bandung 28 Januari 
Pernah kulian di Universitas Islam Nusantara, Bandung FKIP Jurusan Bahasa Sastra Indonesia dan Seni (tidak selesai), STAI Kharisma Cicurug Sukabumi, selesai kuliahnya di perguruan tinggi swasta STAI Soreang Kabupaten Bandung, Pendidikan strata I Jurusan Pendidikan Agama Islam (tarbiyah). 
melanjutkan fasca Sarjana S2 STIE PBM Jakarta Program Magister Manajemet Pendidikan.
Pernah mondok di beberapa Pesantren, di antaranya Pesantren Baitul Arqom Pacet Bandung, Al-Mamun’niyah Sukanegara, Al-Istiqlal Cicantu Cianjur dan Terakhir Riyadhul Aliyah Bogor
Tulisanya berupa Naskah Teater, Drama Komedi yang sering dipentaskan di Komunitasnya, Skenario Sinetron yang beberapa kali ditayangkan di beberapa TV Swasta, cerita Anak dan lain-lain. Serius menulis Puisi dari tahun 1999. Sebagian puisi di dalam buku Antologi Puisi Simphoni Nusantara, Antologi Puisi Tunggal Pesan Sucimu, Pantun Modern, dan Tulisan-tulisan lainnya yang sudah berberntuk Buku. Dan di muat di Media, Radar Bogor, HU Pikiran Rakyat, Majalah Seni Budaya, Berseka, majalah Sawala.Buletin Jendela Seni Bandung, Majalah Langlang Buana dan Lainlain.
Dari Tahun 1996 sampai dengan tahun 2001, beberapa kali mendapatkan terbaik pertama lomba baca puisi dari tingkat Kab/Kodya, Propinsi sampai Nasional 
Tahun 1999, mendirikan Teater Gerak di Sukabumi dan Bogor, juga pernah aktif sebagai pembina Kafe Sastra UNINUS Bandung, Bidang Teater Komunitas Malaikat, pernah terlibat juga pentas Teater Di STB (Studi Club Teater Bandung), sekarang serius membina Komunitas Menara. Pernah bekerja sebagai Instruktur Acting Quba Entertainment, Bosxa Enterfraise dan Aulia Organizer. Juga mengajar Seni dan Budaya di SMP Pertiwi Dayeuhkolot, MA Al-Ikhlas Pacet
Dan sekerang masih giat mengajar Seni dan Budaya Di MTS/ MA Salafiyah AlFalah Ciganitri, SMK Farmasi Istiqomah Pacet dan SDN II Dayeuhkolot Pasigaran Kab. Bandung

Bergiat Di Dunia Seni, Teater, Musik dan Sastra.





Selasa, 07 Januari 2014