TEKS SULUH


Selasa, 16 September 2014

Sebelas Colen di Malam Lebaran , Chairil Gibran Ramadhan



CGR lahir & besar di Pondok Pinang, Jakarta Selatan. Cerpennya hadir di Suara Pembaruan, Kompas, Media Indonesia, Republika, Koran Tempo, The Jakarta Post, Horison, Nova & lainnya. Buku yang memuat cerpennya dalam nuansa Betawi: Sebelas Colen di Malam Lebaran (Masup Jakarta, 2008, tunggal), juga antologi bersama Ujung Laut Pulau Marwah (TSI III, Tj. Pinang, 2010), Si Murai dan Orang Gila (DKJ, 2010), Ibu Kota Keberaksaraan (The 2nd JIlfest, 2011) & Antologi Sastra Nusantara (MPU VII, Yogya, 2012). Buku lain memuat cerpennya dalam nuansa nasional: Perempuan di Kamar Sebelah: Indonesia, Woman & Violence (Kompas Gramedia, 2012, tunggal), serta antologi bersama The Lontar Foundation: Menagerie 5 (ed. Laora Arkeman, 2003) & I Am Woman (ed. John H. McGlynn, 2011). Pernah diminta khusus menulis untuk kumpulan esai bersama, mengantarkanya berpidato di hadapan 5 dubes: Libanon, Libya, Tunisia, Belgia & Amerika. Ia juga penyunting, juri sastra & pembicara pada ajang budaya & sastra, radio, televisi, FIB-UI, mewakili Jakarta pada ajang sastra dalam & luar Jakarta, serta diundang guru besar Univ. Riau. Kini redaktur Jurnal Sastra (Bandung) & pemred Stamboel Journal.

Belum Ada yang Mengalahkan Eddy D. Iskandar dalam Jumlah Mengarang Novel Sampai saat Ini

Eddy D. Iskandar (lahir di Bandung, Jawa Barat, 11 Mei 1951; umur 63 tahun) adalah seorang sutradara dan penulis Indonesia. Ia juga mengelola Mingguan berbahasa Sunda "Galura".
Minat menulis Eddy diawali dari hobinya membaca buku. Sejak kecil ia terbiasa membaca buku yang di pinjam di perpustakaan umum untuk bacaan orang tuanya. Beberapa karya penulis besar, seperti Motinggo Busye, Toha Mohtar, Mochtar Lubis, Marah Roesli, Sutan Takdir Alisjahbana, Usmar Ismail hingga Pramoedya Ananta Toer kerap dibacanya.
Tulisan pertamanya yang berjudul Malam Neraka hadir secara tidak sengaja saat ia mengikuti orientasi mahasiswa baru di Akademi Industri Pariwisata (AKTRIPA) Bandung, pada tahun 1970. Tulisan tersebut di muat di Mingguan Mandala yang redaktur budayanya pada saat itu adalah sastrawan Muhammad Rustandi Kartakusumah. Sejak saat itu, ia mulai rajin menulis beragam tulisan, esai, dan puisi.
Pada tahun 1975, setelah menyelesaikan kuliahnya di Akademi Industri Pariwisata (AKTRIPA) Bandung, ia pergi ke Jakarta guna menekuni dunia film di Akademi Sinematografi Lembaga Pendidikan Kesenian Jakarta yang kini dikenal sebagai Fakultas Film dan TV Institut Kesenian Jakarta. Ia ingin menjadi sutradara. Film dianggapnya sebagai media yang paling mudah mempengaruhi dan melihat berbagai sisi kehidupan masyarakat.
Di Jakarta, ia kerap berada di Taman Ismail Marzuki yang dikenal sebagai gudangnya penulis dan seniman. Namun, bukan menjadi sutradara, ia justru semakin matang sebagai penulis serba bisa. Selain bergaul dengan seniman dari segala profesi, ia juga sering menyaksikan beragam pementasan di TIM. Eddy juga turut bergabung dalam grup wartawan Zan Zapha Grup yang beranggotakan para penulis muda sepertu El Manik dan Noorca M. Massardi. Tulisan-tulisannya kemudian di distribusikan ke berbagai media cetak, terutama majalah populer.
Eddy menikah dengan Evi Kusmiati, dikaruniai tiga orang putri Dini Handayani, Novelia Gitanurani, Asri Kembang kasih dan satu orang putra Andre Anugerah. Sampai saat ini ia tetap produktif menulis termasuk menulis sekian banyak skenario sinetron dan film.
Karya tulisnya yang fenomenal, berjudul Gita Cinta Dari SMA dimuat sebagai cerita bersambung di majalah GADIS pada tahun 1976. Karyanya ini banyak menuai pujian. Atas permintaan pembaca, ia membuatkan cerita sambungannya Puspa Indah Taman Hati. Novel Gita Cinta Dari SMA juga diangkat ke layar lebar yang mengorbitkan pasangan, Rano Karno dan Yessy Gusman. Novelnya yang lain, yang berkisah tentang cinta antara tokoh Galih dan Ratna itu juga pernah di reka ulang dalam bentuk sinetron bersambung yang di tayangkan oleh salah satu stasiun televisi swasta. Tahun 2004, ia kembali merilis novel Gita Cinta Dari SMA, Pada tahun 2010, Gita Cinta Dari SMA kembali di angkat sebagai drama musikal berjudul "Gita Cinta The Musical".
Novelnya yang lain, yang juga meraih sukses di pasaran antara lain Cowok Komersil, yang berhasil dicetak enam kali dalam setahun dengan rata-rata 5.000 buku percetak. Selanjutnya novel Semau Gue diminati sineas film dan menjadi film bertabur bintang, seperti Rano Karno, Yessy Gusman dan Yenny Rachman. Sementara novel dengan 100 halaman berjudul Sok Nyentrik yang di selesaikannya hanya dalam kurun waktu sehari, tercatat berhasil berkali-kali cetak ulang. Salah satu kekuatan novel karya Eddy D. Iskandar karena daya ungkap dan dialognya yang mengalir lancar dan tetap aktual, tidak berpengaruh oleh perubahan trend.
Atas dedikasinya yang besar dibidangnya, tercatat beberapa kali ia meraih penghargaan, diantaranya mendapat nominasi untuk skenario jenis komedi untuk Si Kabayan pada FSI 1997, Penghargaan Anugerah Budaya Kota Bandung 2010 dalam bidang Film dari pemerintah Kota Bandung dan Penghargaan Anugrah Seni Budaya Jawa Barat (2010).
Belum Ada yang Mengalahkan Eddy D. Iskandar dalam Jumlah Mengarang Novel  Sampai saat Ini

Eddy D. Iskandar (lahir di Bandung, Jawa Barat, 11 Mei 1951; umur 63 tahun) adalah seorang sutradara dan penulis Indonesia. Ia juga mengelola Mingguan berbahasa Sunda "Galura".
Minat menulis Eddy diawali dari hobinya membaca buku. Sejak kecil ia terbiasa membaca buku yang di pinjam di perpustakaan umum untuk bacaan orang tuanya. Beberapa karya penulis besar, seperti Motinggo Busye, Toha Mohtar, Mochtar Lubis, Marah Roesli, Sutan Takdir Alisjahbana, Usmar Ismail hingga Pramoedya Ananta Toer kerap dibacanya.
Tulisan pertamanya yang berjudul Malam Neraka hadir secara tidak sengaja saat ia mengikuti orientasi mahasiswa baru di Akademi Industri Pariwisata (AKTRIPA) Bandung, pada tahun 1970. Tulisan tersebut di muat di Mingguan Mandala yang redaktur budayanya pada saat itu adalah sastrawan Muhammad Rustandi Kartakusumah. Sejak saat itu, ia mulai rajin menulis beragam tulisan, esai, dan puisi.
Pada tahun 1975, setelah menyelesaikan kuliahnya di Akademi Industri Pariwisata (AKTRIPA) Bandung, ia pergi ke Jakarta guna menekuni dunia film di Akademi Sinematografi Lembaga Pendidikan Kesenian Jakarta yang kini dikenal sebagai Fakultas Film dan TV Institut Kesenian Jakarta. Ia ingin menjadi sutradara. Film dianggapnya sebagai media yang paling mudah mempengaruhi dan melihat berbagai sisi kehidupan masyarakat.
Di Jakarta, ia kerap berada di Taman Ismail Marzuki yang dikenal sebagai gudangnya penulis dan seniman. Namun, bukan menjadi sutradara, ia justru semakin matang sebagai penulis serba bisa. Selain bergaul dengan seniman dari segala profesi, ia juga sering menyaksikan beragam pementasan di TIM. Eddy juga turut bergabung dalam grup wartawan Zan Zapha Grup yang beranggotakan para penulis muda sepertu El Manik dan Noorca M. Massardi. Tulisan-tulisannya kemudian di distribusikan ke berbagai media cetak, terutama majalah populer.
Eddy menikah dengan Evi Kusmiati, dikaruniai tiga orang putri Dini Handayani, Novelia Gitanurani, Asri Kembang kasih dan satu orang putra Andre Anugerah. Sampai saat ini ia tetap produktif menulis termasuk menulis sekian banyak skenario sinetron dan film.
Karya tulisnya yang fenomenal, berjudul Gita Cinta Dari SMA dimuat sebagai cerita bersambung di majalah GADIS pada tahun 1976. Karyanya ini banyak menuai pujian. Atas permintaan pembaca, ia membuatkan cerita sambungannya Puspa Indah Taman Hati. Novel Gita Cinta Dari SMA juga diangkat ke layar lebar yang mengorbitkan pasangan, Rano Karno dan Yessy Gusman. Novelnya yang lain, yang berkisah tentang cinta antara tokoh Galih dan Ratna itu juga pernah di reka ulang dalam bentuk sinetron bersambung yang di tayangkan oleh salah satu stasiun televisi swasta. Tahun 2004, ia kembali merilis novel Gita Cinta Dari SMA, Pada tahun 2010, Gita Cinta Dari SMA kembali di angkat sebagai drama musikal berjudul "Gita Cinta The Musical".
Novelnya yang lain, yang juga meraih sukses di pasaran antara lain Cowok Komersil, yang berhasil dicetak enam kali dalam setahun dengan rata-rata 5.000 buku percetak. Selanjutnya novel Semau Gue diminati sineas film dan menjadi film bertabur bintang, seperti Rano Karno, Yessy Gusman dan Yenny Rachman. Sementara novel dengan 100 halaman berjudul Sok Nyentrik yang di selesaikannya hanya dalam kurun waktu sehari, tercatat berhasil berkali-kali cetak ulang. Salah satu kekuatan novel karya Eddy D. Iskandar karena daya ungkap dan dialognya yang mengalir lancar dan tetap aktual, tidak berpengaruh oleh perubahan trend.
Atas dedikasinya yang besar dibidangnya, tercatat beberapa kali ia meraih penghargaan, diantaranya mendapat nominasi untuk skenario jenis komedi untuk Si Kabayan pada FSI 1997, Penghargaan Anugerah Budaya Kota Bandung 2010 dalam bidang Film dari pemerintah Kota Bandung dan Penghargaan Anugrah Seni Budaya Jawa Barat (2010).

Pengantar Sejarah Sastra Indonesia, Yudiono K.S.

Resensiku -
Pengantar Sejarah Sastra Indonesia, sebuah buku yang sangat bermanfaat untuk memahami perkembangan sastra di Indonesia tetapi juga sangat bermanfaat bagi pendidikan sastra bagi generasi muda. Isi yang padat dan mutu yang terjamin dikarenakan reverensi yang diterima pembaca menjadikan buku ini dapat menjadi buku pegangan guru di semua jenjang bahkan dosen di fakultas sastra. Disamkping itu para penulis di Tanah Air juga dapat mempergunakan buku ini sebagai acuan untuk karya mendatang. Adalah Yudiono K.S. penulis buku ini. Sangat jarang penulis Indonesia menelaah sejarah sastra . Kedudukan penulis yang independen menjadikan isi begitu sempurna sehingga membedakan pelaku sastra dan karya yang disorotinya. Sebagai seorang guru tentu memerlukan bukuini sebagai pegangan. Buku Pengantar Sejarah Sastra Indonesia ( History of Indonesian literature of the 20th century) seakan memiliki buku dalam satu rak lemari sastra. Cukp tebal namun enak dibaca. (16-9-2014 oleh Rg Bagus Warsono)
Yudiono K. S.
Grasindo, 2010 - 366 halaman
Resensiku -
Pengantar Sejarah Sastra Indonesia, sebuah buku yang sangat bermanfaat untuk memahami perkembangan sastra di Indonesia tetapi juga sangat bermanfaat bagi pendidikan sastra bagi generasi muda. Isi yang padat dan mutu yang terjamin dikarenakan reverensi yang diterima pembaca menjadikan buku ini dapat menjadi buku pegangan guru di semua jenjang bahkan dosen di fakultas sastra. Disamkping itu para penulis di Tanah Air juga dapat mempergunakan buku ini sebagai acuan untuk karya mendatang. Adalah Yudiono K.S. penulis buku ini. Sangat jarang penulis Indonesia menelaah sejarah sastra . Kedudukan penulis yang independen menjadikan isi begitu sempurna sehingga membedakan pelaku sastra dan karya yang disorotinya. Sebagai seorang guru tentu memerlukan bukuini sebagai pegangan. Buku Pengantar Sejarah Sastra Indonesia ( History of Indonesian literature of the 20th century) seakan memiliki buku dalam satu rak lemari sastra. Cukp tebal namun enak dibaca. (16-9-2014 oleh Rg Bagus Warsono)
Yudiono K. S.
Grasindo, 2010 - 366 halaman

Leksikon Susastra Indonesia

Resensiku -
Leksikon Susastra Indonesia , oleh Korrie Layun Rampan 2000, buku ini sangat membantu inventarisir sastrawan Indonesia masa kini. Korrie memasukan data sastrawan sengaja dengan pertimbangan karya bukan usia. Ini berarti usia bukan menjadi hal apa yang disebut dngan 'angkatan sastrawan itu. Buku dengan tebal 576 halaman sangat bermanfaat bagi generasi muda saat ini. Namun demikian patokan untuk nama sastrawan yang dimasukan belum terjelaskan apakah itu karya sastra media cetak atau akun sosial. Begitu pula media cetak apakah termuat di buku atau haya di koran-koran dan majalah . Sedang patokan koran juga apakah koran sastra atau umum, begitu juga derajat edar media apakah regional atau tidak. Agaknya Korrie memandanmg pada mutu seebuah sastra, jadi mutulah yang dijadikan seeorang sastrawan masuk dalam inventarisastrawan indonesia apapun angkatan dan dokumentasinya. Sungguhpun demikian buku ini menjadi rujukan yang sangat berarti dan patut dimiliki oleh kalangan pendidik dan pecinta sastra Tanah Air.(Rg Bagus warsono)
Korrie Layun Rampan
PT Balai Pustaka, 2000 - 576 halaman
Resensiku -
Leksikon Susastra Indonesia , oleh Korrie Layun Rampan 2000, buku ini sangat membantu inventarisir sastrawan Indonesia masa kini. Korrie memasukan data sastrawan sengaja dengan pertimbangan karya bukan usia. Ini berarti usia bukan menjadi hal apa yang disebut dngan 'angkatan sastrawan itu. Buku dengan tebal 576 halaman sangat bermanfaat bagi generasi muda saat ini. Namun demikian patokan untuk nama sastrawan yang dimasukan belum terjelaskan apakah itu karya sastra media cetak atau akun sosial. Begitu pula media cetak apakah termuat di buku atau haya di koran-koran dan majalah . Sedang patokan koran juga apakah koran sastra atau umum, begitu juga derajat edar media apakah regional atau tidak. Agaknya Korrie memandanmg pada mutu seebuah sastra, jadi mutulah yang dijadikan seeorang sastrawan masuk dalam inventarisastrawan indonesia apapun angkatan dan dokumentasinya. Sungguhpun demikian buku ini menjadi rujukan yang sangat berarti dan patut dimiliki oleh kalangan pendidik dan pecinta sastra Tanah Air.(Rg Bagus warsono)
Korrie Layun Rampan
PT Balai Pustaka, 2000 - 576 halaman

Butet Kartaredjasa Anak kroegrafer yang Sastrawan

Butet Kartaredjasa (bahasa Jawa: Buthèt Kartaredjasa; lahir di Yogjakarta, 21 November 1961; umur 52 tahun) adalah seorang pemeran teater dan pelawak asal Indonesia. Pada tahun 1996, Butet mendirikan Galang Communication, sebuah institusi periklanan dan studio grafis, yang kemudian diikuti dengan mendirikan Yayasan Galang yang bergerak dalam pelayanan kampanye publik untuk masalah-masalah kesehatan reproduksi berperspektif gender. Butet adalah anak dari Bagong Kussudiardjo, koreografer dan pelukis senior Indonesia. Ia merupakan saudara kandung dari Djaduk Ferianto.
Butet pernah bergabung di Teater Kita-Kita (1977), Teater SSRI (1978-1981), Sanggarbambu (1978-1981), Teater Dinasti (1982-1985), Teater Gandrik (1985-sekarang), Komunitas Pak Kanjeng (1993-1994), Teater Paku (1994), Komunitas seni Kua Etnika (1995-sekarang). Selain itu, Butet merupakan aktor yang biasa memerankan pentas secara Monolog. Aksinya yang sangat terkenal adalah dengan menirukan suara mantan presiden RI, Soeharto dalam setiap pementasannya.
Ia pernah memerankan tokoh SBY (Si Butet Yogja) dalam Republik Mimpi di Metro TV dan pindah tayang di TV One yang merupakan pameo dari presiden RI, SBY. Selain itu ia juga memerankan beberapa film layar lebar seperti Maskot dan Banyu Biru. Selain itu ia juga tampil dalam beberapa iklan televisi, dan sinetron. Sejak 2010 bersama aktor Slamet Rahardjo, Butet bermain dalam program mingguan Sentilan-Sentilun di MetroTV.
karya Butet dalam pentas monolog adalah :
Racun Tembakau (1986)
Lidah Pingsan (1997)
Lidah (Masih) Pingsan (1998)
Benggol Maling (1998)
Raja Rimba Jadi Pawang (1999)
Iblis Nganggur (1999)
Guru Ngambeg (2000)
Mayat Terhormat (2003)
Matinya Toekang Kritik (2006)
Sarimin (2007)
Presiden Guyonan (2008)
Kucing (2010)
Butet Kartaredjasa (bahasa Jawa: Buthèt Kartaredjasa; lahir di Yogjakarta, 21 November 1961; umur 52 tahun) adalah seorang pemeran teater dan pelawak asal Indonesia. Pada tahun 1996, Butet mendirikan Galang Communication, sebuah institusi periklanan dan studio grafis, yang kemudian diikuti dengan mendirikan Yayasan Galang yang bergerak dalam pelayanan kampanye publik untuk masalah-masalah kesehatan reproduksi berperspektif gender. Butet adalah anak dari Bagong Kussudiardjo, koreografer dan pelukis senior Indonesia. Ia merupakan saudara kandung dari Djaduk Ferianto.
Butet pernah bergabung di Teater Kita-Kita (1977), Teater SSRI (1978-1981), Sanggarbambu (1978-1981), Teater Dinasti (1982-1985), Teater Gandrik (1985-sekarang), Komunitas Pak Kanjeng (1993-1994), Teater Paku (1994), Komunitas seni Kua Etnika (1995-sekarang). Selain itu, Butet merupakan aktor yang biasa memerankan pentas secara Monolog. Aksinya yang sangat terkenal adalah dengan menirukan suara mantan presiden RI, Soeharto dalam setiap pementasannya.
Ia pernah memerankan tokoh SBY (Si Butet Yogja) dalam Republik Mimpi di Metro TV dan pindah tayang di TV One yang merupakan pameo dari presiden RI, SBY. Selain itu ia juga memerankan beberapa film layar lebar seperti Maskot dan Banyu Biru. Selain itu ia juga tampil dalam beberapa iklan televisi, dan sinetron. Sejak 2010 bersama aktor Slamet Rahardjo, Butet bermain dalam program mingguan Sentilan-Sentilun di MetroTV.
karya Butet dalam pentas monolog adalah :
Racun Tembakau (1986)
Lidah Pingsan (1997)
Lidah (Masih) Pingsan (1998)
Benggol Maling (1998)
Raja Rimba Jadi Pawang (1999)
Iblis Nganggur (1999)
Guru Ngambeg (2000)
Mayat Terhormat (2003)
Matinya Toekang Kritik (2006)
Sarimin (2007)
Presiden Guyonan (2008)
Kucing (2010)

Andrea Hirata Kapten Laskar Pelangi

Andrea Hirata Seman Said Harun lahir di pulau Belitung 24 Oktober 1982, Andrea Hirata sendiri merupakan anak keempat dari pasangan Seman Said Harunayah dan NA Masturah. Ia dilahirkan di sebuah desa yang termasuk desa miskin dan letaknya yang cukup terpelosok di pulau Belitong. Tinggal di sebuah desa dengan segala keterbatasan memang cukup mempengaruhi pribadi Andrea sedari kecil. Ia mengaku lebih banyak mendapatkan motivasi dari keadaan di sekelilingnya yang banyak memperlihatkan keperihatinan.
Nama Andrea Hirata sebenarn
ya bukanlah nama pemberian dari kedua orang tuanya. Sejak lahir ia diberi nama Aqil Barraq Badruddin. Merasa tak cocok dengan nama tersebut, Andrea pun menggantinya dengan Wadhud. Akan tetapi, ia masih merasa terbebani dengan nama itu. Alhasil, ia kembali mengganti namanya dengan Andrea Hirata Seman Said Harun sejak ia remaja.
Sedangkan Hirata sendiri diambil dari nama kampung dan bukanlah nama orang Jepang seperti anggapan orang sebelumnya. Sejak remaja itulah, pria asli Belitong ini mulai menyandang nama Andrea Hirata. Andrea tumbuh seperti halnya anak-anak kampung lainnya. Dengan segala keterbatasan, Andrea tetap menjadi anak periang yang sesekali berubah menjadi pemikir saat menimba ilmu di sekolah. Selain itu, ia juga kerap memiliki impian dan mimpi-
mimpi di masa depannya.
Seperti yang diceritakannya dalam novel Laskar Pelangi, Andrea kecil bersekolah di sebuah sekolah yang kondisi bangunannya sangat mengenaskan dan hampir rubuh. Sekolah yang bernama SD Muhamadiyah tersebut diakui Andrea cukuplah memperihatinkan. Namun karena ketiadaan biaya, ia terpaksa bersekolah di sekolah yang bentuknya lebih mirip sebagai kandang hewan ternak. Kendati harus menimba ilmu di bangunan yang tak nyaman, Andrea tetap memiliki motivasi yang cukup besar untuk belajar. Di sekolah itu pulalah, ia bertemu dengan sahabat-sahabatnya yang dijuluki dengan sebutan Laskar Pelangi.
Di SD Muhamadiyah pula, Andrea bertemu dengan seorang guru yang hingga kini sangat dihormatinya, yakni NA (Nyi Ayu) Muslimah.
Kegigihan Bu Muslimah untuk mengajar siswa yang hanya berjumlah tak lebih dari 11 orang itu ternyata sangat berarti besar bagi kehidupan Andrea. Perubahan dalam kehidupan Andrea, diakuinya tak lain karena motivasi dan hasil didikan Bu Muslimah. Sebenarnya di Pulau Belitong ada sekolah lain yang dikelola oleh PN Timah. Namun, Andrea tak berhak untuk bersekolah di sekolah tersebut karena status ayahnya yang masih menyandang pegawai rendahan. “Novel yang saya tulis merupakan memoar tentang masa kecil saya, yang membentuk saya hingga menjadi seperti sekarang,” tutur Andrea yang memberikan royalti novelnya kepada perpustakaan sebuah sekolah miskin ini.
Tentang sosok Muslimah, Andrea menganggapnya sebagai seorang yang sangat menginspirasi hidupnya. “
Berkat Bu Muslimah, Andrea mendapatkan dorongan yang membuatnya mampu menempuh jarak 30 km dari rumah ke sekolah untuk menimba ilmu. Tak heran, ia sangat mengagumi sosok Bu Muslimah sebagai salah satu inspirator dalam hidupnya. Menjadi seorang penulis pun diakui Andrea karena sosok Bu Muslimah. Sejak kelas 3 SD, Andrea telah membulatkan niat untuk menjadi penulis yang menggambarkan perjuangan Bu Muslimah sebagai seorang guru. “Kalau saya besar nanti, saya akan menulis tentang Bu Muslimah,” ungkap penggemar penyanyi Anggun ini. Sejak saat itu, Andrea tak pernah berhenti mencoret-coret kertas untuk belajar menulis cerita.
Setelah menyelesaikan pendidikan di kampung halamannya, Andrea lantas memberanikan diri untuk merantau ke Jakarta selepas lulus SMA. Kala itu, keinginannya untuk menggapai cita-cita sebagai seorang penulis dan melanjutkan ke bangku kuliah menjadi dorongan terbesar untuk hijrah ke Jakarta. Saat berada di kapal laut, Andrea mendapatkan saran dari sang nahkoda untuk tinggal di daerah Ciputat karena masih belum ramai ketimbang di pusat kota Jakarta. Dengan berbekal saran tersebut, ia pun menumpang sebuah bus agar sampai di daerah Ciputat. Namun, supir bus ternyata malah mengantarkan dirinya ke Bogor. Kepalang tanggung, Andrea lantas memulai kehidupan barunya di kota hujan tersebut.
Beruntung bagi dirinya, Andrea mampu memperoleh pekerjaan sebagai penyortir surat di kantor pos Bogor. Atas dasar usaha kerasnya, Andrea berhasil melanjutkan pendidikannya di Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia. Merasakan bangku kuliah merupakan salah satu cita-citanya sejak ia berangkat dari Belitong. Setelah
menamatkan dan memperoleh gelar sarjana, Andrea juga mampu mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan pendidikan S2 Economic Theory di Universite de Paris, Sorbonne, Perancis dan Sheffield Hallam University, Inggris.
Berkat otaknya yang cemerlang, Andrea lulus dengan status cum laude dan mampu meraih gelar Master Uni Eropa. Sekembalinya ke tanah air, Andrea bekerja di PT Telkom dan Mulailah ia bekerja sebagai seorang karyawan Telkom. Kini, Andrea masih aktif sebagai seorang instruktur di perusahaan telekomunikasi tersebut. Selama bekerja, niatnya menjadi seorang penulis masih terpendam dalam hatinya. Niat untuk menulis semakin menggelora setelah ia menjadi seorang relawan di Aceh untuk para korban tsunami. “Waktu itu saya melihat kehancuran akibat tsunami, termasuk kehancuran sekolah-sekolah di Aceh,” kenang pria yang tak memiliki latarbelakang sastra ini.
Kondisi sekolah-sekolah yang telah hancur lebur lantas mengingatkannya terhadap masa lalu SD Muhamadiyah yang juga hampir rubuh meski bukan karena bencana alam. Ingatan terhadap sosok Bu Muslimah pun kembali membayangi pikirannya. Sekembalinya dari Aceh, Andrea pun memantapkan diri untuk menulis tentang pengalaman masa lalunya di SD Muhamadiyah dan sosok Bu Muslimah. “Saya mengerjakannya hanya selama tiga minggu,” aku pria yang berulang tahun pada 24 Oktober ini.
Naskah setebal 700 halaman itu lantas digandakan menjadi 11 buah. Satu kopi naskah tersebut dikirimkan kepada Bu Muslimah yang kala itu tengah sakit. Sedangkan sisanya dikirimkan kepada sahabat-sahabatnya dalam Laskar Pelangi. Tak sengaja, naskah yang berada dalam laptop Andrea dibaca oleh salah satu rekannya yang kemudian mengirimkan ke penerbit.
Bak gayung bersambut, penerbit pun tertarik untuk menerbitkan dan menjualnya ke pasar. Tepatnya pada Desember 2005, buku Laskar Pelangi diluncurkan ke pasar secara resmi. Dalam waktu singkat, Laskar Pelangi menjadi bahan pembicaraan para penggemar karya sastra khususnya novel. Dalam waktu seminggu, novel perdana Andrea tersebut sudah mampu dicetak ulang. Bahkan dalam kurun waktu setahun setelah peluncuran, Laskar Pelangi mampu terjual sebanyak 200 ribu sehingga termasuk dalam best seller. Hingga saat ini, Laskar Pelangi mampu terjual lebih dari satu juta eksemplar.
Penjualan Laskar Pelangi semakin merangkak naik setelah Andrea muncul dalam salah satu acara televisi. Bahkan penjualannya mencapai 20 ribu dalam sehari. Sungguh merupakan suatu prestasi tersendiri bagi Andrea, terlebih lagi ia masih tergolong baru sebagai seorang penulis novel. Padahal Andrea sendiri mengaku sangatlah jarang membaca novel sebelum menulis Laskar Pelangi. Sukses dengan Laskar Pelangi, Andrea kemudian kembali meluncurkan buku kedua, Sang Pemimpi yang terbit pada Juli 2006 dan dilanjutkan dengan buku ketiganya, Edensor pada Agustus 2007. Selain meraih kesuksesan dalam tingkat penjualan, Andrea juga meraih penghargaan sastra Khatulistiwa Literary Award (KLA) pada tahun 2007.
Lebaran di Belitong. Kini, Andrea sangat disibukkan dengan kegiatannya menulis dan menjadi pembicara dalam berbagai acara yang menyangkut dunia sastra. Penghasilannya pun sudah termasuk paling tinggi sebagai seorang penulis. Namun demikian, beberapa pihak sempat meragukan isi dari novel Laskar Pelangi yang dianggap terlalu berlebihan. “Ini kan novel, jadi wajar seandainya ada cerita yang sedikit digubah,” ungkap Andrea yang memiliki impian tinggal di Kye Gompa, desa tertinggi di dunia yang terletak di pegunungan Himalaya. Kesuksesannya sebagai seorang penulis tentunya membuat Andrea bangga dan bahagia atas hasil kerja kerasnya selama ini.
Meski disibukkan dengan kegiatannya yang cukup menyita waktu, Andrea masih tetap mampu meluangkan waktu untuk mudik di saat Lebaran lalu. Bahkan bagi Andrea, mudik ke Belitong di saat Lebaran adalah wajib hukumnya. “Orang tua saya sudah sepuh, jadi setiap Lebaran saya harus pulang,” ujar Andrea dengan tegas. Di Belitong, Andrea melakukan rutinitas bersilaturahmi dengan orang tua dan kerabat lainnya sembari memakan kue rimpak, kue khas Melayu yang selalu hadir pada saat Lebaran. Kendati perjalanan ke Belitong tidaklah mudah, karena pilihan transportasi yang terbatas, Andrea tetap saja harus mudik setiap Lebaran tiba. Terlebih lagi, bila ia tak kebagian tiket pesawat ke Bandara Tanjung Pandan, Pulau Belitong, maka mau tak mau Andrea harus menempuh 18 jam perjalanan dengan menggunakan kapal laut.
Perasaan bangga dan bahagia semakin dirasakan Andrea tatkala Laskar Pelangi diangkat menjadi film layar lebar oleh Mira Lesmana dan Riri Riza. “Saya percaya dengan kemampuan mereka,” ujarnya tegas. Apalagi, film Laskar Pelangi juga sempat ditonton oleh orang nomor satu di negeri ini, Susilo Bambang Yudhoyono beberapa waktu lalu. “

Kata Toto ST Radik, Indonesia Setengah Tiang




Toto ST Radik adalah penyair Indonesia kelahiran Singarajan, Serang, Banten. Lahir pada 30 Juni 1965 dari ayah H. Mohamad Suhud dan ibu Hj. Ratu Tuchaeni, Toto ST Radik menempuh pendidikan SD, SMPN 2 Serang dan SMA 1 Serang. Kemudian dia melanjutkan ke IKIP Bandung dan STKS Bandung. Namun pendidikan di sana tidak selesai. Dia kemudian melanjutkan ke Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Serang. Menikah dengan Babay Herlina, Toto ST Radik memiliki dua putri: Radika Dzikru Bungapadi dan Rara. Kepenyairannya jauh lebih dikenal publik daripada profesinya sebagai pegawai negeri (dulu di BKKBN, sekarang di Dinas Parawisata Kota Serang).
Sebagai penyair, pertama kali Toto ST Radik menulis di Pikiran Rakyat. Puisi-puisinya kemudian tersebar di berbagai media massa. Selain itu puisi-puisinya juga terkumpul dalam berbagai antologi, di antaranya:
1. Antologi
Jejak Tiga (Serang: Azeta, 1988)
Ode Kampung (Serang: Lingkar Sastra dan Teater, 1995)
Negeri Bayang-Bayang (Surabaya: Yayasan Seni Surabaya: 1996)
Dari Bumi Lada (Lampung: Dewan Kesenian Lampung, 1996)
Cermin Alam (Bandung: Forum Sastra Bandung dan Taman Jawa Barat, 1996)
Antologi Puisi Indonesia 1997 (Bandung: Angkasa, 1997)
Bebegig (Serang: Lingkaran Sastra dan Teater, 1998)
Resonansi Indonesia (Tangerang: Komunitas Sastra Indonesia, 2000)
Datang Dari Masa Depan (Tasikmalaya: Sasnggar Sastra Tasik, 2000)
Puisi (Jakarta: Yayasan Puisi, 2001)
Sajadah Kata (Bandung: Syaamil Cipta Media, 2001)
Konser Ujung Pulau (Lampung: Dewan Kesenian Lampung, 2002)
2. Kumpulan Puisi Tunggal
Mencari dan Kehilangan (Serang: Lingkaran Sastra dan Teater, 1996)
Indonesia Setengah Tiang (Tangerang: Komunitas Sastra Indonesia, 1999)
Jus Tomat Rasa Pedas (Serang: Sanggar Sastra Serang dan Suhud Sentrautama, 2003)
Pangeran [Lelaki yang Tak Menginginkan Sorga] (Serang: Rumah Dunia, 2004)
Selain bekerja sebagai pegawai negeri Toto ST Radik mengajar puisi secara sukarela sejak 2001 hingga sekarang. Pengajaran puisi itu dilaksanakan di Sanggar Sastra Serang (S3) bekerjasama dengan Majalah Horison dan di Majlis Puisi Rumah Dunia. Bersama Gol A Gong dia mengelola komunitas seni Rumah Dunia di Serang, Banten.

Senin, 15 September 2014

Daftar Perempuan Penyair Indonesia, dokumentasi HMGM

Daftar Perempuan Penyair Indonesia:

Abidah el Khaleiqy
Akidah Gauzillah
Alina Kharisma
Alya Salaisha-Sinta
Ana Westy
Ariana Pegg
Ayu Cipta (Tangerang)
Brigita Neny Anggraeni (Semarang)
Cok Sawitri
Dalasari Pera
D. Kemalawati
Dhenok Kristianti
Diah Hadaning
Dian Hartati
Dianing Widya Yudhistira
Divin Nahb
Dyah Setyawati (Slawi)
Diana Roosetindaro (Solo)
Dona Anorita (Surabaya)
Dyah Kencono Puspito Dewi (Bekasi
Elis Tating Bardiah
Endang Werdiningsih
Evi Idawati
Euis Herni (Serang)
Fanny J. Poyk
Farra Yanuar
Fatin Hamama
Fitriani Um Salva
Frieda Amran
Fransisca Ambar Kristiani (Semarang)
Gia Getiawati Gheeah
Hanna Fransisca
Hanna Yohana
Helvy Tiana Rosa
Heni Hendrayani
Hudan Nur
Imelda Hasibuan
Inung Imtihani
Ira Ginda
Julia Hartini
Kalsum Belgis
Lina Kelana
Nike Aditya Putri (Cilacap)
Micka Adiatma (Solo)
Medy Loekito
Mariyana Hanafi
Nieranita
Nadine Angelique
Nana Riskhi Susanti
Nella S. Wulan
Nenden Lilis A.
Nening Mahendra
Nia Samsihono
Nona G. Muchtar
Novy Noorhayati Syahfida
Nurani Lely Metta Widjaja
Oka Rusminii
Pipiek Isfianti
Puput Amiranti
Puspita Aan (Solo)
Putri Akina (Putri Sakinah0)
Qurrota A’yun Thoyyibah
Ramayani Riance
Ratna Ayu Budhiarti
Ratu Ayu
Rika Istianingrum
Rini Febriani Hauri
Rini Ganefa
Rita Oetoro
Rita Sri Hastuti
Rini Ganesa (Semarang)
Rini Ganesa (Semarang)
Rukmi Wisnu Wardani
Sandra Palupi
Sartika Sari
Sendri Yakti
Seruni Tri Padmini
Shinta Miranda
Sirikit Syah
Sri Runia Komalayani
Sus Setyowati Hardjono
Susy Ayu
Seruni Unie (Solo)
Titik Kartitiati (Tangerang)
Sri Wahyuni (Gresik)
SA Sulistyowati (Semarang)
Sulis Bambang (Semarang)
Titik Kartitiati (Tangerang)
Endang Kalimasada (Blitar)
Puput Amiranti (Blitar)
Dona Anorita (Surabaya)
Tri Lara Prasetya Rima (Denpasar)
Hilda Rumambi (Palu)
Weni Suryandari
Wiekerna Malibra
Winarti Juliet Vennin
Wulan Ajeng Fitriani
Yvonne de Fretes
Zubaidah Djohar
Alra Ramadhan (Kulonprogo)
Alya Salaisha-Sinta (Cikarang Kab. Bekasi))
Anita Riyani (Tanah Bumbu, Kalsel)
Aulia Nur Inayah (Tegal)
Devi yulianti wafiah(Paseh)
Dhinar Nadi Dewii (Sukoharjo)
 Diah Natalia (Jakarta)
Diah Budiana (Serang)
Dian Rusdiana (Bekasi)
Dianie Apnialis M (Bandung)
Devi yulianti wafiah(Paseh)
Dwi Rezki Hardianto Putra Rustan (Maros)
 Esti Ismawati (Klaten)
Fatmawati Liliasari (Takalar)
Fasha Imani Febriyanti (Bandung)
 Hidayatul Hasanah (Trenggalek)
Iska Wolandari (Ogan Komering Ilir)
Julia Hartini (Bandung)
Lucky Purwantini(Bekasi)
Malisa Ladini (Semarang)
Novia Nurhayati (Bogor)
Nurul Hidayah (Banjarmasin)
Nyi Mas Rd Ade Titin Saskia Darmawan  (Denpasar)
Novi Ageng Rizqy Amalia (Trenggalek)
Nur Lathifah Khoerun Nisa (Cilacap)
Nastain Achmad (Tuban)
Nila Hapsari (Bekasi)
Pradita nurmalia (Surakarta)
Seruni Unie (Solo)
Sokanindya Pratiwi Wening (Medan)
Sindi Violinda(Medan)
 Tuti Anggraeni (Bekasi)
Vera Mutiarasani (Karawang)
 Wulandari ( Nawang Wulan)
Yusti Aprilina (Bengkulu Utara)
 Lailatul Kiptiyah (Mataram)

Selasa, 09 September 2014

Mengenal sastrawan Indonesia : Ali Arsy

Ali Syamsudin Arsi 
lahir di Barabai, Kab. Hulu Sungai Tengah, Prov. Kalimantan Selatan. Kini tinggal di kota Banjarbaru, Prov. Kalsel. Pendiri dan Ketua Forum Taman Hati, diskusi sastra dan lingkungan, bersama M. Rifani Djamhari. Pendiri dan Pembina Sanggar Sastra Satu Satu Banjarbaru. 
Karya –aryanya antara lain :1. Negeri Benang Pada Sekeping Papan (Tahura Media, Banjarmasin, Januari 2009).  2. Tubuh di Hutan Hutan (Tahura Media, Banjarmasin, Desember 2009). 3. Istana Daun Retak (Framepublishing, Yogyakarta, April 2010). 4. Bungkam Mata Gergaji (Framepublishing, Yogyakarta, Februari 2011).
Tahun 1999 menerima hadiah sastra dari Bupati Kabupaten Kotabaru.  Tahun 2005 menerima hadiah seni bidang sastra dari Gubernur Kalimantan Selatan. Tahun 2007 menerima hadiah sastra bidang puisi dari Kepala Balai Bahasa Banjarmasin. Tahun 2012 menerima penghargaan pada acara Tadarus Puisi & Silaturrahmi Sastra, Pemerintah Kota Banjarbaru melalui Dinas Pariwisata, Budaya dan Olah Raga. Pada malam Tadarus Puisi dan Silaturrahmi Sastra tahun 2014 kembali mendapat penghargaan sastra oleh Pembko Banjarbaru melalui Dewan Kesenian Kota Banjarbaru, penilaian berdasarkan standar kekaryaan dan aktifitas bersastra. Penyair ini tinggal di Banjarbaru.

Minggu, 07 September 2014

Lucky Purwantini


Lucky Purwantini, lahir di Bekasi, 10 Desember 1986. Alumnus Magister Psikologi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta dan Psikologi Universitas Paramadina, Jakarta. Menulis novel, cerpen, dan puisi. Kini bergiat di Forum Sastra Bekasi.

ESTI ISMAWATI


ESTI ISMAWATI, lahir di Palembang, 18 Oktober 1961. Lulus S1 Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia IKIP Negeri Yogyakarta Tahun 1986. Lulus S2 Pendidikan Bahasa IKIP Negeri Jakarta Tahun 1998. Lulus S3 Pendidikan Bahasa UNJ Tahun 2003.

Nila Hapsari


Nila Hapsari
Alumnus Fakultas Biologi UGM Yogyakarta yang tinggal di Bekasi. Puisi-puisi karyanya telah dimuat di beberapa harian lokal dan antologi puisi bersama. Selain mengajar juga aktif bergiat di Forum Sastra Bekasi (FSB).

Dhinar Nadi Dewii


Dhinar Nadi Dewii.  Lahir di Blora, 11 November 1990. Pernah terdaftar SM-3T angkatan ke-2 melalui LPTK Unnes dan ditempatkan di Kabupaten Manggarai, NTT. Aktif menulis cerpen dan puisi. Puisinya dimuat di Suara Merdeka, lolos antologi Jejak Sajak Mahakam (2013), Solo dalam Puisi (2014), Timur Gumregah (2014), It’s Ok Wae (2014). Cerpen “Sosial Media? So’sial Me - Dia” lolos seleksi mengikuti #KampusFiksi Reguler DivaPress. 

Sokanindya Pratiwi Wening

Sokanindya Pratiwi Wening adalah nama pena. Nama asli Duma Fitrie Sitompul. Lahir di Pematang Siantar, 21 Februari 1964. Menyelesaikan pendidikan di Fakultas Sastra USU jurusan Linguistik. Mengajar di sekolah formal hingga tahun 2002 dan pernah bekerja sebagai copywriter di Wira Advertising Agency.
Sejak SMP sudah mulai menulis puisi namun belum pernah mengirimkan hasilnya ke media cetak, entah karena kurang PD atau karena saya menulis karena ingin menulis saja.
Kegiatan sekarang adalah ibu rumah tangga yang nyambi merawat bunga dan memberi les di rumah.

Rabu, 03 September 2014

Mungkin Anda diantaranya Sastrawan Indoinesia itu

Ada daftar nama Sastrawan Indonesia, Mungkin Anda diantaranya

Dapatkan bukunya di Leutikaprio
Si Bung
Penulis: Rg. Bagus Warsono, Kategori: Kumpulan Puisi
Penerbit : Leutika Prio
ISBN: 978-602-225-819-3
Terbit: Maret 2014
Halaman : 86, BW : 86, Warna : 0
Harga: Rp. 25.600,00
Dalam buku ini dilengkapi data Nama Sastrawan Indonesia sbb:
DAFTAR SASTRAWAN INDONESIA
Disusun Oleh : Rg. Bagus Warsono
1.A.A. Navis
2.A.A. Pandji Tisna
3.A.D. Donggo
4.A.Mustofa Bisri
5.A.S. Dharta
6.A.S. Laksana
7.Aam Amilia
8.Abas Sutan Pamuntjak Nan Sati
9.Abdul Hadi WM
10.Abdul Muis
11.Abdul Wahid Situmeang
12.Abdullah Mubaqi
14Achdiat K. Mihardja
15Achmad Munif
13.Abidah el Khalieqy
16Acep Syahril
17Acep Zamzam Noor
18.Adinegoro
19.Afrizal Malna
20.Agam Wispi
21.Agus Noor
22.Agus R. Sarjono
23.Agus Warsono(Rg Bagus Warsono)
24Ahmad Fuadi
25.Ahmad Subbanuddin Alwie
26.Ahmad Tohari
27Ahmad Yulden Erwin
28.Ahmadun Yosi Herfanda
29.Ahmad Mushthofa Bisri
30..Ajip Rosidi
31.AkiSora
32.Akmal Nasery Basral
33.Ali Akbar Navis
34.Alan Hogeland
35.Amal Hamzah
36.Andrea Hirata
37.Andliandri.A.A
38Andrei Aksana
39.Ani Sekarningsih
40.Anis Sholeh Ba’asyin
41.Anwar Putra Bayu
42.Aoh K. Hadimadja
43.Arafat Nur
44.Ari Pahala Hutabarat
45.Ari Setya Ardhi
46.Arie MP Tamba
47.Ariel Heriyanto
48.Arif B. Prasetyo
49.Arifin C. Noer
50.Armijn Pane
51.Arswendo Atmowiloto
52.Arami Kasih
53.Asep S. Sambodja
54.Asma Nadia
55.Asrul Sani
56.Asbari Nurpatria Krisna
57.Aslan Abidin
58.Ayatrohaedi
59Ayu Utami
60.B. Rahmanto
61.Badaruddin Amir
62.Badui U. Subhan
63.Bagus Burham
64.Bagus Hananto
65.Bagus Putu Parto
66.Bambang Set
67.Beni R. Budiman
68.Beni Setia
69.Beno Siang Pamungkas
70.Binhad Nurrohmat
71.Bokor Hutasuhut
72.Bonari Nabonenar
73.Bondan Winarno
74.Budi Darma
75.Budi P. Hatees
76.Budiman S. Hartoyo
77.Cecep Syamsul Hari
78.Chunel
79.Clara Ng
80.Cucuk Espe
81.D. Zawawi Imron
82.Dahta Gautama
83.Darman Moenir
84.Darmanto Jatman
85.Damhuri Muhammad
86.Danarto
87.Dad Murniah
88.Dami N. Toda
89.Daniel Mahendra
90.Dea Anugrah
91.Dewi Lestari
92.Dharmadi
93.Dian Hardiana
94.Djamil Suherman
95.Djenar Maesa Ayu
96.Dian Hartati
97.Diani Savitri
98.Dimas Arika Mihardja
99.Dina Oktaviani
100.Djamil Suherman
101.Dody Sam Yusuf
103.Donny Dhirgantoro
104.Dorothea Rosa Herliany
105.Djenar Maesa Ayu
106.Dyah Merta
107.Dyah Setyawati
108.Edy Firmansyah
109.Eka Budianta
110.Eka Kurniawan
111.Eko Tunas
112.Emha Ainun Nadjib
113.Endik Koeswoyo
114.Faruk HT
115.Fendi Kachonk
116.Fina Sato
117.FX Rudi Gunawan
118.Gazali Burhan Rijodja
119.Gatotkoco Suroso
120.Gerson Poyk
121.Godi Suwarna
122.Goenawan Mohammad
123.Gola Gong
124.Gus tf Sakai
125.H.B. Jasin
126.HR Bandaharo
127.Habiburrahman El Shirazy
128.Hamid Jabbar
129.Hamka
130.Hamsad Rangkuti
131.Hartojo Andangdjaja
132.Helvy Tiana Rosa
133.Herlinatiens
134.Herman J. Waluyo
135.Hersri Setiawan
136.Herdoni Syafriansyah
138.Ibnu Wahyudi
139.Ibrahim Sattah
140.Idrus
141.Iggoy el Fitra
142.Ikhwan Al Amin
143.Indra Cahyadi
144.Indra Tranggono
145.Intan Paramaditha
146.Imam Muhtarom
147.Ipon Bae
148.Irfan Hidayatullah
149.Irman Syah
150.Isbedy Stiawan ZS
151.Iswadi Pratama
152.Iwan Simatupang
153.Iyut Fitra
154.J.E. Tatengkeng
155.Jack Efendi
156.Jakob Sumardjo
157.Jamal D Rahman
158.Jamal T. Suryanata
159.Jatmika Nurhadi
160.Jeffry Alkatiri
161.Joni Ariadinata
162.Joshua Lim
163.Joko Pinurbo
164.Jose Rizal Manua
165.Jumari HS
166.Korrie Layun Rampan
167.Kriapur
168.Kuntowijoyo
169.Kurnia Effendi
170.Kusprihyanto Namma
171.Kuswinarto
172.Kwee Tek Hoay
173.Leila S. Chudori
174.Linda Christanty
175.Linus Suryadi AG
176. Lukman A Sya
178.M.Aan Mansyur
179.M. Rozaq Triyansyah
180.M. Shoim Anwar
181.Mahbub Junaedi
182.Mahmud Jauhari Ali
183.Maman S. Mahayana
184.Mansur Samin
185.Marah Roesli
186.Marga T
187.Marsetio Hariadi
188.Marianne Katoppo
189.Martin Aleida
190.Max Ariffin
191.Marsetio Hariadi
192.Mawie Ananta Jonie
193.Medy Loekito
194.Melani Budianto
195.Mochtar Lubis
196.Mohammad Diponegoro
197.Moch Satrio Welang
198.Motinggo Busye
199.Muhammad Asqalani eNeSTe
200.Muhammad Rois Rinaldi
201.Muhary Wahyu Nurba
202.Mukti Sutarman
203.Mustofa Bisri
204.Mh. Rustandi Kartakusuma
205.Muhammad Kasim
206.Mukti Sutarman Espe
207.Mutmainna
208.Mustafa W. Hasyim
209.Marsetio Hariadi
210.Marsetio Hariadi
211.Nanang Anna Noor
212.Nanang Suryadi
213.Nasjah Djamin
214.Nazaruddin Azhar
215.Nenden Lilis A
216.Nenek Mallomo
217.Ngarto Februana
218.Nh. Dini
219.Nirwan Ahmad Arsuka
220.Nirwan Dewanto
221.Noorca M. Massardi
222.Nova Riyanti Yusuf
223.Novy Noorhayati Syahfida
224.Nugroho Notosusanto
225.Nurochman Sudibyo.YS
226.Nur Sutan Iskandar
227.Nur Wahida Idris
228.Nyoo Cheong S
229.Ook Nugroho
230.Oyos Saroso HN
231.Palti R Tamba
232.Pamusuk Eneste
233.Panji Utama
234.Parakitri T Simbolon
235.Putu Oka Sukanta
236.Piek Ardijanto Soeprijadi
237.Pipiet Senja
238.Pramoedya Ananta Toer
239.Primadonna Angela
240.Putu Oka Sukanta
241.Putu Wijaya
242.Rachmat Djoko Pradopo
243.Rachmat Nugraha
244.Radhar Panca Dahana
245.Raditya Dika
246.Remy Silado
247.Ragdi F. Daye
248.Ramadhan K.H.
249.Ratih Kumala
250.Ratna Indraswari Ibrahim
251.Raya Langit Rokibbah
252.Rayani Sriwidodo
253.Raudal Tanjung Banua
254.Rieke Diah Pitaloka
255.Rifan Khoridi
256.Rifai Apin
257.Riki Dhamparan Putra
258.Rijono Pratikto
259.Riris K. Sarumpeat
260Rosihan Anwar
261.Roudloh Fathurrohman
262.Rukmi Wisnu Wardani
263.Ruli NS
264.Rusman Sutiasumarga
266.Saeful Badar
267.Sam Haidy
268.Sang Bayang
269.Sanusi Pane
270.Sapardi Djoko Damono
271.Sarabunis Mubarok
272.Saut Situmorang
273.Selasih/Seleguri
274.Seno Gumira Ajidarma
275.Sholeh UG
276.Sindhunat
277.Sitok Srengenge
278.Sitor Situmorang
279.Sindhunata
280.Sirajuddin Sudirman
281.Slamet Sukirnanto
282.SM Ardan
283.SN Ratmana
284.Sobron Aidit
285.Soe Hok Gie
286.Soekanto SA
287.Sonny H. Sayangbati
288.Sony Farid Maulana
289.Sori Siregar(Sori Sutan Sirovi Siregar)
290/Sosiawan Leak Seno
291.S. Sinansari ecip
292.Subagio Sastrowardoyo
293.Sukasah Syahdan
294.Suman Hs
295.Suminto A Sayuti
296.Sunaryo Basuki Ks
297.Sunlie Thomas Alexander
298.Suparto Brata
299.Sutan Iwan Sukri Munaf
300.Sutan Takdir Alisyahbana
301.Sutardji Calzoum Bachri
302.Sutikno WS
303.Suwarsih Djojopuspito
304.S. Yoga
305.Tajuddin Noor Gani
306.Tandi Skober
307.Tatang Sontani
308.Taufiq Ismail
309.Taufik Ikram Jamil
310.T. Firman Andiatno
311.Teguh Winarso AS
312.Tendy Faridjan
313.Timur Sinar Suprabana
314.Titie Said
315.Titiek WS
316.Titis Basino
317.Toety Heraty Nurhadi
318.Toha Mochtar
319.Toto ST. Radik
320.Toto Sudarto Bachtiar
321.Tri Astoto Kodarie
322.Trisno Sumardjo
323.Trisnojuwono
324.Triyanto Triwikromo
325.Trio Danu Kumbara
326.Tulis Sutan Sati
327.T. Wijaya
328.Udo Z. Karzi
329.Ugoran Prasad
330.Umar Junus
331.Umar Kayam
332.Umar Nur Zain
333.Umbu Landu Paranggi
334.Usmar Ismail
335.Utuy Tatang Sontani
336.Viddy AD Daery
337.Wahyu NH. Al Aly
338.Wahyu Prasetya
339.Wan Anwar
340.Wayan Sunarta
341.Widjati
342.Widji Thukul
343.Wisnu Sujianto
344.Wisran Hadi
345.W. Hariyanto
346.Widji Thukul
347.W.S. Rendra
348.Wowok Hesti Prabowo
349.Y.B.Mangunwijaya
350.Yonathan Rahardjo
351.Yudhistira ANM Massardi
352.Yusach Ananda
353.Y. Thendra BP
354.Y. Wibowo
355.Zainal Afif
356.Zainuddin Tamir Koto
357.Zen Hae
358.Zen Ibrahim
359.Zoya Herawati
Deskripsi:
Pebaca terhormat, tak ada kata lain yang lain kecuali terima kasihku atas apresiasi pembaca yang sudi membaca puisi-puisi dalam antologi yang di beri nama Si Bung ini. Sebuah inspirasi dari inspirator kita Dr. H Akhmad Soekarno, seorang pemimpin besar Revolusi, Proklamator RI ini dan juga seorang seniman sejati. Dari profilnya memberikan inspirasi syair-syair yang kami kumpulkan dalam sepuluh tahun. Sajian khusus bagi pembaca budiman, untuk dinikmati sebagai seni. Salam sejahtera Rg. Bagus Warsono             

Munadi Oke

Munadi Oke

Ku dengar laut bercerita,
Tentang karangnya yang terberai
Tentang anak ikannya yang di pukat harimau
Tentang pausnya yang tak bisa pulang ditelan dangkal
Ku dengar laut menangis,
Sambil sesekali melemparkan seguk pada ombak Sambil tersedu mengiringi desir angin
Sambil berayun memainkan sampan
Ku dengar laut memaki,
Mengapa semua busuk harus sampai padaku?
Mengapa
Manusia begitu kejam?
Mengapa juga aku yang disalahkan ketika semua ditampar ombak yang aku sendiri tak mampu menahannya?

 "SH" PAINAN 28122012

Munadi Oke


Lailatul Kiptiyah

 Lailatul Kiptiyah

Ke Ladang Tebu
pagi-pagi sekali ia telah rapi
langkahnya cukup hati-hati
jalanan yang dilewatinya adalah
sebuah jembatan bambu di atas kali dangkal berbatu

ah, dilihatnya seekor ikan mengambang di permukaan bayangnya
seperti takjub
mengecupi lumut
yang membuatnya terus hidup
lumut itu seperti kekasih
membagi dalam perih

menurutnya cuaca kali ini sungguh tak terkira
sebentar hujan berpendar sebentar terik membakar segala yang kena

di tikungan ia lihat seekor kadal kecil
melesat ke bawah  serimbun kemangi
dulu,  ia selalu menunggu seseorang datang ke sini
membawa aroma jerami

angin terasa lembut merandai
langkah hati-hatinya telah sampai
--oh, hanya padang kelabu
hanya sisa-sisa bonggol yang mengabu
dangau itu juga sepi
nyata telah lama ditinggal penghuni
kemana tebu-tebu yang dulu berjajar rapi

seekor prenjak hinggap di sebatang ketela
selain itu tak ada siapa-siapa

benar seperti kata ayahnya
ketika semalam ia tiba:
“tak ada lagi siapa-siapa
orang-orang itu pergi
terbawa malaria yang meninggi”
dan orang tua itu selamat
kini ia hanya duduk menafakuri waktu
yang meninggalkannya bersama kerapuhan itu

Jakarta, 2011
Lailatul Kiptiyah, lahir dan besar di Blitar, Jawa Timur 20 Juli 1975. Puisi-puisinya banyak dimuat di media regional dan nasional serta banyak mengikuti berbagai antologi bersama nasional,  Saat ini tinggal bersama suami di Mataram-NTB.



Ardi Susanti

Ardi Susanti

KEBUN TEH KOTAKU

sejauh mata
hamparan perdu teh
indah mengukir bebukitan
mentari tersenyum malu
kabut perlahan merangkak naik
wanita-wanita perkasa ke luar peraduan
berjalan kelilingi bukit kerangjang di bahu
jari-jamari lentik lincah menari di pucuk-pucuk daun teh
tanpa kenal lelah, tanpa hati patah

wanita-wanita perkasa
pipi merah merona tanpa polesan
bercanda sesame demi hilangkan penat
terasa sungguh tulus tiada terkira
langkah mereka bagi sebuah kehidupan
ada doa meluncur dari mulutku
semoga ladang teh meraka
tidak berbubah jadi vila
tidak berubah jadi hotel
 tidak berubah jadi motel

kebun teh terus bertunas menghijau
jemari mereka terus menari di pucuknya
sehingga kejora-kejora kecil mereka
terus tersenyum menyambut kepulangan ibunya
berharap sedikit receh untuk membeli asa

Jamus (Ngawi) 2001

Ardi Susanti Lahir di Ngawi, 15 April 1975.. Ia adalah pendiri “Teater Petjel” SMAN 1 Boyolangu, Tulungangung. Puisi puisinya banyak mengisi berbagai antologi bersama bertaraf nasional. Penyair ini tinggal di Tulungagung.

Diana Roosetindaro

Diana Roosetindaro

Garuda Pada Sebuah Pintu

hanya lagu 
juga gambar menempel dikaos
dan topi atau terpajang di dinding sekolah maupun kantor 
masih adakah garuda didada?
Tak lagi tyerdengar kicau
Menggelegar
Bahkan sayap itu 
Kini patah tak bisa terbang
Menembus langit 
Tinggalah garuda pada sebuah pintu 
adalah garudaku.

Depok, 26 juni 2014












Diana Roosetindaro
Diana Roosetindaro, lahir di Kartasura, 22 November 1969. Penyair ini tlah mengisi berbagai antologi puisi bertaraf regional dan nasional, Tinggal di Kartasura.
akhmad yani 56 kartasura.




Zen AR

Zen AR
Panggilan Adzan

bagaimana pun kami hanyalah pelacur yang selalu mengucapkan assalamu’alaikum kepada surau-surau yang tidak beragama namun takut menyimpan dosa. suara-suara yang berjalan di atas retakan kaca jendela, jatuh dalam khalwat kami.

jam pulang kerja dan lampu warna-warni, menyusun lagi anatomi maghrib. sembahyang mengajari kami bercinta dengan ketakutan. semisal nasib dinanti, hari-hari jadi penuh tegur sapa dengan orang-orang yang masih percaya akan kebahagiaan dan kesedihan.

tetapi dada kami menanggung ke mana saja cerita pahlawan dan kemerdekaan ‘45. air wudlu kami membekam nasionalisme yang cemas di antara sabun pembersih dan embrio kamar mandi. sejadah kami menggelar kebebasan atas kapal-kapal kolonial yang terbakar. hanya saja, kami tidak diberi kedaulatan, andai-andai menuntun Inul Daratista baca Qur’an atau membimbing Tukul Arwana mendengungkan adzan.

lalu kami bakal membangun kota ini kembali, dari body lotion, perlengkapan make-up, styling foam, dan pil strong of night. sungguhpun kami tahu, seperti mata mengintai, di belakang kami kuburan-kuburan berhantu dan sebuah surga yang tak lagi terletak di telapak kaki ibu.

2014


Zen AR
Lahir 1995, adalah seorang penyair dan santri PP. Annuqayah Lubangsa Selatan, Guluk-Guluk, Sumenep, Madura,  puisinyatlah  dimuat Antologi Penyair Lima Negara (Indonesia, Malaysia, Brunei Darussalam, Singapura, dan Thailand).  Tinggal di sumenep.


Yusti Aprilina.


Yusti Aprilina

Pantai Panjang

pantai itu sungguh landai memanjang sepanjang barat pulau sumatera
 garis pantainya amat panjang dan pasir putih berkilau
seperti hidup ini terus  memanjang hingga menemu titik nadir
berjalan di atas pepasiran yang basah, jejak-jejak cepat terhapus ombak
pepohonan cemara sebagai peneduh orang-orang yang datang
di bangku menghadap pantai duduk sepasang kekasih memadu cinta
sambil menikmati gemuruh suara ombak yang datang silih berganti
seperti juga sepasang burung camar terbang  rendah di atas laut  yang  gundah
bermacam aneka panganan dijajakan oleh ibu-ibu
ada udang dan kepiting goreng tepung kriuk
di sepanjang pantai warung-warung  menjajakan kelapa muda dan jagung bakar
asyik disantap kala sore menjelang menyaksikan sunset di ufuk barat
menikmati angin datang sepoi-sepoi
dan angan melayang nun jauh di seberang lautan
kenangan masih terus membayang, di tepi pantai ini

Bengkulu, 23 Juli 2013


Yusti Aprilina.
Lahir di Lais, Bengkulu Utara pada tanggal 01 April 1965. ibu dari dua orang anak menyukai  menulis puisi dan cercen. Ada beberapa karyanya termuat dalam Antologi puisi dan cerpen bersama dan sebuah buku puisi tunggal. Penyair ini juga adalah seorang PNS yang tinggal di Bengkulu Utara.

Wulandari ( Nawang Wulan)

 Wulandari ( Nawang Wulan)

Sepanjang Batanghari Rindumu Aku

Menakar kejauhan antara aku dan kau
Jarak meretas batas, sisanya ampas
Ditubuhmu kupatri janjiku
Kau meragu, dan aku antusias
Ditubuhmu saat aku lahir, darahku mengering
Melekat pekat
Karena aku kau!

Jadi jangan hanya bungkam
Biarkanlah langit menguning, sisakan saja susu basi untuknya
Duduklah diam disini, kita takar inginmu
Jangan coba sembunyi, aku tau
Sepanjang Batanghari rindumu aku
Aku yang beku, kau kata dirimu

Dari Bumi Langkah Serentak Limbai Seayun 2014
Wulandari ( Nawang Wulan) lahir di Kota Jambi, 10 Agustus 1990.  Bergiat di Sanggar KUBU Bungo, puisi-puisinya turut dimuat dalam Antologi Puisi bersama regional dan nasional, Penyair ini juga adalagh seorang wartawati di media lokal Bungo



Wong agung utomo

Wong agung utomo

Perempuan yang dikirimkan masalalu,

Apakah kedatanganmu
Hendak menagih rindu
Yang sempat dicegat waktu
Kala itu
Atau kamu hanya ingin mengiyakan
Penjelasan alasanku
Bahwa  diperah tagih kebutuhan hidup
Jamuan nyaman dan bahagia kampung halaman saja
Tidaklah cukup

...h kampung halaman adalah perempuan kiriman masalalu yang menagih rindu dan air mata mudikku

Wintala Achmad

 Wintala Achmad

PAYAU SUTAU MALAM
Pro: Kawan Lama

Malam ini tak ada bulan
Dimana kau selau memujanya
Selayak Tarub pada Nawangwulan

Malam ini tak ada angin
Dimana kau selalu menitipkan pesan
Harum dupa pada mendiang pacarmu

Malam ini tak ada cerecet bence
Dimana kau selalu mendambakannya
Sebagai tanda akan kembali tercuri hatimu

Malam ini tak ada puisi cinta
Sesudah kata-kata sekadar bualan
Dari seorang pemabuk pinggiran jalan

Cilacap, 2014

Wintala Achmad
, Lahir di Yogyakarta.. Karya-karya sastranya dipublikasikan baik media pusat dan local, Nama kesastrawanannya dicatat dalam Buku Pintar Sastra Indonesia (Pamusuk Eneste, Penerbit Kompas), Direktori Sastrawan, Seniman, dan Budayawan Yogyakarta (Taman Budaya Yogyakarta). Penyair ini tinggal di Cilacap Jawa Tengah.
.

Wayan Jengki Sunarta

Wayan Jengki Sunarta

Di Somba Opu

agak ragu
kugurat namamu
di pilar-pilar hitam kayu ulin
rumah panggung somba opu

bunga kamboja merah muda
menggoda daun telingamu
itu bunga dewata, gumamku
perlahan…

namun, benteng tua ini
telah kehilangan tuan
tanah rata, berdebu,
dan rumput enggan hijau

hanya pohon-pohon mahoni
berbagi teduh
di setapak jalan menuju hatimu

tapi masih kudengar tabuh rebana
dan lagu-lagu tua kerajaan gowa
yang didendangkan pengembara
saat kau buka jendela baruga
saat senyummu meluruhkan nada

kau lihat
pecinta yang tersesat
menyeret langkah lelah
di hari yang berkeringat

di somba opu
apa yang pilu
selain langkah
makin ragu
menjauh
dari istanamu

(november 2012)


Wayan Jengki Sunarta
, lahir di Denpasar, Bali, 22 Juni 1975. Lulusan Antropologi Budaya, Fakultas Sastra, Universitas Udayana. Mulai  menulis puisi sejak awal 1990-an.
Tulisan-tulisannya dimuat di berbagai media massa lokal dan nasional, Buku kumpulan cerpennya yang telah terbit adalah Cakra Punarbhawa (Gramedia, 2005), Purnama di Atas Pura (Grasindo, 2005), Perempuan yang Mengawini Keris (Jalasutra, 2011). Buku kumpulan puisinya yang telah terbit adalah Pada Lingkar Putingmu (bukupop, 2005), Impian Usai (Kubu Sastra, 2007), Malam Cinta (bukupop, 2007), Pekarangan Tubuhku (Bejana Bandung, Juni 2010). Penjyair ini tinggal di Denpasar.


















Wadie Maharief

  Wadie Maharief

Kenangan tentang Emak

Perempuan cekatan itu
adalah emakku
Ngurus anak sepuluh hampir tak pernah mengeluh
Serba bisa meski tak pernah sekolah
tapi menjadi guru bagi anak-anaknya
Aku belajar segala dari emak
Mulai menampi beras, menanak dan menjerang air
Bikin gulai dan menyeduh kopi
Emakku perkasa, ratu yang agung
Rumah dan berandanya selalu bersih
Gemulai ia menyapu setiap pagi
Tangannya tak pernah berhenti
Seperti penari yang penuh energi
Aku rindu emak
Yang telah mengajari aku tentang hidup
dan kehidupan ini
Aku mengerti kenapa beras mesti ditampi
Sebelum ditanak, kenapa menyapu
Harus pelan tapi bersih....?
Jangan melakukan kesia-siaan dalam hidupmu, nak….
Begitu pesannya
Yogya, 25 Mei 2014



Wadie Maharief lahir di Prabumulih, Sumsel, 13 Maret 1955, mengabdikan hidup sebagai wartawan. Sejumlah tulisan banyak dimuat di suratkabarregional dan nasional, tinggal di Yogyakarta.

Vera Mutiarasani

Vera Mutiarasani

Lesap

Terkenang kekal segan dimakan jaman
Kala di sana kami beragam membangun kehidupan
Dahulu, indah nian kampung halamanku jadi loka jejak ini ditapakkan
Sampai akhirnya mereka datang, kampung halamanku digerus dalih persilihan

Tempo dulu, nyata kami berjalan di atas hampar rerumputan
Kini tak pelak, beton jadi landas kaki ini berjejalan
Lesap, mana kampung halamanku kekinian?
Tak beda, serupa menaung hidup di payung urban

Kembalikan! Sisihkan aku seransum kampung halaman!
Jangan biarkan kampung halaman jadi potret menggiurkan di masa depan
Biarlah alam dan kami jadi satu peraduan
Datanglah bila engkau inginkan, tapi ingatlah untuk lestarikan

Kampung halaman, lesap engkau dicampakkan ….
Kampung halaman, saksiku tempuh hidup kala masih kekanakkan ….

Vera Mutiarasani
Penyair tinggal di Karawang Timur, Kabupaten Karawang.





Thomas Haryanto Soekiran

Thomas Haryanto Soekiran

Jarankepang di Pelataran Borobudur

entah mantramantra darimana yang mendorong memaksa hingga sampailah
segala emaji terkuras untuk sekedar berlabuh dipelataran bercanda berdua
begitu mesra bercinta dengan musik, andai sempat ada yang terusik pasti
bukan karena sirik apalagi membenci secara membabibuta.
begitu agung terselubung dengan tarian yang apaadanya
musik yang melodinya dari itu ke itu menyatu disudut harmoni
bahasa tubuh berlabuh kesana kemari tanpa minta ditemani
usai tanggapan bubar dan peluang untuk membagibagi uang

2013


Thomas Haryanto Soekiran penyir ini
Lahir di Purbalingga 25 Desember 1961 Banyumas Jateng, Karyanya telah dimuat dalam antologi bersama regional dan nasional , aktif di berbagai organisasi kesenian di Jawa Tengah, serta mendirikan padepokan seni Matahariku purworejo. Penyair ini juga menggeluti dunia seni tari dan pernah mengenyam Pendidikan Kesenian di Padepokan Seni Bagong Kussudiardjo Yogyakarta1984, 1988 Sanggar Gelak Suka nya Agus Melasz Jakarta

Tuti Anggraeni

Tuti Anggraeni

Rindu

dendang itu entah dari negeri mana
terkadang melembut, tinggi memekik
hingga sepi menghujam mencabik

rasa entah itu gelisah machluk apa
tetap menetap, merantai membantai
hingga mengoyak menyerpih

perjalanan itu entah kisah apa
panjang berulang, bergulung-gulung
sepi menikam tak selesai usai

ahh ...!

di antara ada dan tiada engkau bersimaharaja
pecahkan segala akal semua logika
telinga, hidung, mata
dan pancaindra mati merasa
ruang waktu jarak terkapar tergeletak
tersisa wajahmu penghilang seribu hasrat

sungguh ...

bila seandai-andai sepi terbunuh
sunyi malu dan pergi tinggalkan mimpi
rembulan matahari tanggalkan rotasi dan henti
barat, timur bertemu tanpa batasan
gurumu-guruku berpeluk di padang cinta
darah nanah matikan bunga-bunga kebencian

kekasih ...

enyahkan panji-panji penghalang semua
palestina adalah engkau-aku tanpa amerika
kitab-kitab terbuka dan nyanyikan seluruh
mazmur para perindu jiwa-jiwa surgawi
dan di sana, di sana bunga impian kita abadi berbunga
di taman yang sama saat adam dan hawa tergelincir cinta
pada tanah impian tempat kita di lahirkan

tak perlu menanti, tak usah bermimpi
enyahkan saja semua rasa segala asa
segera.. selekas aku hampiri engkau
abadi menjadi, kembali abadi.

Tuti Anggraeni 
Ibu rumah tangga berputra 3 (tiga) orang anak ini bernama asli Tuti Anggraeni. Lahir di Jakarta,20 Agustus 1976. Penyair ini tinggal di Cikarang Barat. Bekasi .



Sindi Violinda

Sindi Violinda

Hilangnya Kampung Halaman

Emak, aku kembali dari tarung dan tempuh
yang hampir melepuhkanku
Di ujung lorong kutahu ,
Emak laungkan namaku

Aku tak sabar laksana gotong royong bersama pemukim
melihat-lihat serta menikmati jagabaya
Begitu banyak sejarah yang jika dirangkum,
ada sekilas lelucon hingga duka yang larah

Semesta alam, ingin kupeluk erat
Emak, Emak!
Engkaulah wanita rentan yang setia menunggu
Kulepaskan segala rindu padamu, Mak!
Namun samar-samar akhirnya kusadar juga
Kulirik sudut demi sudut kampungku berbeda
Gedung-gedung tinggi meledakkan amarahku
Kobaran semangatku meleleh
Jemariku mengepal alot

Emak, Emak!
Mana padi yang dulu tertanam?
Mana kampung halamanku, Mak?
Berapa lama?
Mak, katakan berapa lama aku pergi
Berpuluh-puluh tahun
Kini hilang
Medan, 27 Juli 2014

Sindi Violinda, penyair ini tingal di Medan sumatera Utara.

Suyitno Ethex

Suyitno Ethex
GEMBALA  BEBEK

sekampung halaman tercinta
di mana diri dilahirkan menyapa dunia
sebagaian besar warganya berternak bebek
malam hari wek….wek….wek….suara bebek menyeruak
mengisi sepi kesunyian malam yang jamak

tatkala panen padi musimnya tiba
bebek-bebek di keluarkan kandang di bawa sawah
di hamparan sawah padi setelah dipetik
bebek digembalakan mencari butir-butir padi
yang berjatuhan diantara beceknya tanah
dengan kebyok haluan terbuat dari bambu
gembala bebek mengendalikan bebek-bebeknya

gembala bebek penuh perjuangan
di dalam mengendalikan bebek mencari butir-butir padi
karena gembala bebek kayak mengendalikan rombangon
yang jumlahnya seratus ekor ke atas
yang harus selalu dalam satu kelombok
berangkat dihitung jumlahnya
pulang dihitung jumlahnya

mojokerto, 2014
kebyok : alat untuk menghalau bebek biar terkendali tebuat dari bilah bamboo dan pucuknya diberi perca palstik


Suyitno Ethex
Penyair kelahiran Mojokerto ini tlah banyak mengisi antologi bersama bertaraf regional dan nasional, adalah juga seorang dosen di STIT Uuwiyah Mojokerto. Tinggal di Mojosari Mojokero Jawa Tengah.

Sugi Hartono

Sugi Hartono

BATANGHARI

aku adalah hati
menyatu dilubuk hulu ke hilir
menggelayut dari purba
dengan cinta penuh makna
penghulu satu
memadu rindu dari waktu ke waktu
itu dulu
aku pilu
tubuh lusuh kini dibasuh debu
tak lagi jernih, dibuai nafsu
wahai tengganai
mengapa kau bungkam
bukankah kau cinta padaku?
tubuh keruh menahan keluh
swarnadwipa* memenggal leherku
dengan seribu angan yang kau pegang
mengapa?
aku lusuh di telan pilu
dulu kau jaga dan merindu
kini abu!
Ginjai 2014*
swarnadwipa adalah sebutan yang artinya pulau emas.
dimaksudkan bahwa keruhnya air batanghari saat ini disebabkan karena banyaknya penambang emas dan penambangan pasir yang ilegal.

Sugi Hartono seorang  penyair dari Batanghari


Sokanindya Pratiwi Wening

Sokanindya Pratiwi Wening
~kampung halaman ~
kampung halamanku, katamu
dimana? kalau nyatanya aku lahir dan besar di
penjara

hijau hijau itu bukan dedaunan
tapi muka-muka masam bermata dalam
dentum-dentum itu bukan mercon perayaan
namun amuk senjata penuh kemarahan

bukan matahari sebagai teman
diam dan ancaman serupa menu makanan
terhidang kapan saja penguasa doyan

tuhan seperti tidur; aku ngelindur
bicara kampung halaman yang subur makmur
rakyatnya ramah tak doyan tawur
panen kapan saja tanpa nandur;
nyatanya, ayahku mati tanpa kubur

indonesia terbakar tanpa api...!


Krueng Geukueh, 09/06/2014


Sokanindya Pratiwi Wening
 Nama aslinya  Duma Fitrie Sitompul. Lahir di Pematang Siantar, 21 Februari 1964.  Perempuan pnyair ini tinggal di Medan Tenggara – Medan.

Sofyan RH. Zaid

Sofyan RH. Zaid

Kampung Halaman Kata

kami duduk-duduk sepi # di beranda suatu pagi
cangkir kopi # beraroma hari
hari kamis # selepas gerimis
sisa air menetes dari daun # gending musim mengalun

kami berbincang perihal kabar # sebuah negeri yang terbakar
asap seketika menyebar # dada kami berdebar-getar
kami terbangkan doa # langit merah saga
air mata perlahan batu # mulut kami jadi bisu

kami duduk-duduk sepi # kemudian pergi menunda mati

2014

Sofyan RH. Zaid 
Lahir di Sumenep, 08 Januari 1986. Puisinya banyak dimuat di media massa regional dan nasional, juga mengisi berbagai antologi bersama  baik regional maupun nasional. Tinggal di BekasiJawa barat.

Syarif Hidayatullah


Syarif hidayatullah

Nun dan Alif kampungku
-di atas pulau terapung

Nun yang bercerita tentang mimpi di kaki bukit
Yang berenang bersama jentik-jentik nyamuk
Sedang katak hanya mampu berceloteh kosong
Dengan keangkuhan yang menggelikan
Nun yang bercerita tentang hujan di sela tawa dan senyuman
Sedang kerenyahan matahari di tertawakan oleh lumut yang menghijau
Karatan-karatan tanah yang menguning dengan bangkai-bangkai perusak bumi
Pohon tak lagi tumbuh
Ia melapuk dalam kebiadaban
Alif yang tegak menjulang di dasar nun yang bergenang kubangan
Pulau-pulau semakin dekat dengan nun
Sedang alif semakin sering dirobohkan
Terkoyak kenistaan
Alif yang tersenyum getir dengan nun
Menangis iba bersama hentakan kaki
Langit penghibur lara
Sedang mesin terus meneriakkan keangkuhannya
Ku punya mimpi
Alif yang tumbuh di atas nun
Hingga bersemayam hutan, kampungku
Besok aku ingin mereka bersatu di atas pulau ini
Banjarmasin, 16 desember 2013

Syarif Hidayatullah,  nama lain dari Syarif bil Izarr di lahirkan di Marabahan, tepian sungai Barito. Puisinyabanyak dimuat di berbagai antologi bersama bertaraf regional dan nasional, tinggal di Banjarmasin timur,  Kalimantan selatan.

Refa Kris Dwi Samanta

Refa Kris Dwi Samanta

Power Rangers
Yuk main power rangers
Anto, kamu jadi rangers merah
Karena kamu temanku laki-laki paling tangguh
Wati, kamu jadi rangers pink
Karena kamu temanku perempuan yang paling berani
Lalu
Jati, kamu jadi rangers hijau
Karena kamu selalu bisa mencairkan suasana
Hatimu laksana segar hutan kalimantan
Kuharap rindangmu bisa mengayomi kita

Nah sekarang Nuraeni
Kamu jadi rangers kuning ya
Karena aku pikir kamu orangnya hangat
Kasihmu laksana hangat matahari ibukota
Pastikan hangatmu menengahi perselisihan kita
Kalau aku
Aku jadi rangers biru saja
Karena kalian bilang aku orangnya selalu ceria
Kalian bilang guyonanku segar, laksana biru Samudera Hindia
Aku ingin bisa menyegarkan suasana markas kita

Sementara,
Yohanes dan Chintya jadi rangers hitam dan rangers putih
Karena selama ini aku nggak pernah lihat kalian bertengkar
Persahabatan kalian laksana erat hubungan cendrawasih dengan pohon matoa
Harusnya kalian bisa menyatukan semangat dan tekad kita

Terakhir,
Kita biarkan tempat rangers emas tetap kosong
Karena aku pikir tidak ada yang memenuhi kriteria sebagai rangers emas
Tapi mari kita yakini bersama, bahwasanya rangers emas nanti akan datang
Menolong kita semua dari serangan musuh terakhir bernama maut
Baiklah,
Semuanya sudah lengkap
Mari satukan kekuatan
dan
Berubah !


Refa Kris Dwi Samanta