TEKS SULUH


Minggu, 31 Mei 2015

Toto Sudarto Bachtiar: GADIS PEMINTA-MINTA

GADIS PEMINTA-MINTA
Oleh : Toto Sudarto Bachtiar

Setiap kali bertemu, gadis kecil berkaleng kecil
Senyummu terlalu kekal untuk kenal duka
Tengadah padaku, pada bulan merah jambu
Tapi kotaku jadi hilang, tanpa jiwa

Ingin aku ikut, gadis kecil berkaleng kecil
Pulang ke bawah jembatan yang melulur sosok
Hidup dari kehidupan angan-angan yang gemerlapan
Gembira dari kemayaan riang

Duniamu yang lebih tinggi dari menara katedral
Melintas-lintas di atas air kotor, tapi yang begitu kau hafal
Jiwa begitu murni, terlalu murni
Untuk bisa membagi dukaku

Kalau kau mati, gadis kecil berkaleng kecil
Bulan di atas itu, tak ada yang punya
Dan kotaku, ah kotaku
Hidupnya tak lagi punya tanda
Puisi dan Syair Indonesia - Puisi gadis peminta-minta karya Toto Sudarto Bachtiar

PUISI KARYA TOTO SUDARTO BACHTIAR

Pahlawan Tak Dikenal

Karya : Toto Sudarto Bachtiar
Sepuluh tahun yang lalu dia terbaring
Tetapi bukan tidur, sayang
Sebuah lubang peluru bundar di dadanya
Senyum bekunya mau berkata, kita sedang perang

Dia tidak ingat bilamana dia datang
Kedua lengannya memeluk senapang
Dia tidak tau untuk siapa dia datang
Kemudian dia terbaring, tapi bukan tidur sayang

Wajah sunyi setengah tengadah
Menangkap sunyi padang senja
Dunia tambah bekudi tengah derap dan suara merrdu
Dia masih sangat muda

Hari itu 10 November,hujan pun mulai turun
orang orang-ingin kembali memandangnya
Sambil merangkai karangan bunga
Tapi yang nampak, wajah-wajahnya sendiri yang tak dikenalnya

Sepuluh tahun yang lalu dia terbaring
Tetapi bukan tidur,sayang
Sebuah peluru bundar di dadanya
Senyum bekunya mau berkata : aku sangat muda




TENTANG KEMERDEKAAN


Karya : Toto Sudarto Bachtiar



Kemerdekaan ialah tanah air dan laut semua muara
janganlah takut kepadanya

Kemerdekaan ialah tanah air penyair dan pengembara
janganlah takut padanya

Kemerdekaan ialah cinta salih yang mesra
Bawalah daku kepadanya





GADIS PEMINTA-MINTA

Karya :Toto Sudarto Bachtiar



Setiap kali bertemu,gadis kecil berkaleng kecil
Senyummu terlalu kekal untuk kenal duka
Tengadah padaku,pada bulan merah jambu
Tapi kotaku jadi hilang,tanpa jiwa

Ingin aku ikut,gadis kecil berkaleng kecil
Pulang ke bawah jembatan yang melulur sosok
Hidup dari kehidupan angan-angan yang gemerlapan
Gembira dari kemayaan riang

Duniamu yang lebih tinggi dari menara katedral
Melintas-lintas di atas air kotor, tapi yang begitu kau hafal
Jiwa begitu murni, terlalu murni
Untuk bisa membagi dukaku

Kalau kau mati, gadis kecil berkaleng kecil
Bulan di atas itu, tak ada yang punya
Dan kotaku, ah kotaku
Hidupnya tak lagi punya tanda

Antologi Lalu Waktu karya Radhar Panca Dahana

Lalu Waktu: Sajak dalam Tiga Kumpulan
Radhar Panca Dahana (lahir di Jakarta, 26 Maret 1965; umur 45 tahun) adalah sastrawan Indonesia. Ia menyelesaikan Program S1 Jurusan Sosiologi FISIP Universitas Indonesia (1993) dan studi Sosiologi di Ecole des Hautes Etudes en Science Sociales, Paris, Perancis (2001).

Radhar memulai debut sebagai sastrawan sejak usia 10 tahun lewat cerpennya di Harian Kompas, "Tamu Tak Diundang". Lalu, menapak karier jurnalistik sebagai redaktur tamu malalah Kawanku (1977), reporter lepas hingga pemimpin redaksi di berbagai media seperti Hai, Kompas, Jakarta Jakarta, Vista TV, dan Indline.com. Kini, penjaga rubrik Gagasan di Harian Kompas dan pengajar di Universitas Indonesia.
Radhar Panca Dahana






Radhar Panca Dahana

Radhar Panca Dahana : Lalu Aku

Lalu AkuKata tidak selalu menjadi daratan yang statis, diam dan tak bergerak. Mungkin ia lautan yang senantiasa bergejolak, pergi-pulang, tiada henti. Kata harus menemukan dirinya, yang tak lain menemukan manusia yang telah meninggalkan dan ia tinggalkan. Maka, berkatalah. Bukan hanya untuk mengerti tapi untuk menjadi. Susunlah kata-kata hingga ia menjadi hidup yang berwaktu dan bercinta. Susunlah ia jadi puisi sehingga ia memanusiakan kamu, sebagaimana sejarah waktu ada padamu, sejarah cinta membentukmu.

Sabtu, 30 Mei 2015

Resensi : Buku Kumpulan Tulisan Bambang Widiatmoko , Kata Ruang

Resensi :
Mulailah utuk mengumpulkan artikel-artikel Anda , jika sudah cukup tebal dibukukan agar tidak tercecer. Tetapi tidaklah demikian mudah dikarenakan tulisan-tulisan itu beraneka jenis. Dan mulailah kembali untuk memilah artikel-artikel dengan jenis sama, tentu semua artikel yang Anda tulis harus sedemikian banyak. Jadi tentu memakan waktu yang panjang. Belum lagi buku jika menggunakan aturan sebuah buku diterbitkan agar enak dibaca, tentu tidak semudah yang dibayangkan.
Bambang Widiatmoko, patut menjadi contoh untuk kita semua. Ia telah menulis sebuah buku yang berisi karya-karya sendiri dan diterbitkan dengan judul "Kata Ruang". Adalah sebuah ruang untuk kita semua agar memiliki wawasan serta pendalaman tentang dunia sastra Indonesia. Buku ini menjadi bermutu dikarenakan artikel -artikel yang menjadi bab dalam buku ini adalah artikel artikel pilihan , sangat bagus bagi pengetahuan peminat sastra atau dan kebutuhan pendidikan sastra. Buku yang diterbitkan Yayasan Leksika , Gunung Putri Bogor ini tentu menjadi khasanah ilmu pengetahuan sastra Indonesia dewasa ini. Bambang Widiatmoko, memang penulis jempolan.

“Di antara Perempuan'

Hasil gambar untuk “Di antara Perempuan' Karya Amin Wahyuni dan Umi Azzuransantika (Magelang), Ririres Herdiana (Jakarta) dan Choen Supriyatmi, Hariyanto, Suprihatin, Tyas Susilowati (Yogyakarta).

Agust Dapa Loka

Hasil gambar untuk Gemerisik Ilalang Padang Sabana.

Buku antologi puisi "Progo 3" karya Keluarga Studi Sastra Tiga Gunung Temanggung



Hasil gambar untuk buku antologi puisi 'Progo 3'.

Mengenal Bens Leo


Bens LeoNama Lengkap : Bens Leo


Profesi : -

Tempat Lahir : Pasuruan

Tanggal Lahir : Jumat, 8 Agustus 1952

Zodiac : Leo


BIOGRAFI
Bens Leo atau Benny Hadi Utomo adalah seorang wartawan serta pengamat musik dan entertainment Indonesia. Ia termasuk anggota awal tim sosialisasi Anugerah Musik Indonesia (AMI), sebuah penghargaan musik yang mengacu pada piala Grammy Award di Amerika Serikat.

Selain itu Bens juga berperan sebagai Penasehat SCTV Awards, sebuah program acara anugerah musik di Indonesia dan terlibat dalam sejumlah event musik di Indonesia.

Setelah lulus SMA, obsesi lamanya ingin menjadi wartawan, khususnya wartawan musik muncul kembali. Takala ia gugur ketika masuk pendidikan AKABRI, terlambat mendaftar masuk ke pendidikan penerbang di Curug, dan merasa berat untuk meminta uang kuliah dari Ibunya yang single parent (ayahnya yang seorang Pegawai Negeri wafat pada tahun 1968).

Lalu, dia mewawancarai pentolan musik Koes Plus, Tonny Koeswoyo. Ia nekat mendatangi kompleks Koes Bersaudara di Jl. Haji Nawi Jakarta, Selatan. Beruntung, Tonny  menyediakan waktunya untuk mengobrol dengannya. Dan menyuruhnya datang lagi untuk kemudian memberi pengetahuan tentang ilmu jurnalistik kepadanya, sekaligus menceritakan sejarah Koes Bersaudara yang katanya baru diceritakan kepadanya, sebagai wartawan pemula pada tahun 1971.

Hasil wawancara tersebut ia tulis dan dikirim ke mingguan Berita Yudha Sport & Film. Hasilnya, tulisan Bens menjadi headline. Sejak saat itu dia memulai karir sebagai wartawan. Kemudian dia juga kerap mengirim naskah ke media cetak AKTUIL.

Tahun 2000, Bens di ajak oleh Maxi Gunawan, seorang pencinta musik dan penggemar majalah pop, untuk membangun kerajaan bisnis media cetak musik, yang kemudian diberi nama NewsMusik. Namun, ia mengundurkan diri pada tahun 2003 dan majalah NewsMusik itu sendiri akhirnya bubar di usianya yang ke-3.

Bens juga di kenal sebagai seorang pencari bakat dan produser musik, di mana ia berhasil berhasil memproduseri album perdana Kahitna ‘Cerita Cinta’ pada 1993.

Riset dan analisis oleh Vizcardine Audinovic

KARIR
Wartawan
Pengamat Musik
Juri di berbagai kompetisi musik
sumber : Merdeka.com

Selasa, 26 Mei 2015

Resensi Buku Kumpulan Kritik : Negeri Api Berlangit Puisi. oleh Rg. Bagus Warsono

Resensi Buku Kumpulan Kritik : Negeri Api Berlangit Puisi. 
oleh Rg. Bagus Warsono
Meski ini buku terbit 2013 tetapi buku ini sangat bagus mengingat hal yang sangat diharapkan bagi pertumbuhan sastra di negeri ini. Sebab sastra tampa kritik seakan sayur asem yang kurang bumbu. Adalah kumpulan kritik dari Komunitas Sastra Indonesia yang dijaring melalui Sayembara Kritik KSI 2013. Inilah buku hasil itu. Betapa jarang orang membuat kritik sastra bahkan kurang diminati pecinta sastra pemula, sehingga upaya KSI untuk menggairahkan keseimbangan antara karya sastra dan kritik patut mendapat apresiasi yang tinggi. 
Buku ini tampak berbobot dikarenakan buah dari seleksi yang justru dilakukan oleh tokoh-tokoh KSI yang sudah cukup punya nama . Dan buku memenuhi kreteria buku yang dapat dijadikan bahan studi dan rujukan karya sastra. 
Pengantarnya pun ditulis oleh Ahmadun Yosi Herfanda, sedang beberapa yang terlibat dalam buku ini ada Iwan Gunadi, Hasan Bisri BFC, dan Bambang Widyatmoko, serta para pemenang sayembara itu Ahmad Syauqi Sumbawi , dkk.
Tentu saja Anda tak akan mengatakan apa pun sebelum membaca bukunya, karena itu alangkah lebih baik kita baca sekali lagi dan Anda bisa membuat kritik yang lain untuk perkembangan sastra kita.

Jumat, 22 Mei 2015

PUBLIKLAH YANG MENENTUKAN SIAPA PENYAIR

1. Karya tulis itu sebaiknya dibaca

Salah satu pengakuan bahwa Anda seorang penyair adalah karya Anda itu dibaca orang lain. Semakin banyak pembaca karya Anda maka semakin banyak orang tahu penulisnya, Semakin banyak lagi karya Anda dibaca orang lain maka tubuh pengakuan publik. Kemudian semakin bayak lagi oang membaca maka semakin yakin Anda seorang penyair dengan karya yang nyata. Karena itu peran pembaca karya syair yang Anda tulis sangat penting bagi seseorang yang terjun ke dunia kepenyairan. Hal membaca tentu terdapat berbagai tingkatannya hinga membaca apresiatif dengan kemudian si pembaca melakukan aktifitas setelah membaca tulisan tadi. Tulisan Anda kelak setelah dibaca akan memunculkan resensi, kritik, esai, ulasan, tinjauan, atau tulisan itu menjadi rujukan referensi yang mengkokohkan kepenyairan itu. Lambat laun publik akan menilai sebuah karya dan penulisnya apakah layak atau tidak disebut sebuah karya seni dan penulisnya disebut seorang oenyair. Oleh karena itu untuk memberikan respon baik bagi pembaca sebaiknya penyair membuat tulisan yang membuat gairah pembaca untuk dibaca. Ini jelas berarti sebuat tulisan harus menarik bagi sasaran (pembaca) yang dikehendakinya.

2. Karya yang tepat sasaran pembaca

Sebuah karya tulis apa pun jenisnya harus memiliki sasaran pembaca atau dalam kata lain siapa pembacanya. Akan lebih spesifik bila kita mulai fokus pada jenis sastra yang kita sukai. Misalnya puisi. Penulis pernah membuat puisi untuk sasaran anak-anak Taman Kanak-kanak (TK) . Ternyata tidak gampang membuat puisi untuk konsumen anak TK. Bahasanya harus disesuaikan dengan perbendaharaan kata yang dimiliki anak usia TK, kemudian penggunaan pilihan kata huruf yang juga mudah dipahami, bentuk dan besar besar kecil huruf, karakter isi, serta tema-tema yang disukai anak TK.

Jadi, mengarang itu tidak semudah yang dibayangkan. Karenanya sangatlah tidak bijak andai seorang senior menilai puisi si ‘A jelek atau puisi si ‘B bagus. Kita harus bijak dan mampu mengapresiasi dari berbagai sudut dan batasan yang hendak kita nilai itu. Sungguhpun terdapat tata kata yang kurang atau pilihan kata yang tidak tepat atau pilihan kata yang kurang bernas atau yang tidak mengandung unsur bahasa puitis kita dapat memakluminya sebagai bentuk diri seorang penulis mulai berproses.

3. Respon pembaca

Karya sastra adalah juga pesan. Sesuatu pesan yang hendak disampaikan oleh penulisnya. Sebagaimana pesan dalam arti harfiah memiliki harapan respon dari pesan itu. Respon dalam karya sastra adalah apresiasi. Sejauhmana pembaca mengapresiasi karya kita adalah sejauh mana kekuatan tulisan itu dapat memberikan respon. Pada tahun awal 2014 tim 8 (Jamal D Rachman dkk) bersama pusat Dokumentasi HB Jassin meluncurkan buku 33 Tokoh Sastrawan Indonesia Berpengaruh, dalam hitungan jam buku itu mendapat respon pro dan kontra dari masyarakat. Ini artinya buku itu memiliki kekuatan ‘pesan yang luar biasa sehingga respon begitu banyak. Terlepas dari isi bukunya, judulnya saja sudah menggugah orang untuk memberikan respon balik. Ini menandakan penulis berhasil memberikan pesan pada masyarakat. Jika demikian tulisan kita harus pandai untuk menarik minat orang lain memberikan respon apresiasi dari karya itu. Tentu saja ini berkaitan dengan hal-hal apa yang disukai masyarakat, yang lagi ngetrend di masyarakat atau yang lagi dirindukan masyarakat dll.

4. Respon diri pembaca istimewa

:”Gila!’, “Hebat ! “, Wah!’, “Busyeeet !”, sampai mengumpat ” Asu koe !” sambil menyebut nama penyairnya setelah membaca karya puisi dari seorang penyair. Inilah yang disebut respon istimewa. Bahkan ada yang sambil membanting buku antologi itu. Bila sampai pada tahapan ini penyair demikian telah dapat memberikan respon istimewa pada pembacanya meskipun hanya satu buah puisi. Artinya penyair demikian telah mampu membuahkan karya yang penuh apresiatif dan tentu saja karya yang sangat bagus.

Tags:

Kamis, 21 Mei 2015

Antologi terindah karya Rg Bagus Warsono berjudul Bunyikan Aksara Hatimu

Sebuah antologi terindah karya Rg Bagus Warsono berjudul Bunyikan Aksara Hatimu  terbit 2015 yang diterbitkan penerbit populair di Yogyakarta Sibuku Media 2015. Antologi ini berisi beberapa puisi memberikan gambaran diri penyair Rg Bagus Warsono di masa mudanya. Penyair yang terkenal lewat antologi imajener 'Si Bung' ini banyak menulis puisi di berbagai media sehingga tercecer dimedia koran/majalah pada di era 80-90an bahkan lupa dokumennya. Beruntung sahabat Si Buku berhasil mengumpulkan puisi-puisinya itu dan menggabungkannya dalam Bunyikan Aksara Hatimu. Diasamping mengambil klipping dari berbagai koran antologi ini juga adalah gabungan dari antologi kecil karya Rg Bagus Warsono seperti Buah, Menanti Hari Esok, Mata Air dan Bunyikan Aksara Hatimu.

Minggu, 10 Mei 2015

Mengapa Cenderung Hafal Judul Antologi Ketimbang Puisinya?


oleh : Rg Bagus Warsono.
Inilah pergeseran cara pandang masyarakat dengan semakin banyaknya buku antologi diterbitkan. Terlepas kualitas , namun kuantitasnya sangat menggembirakan bagi perkembangan sastra Indonesia.
Dewasa ini ada sekitar 200-an penerbit aktif yang menerbitkan buku-buku sastra termasuk antologi, rata-rata mereka menerbitkan 5 buku dalam sebulan. Jika 2 antologi diterbitkan oleh setiap penerbit , maka bukan mustahil kita sehari muncul sebuah judul antologi baru , hebat bukan?
Perkembangan puisi Tanah Air adalah perkembangan mina masyarakat terhadap puisi, kini puisi tidak hanya dinikmati kalangan tertentu namun juga telah dinikmati oleh berbagai kalangan dan profesi. bahkan puisi juga telah menjadi alat 'sindir-menyindir dikalangan politikus. Dilain utu puisi digunakan juga pada dunia perniagaan. Jadi perkembangan yang sangat pesat membuahkan karya berlimpah ruah sehingga dikumpulkan dalam berbagai ragam antologi yang diciptakan oleh beragam profesi yang juga meminati dunia sastra serta penyair dari yang muda hingga yang senior berkiprah didunia perpuisian.
Jadilah Karya yang jutaan judul itu menjadi kemasan-kemasan antologi yang harus dikemas dengan judul yang menggelitik dan serta menjadi ingatan masyarakat.
Pada masa lalu Deru Campur Debu-nya Chairil, tak sepopulair sajak-sajak didalam antologinya yang justru membawa nama kumpulan sajak itu dikenal. Begitu juga Tiga Menguak Takdir dan Kerikil Tajam yang Terampas dan yang Putus. Sajak Aku dan Kerawang Bekasi tentu lebih populair ketimbang judul antologinya.
Sebetulnya penulis tidak mempersoalkan akan judul antologi dan judul puisi namun bilakah renungkan bukankah yang kita apresiasi adalah puisinya? Meski demikian judul antologi terkadang mewakili seluruh isi puisi-puisi di dalamnya, tetapi juga andai isinya setema atau mencerminkan judul itu. Mari kita telaah beberapa antologi dan puisi2 yang menggelitik.
Bersambung ....

Alam Kalimantan dipotret dalam Buku antologi Puisi karya Ali Syamsudin Arsi , dan karya bersama Gusti Indra Setyawan, Masdulhak Abdi serta Taberi Lipani

  karya bersama Ali Syamsudi Arsy dengan Gusti Indra Setyawan, Masdulhak Abdi serta Taberi Lipani dalam antologi Duri-duri Angin Tebing
 Pantun Berkait karya Ali Syamsudin Arsy
 Jejak Batu Sebelum Cahaya karya Ali Syamsudin Arsy
Buku antologi Puisi karya Ali Syamsudin Arsi , dan karya bersama Gusti Indra Setyawan, Masdulhak Abdi serta Taberi Lipani: Duri duri Angin Tebing

Sabtu, 09 Mei 2015

SASTRAWAN INDONESIA MENURUT KATEGORI PEKERJAAN

Daftar sastrawan Indonesia
A
A. Damhoeri
Abas Sutan Pamuntjak Nan Sati
Abdurrahman Siddiq
Abrar Yusra
Acep Syahril
Pembicaraan:Acep Syahril
Adek Alwi
Adinegoro
Adjim Arijadi
Adri Sandra
Zainal Afif
Agus Noor
Ahmad Fuadi
Sobron Aidit
Akmal Nasery Basral
Martin Aleida
Alfons Taryadi
Ali Hasyimi
Sutan Takdir Alisjahbana
Aliya Nurlela
Amran S.N.
Anas Ma'ruf
Andi Amrullah
Rosihan Anwar
Rivai Apin
Lesik Kati Ara
Arafat Nur
SM Ardan
Ari Setya Ardhi
Arsyad Indradi
Syubah Asa
Asep S. Sambodja
Arswendo Atmowiloto
Ali Audah
Ayatrohaedi
Djenar Maesa Ayu
Azwar Sutan Malaka
B
Toto Sudarto Bachtiar
Bakhtiar Sanderta
Muhammad Balfas
Titis Basino
Fira Basuki
Abdurrahman Baswedan
Beni Setia
Ali Haji bin Raja Haji Ahmad
Binhad Nurrohmat
Misbach Yusa Biran
Boedi Ismanto
Motinggo Boesje
Bonari Nabonenar
Suparto Brata
Budi Darma
Valiant Budi Yogi
Bustami Narda
C
Candra Malik
Carl Chairul
Chairul Harun
D
Daeng Kanduruan Ardiwinata
Radhar Panca Dahana
Damhuri Muhammad
Danarto
Saleh Danasasmita
Dharmadi
A.S. Dharta
Diah Hadaning
Dianing Widya Yudhistira
Dimas Arika Mihardja
Nh. Dini
Tamar Djaja
E
E.S. Ito
Edi Ruslan PE Amanriza
Edwar Djamaris
Roestam Effendi
Tenas Effendy
Eka Budianta
Habiburrahman El Shirazy
Elis Suryani
Endang Werdiningsih
Esha Tegar Putra
Cucuk Espe
F
Abdurahman Faiz
Fatin Hamama
Frans Nadjira
G
Tajuddin Noor Ganie
Gouw Peng Liang
Gunawan Maryanto
Gunoto Saparie
H
H.B Jassin
Hamid Jabbar
Abdul Malik Karim Amrullah
Hamzah al-Fansuri
Amir Hamzah
Handry TM
Langit Kresna Hariadi
Hartojo Andangdaja
Soeman Hs
Hasif Amini
Budi P. Hatees
Helvy Tiana Rosa
Ahmadun Yosi Herfanda
Hermawan Aksan
J.F.X. Hoery
Mangasa Sotarduga Hutagalung
Bokor Hutasuhut
I
Iberamsyah Barbary
Idrus
Ignas Kleden
Ikranagara
Ratna Indraswari
Indrian Koto
Irzen Hawer
Nur Sutan Iskandar
Iskandarwassid
Sariamin Ismail
Ismet Fanany
Iyut Fitra
J
Jamal D. Rahman
Hans Bague Jassin
Joesoef Isak
Joni Ariadinata
Joshua Igho
Juniarso Ridwan
Hasan Junus
Umar Junus
K
Achdiat K. Mihardja
Mh. Rustandi Kartakusuma
Udo Z. Karzi
Marianne Katoppo
Umar Kayam
Khairul Jasmi
Kirdjomulyo
Ratih Kumala
Kuntowijoyo
Kurnia Effendi
Kurniawan Junaedhie
Eka Kurniawan
Kwee Tek Hoay
L
La Rose
A.S. Laksana
Daftar sastrawan Lampung
Korrie Layun Rampan
Sosiawan Leak
Leila S. Chudori
Leon Agusta
Linda Christanty
Medy Loekito
Mochtar Lubis
Lukman Ali
M
Aman Datuk Madjoindo
Makmur Hendrik
Afrizal Malna
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Yudhistira ANM Massardi
Matu Mona
Mbah brintik
Dyah Merta
Miftahur Rahman El-Banjary
Toha Mochtar
Darman Moenir
Goenawan Mohamad
Muhammad Rois Rinaldi
Muhammad Subhan
Abdoel Moeis
Firman Muntaco (sastrawan)
Mursal Esten
Abdul Hadi WM
N
Wilson Nadeak
Anas Nafis
Nana Riskhi Susanti
A.A. Navis
Acep Zamzam Noor
Nugroho Notosusanto
O
Dina Oktaviani
P
Pandir Kelana
Armijn Pane
Sanusi Pane
Poerbatjaraka
Rachmat Djoko Pradopo
Iswadi Pratama
Puthut EA
Putu Fajar Arcana
R
Raedu Basha
Ragdi F. Daye
Rahadi Zakaria
Ramadhan K.H.
Hamsad Rangkuti
Ratna Ayu Budhiarti
Raudal Tanjung Banua
Ray Rizal
Remy Soetansyah
W.S. Rendra
G.J. Resink
Revo Arka Giri Soekatno
Rg Bagus Warsono
Riki Dhamparan Putra
Riris Toha Sarumpaet
Marah Roesli
Rukmi Wisnu Wardani

Penyair Rg Bagus warsono Luncurkan Antologi Mas Karebet 2015

Penyair populair asal Tegal yang bermukim di Indramayu kembali luncurkan antologi puisi imajener terhadap tokoh populair Indonesia yang fonumental yang diberi nama Mas Karebet. Penyair yang aktif menggrakan sastra di  sanggar sastra Meronte Jaring Indramayu ini termasuk penyair yang produktif di masa ini. Pada 21 April 2015 bertempat di sasnggar sastra Meronte Jaring berkumpul kurang lebih 20 penyair diluncurkan secara sederhana Antologi Mas Karebet karya Rg Bagus Warsono. Acara di gubuk sanggar ini berlangsung meriah dan penuh persaudaraan di kalangan penyair. Beberapa penyair kondang yang hadir seperti Dyah Styawati dan Nurochman Sudibyo serta beberapa penyair lain turut membacakan puisi-puisi antologi Mas Karebet ini.
   Acara peluncuran yang bertepatan dengan hari kartini sama sekali tidak menyentuh hal emansipasi atau perempuan Indonesia, namun hari 21 April ini adalah tradisi bagi keluarga Rg Bagus warsono untuk menyelenggrakan kegiatan-kegiatan sastra.
  Disamping pembacaan puisi alam acara ini mengundang beberapa  sahabat media lokal dan nasional serta para pelajar dan mahasiswa pencinta sastra di Indramayu. (rof bicara)

Berikut puisi Rg Bagus Warsono dalam antologi ini :
28.Potong Jari Manisku Saja

Potong Jari Manisku Saja
Boleh di dua tanganku
dan sayur sup beraroma khas nusantara
kupersembahkan untuk tuan mulia
dengan pernyataan bermaterai sejuta
karna yang enamribu masih bisa ditipu
dan aku hadirkan seratus saksi biksu
karna saksi berni kalau seratusjuta
Tuan tak ada algojo muntilasi
tembak mati berarti menunggu
hukum mati berarti menunggu taubat
dikurung berari bersembunyi
banding berari menambah rezeki
boleh di dua tanganku
dengan mangkuk kuah kaldu
Potong jari manisku saja
tanpa publikasi
karena semua yakin untuk tulang sup negeri
dan ada cctv sebagai saksi tadi malam
yang tiada gambar karena petang
gelap warna meski baterai baru
yang terlihat hanya darah
menghitam menutupi semua layar
menimbulkan keyakinan hakim
tak pengaruh bila tiada jari manis
kalian bebas tanpa syarat..............................
Potong jari manisku saja katanya.

Indramayu, 23 Oktober 2013






















Puisi-puisi Bahari karya Rg, Bagus warsono

Debar hati melepas kepergian
bapak kita ke laut
tiada pesan meski perjalanan nyawa dipertaruhkan
pulang dan tidak pulang ke darat itu biasa
Hilang ditelan laut adalah doa
Rg Bsgus Warsono,10-5-2015

Arad dan Kursin sama saja
Aku perahu arad yang kecil bermesin kecil
Aku perahu kursin sepuluh badanmu bermesin ganda
bagi puluhan awak kapal di kursin
dan bagi beberapa awak di arad
Jika kau tiga bulan pulang
aku pagi pergi petang kembali
rejezi dibagi-bagi
kau kembali dengan sepikulan ikan
aku hanya menukar seekor ikan dengan sepiring nasi.
arad dan kursin sama saja
Rg Bsgus Warsono,10-5-2015


Kau kehilangan arah 
kompas yang basah
dan matahari tertutup awan
bintang petunjuk bergeser bulan
arus air memutar 
pulau karang hilang
mercusuar tenggelam
katanya ini bukan aral pelintang
Tuhan melarang untuk tidak pulang
masih ada rezeki besar
ikanmu masih banyak belum diambil

Rg Bsgus Warsono,10-5-2015

Soebakdi Soemanto

Prof. Dr. C. Soebakdi Soemanto, S.U (lahir di Solo, Jawa Tengah, 29 Oktober 1941  – meninggal di Yogyakarta , 11 Oktober 2014 pada umur 72 tahun), adalah seorang penulis Indonesia, dosen Fakultas Ilmu Budaya UGM
Menyelesaikan pendidikan di Jurusan Sastra Inggris Fakultas Sastra UGM (1977), mengikuti "American Studies Program" di Universitas Indonesia (1982), dan menyelesaikan program pascasarjana di UGM (1985). Pernah mengajar di IKIP Sanata Darma (1971-1979), Akademi Kewanitaan Yogyakarta (1976-1979), Akademi Bahasa Asing Kumendaman Yogyakarta (1979-1982), Fakultas Sastra Universitas Sebelas Maret Solo (1979-1982), dan Oberlin College serta Northern Illinois University, AS (1986-1987). Selain itu, ia juga pernah menjadi redaktur Basis (1965-1967), Mahasiswa Indonesia edisi Jawa Tengah (1966-1969), Peraba (1971-1976), dan Semangat (1975-1979). Ia pun pernah menjadi Ketua Umum Dewan Kesenian Yogyakarta, pernah pula memperoleh award di bidang teater (Desember 2013). Terakhir, ia menjadi retired profesor di Fakultas Ilmu Budaya, UGM, Yogyakarta, sementara masih memberi bimbingan thesis dan disertasi di Pascasarjana UGM, ISI Sala, UMS Sala, dan KBI Sanata Darma.
Karya sastra :

Linus Suryadi AG (ed.)
Tugu (br, 1986)
Tonggak 3 (br,1987)


Dari Kartu Natal ke Doktor Plimin (kc,1979)
Angan-Angan Budaya Jawa: Analisis Semiotik Pengakuan Pariyem (1999)
Kalung Tanda Silang (cerber,belum dibukukan).
Cerita rakyat Yogyakarta 1 & 2 & 3 (1999)
Cerita rakyat Surakarta 1 & 2 (1999)
Jagat Teater – (2000)
The Magician – (2001)
Godot di Amerika dan Indonesia, (2002)
Doktor Plimin, kumpulan Cerpen, (2003)
Mincuk, Kumpulan cerpen (2004)
Rendra: Karyadan Dunianya, (2003)
Sapardi Djoko Damono: karya dan dunianya,(2006)
Majalah Dinding, kumpulan drama, ( 2006)
Kata, kumpulan puisi (2006)

Hasil gambar untuk profile Bakdi Soemanto


Bakdi Soemanto lahir di Solo tanggal 29 Oktober 1941. Sejak tahun 1979 ia aktif mengajar sampai sekarang di berbagai tempat, seperti IKIP Sanata Dharma, Akademi Kewanitaan Yogyakarta, Akademi Bahasa Asing Kumendaman, Fakultas Sastra Universitas Sebelas Maret Solo, dan Fakultas Sastra Universitas Gadjah Mada. Ia pernah menjabat sebagai Ketua Umum Dewan Kesenian Yogyakarta. Karya-karyanya yang diterbitkan oleh Gramedia adalah kumpulan cerpen Bibir dan Doktor Plimin.
Gur Besar FIB UGM, Prof. Bakdi Soemanto ketika hidup juga memperoleh beberapa piagam penghargaan, yaitu piagam mengabdi 25 tahun di UGM (2004) serta Satyalencana Karya Satya 25 tahun (2007). Sedangkan beberapa karya almarhum antara lain kumpulan cerpen Dari Kartu Natal ke Doktor Plimin (1979) dan Mincuk (2004), kumpulan puisi Bibir (2002) dan Kata (2006), serta kumpulan naskah drama Majalah Dinding (2006).

Seakan rakus tiada bersyukur

Seakan rakus tiada bersyukur
mengeruk setahun rezeki
kami ingin memberi
sesuap dan seteguk bahagia kami dihari dalam setahun
beri kami bisa
sehari kami tak melaut

Rg Bagus warsono, 10-5-15

ikan perahu bapak

ikan perahu bapak
banyak sedikit itu biasa
asalkan pulang sediakala
kami biasa bertarung harapan
ikan perahu bapak
terdengar dibibir pantai

Rg Bagus Warsono, 10-5-15

biarkan kita menunggu

biarkan kita menunggu
tukang kayu di galangan tanah
memaku papan berlubang
mengecat badan agar dikenal
laut tak melihat sipa
waspada slalu
untuk kembali
meski ikan banyak
bukan semudah menulis puisi

Rg Bagus Warsono, 9-5-2015

Kita dalam pelayaran

Kita dalam pelayaran
armada tanpa komando
berlayar bebas arung biru
mengibarkan bendera di ujung tiang utama
agar tak kena air
percik badai gulung ombak
di selat pulau-pulau yang mulai tenggelam
Kita dalam pelayaran
tak ada nahkoda, mualim atau awak
silahkan mendahului kawan
memilih jalan tak bertepi
kita dalam pelayaran

Rg Bagus Warsono, 9-5-2015

Jika berlabuh biar kita ditambat air dalam

Jika berlabuh biar kita ditambat air dalam
sauh mencengkeram batu hanya oleng memutus tali
tak sampai ke tepi
menjauhkan kapal karam dimakan surut bulan
Jika berlabuh
kita menjual ikan dan membeli makan
mengisap rokok dan mabuk serta hura dansa
kapal kita menggulung layar

Rg Bagus Warsono, 9-5-2015

Kita masing masing

Kita masing masing
dengan bekal sebulan
atau singgah pekan depan
jangn kembali bila ikan belum kering
lalu awak menjual ikan
menukar sebakul dengan sebotol minuman
katanya ada gaji dan tunjungan di laut bulan depan
kita masing masing
mengisi dan mengeluarkan ikan
kapal kita punya harapan

Rg Bagus Warsono 8-5-2015

Besar didaratan

Besar didaratan
dengan tiang menjulang
dan tali plastik sebesar lengan
Lalu kau kecil sekecil titik pinsil
di samudra pecah
kau kecil aku mengecil mata
buklah layar putihmu

Rg Bagus warsono, 9-5-15

Tak ada berebut persinggahan

Tak ada berebut persinggahan
Dan ban ban bekas di dinding bandan
meredam suara benturan
kawan seberangkatan mendekat
tak merusak papan-papan jati
dengan saling membagi
ikan ikan yang tlah menjadi milik kita
semua sejajar di tepi pantai
dan besok pagi beramai menuju titik pengharapan

Rg Bagus Warsono, 9-5-15

Tak Ada Musuh di Laut

Tak Ada Musuh di Laut
kecuali papan berlubang
yang merongrong lambung
dan tritip yang melapuk didasar badan
sambung tali pengikat
agar kawan tak menajauh

RG Bagus warsono, 9-5-15

Aku diantara kawan seperjuangan

Aku diantara kawan seperjuangan
tak ada persaingan dilaut
lepas sahabat kembali merangkul selamat
ikan dan cumi
pari dan tuna
jika beda
hanya ukuran hari ini
besok kita peroleh sama
rezeki perahu jiwamu

Rg Bagus warsono 9-5-15

Kamis, 07 Mei 2015

LUMBUNG & PACEKLIK PUISI


LUMBUNG & PACEKLIK PUISI
Sosiawan Leak
Setelah gagal pada serangan pertama (tahun 1628), Sultan Agung
kembali nekad hendak menaklukkan rejim kolonial dengan
cara menyerang jantung pemerintahan VOC di Batavia setahun
berikutnya. Jika pada serangan pertama raja termashur Mataram
(berkuasa tahun
1613
hingga
1645
) itu mengerahkan 10.000
prajurit, maka pada serangan ke dua –belajar dari kekalahannya
yang lampau— ia juga melancarkan strategi pertempuran berbeda,
di samping mengirimkan pasukan dalam jumlah yang lebih banyak
(14.000 tentara).
Ia memerintahkan bala tentaranya untuk membendung dan
mengobok-obok
Kali Ciliwung
hingga menyebabkan timbulnya
wabah
kolera
di Batavia. Belakangan bahkan
Gubernur Jenderal
VOC
,
J.P. Coen
pun meninggal lantaran menjadi korban keganasan
wabah penyakit tersebut. Selain membendung kali, raja bergelar
Sultan Agung Adi Prabu Hanyakrakusumu yang sebelumnya sempat
menaklukkan Surabaya dan Banten itu juga melengkapi dukungan
logistik bagi pasukannya dengan mendirikan lumbung-lumbung
padi di jalur pergerakan yang mereka lewati (sekitar Karawang dan
Cirebon).
Sayang, strateginya menyoal lumbung tersebut telah terlebih
dahulu bocor ke spionase musuh. Hingga dengan gampang VOC
berhasil membakar lumbung-lumbung penopang kehidupan
prajurit Mataran yang tengah nglurug sejauh 550-an kilometer dari
baraknya itu.
Dalam situasi normal, lumbung biasa digunakan oleh masyarakat
pedesaan jaman dulu guna menyimpan padi hasil panenan. Padi
itulah yang sebagian besar dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhan
hidup sehari-hari, serta sebagian kecil lainnya –yang dianggap
berkualitas—dipergunakan sebagai bibit saat masa tanam
berikutnya. Sejumlah komunitas masyarakat di Jawa bahkan ada
yang mengaitkan keberadaan lumbung dengan mitos mengenai
danyang kesuburan semacam Dewi Sri misalnya. Itulah kenapa
bangunan lumbung pada jaman dulu cenderung dirancang secara
khusus –biasanya menyerupai rumah panggung-- di samping untuk
menjaga padi yang tersimpan di dalamnya tetap dalam kondisi
prima juga menghindarkan mereka dari amuk tikus dan gangguan
hewan penjarah padi lainnya.
Secara filosofis penamaan (3 kali) penerbitan buku puisi LPSI
(Lumbung Puisi Sastrawan Indonesia) barangkali hendak merujuk
maknanya ke ranah tersebut. Puisi-puisi yang tersimpan di
dalamnya diharapkan berisi perenungan-perenungan yang dapat
segera dicerna dan diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Di samping sebagian lainnya mungkin merupakan puisi dengan
serangkaian gagasan yang musti ditebar sebagai benih bagi
tumbuhnya bulir-bulir perenungan sastrawi berikutnya. Berbeda
dengan padi di lumbung, sebagaimana laiknya puisi, karya-karya
di buku ini selain mengandung struktur batin tentu juga memiliki
bentuk fisik tersendiri. Tubuh-tubuh puisi yang terangkum di dalam
buku ini tentu juga diproporsikan bakal menyifati keberadaan para
padi manakala mereka ditampung di lumbung. Maka barangkali
kita akan menemukan keanekaragaman wujud dan rupa puitika
yang bisa dicerna oleh sense puitik secara langsung dan sesaat,
atau butuh persemaian lebih lanjut guna membenihkannya.
Persoalan mengenai penggunaan diksi ‘lumbung’ sebagai judul
penerbitan buku ini akan kian menarik --sebab bakal mengungkap
posisinya dalam konstelasi peta sastra-- manakala kita bandingkan

dengan judul-judul penerbitan buku sejenis lainnya. Tengoklah
penerbitan kumpulan karya sastra bersama semacam Senthong,
Tugu, Tongggak, dan Gerbong misalnya.
Dalam Senthong (kumpulan karya sastra berbagai genre dalam
bahasa Jawa dan Indonesia yang diterbitkan berkala oleh Taman
Budaya Jawa Tengah di Surakarta) Wijang Jati Riyanto --inisiator
sekaligus editor-- seolah hendak mengabarkan bahwa karya para
sastrawan yang terangkum di dalamnya merupakan produk kreatif
yang penuh dengan gagasan dan kontemplasi. Hal itu mengingat
dalam khasanah kebudayaan Jawa senthong adalah bagian ruangan
di dalam rumah yang mempunyai fungsi wigati bagi kehidupan
sehari-hari. Dalam arsitektur rumah Jawa dikenal adanya 3
senthong, yakni kiwa (kiri), tengen (kanan), dan tengah. Senthong
kiwa biasa berfungsi untuk menyimpan hasil panen, gerabah, dan
peralatan rumah tangga yang (hanya) digunakan pada saat-saat
tertentu. Senthong tengen dipakai untuk istrirahat (hanya) oleh
pasangan suami isteri pemilik rumah. Sedang Senthong tengah
khusus digunakan tuan rumah untuk bermeditasi, melakukan
hubungan spiritual dengan leluhur dan gusti alah.
Analog dengan proses pemaknaan atas judul-judul penerbitan
tersebut Tugu: Antologi Puisi 32 Penyair Yogya (Dewan Kesenian
Yogyakarta, 1986) dan Tonggak: Antologi Puisi Indonesia Modern
(Gramedia, 1987) yang digawangi Linus Suryadi Agustinus pun
seolah mencoba merumuskan fungsi dan eksistensi penerbitan
itu dalam peta kesusastraan kita. Secara harfiah ‘tugu’ adalah
sebuah
tiang
besar dan tinggi berbahan batu, bata, dan lain-lain
yang biasanya dibuat untuk menjadi penanda, baik mengenai suatu
tempat maupun yang terkait dengan peristiwa penting di masa lalu.
Sedang pengertian ‘tonggak’ biasanya merujuk pada material kayu,
batu, dan lain-lain yang dipasang tegak. Tonggak bisa juga bermakna
sebagai tiang penyangga jembatan, rumah serta bangunan lain,
atau berarti pokok atau asal. Maka sangat mungkin karya para
sastrawan di dalam kedua terbitan itu masing-masing dikonotasikan
bakal mampu menjadi penanda dan penyangga kesusastraan kita.
Demikian pula ‘gerbong’ yang dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa
Indonesia) berarti
wagon
kereta
api
(untuk
orang
atau
barang).
Pengertian gerbong yang merujuk pada kemampuannya dimuati
banyak orang berikut barang bawaannya sekaligus ke suatu tujuan
yang sama itu, mendasari terbitnya Gerbong: Antologi Cerpen dan
Puisi Indonesia Modern (Editor M. Haryadi Hadipranoto, Penerbit
Yayasan Cempaka Kencana, tahun 1998).
Akan halnya soal diksi ‘lumbung’ dalam khasanah penerbitan karya
sastra di Indonesia, 4 tahun lalu Agus R. Sardjono sempat membeber
159 nama sastrawan --sebagai judul dalam setiap sajaknya serta
disusun secara alfabetis— yang diterbitkan dalam buku kumpulan
sajak berjudul Lumbung Perjumpaan. Namun berbeda dengan LPSI,
kumpulan sajak Agus yang diterbitkan Komodo Book, Depok itu
fokus mempresentasikan kupasan dan tanggapannya secara pribadi
menyoal gagasan para tokoh sastra di berbagai belahan dunia,
termasuk Indonesia. Sementara LPSI sejak terbit perdana hingga
jilid ke tiga ini menampung karya puisi dari puluhan bahkan ratusan
penulis terkini, menyoal tema-tema tertentu yang disodorkan oleh
Rg Bagus Warsono, motor penerbitan ini.
Jika merujuk kepada fungsi dan posisi lumbung padi sebagai
penjaga ketahanan pangan masyarakat di masa lalu –utamanya
saat menghadapi musim paceklik yang disebabkan oleh gagal
panen lantaran serangan hama, kekeringan berkepanjangan atau
bencana alam— maka boleh jadi di tataran kehidupan sastra kita
LPSI diharapkan pula bakal mampu menciptakan ketahanan puisi
di tengah-tengah masyarakat. Sehingga dengan demikian tak akan
bakal terjadi paceklik puisi di masa nanti. (Sosiawan Leak, penyair tinggal di Solo)

Senin, 04 Mei 2015

Buku Antologi LPSI jilid III


Lumbung Puisi Sastrawan Indonesia
Penulis: Penyair Nusantara
Editor: Yoen
Perwajahan Isi: Simages
Desain Sampul: Eha
Diterbitkan oleh:Sibuku Media
Alamat: Ngringinan, Palbapang, Bantul, Bantul, Yogyakarta.
Hp.: 085643895795
E-mail:penerbitsibuku@gmail.com
Web: www.sibuku.com
Katalog Dalam Terbitan (KDT)
Penyair Nusantara, Lumbung Puisi Sastrawan Indonesia;
Editor: Yoen--Cetakan 1--Yogyakarta: Sibuku Media, 2015
xx+ 152; 14 x 20 cm
ISBN: 978-602-0829-10-4
Hak cipta dilindungi undang-undang

Peluncuran Buku Antologi Puisi "PROGO 3"

Tiada kesan tanpa kehadiranmu.
Peluncuran Buku Antologi Puisi "PROGO 3" oleh Keluarga Studi Sastra Tiga Gunung Temanggung dan Bedah Buku oleh H. Bambang Sadono, S.H., M.H. (Sastrawan, Ketua Umum Dewan Kesenian Jawa Tengah 2008-2013)
Sabtu, 23 Mei 2015 pukul 09.00 WIB di Pendopo Pengayoman Temanggung.
Sugeng rawuh kepada para sahabat penikmat dan pencinta sastra Nusantara.
Ayo ngumpul, gawe kalangan, mbunder ser ing tanah sepuser, titik tengah pulau Jawa.
Temanggung Bersenyum
"Hamemayu Hayuning Bawana"
supported by Bupati Temanggung, Bakti Budaya Djarum Foundation