TEKS SULUH


Kamis, 31 Desember 2015

"Penyair Ndeso yang Menasional"

"Penyair Ndeso yang Menasional"
Rg Bagus Warsono

Menjadi penyair gak usah pergi ke kota apalagi ikutan audisi . Nulis aja di rumah sambil momong 'puthu. Bisa jadi sukses tampa disadari. Karena karya-karya yang monumental. Karena zaman bukan lagi zaman kuda gigit besi tetapi zaman 'gang kecil dibeton, zaman 'pesawat tv setebal triplex, zaman 'sepur pakai tiket , zaman pedagang sayur cantik seperti artis, zaman kopi zahe tapi gambarnya saja rasa jahe, zaman hp bukan zaman iterlokal,telegram di kantor telkom.

Jangan dikira mereka yang sukses dengan karya menasional mudah begitu saja digapai. Banyak liku berliku untuk menjadi penyair bek'en, tetapi dia tidak ndeso walau orang ndeso, tidak 'Ge eR, tapi percaya diri. jadilah apa yang diidamkan sukses cemerlang, mengapolo sampai bintang.

Dunia sastra tak mengenal batas, apalagi asal dilahirkan , kampung klutuk, kota kecil, nun jauh dari ramainya angkutan kota, penyair ndeso melabrak batas kota dan bertengger nama dan karyanya menasional .

Apalagi zamam 'modem asal baterai isi penuh jadilah bak bintang 'gubuk meceng' (sewaktu-watu terlihat, sewaktu-waktu bersinar, sewaktu-waktu ketutup mendung seperti musim hujan ini) . Tapi dia dan karyanya tidak demikian karena dia memang dari gugusan andromeda yang terus berkobar.

Bukan hanya laki-laki , perempuan ndeso juga. Orang tak menyangka, ibu yang suka mecuci baju di sungai atau yang tiap hari jualan dipasaran ternyata seorang penyair terkenal. Karyanya dihomati oleh banyak kritikus sastra, wajahnya mengisi berbagai situs baik yang amatiran maupun situs benua. Penyair ndeso kini tak lagi ndeso.

Menasional itu macam-macam seperti Tan Lioe Ie, ia menulis puisi tentang masa depan (mengikuti jejak pujangga besar Jayabaya dalam fersi lain) ada ada lagi karena karyanya yang monumetal sehingga menjulang, juga karena ketekunannya dalam komitment sebagai penyair yang memiliki jati diri dan ke-khas-an tersendiri.
Yang karena karya monumental kita mengenal Toto St Radik dengan "Indonesia setengah tiang",Kemudian Oka Rusmini karena "Putu Menolong Tuhan" , ada Nanang Suryadi karena "Negeri Menangis".

Menjadi penyair yang menasional tetep direkomendasi orang lain lebih dari seorang, lembaga dan pembaca serta pengakuan dari lembaga/ perguruan yang berkecimpung di bidang sastra, bukan oleh situs-situs yang bisa dipesan, apalagi penobatan kepanitiaan yang mendapat sponsor. Terutama sekali adalah pengadilan publik, publik (pembaca)-lah yang memutuskan vonisnya. Kini telah banyak karya sastra bagus yang perlu mendapat apresiasi . Mereka ternyata berasal dari berbagai pelosok nusantara. Penyair 'ndeso yang berkarya bukan main idahnya yang mewarnai jagat sastra Tanah Air.

Untuk memulai menyebut penyair ndeso yang menasional perlu sekali dibuat batasan apa/siapa sih penyair yang disebut menasional ? Penulis mencoba membuat batasan yang patokannya adalah karyanya bukan manusianya karena kata penyair melekat dengan karyanya itu. Lalu batasan ini penulis memberi tanda kutip 'karya yang memiliki berbagai aspek untuk dapat disebut nasional yakni: karya tersebut belum ada sebelumnya, sesuatu yang baru, unik, monumental, bermutu dan memiliki mafaat sebagai bacaan nasional (universal). Tentu saja akan mendapat bantahan dari berbagai pihak, ini dimaksudkan agar ada dasar yang bisa dipertanggung jawabkan.

Meski dari ndeso ia telah membuahkan karya monumental yakni karya yang slalu dikenang yang melekat atara karya dan penyairnya meskipun salah satunya yang disebut. Sebagai cotoh, misalnya ketika memyebut 'Kerawang-Bekasi, maka serta merta orang membayangkan pengarangnya Chairil Anwar. Atau menyebut 'Gadis Peminta-minta langsung orang mengingat Toto Sudarto Bachtiar.

Menyisir penyair ndeso yang menasional di seluruh nusatara ini tidak begitu mudah, tentu saja ada yang terlewatkan. Kita mulai dari Aceh tempat kelahiran penyair Lesik Keti Ara (LK Ara), seoranf pelopor penyair Aceh. Mereka adalah Sulaiman Juned ,Soerya Darma Isman, Moritza Thaher, Udin Pelor, Muhrain, Herman RN, Rahmi Soraya ,ZulKirbi. Sumut M Raudah Jambak.
Sedang di Sumatera Utara sebagai tempat banyak sastrawan nasional terkenal seperti Amir Hamzah, Amal Hamzah, Sanusi Pane, Armijn Pane, Bokor Hutasuhud, Hamsad Rangkuti kita dapat menyebut beberapa nama seperti : penyair Anwar bayu Putra yang terkenal berkat Ritus Pisau.

Anwar Bayu Putra
Dari Riau dan kepulauan Riau banyak sekali penyair populair saat ini, bahkan yang 'ter sulit dibedakan, tetapi ada yang bertegger papan atas seperti Sastra Riau, dan Idrus Tintin, Peraih Bintang Budaya Parama Dharma 2011 ini dikenal sebagai pembaharu seni teater Melayu khususnya di Riau. Dalam berkarya, ia sanggup menjadikan hal-hal yang tragedik menjadi komedik, disamping itu banyak lagi yang mulai bersinar terang.Sedang penyair tenar lain Hasan Junus telah meninggalkan kita semua.

 .Adalah Dimas Arika Mihardja yang terkenal lewat "Sang Guru Sejati ini mampu memotifasi penyair lain di Jambi , sebut misalnya,Em Yogiswara dan Buana K. S yang mulai menjanak namanya. Disamping itu ada Ari Setya Ardhi dan Acep Syahril, penyair terkenal asal Jambi. Jambi kini mulai terlihat deras melahirkan penyair-penyair kondang.................(bersambung)



Rabu, 30 Desember 2015

Penyair Cantik dengan Karya Cantik

Penyair Cantik dengan Karya Cantik
Rg Bagus Warsono

Cantik adalah keberuntungan, itu kata bayak orang. Bahkan menurut banyak penelitian, orang cantik bernasib baik. Bukti itu diperlihatkan gejalanya di zaman ini, karena cantik memiliki daya tarik. Penulis tidak berurusan dengan nasib manusia karena itu urusan Allah. Sekarang kita telaah apakah cantik memiliki keistimewaan lain disamping wajah? Kita buktikan keistimewaan dalam hal olah pikir terutama di karya sastra terkini apakah wanita cantik menjadi seorang penyair hanya bermodalkan wajah cantik atau berpenampilan sexi?

   Menjadi penyair sangatlah mudah, termasuk bagi perempuan yang masih muda, modalnya cuma membaca dan menulis, porsinya tentu lebih banyak membaca, membaca bacaan beraneka ragam dan jenisnya, mereka yang telah memiliki nama besar adalah perempuan-perempuan yang akrab dengan buku. Dari membaca ini wawasan dan ide kreatif baru muncul dan bagi mereka yang pandai 'membaca situasi dapat membuahkan karya hebat, bahkan luar biasa.

   Penulis tidak mengharap diakhir apresiasi tulisan ini perempuan penyair medadak merias diri semakin tambah cantik. Sebuah pembuka tulisan agar tidak menjadi malapetaka penulis, sebab bila salah kata, bisa jadi rumahku dilempar batu ibu-ibu penyair yang doeloe memang cantik karena termakan usia. Atau lebih tragisnya penulis disangka diskrimiatif. Bukan itu maksudnya tetapi lebih kepada sebuah telaah apakah penyair cantik juga berkarya sastra yang juga cantik? atau sebaliknya mereka terjun ke dunia tulis menulis hanya cari populeritas semata.

   Tentu ketika sicantik tampil, semua mata yang berada di perhelatan sastra itu tertuju pada si cantik. Terutama mata-mata laki-laki yang "ijo" ketika liat cewek cantik (penulis sih tidak, maksudnya tidak mau kalah sama yang muda). So pasti mereka bukan mengapresiasi baca puisi tetapi lebih terhadap cantiknya itu. Sebuah dukungan nilai perhatian penonton yang dapat mempengaruhi penilaian atas penampilan baca puisi. Jadi sicantik sudah unggul dalam peraihan apresiasi orang lain. Nah sampai disini jangan komen dulu ya. Mari kita buka fakta-fakta itu.

   Penyair adalah penulis yang slalu dalam 'pecarian diri dalam karyanya untuk menemukan kepuasan profesi, termasuk perempuan penyair muda nan jelita. Ketika Laksmi Pamuntjak, Dyah Merta,Ratna Ayu Budhiarti,Ayu Utami, Asma Nadia yang telah dahulu populair menemukan jati diri sebagai perempuan penyair maka pada saat itulah sebuah keberhasilan proses pencarian karya sejati ditemukan sehingga memetik baginya sebuah tangga awal keberhasilan sebagai penyair populair.

   Proses 'pencarian itu memberikan barbagai tawaran untuk selanjutnya ditentukan pilihan sebagai bentuk khas bagi seorang seniman sehingga melekat antara nama dan karyanya.
Kekurangan pemahaman terhadap 'membaca dalam arti luas membuat pandangan perempuan penyair muda bartahan pada posisi penggembira. Sebuah keadaan 'membaca pandangan yang keliru, padahal tokoh tokoh perempuan penyair yang telah populair itu jugu telah melakukan proses pembentukan jati diri dengan berliku. Mereka ada populair karena membuat novel atau cerpen, sehingga menguatkan sosok perempuan penyair yang tiperhitungkan di Indonesia.

   Kita mengenal  tokoh-tokoh  perempuan penyair luar negeri  sebut saja misalnya, Jackie Collins (4 October 1937 – 19 September 2015) penulis Inggris, Nimah Ismail Nawwab dari Malaysia, Ayat al Qurmezi dari Bahrain, Alejandra Pizarnik (29-4-1936 – 25-9-1972) dari Argentina, mereka memantapkan kepenyairannya lewat novel yang mejadi best seller menembus pasar dunia. Jadi dalam hal ini untuk mecapai tangga kepopulairan tidak mesti menulis puisi tetapi menulis apa saja termasuk novel dan cerpen atau esai untuk memantapkan kekuatan ‘penyatuan nama dan karya seseorang yang memiliki ke khas-an tersendiri.





   Gairah menjadi perempuan penyair semakin tampak bersemangat dalam lima tahun belakangan ini (mulai 2010) dipacu oleh facebook dan jaringan situs lain, memberikan komunikasi dan percepatan 'daya kenal. Nama dan wajah cantik mereka membuat menelan liur bagi pemirsa yang berteman (termasuk juga penulis). Namun sungguhpun demikian (sah-sah saja) terdapat sosok-sosok perempuan penyair yang enggan menampilkan wajah ayu-nya. Perempuan-perempuan penyair ini nyaris tanpa gambar wajah dan terkadang nama pun disamarkan tetapi karya mereka sangat bagus dan patut diapresiasi luas.

Bagaimana tidak tertarik, sudah cantik penyair pula. Sebuah keunggulan budi pekerti seorang perempuan yang didambakan laki-laki bujangan (kalau penulis merasa terlambat). Sebab penyair sejati memiliki pribadi baik dan talenta yakni bersyair itu. Isi syair yang menyentuh perasaan dan wawasan membuat sebuah kepribadian yang diharapkan. Tentu maksudnya tidak demikian, jati diri perlu ditampilkan agar dapat dikenal luas sebab penyair . Karena penyair adalah publik figur , seniman dan bisa dianggap sebagai artis yang memiliki kekuatan perhatian masyarakat dan fand yang banyak.

Penulis tak dapat melontarkan nama si cantik satu per satu (dengan bukti karya puisi yang dipertanggung-jawabkan). seperti nama-nama tak asing seperti Nana Riskhi Susanti, Inggit Putria Marga, Laksmi Pamuntjak,Ayu Cipta, Nova Riyanti Yusuf, Ning Ida,Ratna Ayu Budhiarti, Sendri Yakti,Umi Azzurasantika,Asma Nadia, Dyah Merta,Retno Iswandari, Dewi ‘Dee’ Lestari,Inggit Putria Marga , Akidah Gauzillah dan lainnya (bisa ditambahkan) yang telah lebih mapan sebagai penyair.


   Kemudian di jajaran cantik muda belia kita kenal Fyra Fatima, Serüni Unié, Fasha Imani Febriyanti, Yarica Eryana, Mita Supardi a.k.a., Rai Sri Artini, Melur seruni, Rizky Endang Sugiharti, Fitri Merawati, Anggi Putri W, dan banyak lagi (bisa ditambahkan karena keterbatasan wawasan dan kurang hafal dan tahu orangnya lupa namanya) mereka tubuh membuat mekarnya sastra Indonesia.

Tak lupa, penulis juga harus mengetengahkan perempuan penyair yang tetap cantik baik orangnya maupun karyanya yang makin sangat cantik diusia yang sangat 'mantap, Namun sebelumnya mohon maaf tidak disebut dalam artikel ini , dan tentu dalam tema yang berbeda. Mereka perempuan penyair yang tetap cantik dan mantap walau sudah bercucu adalah tokoh perempuan penyair yang menjadi inspirator bagi yang muda-muda.





Menyadari dampak yang ditimbulkan dari artikel ini pasti ada, seperti tulisan lain yang lalu-lalu, kecam, hujat dan kritik bahkan mungkin lebih parah terhadap diri penulis adalah hal biasa. Bukankah menjadi seorang penulis termasuk penyair harus siap menghadapi semua itu. Mereka yang telah mapan dan terkenal adalah mereka yang mengalami perjalanannya yang tak mudah begitu saja , sehingga karya mereka sangat cantik ditambah penulisnya pun cantik.
Indramayu, 29 Desember 2015
rg bagus warsono kurator di HMGM.

Senin, 28 Desember 2015

Daftar Antologi

Daftar Antologi
Antologi Buku Setengah Tiang karya Ali Syansudin A...
Antologi Dukamu Abadi, Sapardi Djoko Damono
Antologi Kadaulatan Pangan , Yonathan Rahardjo
Antologi Abacadabra Kita Ngumpet, Emha Ainun Nadji...
Antologi Namaku Sita, sapardi Djoko Damono
Antologi Bungkam Mata Gergaji kumpulan gumam Ali ...
Antologi Perahu Kertas KUMPULAN PUISI SAPARDI DJOK...
Antologi Dari Daerah Kehadiran Lapar dan Kasih, HR...
Antologi Simfoni Dua, Subagio Sastrowardoyo
Antologi Sayap-sayap . Kahlil Gibran
Antologi Indonesia dalam Titik 13, Penyair Lintas ...
Antologi Arloji , Sapardi Djoko Damono
Antologi Kolam, Supardi Djoko Damono
Antologi Menulis Puisi Lagi, Majelis Sastra Bandun...
Antologi Dunia Bagam Bola, Sosiawan Leak
Antologi Sirami Jakarta Dengan Cinta Gemi Mohawk
Antologi Pantun Anak Ayam, Ajip Rosidi
Antologi Sajak Sikat Gigi , Yudhistira ANM Massard...
Antologi Nyanyi Sunyi, Amir Hamzah
Antologi Rumah Panggung, Linus Suryadi AG
Antologi , Seribu Masjid Satu Jumlahnya, Emha Ainu...
Antologi Tripitakata, Sitok Srengenge
Antologi Pusi Lama, Sutan Takdir Alisyahbana
Antologi Catatan Suasana, Slamet Sukirnanto
Antologi Saksi Ibu Melihat Reformasi, perempuan pe...
Antologi, Aku Ingin Jadi Peluru, Wiji Tukul
Antologi Mimpi Gugur Daun Zaitun, Dorothea Rosa He...
Antologi Tirani dan Benteng, Taufiq Ismail
Antologi , Puisi untuk Sepasang Kekasih, Kahlil Gi...
Antologi Air Mata Kopi , Gol A Gong
Antologi Lalu Batu, Radhar Panca Dahana
Antologi Simfoni Dua, Subagio Sastrowardoyo
ANTOLOGI PUISI MATA MBELING JEIHAN, Sonny Farid Ma...
Antologi Ciuman yang Menyelamatkan dari Kesedihan ...
Antologi Ziarah Malam, Iwan Simatupang
Antologo O Amuk Kapak, Sutardji Calzoem Bachri
Antologi Pahlawan dan Tikus, Mustofa Bisri
Antologi epublik Warung Kopi, antologi 8 penyair
Antologi: Asmarandana, Goenawan Muhammad
Antologi, Cari Muatan empat Kumpulan Sajak, Ajip R...
Antologi Ballada Orang=orang Tercinta , WS Rendra
Antologi 20 Penyair,
Antologi Keroncong Motinggo, Subagio Sastrowardjoy...
Antologi, Kepada Apakah, Afrizal Malna
Antologi Daerah Perbatasan, Subadio Sastrowardjoyo...
Antologi : Orang-orang Rangkas Bitung , Rendra
Antologi Hujan Bulan Juni, Sapardi Djoko Damono
Antologi , Pulang Melawan Lupa, Zubaidah Djohar
Antologi bersama : Akulah Musi
Antologi, Surat dari Matahari, Syarifuddin Gani
Antologi, Kolam, Sapardi Djoko Damono
Antologi Angkatan 2000 , Korry Layun Rampan
Antologi sastra Pra - Indonesia
Antologi Cinta Bahalap
Antologi Bersama Lumbung Puisi Sastrawan Indonesia...
Antologi Apresiasi Sastra Indonesia Modern, Korry ...
AntologiMeseum Penghancur Dokumen, Arizal Malna
Republik Warung Kopi , antologi bersama 8 penyair...
Teh Poci dan Kamar Kecil, 6 Penyair Jawa Barat
Antologi Tonggak , antologi puisi Indonesia modern...
AntologiPulang Melawan Luka, antologi Zubaidah Djohar
Negeri Sembilan Matahari, 50 Penyair Indonesia di ...
AntologiAkulah Musi, Pertemuan Penyair Nusantara V Palemba...
AntologiAntologiJangan Jadi Sastrawan, Rg Bagus Warsono
Gendang Pengembara , Leon Agusta
AntologiJogya 5.9 Skala Richter
AntologiTanah Ilalang di Kaki Langit, Rini Intama
AntologiNarasi 34 Jam , KSI Award
Antologi Pahlawan dan Tikus KHA Mustofa Bisri
Antologi Ballada Orang-orang Tercinta , Rendra
Nuansa dari Pantai Barat, Antologi Bersama
AntologiIndonesia Setengah Tiang , Toto ST Radik
Antologi87 Puisi Indonesia , antologi bersama
Antologi besama Syair Tsunami
Antologi Bersama Duka Aceh Luka Kita
AntologiAir Mata Kopi , Gol A Gong
Antologi Puisi Percakapan Lingua Franca, Temu Sast...
Cahaya Maha Cahaya, Antologi Emha Ainun Najib
Antologi Terkenang Topeng Cirebon, Ajip Rosidi
Tanah Perjanjian , Ajamuddin Tifani
Antologi Bersama Teluk Bahasa
Antologi Buruh Gugat, Wowok Hesti Prabowo
Antologi Tanah Airku Melayu , Fakhrunnas MA Jabbar...
AntologiTuhan Kita Begitu dekat, antologi Abdul Hadi WM
Antogi Bersama : Ensiklopedia Koruptor, (PMK 4)
Antologi Jakarta Senja Hari, Medi Loekito
Antologi : Hujan Setelah Bara, D Kemalawati
Antologi Puisi Hari dan Hara
Antologi Bumi Gugat, 11 Penyair
Antologi Sajak Ladang Jagung, Taufiq Ismail
Antologi Puisi 100 Penyair Perempuan
Antologi : Hujan Bulan Juni, Sapardi Djoko Damono
Antologi, Jaket Kuning Sukirnanto
Antologi, Tadarus , A Mustofa Bisri
Antologi Bersama : Metamorfosis, Grup Dapur Sastr...
Antologi Bersama : Kartini 2012,Perempuan Penyair ...
Antologi : Bunyikan Aksara Hatimu, Rg Bagus Warson...
Antologi Buku Setengah Tiang karya Ali Syansudin A...
AntologiJakarta Tak Mau Pindah karya Rg Bagus Warsono
AntologiSurau Kampung Gelatik karya Rg Bagus Warsono, dkk
antologi Dukamu Abadi, Sapardi Djoko Damono
Antologi Kadaulatan Pangan , Yonathan Rahardjo
Antologi Abacadabra Kita Ngumpet, Emha Ainun Nadji...
Antologi Namaku Sita, sapardi Djoko Damono
Antologi Bungkam Mata Gergaji kumpulan gumam Ali ...
Antologi Perahu Kertas KUMPULAN PUISI SAPARDI DJOK...
Antologi Dari Daerah Kehadiran Lapar dan Kasih, HR...
Antologi Simfoni Dua, Subagio Sastrowardoyo
Antologi Sayap-sayap . Kahlil Gibran
Antologi Indonesia dalam Titik 13, Penyair Lintas ...
Antologi Arloji , Sapardi Djoko Damono
Antologi Kolam, Supardi Djoko Damono
Antologi Menulis Puisi Lagi, Majelis Sastra Bandun...
Antologi Dunia Bagam Bola, Sosiawan Leak
Antologi Sirami Jakarta Dengan Cinta Gemi Mohawk
Antologi Pantun Anak Ayam, Ajip Rosidi
Antologi Sajak Sikat Gigi , Yudhistira ANM Massard...
Antologi Nyanyi Sunyi, Amir Hamzah
Antologi Rumah Panggung, Linus Suryadi AG
Antologi , Seribu Masjid Satu Jumlahnya, Emha Ainu...
Antologi Tripitakata, Sitok Srengenge
Antologi Pusi Lama, Sutan Takdir Alisyahbana
Antologi Catatan Suasana, Slamet Sukirnanto
Antologi Saksi Ibu Melihat Reformasi, perempuan pe...
Antologi, Aku Ingin Jadi Peluru, Wiji Tukul
Antologi Mimpi Gugur Daun Zaitun, Dorothea Rosa He...
Antologi Tirani dan Benteng, Taufiq Ismail
Antologi , Puisi untuk Sepasang Kekasih, Kahlil Gi...
Antologi Air Mata Kopi , Gol A Gong
Antologi Lalu Batu, Radhar Panca Dahana
Antologi Simfoni Dua, Subagio Sastrowardoyo
ANTOLOGI PUISI MATA MBELING JEIHAN, Sonny Farid Ma...
Antologi Ciuman yang Menyelamatkan dari Kesedihan ...
Antologi Ziarah Malam, Iwan Simatupang
Antologo O Amuk Kapak, Sutardji Calzoem Bachri
Antologi Pahlawan dan Tikus, Mustofa Bisri
Antologi epublik Warung Kopi, antologi 8 penyair
Antologi: Asmarandana, Goenawan Muhammad
Antologi, Cari Muatan empat Kumpulan Sajak, Ajip R...
Antologi Ballada Orang=orang Tercinta , WS Rendra
Antologi 20 Penyair,
Antologi Keroncong Motinggo, Subagio Sastrowardjoy...
Antologi, Kepada Apakah, Afrizal Malna
Antologi Daerah Perbatasan, Subadio Sastrowardjoyo...
Antologi : Orang-orang Rangkas Bitung , Rendra
Antologi Hujan Bulan Juni, Sapardi Djoko Damono
Antologi , Pulang Melawan Lupa, Zubaidah Djohar
Antologi bersama : Akulah Musi
Antologi, Surat dari Matahari, Syarifuddin Gani
Antologi, Kolam, Sapardi Djoko Damono
Antologi Angkatan 2000 , Korry Layun Rampan
Antologi sastra Pra - Indonesia
Antologi Cinta Bahalap
Antologi Bersama Lumbung Puisi Sastrawan Indonesia...
Antologi Apresiasi Sastra Indonesia Modern, Korry ...
AntologiMeseum Penghancur Dokumen, Arizal Malna
Republik Warung Kopi , antologi bersama 8 penyair...
AntologiTeh Poci dan Kamar Kecil, 6 Penyair Jawa Barat
Antologi Tonggak , antologi puisi Indonesia modern...
AntologiPulang Melawan Luka, antologi Zubaidah Djohar
AntologiNegeri Sembilan Matahari, 50 Penyair Indonesia di ...
Akulah Musi, Pertemuan Penyair Nusantara V Palemba...
AntologiJangan Jadi Sastrawan, Rg Bagus Warsono
AntologiGendang Pengembara , Leon Agusta
AntologiJogya 5.9 Skala Richter
AntologiTanah Ilalang di Kaki Langit, Rini Intama
AntologiNarasi 34 Jam , KSI Award
Antologi Pahlawan dan Tikus KHA Mustofa Bisri
Antologi Ballada Orang-orang Tercinta , Rendra
AntologiNuansa dari Pantai Barat, Antologi Bersama
AntologiIndonesia Setengah Tiang , Toto ST Radik
Antologi87 Puisi Indonesia , antologi bersama
Antologi besama Syair Tsunami
Antologi Bersama Duka Aceh Luka Kita
AntologiAir Mata Kopi , Gol A Gong
Antologi Puisi Percakapan Lingua Franca, Temu Sast...
AntologiCahaya Maha Cahaya, Antologi Emha Ainun Najib
Antologi Terkenang Topeng Cirebon, Ajip Rosidi
AntologiTanah Perjanjian , Ajamuddin Tifani
Antologi Bersama Teluk Bahasa
Antologi Buruh Gugat, Wowok Hesti Prabowo
Antologi Tanah Airku Melayu , Fakhrunnas MA Jabbar...
AntologiTuhan Kita Begitu dekat, antologi Abdul Hadi WM
Antogi Bersama : Ensiklopedia Koruptor, (PMK 4)
Antologi Jakarta Senja Hari, Medi Loekito
Antologi : Hujan Setelah Bara, D Kemalawati
Antologi Puisi Hari dan Hara
Antologi Bumi Gugat, 11 Penyair
Antologi Sajak Ladang Jagung, Taufiq Ismail
Antologi Puisi 100 Penyair Perempuan
Antologi : Hujan Bulan Juni, Sapardi Djoko Damono
Antologi, Jaket Kuning Sukirnanto
Antologi, Tadarus , A Mustofa Bisri
Antologi Bersama : Metamorfosis, Grup Dapur Sastr...
Antologi Bersama : Kartini 2012,Perempuan Penyair ...
Antologi : Bunyikan Aksara Hatimu, Rg Bagus Warson...
Antologi Puisi, Inilah Saatnya. Eko Budihardjo
Antologi Sukma Silam , Budhi Setyawan
Antologi : Surat Menjelang Lepas Lajang , Ratna Ay...
Antologi Puisi : Kutunggu Kamu Di Cisadane, Ahmad ...
Antologi Pusi : Berjalan Ke Utara
Antologi Puisi Nobel
Antologi Puisi : Air Mata Tuhan , Medy Loekito
Antologi Puisi Penyair Aceh
Antologi Puisi, Inilah Saatnya. Eko Budihardjo
Antologi Sukma Silam , Budhi Setyawan
Antologi : Surat Menjelang Lepas Lajang , Ratna Ay...
Antologi Puisi : Kutunggu Kamu Di Cisadane, Ahmad ...
Antologi Pusi : Berjalan Ke Utara
Antologi Puisi Nobel
Antologi Puisi : Air Mata Tuhan , Medy Loekito
Antologi Puisi Penyair Aceh
AntologiBeranda Cahaya,Dinullah Rayes
Antologi sayab-sayab patah, sang nabi, taman nabi (kahlil gibran).
AntologiKepak Sayap Rasa ,A.Rahim Eltara
Daftar Antologi ini belum resmi karena belum terdapat nama penerbit , ISBN, dan tahun terbit.

Senin, 21 Desember 2015

Puisi Jamu Gendong

Puisi Jamu Gendong :Rg Bagus Warsono.

botol-botol pengharapan

Ketika ramuan jamu bercampur air dalam botol
nasi menjadi bubur
jamu bertahan satu putaran kaki mengelilingi kampung
siasa jamu ukuran rejeki gendong
ringan digendong harapan botol
berat digendong otot kaki penjual jamu
biarkan matahari malu kebarat
menertawakan jamu dibuang oleh botol botol sial
Mbok jamu tersenyum getir
besok meramu lagi dengan botol-botol pengharapan
dengan air panas agar bangsaku sehat


Menjual Sehat

Mbok jamu menjual sehat
menggendong cinta
menelusuri tepian jalan melintas pintu-pintu
orang sakit sepanjang air jamu dalam botolmu
menjual sehat untuk bangsa yang sedang sakit
susah menjual sehat
di hari bangsa yang tak mau disembuhkan
oleh botol-botol yang digendong tiada arah
pintu-pintu yang tak merasa pahit jamu
tak merasa getir temu lawak
tak merasa pahit-ledernya temu ireng
kau tak sehat
karena tak minum jamu


tegar seperti ibu

Jangan Takut Pahit Jamu
atau ramuan tumbuk
Sehat tuan nyonya minum
menawar badan penuh pengawet
yang jauh dari tradisi
minum jamu dikala sehat
agar jauh dari sakit
beri aku segelas jamu ibu
tak terlalu pahit untuk belajar menerima pahit
dan secepatnya hangat gula merah
agar besok-besok tahan meerima pahit
tegar seperti ibu
karena jamu gendongmu


Ramu

pahit, pahit manis, sedang dan manis
meramu jamu satu kali kocokan botol
tambah air gula jeruk
menawar pahit di lidah
sesloki nambah lagi
pandai ibu meramu jamu
beras kencur untuk adik
tumbuh sehat dan kuat
yang diramu ibu penjual jamu
langganan adik sore hari
agar malam tidur nyenyak.

Sabtu, 19 Desember 2015

Dari Patpat Gulipat sampai Dagelan oleh Rg Bagus Warsono

   Menyorti puisi Sekarepmu bukan hal yang biasa seperti pada puisi-puisi dengan tema lain. Sakarepmu dalam antologi ini memiliki keragaman isi karena ‘sekarepnya itu. Beberapa puisi tampak menggoda karena ada beberapa puisi yang  diangkat dari tema yang lagi hangat di tahun 2015 tetapi ada beberapa puisi yang memiliki kekuatan yang tidak saja hangat pada tahun ini tetapi selalu ‘panas sepanjang masa. Kepiawaian penyair Sakarepmu akan ditemukan pada penyair-penyair yang tak asing bagi pecinta sastra khususnya puisi.

   Ada beberapa puisi yang sanggup mencegah  utuk tidak  berhenti mengapresiasi dalam buku ini, tetapi yang mengupas puisi akan terpana bila menemukan syair yang menawan dipandang. Puisi Sakarepmu telah memberikan warna tersendiri dalam belantara sastra Indonesia terkini. Mari kita buktikan keistimewaan itu dengan apresiasi ‘sakarepmu.

   Penyair  Aan Jasudra, Agustav Triono, Ali Syamsudin Arsi, Aloeth Pathi, Anggi Putri menyuguhkan beragam tema menarik, sedangkan penyair Anggoro Suprapto, Arif Khilwa dan Ary Sastra tampak memberikan warna penghangat puisi yang membuka buku ini semakin menarik. Anggoro Suprapto dalam puisi Pahlawan Gembus (1) dan (2)//............/Sampai akhirnya datang seorang rahib buta/Negerimu belum merdeka, katanya/Rakyat jatuh dari mulut singa masuk ke mulut buaya/Jika dulu dijajah orang-orang asing/Sekarang dijajah bangsa sendiri/...//. Pahlawan Gembus  (2)//..../Angin pun bertiup pelan/Udara mengabarkan/Di negeri ini atas nama rakyat/Muncullah para pahlawan/Mengaku membela kebenaran/Mengaku membela nusa bangsa/Tapi sesungguhnya mereka cidra/Hanya pahlawan gembus/Bicaranya nggedebus/Perilakunya ubas-ubus/Mlekethus//. Arif Khilwa  penyair kelahiran Pathi pada puisi Senayan Beronani//.../Biarkan kelaminmu dikebiri/Air mani akan terus mengalir/Rahim bumi akan mengandung/Lahirkan generasi baru/Yang mampu teruskan Aumanmu/Sebelum mereka ditikam berita.//Ary Sastra penyair Padang dalam Negeri Patpatgulipat//.../di negeri patpatgulipat/banyak yang mengaku bermartabat/pura pura pegang amanat/eh tak tahunya penjahat/.../di negeri patpatgulipat/semuanya mengaku atas nama rakyat/
bergaya seperti ustad/uang rakyatpun disikat/...//.

   Pada puisi-puisi Buana K.S, Budhi Setyawan tidak kalah menariknya, sedang Dasuki Kosim dengan  Ada Google Traslate di Gedung DPR memberi warna Sakarepmu kehangatan itu. Mari kita lihat puisi Dasuki Kosim : Ada Google Traslate di Gedung DPR//Merubah bahasa rakyat /pengamat politik atau pakar universitas/Oleh corong mikrofun/Dimeja dewan , sehingga A jadi B dan kemudian A lagi lalu C/Google Traslate di Gedung DPR bicara sendiri/Lalu diamieni/...// dan perempuan penyair Denis Hilmawati  juga bertutur tentang Perjalanan Panjang-nya.

   Diah Natalia, Eddie MNS Soemanto,  Eri  Syofratmin dan Fernanda Rochman Ardhana serta  Fitrah Anugerah memberikan judul-judul puisi yang menarik lagi.Berikut beberapa cuplikannya : Diah Natalia perempuan penyair  kelahiran Jakarta pada puisi Sederhana//....../Kepada pezina bangsa,/Haruskah lebih banyak darah yang mengalir agar kita tahu betapa merahnya bendera kita?/Haruskah lebih banyak kain kafan, agar kita tahu betapa putih bendera kita?/Sederhana saja,/Jagalah impian kemerdekaan/Jadikan bangsa ini mumpuni/Damai dalam ahlak kesantunan/
Sejahtera dalam kemandirian//.Eddie MNS Soemanto pada puisi berjudul Sakarepmu penyair kelahiran Padang ini mengungkap bagaimana kemunafikan manusia , berikut cuplikannya://......./maka teruslah kamu bicara/teruskan puja-pujimu kepada pekerjaanmu/kepada pimpinanmu/ sementara puja-pujimu kepada Tuhan/
hanya mungkin, diletakkan sebagai pemanis/ karena itu semua gak ngaruh/
dengan sikap dan omonganmu/...// Eri  Syofratmin penyair dari Muara Bungo pada puisi Ulat Bulu :puisi pendek yang sarat makna//Meraba satu/satu kena/kena semua/miyang/di garuk satu/satu kena/kena semua/gatal/dasar ulat bulu/menyebar di helai-helai/kebencian dan kedengkian//.Fernanda Rochman Ardhana kelahiran Jember pada puisi Sajak Penutup, berikut cuplikanya//../dari semok pantatmu kami kian mencumbui tanya://.........../“Inikah pemuas birahi yang Tuhan sajikan dari surga-Nya?”/hanya saja kami tak dapat nikmati, dari balik tudung/rambutmu berbiak di puncak alam pikir/lurus ataukah berkelok, hingga mampu mengumbar amal/bagi kami, lelaki penuh makrifat//.

Fitrah Anugerah penyair kelahiran Surabaya menulis Pada Celana Dalamku//..../Aku meluapkan kidung kegembiraan./ Aku menjerit pada ombak ganas.Tenggelam aku pada palung terdalam. /Agar ikan-ikan menemui tubuhku/Kau tahu akan kembali padamu pagi nanti di pinggir dermaga/Kau akan melihat ikan-ikan kecil terkumpul dalam celana dalam/Dari tubuhku kaku tak bernama//.Penyair  Fitriyanti , Gampang Prawoto, Gunta Wirawan menambah semaraknya Sakarepmu, berikut cuplikannya: Kesunyian  (Fitriyanti)//...../Walau hari-hariku tetap sendiri/Nan jauh dari ramainya perkotaan /Yang entah sampai kapan kan berakhir/ Tapi ku harus tetap tegar / Yah..tegar untuk jalani hidup /Sebagaimana yang sudah ditakdirkan Sang Pencipta//.
Sedang Gampang Prawoto penyair Bojonegoro menulis Sarijah Gadis Virtual
/...// batubatu beterbangan/membelah membutir kerikil/merias wajah semolek debu/
menghampiri celah dinding/dinding halus kuning langsat/Si cantik "Sarijah" gadis lugu/
lahir  di desa tanpa listrik, sumur dan wc/besar di metropolitan/berseliweran mobil mewah/berbaju tak berkutang, berkutang tak berbaju/menjulang tinggi apartemenmewah berkemul kaca/berpenghuni tanpa katepe dan surat nikah/...//.
Gunta Wirawan penyair kelahiran Singkawang Kalimantan Barat menulis Surat Terbuka Untuk Asap//...../Asap/Kamu itu ya/tempingal1 alias bengal/Sudah berapa kali aku bilang/Jangan cemari udara di negeriku ini/Jangan sesakkan napas anak-anak kami//......../ Di Kalimantan/Orang utan dan bekantan kena isap/Napasnya turun-naik, berbunyi sit sit/Sebagian asmanya kambuh, sebagian batuk darah/Sebagian mati/................/Bukan salah pengusaha, bukan salah penguasa/Bukan karena rakyat durhaka/Sebab tabiat maksiat, tabiat manusia:/Urusan hutan terbakar, terbakarlah saja/Jangan pula kau yang mengambil kesempatan/Menari-nari di atas penderitaan kami/Menyebarkan dirimu di seantero negeri/..........//.

   Harkoni Madura dalam Tilawah  Tanah  Air, Haryatiningsih dalam Rekaman Maling, Hasan Bisri BFC  dalam Nenek, Nikita, dan Permen Itu, berikut cuplikannya Harkoni Madura penyair asal Sampang Madura pada Tilawah  Tanah  Air : //....../menilawah tanah air/yang kumandang bukan kidung, bukan tembang/tapi erang sengangar umpatan/atas nama luka sayat kemanusiaan/yang sempoyongan, dan pingsan di hutan-hutan/ //menilawah tanah air/serasa dipupur,intrik,teror,persibakuan/dan sengkarut persekongkolan/,,,//. Haryatiningsih bicara Rekaman Maling//...../Ada maling bicara maling/Direkam oleh maling/Maling dan maling direkam/Karena kemalingan//. Sedang Hasan Bisri BFC menyuguhkan puisi yang sangat menarik
berudul :Jangan Salahkan Aku.

   Helmi Setyawan dengan Aku ini Guru, Heru Mugiarso pada Apa Agamamu menambah gairah pembaca //.../Meja kursi apa agamamu/kok setiap malam/tak pernah membaca kitab suci/Kelamin, apakah agamamu/mengapa tak berzikir/setiap kali bercinta/Apa agamamu/Mengapa tak sembahyang/jiwamu?//. Iis Sri Pebriyanti perempuan remaja penyair asal Indramayu   di judul Pagi Hari//....../Dengan perasaan bahagia/Dan berharap hari ini akan lebih baik/Dari hari-hari sebelumnya//. Jen Kelana penyair dari Nganjuk menulis , Kuteriakkan Hujat, Muhammad Lefand dari Sumenep menulis pada Matra Sang Presiden  Bukan Penyair. Marsetio Hariadi pada Cinta Melulu, juga bagus disimak kita lihat ://seperti kucing anggora saja/seperti hamster saja/seperti cihuahua saja/yang takut melihat banyak anjing lapar di jalanan/Cinta memang bangsat/.....//. Nanang Suryadi penyair dari Serang  menulis Dongeng, Penyair Kok Mendongeng?//......./“kasihan kau penyair, sibuk dengan imajimu sendiri.” katanya kepada cermin, selesai mandi/ia membeli yoyo, dari pasar malam. ...........//.

Kemudia kita lihat berikutnya, Navys Ahmad pada puisi Negeri Parahdoks
//di negeri ini/hutan-hutan kita paru-paru dunia/paru-parunya terbakar marahlah dunia/.../.../di negeri ini/orang bijak bayar pajak/sudah bayar malah dibajak/...//.
 Novia Rika dengan “Puncak Cinta”-nya. Berikut cuplikan Puncak Cinta itu //......./Buat apa kau bakar nafsumu/Pada ilusi secerah warna mentari/Paha-paha terbuka/Dada-dada menggoda/Bibir-bibir merona/Tak 'kan mengajarkanmu cinta/Cinta tertinggi ada pada wanita/Yang mengendapkan cintanya dalam hati/Membiarkannya perih/'Tuk membuka jiwa yang murni//.


Nunung Noor El Niel penyair kelahiran pada puisi berjudul “Sampah”
//.../seperti sampah yang membusuk /menjadi timbunan-timbunan menyengat /
hanya untuk penampungan hasrat /ingin tumbuh subur sebagai benalu /
yang dipupuk dengan hujatan-hujatan/....//. Nur Fajriyah peyair muda asal Indramayu pada puisi  Punggung yang Pergi (Ayah) menarik juga untuk direnungkan , sedang Osratus penyair Purbalingga yang tinggal di Sorong dalam puisi “Sebungkus Protes Rebus (untuk diriku)”/....// Halilintar, menyambar teko egoku/ Tutup telinga tutup hati, tidak mau aku/Mungkin, dia ingin mengatakan sesuatu/ Tapi usai berkoar, sembunyi di ketiak soreku/ Kapan kita duduk bersama, halilintarku?/...//. Rini Garini perempuan penyair ini menulis Dongeng Sebelum Tidur berikut cuplikannya ://.../Tikus-tikus beranak pinak /Layaknya gelombang pasang mereka berarak-arak /Mereka tak tahu lagi pijakan dan kehilangan pandangan/tikus berubah jadi buaya yang menakutkan / Jaring-jaring kata menjadi siloka yang tak bisa diterka/cicak-cicak selalu usil mengawasi gerak-gerik mereka/ perseteruan makin bergelora dan penuh prasangka/ Kedua belah pihak saling memasang perangkap./Kata-kata tak pernah senyap./Riuh suara-suara dalam udara pengap//.

   Riswo Mulyadi penyair dari Banyumas juga menulis tentang guru dalam puisi Doa Seorang Guru  di  Hari  Guru//.../Tuhan, karuniai aku ilmu yang dapat kuberikan di sisi amalku/sedikit saja, tak apa/asalkan mereka tercahayai/Tuhan, jangan tunjukan pada muridku, lauk yang kusantap/biarkan mereka melahap sarapan paginya dengan nikmat/agar di kelas mereka tetap semangat/...//. Riza Umami penyair muda belia dari Indramayu dalam  Anugerah Tuhan//.../Pahamilahh./Resapilahh.. /Tuhan begitu adil /dan pada akhirnya /Semua yang kita lakukan akan mendapat balasanNya / Balasan yang begitu bijak /bijak dari apa yg kita perbuat /dan Tuhan akan tunjukkan kasih sayangNya.//.Sahadewa penyair dari Kupang menulis puisinya berjudul “Apa itu yang berbeda” berikut petikannya://.../Apa itu yang berbeda/Aku berkulit legam eksotis/sedang kulitmu bagai dipernis/Mulutku merah karena sirih pinang/sedang bibirmu bergincu bersulam benang/...//.Samsuni Sarman Penyair dari Banjarmasin menulis puisinya yang apik berjudul Percakapan di  Runway//..../Maaf, saya ke Amrik bukan untuk selfi kok/cuma belajar bagaimana mengatur tambang emas di Papua/dan beberapa tambang minyak di lepas pantai/tentu untuk masa depan investasi yang lebih baik/dan saling menguntungkan, ya kan/...//.

Slamet Widodo penyair Solo yang bermukim di Jakarta  pun menulis “Republik Dagelan” untuk Sakarepmu ini //.../...//Yang Mulia ............hamba saluut keberanian Paduka/melanggar etika dengan santun didepan mata/ hamba saluud keberanian paduka/mempertontonkan opera sabun dengan telanjang/hamba saluud keberanian paduka/melecehkan rakyat dengan tegas lugas dan tega/Yang Mulia ......../hamba salud keberanian paduka/berani dimaki .... berani dikutuk / berani diludahi .... berani dibajing bajingkan/ tak semua orang punya mental seperti paduka/bisa ceria menutup mata /....//. Sokanindya Pratiwi Wening dari Aceh di puisi “Indonesia Sakit” berikut cuplikan syairnya ://..../kalau para yang mulia itu sakit/aku juga sakit/sakit jiwa!/dulu memilih para pencoleng itu/mencoleng harta ibunya sendiri...!//.
Sunaryo JW dari Padang Lawas Utara dalkam puisinya “Sajak  Tong Kosong”
//.../Ini adalah kaki yang lelah berjalan/Mendaki gunung, menyeberang lautan/
Mencari emas, menangkap ikan/Tapi kau kubur dan kau tenggelamkan./
Kau rekreasi ke luar negeri./Kami mati,/Kau menikmati selangkangan lagi!/.../
.../Begitulah kini Indonesia!//.

   Sus S . Hardjono penyair dari Sragen menuturkan tetang” Candi”, sedangkan Suyitno Ethex menulis “Telatah Mojopahit”
//.../orang-orang salah kaprah mau benar sendiri/tak ada yang mau merasah salah, bila membohongi/hanya karena ingin kepuasan cepat tersaji/kalau semua sakarepe, jangan keblablasan/hingga lupa sejarah peradaban/yang susah, yang ditinggalkan/
karena bukan jamannya yang edan/tapi manusianya yang kehilangan/olah pikir yang keblablasan//. Tonganni Mentia perempuan penyair ini menulis “Pedati Senin Pagi” sedang perempuan penyair lainnya Tutik Hariyati S  asal Sumedang menulis  puisi “Siapa Mau Bicara Pertama”//.../Ketika keluarga makan bersama/Siapa mau bicara pertama/Besok besok /Berjalan apa adanya saja/Bu kenapa menu tak seperti biasa.//.
Ustadji Pantja Wibiarsa dalam Pelangi Jatuh, seperti cuplikan tulisannya :
//..../di dalam rumah, di pringgitan, di pendapa, di pelataran
di gapura, di jalan, di hati nurani orang-orang bermata tajam
tahukah kau, pelangi itu sedang dalam perjalanan
mengemban tugas dari penciptanya dengan misi penyelamatan
menyebarkan pengetahuan tentang perawatan dan pelestarian/........//.
Wadie Maharief penyair dari Yogyakarta mengungkap “Guru” dalam puisinya berikut cuplikannya: //....../Aku telah lama jadi bekas murid/tapi kau mungkin sudah jadi pensiunan guru/Kau tidak diingat ketika bekas muridmu jadi orang hebat/
kaya raya dan terkenal,/ tentu ini yang kau inginkan pada setiap muridmu/
Kau tidak salah ketika bekas murid ada yang jadi maling,/copet atau koruptor dan bahkan teroris, /ini pasti tidak pernah kau inginkan pada setiap muridmu/...//.

    Wahyu Hidayat peyair dari Telagasari, Kepada Mantan berikut cuplikannya.
//.../aku telah menjadi debar yang lain bagimu. /dan sesungguhnya hujan dan malam tak perlu lagi kaurindukan,/jika semata mereka adalah jembatan untukmu mengingat masa lalu. /...//. Wans Sabang penyair dari Jakarta menulis “Segeralah Ajal!”
"Ajal, apa orang mau mati masih perlu bantal dan guling?" Di temani bantal-bantal empuk beserta guling gemuk berisi bulu-bulu angsa. Selang inpus meringkuk di ranjang tidur. Sering kusebut sebuah nama. Entah nama siapa? Yang jelas bukan nama Tuhan. Sementara para iblis dan malaikat menunggu di ruang tamu, berebut untuk saling merenggut ruh yang telah lama ku simpan di palung tubuh./ ...//. Wardjito Soeharso, peyair dan Budayawan asal  Semarang memberi puisi berjudul ”Main Bermain” //.../Bermain tali/: terjerat/Bermain mata/: dusta/Bermain gila/: lupa keluarga/Bermain cinta/: duh, indahnya.//. Tampaknya Wardjito terinspirasi filosofi Jawa yang sering diungkapkan dalam keseharian yang kadang dilupakan, padahal jika direnungkan dapat sebagai pegangan dalam melangkah, keunggulan puisi ini adalah susunannya dimana baris-baris terakhir adalah sebuah klimak yang membuat penutup puisi tersenyum. Karakter Wardjito yang melekat adalah gemulainya puisi, meski pesan kadang 'mendobrak tetap memiliki keindahan puisi.

Wirol Haurissa penyair asal Ambon berjudul “Tamu” ciplikannya sebagai berikut ://.../aku turun bawakan oleh-oleh/sebuah lautan dan gunung dari sebarang/
jawabmu terserah /aku terima dengan kehangatan/seperti matahari tumbuh di atas pagi/kau berbisik, berikan padamu/aku jawab terserah/...//. Kemudian Yuditeha penyair asal Solo pada puisi “Reshuffle Kebelet” meulis ://.../suara klakson memantul di tembok ruang/dan sebagian serpihannya menancap ke daun telinga/membakar niat hingga menghanguskannya/barisan mata berlomba menonjolkan biji-bijinya/bernapsu memenangi sesuatu/yang sebenarnya bisa diurai damai/...//. Zaeni Boli peyair kelahira Flores yang bermukim di Bekasi ini pun turut dalam puisinya Tanggal yang Keliru, seperti cuplikaya: //Menjadi beling di matamu/Yang tajam dan indah adalah tatapan/Yang kanan dan kiri dalam ingatan adalah senyum/Dena/Bunga mekar/Kembang kuncup/Juga jamur di atas tai kebo/Adalah layang-layang putus dari imajinasi hari sabtu/...//.

   Keragaman puisi-puisi Sekarepmu memiliki kesan yang sama yakni sebuah kecintaan terhadap negeri ini , tetapi ada yang menyoroti tentag guru ,tentang alam, tentang kesendirian, tentang cinta, bahkan tentang gagasan antologi ini, yang diungkapkan dalam bahasa penyair tersendiri dengan berbagai sifat ungkapan yang dikemas pada frase-frase pilihan sehingga merupakan diksi yang membawa puisi itu menarik dibaca.
   Tiada adil jika mengupas beberapa puisi sakarepmu, dengan berbagai sudut pandang, apalagi satu –persatu , hanya sebuah pembuka sakarepmu agar menjadi kenangan indah. Apresiasi selanjutnya tentu pada pembaca, puisi-puisi Sakarepmu sangat menghibur dan makna yang luas.
   Akhirnya kita dapat menangkap bahwa sesungguhnya telah terjadi protes terhadap apa yang tidak selaras dalam kehidupan di republik ini yang diungkapkan bahasa penyair dalam bahasa puisi. Dan penyair hanya bisa berharap dan memberikan sumbangsih untuk penyelamatan ruh negeri ini.

 Rg Bagus Warsono, Kurator di HMGM tinggal di Indramayu.17-12-2015














Kamis, 10 Desember 2015

Fitriyanti : Kesunyian

Fitriyanti

Kesunyian

Ketika ku termenung diri
Tak seorangpun pun menghibur
Hanya suara jangkrik dan katak
Yah...suara jangkrik dan katak yang berkrok-krok
Hingga bintang bertebaran diatas langit
Walau senja telah datang
: basah

Sampai fajar telah bersinar
Dialah yang tetap setia
Ya, memang benar
Setia untuk menemani
Walau hari-hariku tetap sendiri
Nan jauh dari ramainya perkotaan
Yang entah sampai kapan kan berakhir
Tapi ku harus tetap tegar
Yah..tegar untuk jalani hidup
Sebagaimana yang sudah ditakdirkan Sang Pencipta
Karya: Fitriyanti
SMA NU Juntinyuat

 MAIN BERMAIN Wardjito Soeharso.
MAIN BERMAIN
Bermain api
: terbakar
Bermain air
Bermain pisau
: luka
Bermain kata
: puisi
Bermain lidah
: tak dipercaya
Bermain judi
: rudin
Bermain tali
: terjerat
Bermain mata
: dusta
Bermain gila
: lupa keluarga
Bermain cinta
: duh, indahnya.
2015.


Zaeni Boli : Tanggal yang Keliru

Zaeni Boli

Tanggal yang Keliru

Menjadi beling di matamu
Yang tajam dan indah adalah tatapan
Yang kanan dan kiri dalam ingatan adalah senyum
Dena
Bunga mekar
Kembang kuncup
Juga jamur di atas tai kebo
Adalah layang-layang putus dari imajinasi hari sabtu

Aku kembali kepangkuan mimpi
Membawa oleh oleh puisi
November berlalu membawa hujan yang kasmaran
Pada rumput juga pohon ceri

Matamu kini
Di telan Donal

tiga donat terinjak
sepatu putri salju

dan matamu masih setajam sembilu
Dena

dalam tanggal yang keliru


zaeni boli 2015







Zaeniboli lahir di flores 1982 ,aktif di sastra kalimalang sebagai inventaris karya untuk halaman sastra kalimalang,Sejak 2013 –sekarang  .

Alamat : jl cut meutia Perpustkaan pinggir kali sastra kalimalang  ,samping kampus UNISMA 45 Bekasi
Jawabarat



Tonganni Mentia: Pedati Senin Pagi

Tonganni Mentia
Pedati Senin Pagi

Merdesa*, bayangan yang kau ukur dengan pedati Senin pagi
digilas langkah terompah buruh-buruh terburu-buru
menuruni undak Manggarai, Sudirman, Tanah Abang, juga Jakarta Kota

 Sementara di atas minaret
surya serupa bulat es krim rasa jeruk meleleh di kacamata harimu
merambati ketabahan akar rambut tiba di ujung rumput kakimu
tapi kau masih disana
sebagai rangka sangga kotak kaca kota
pantang mengiba karatan kaleng menganga di Jembatan Merah

Antara Lingkar Dalam, Jagorawi, hingga Perempatan Ciawi
senyum-senyum layu menemui anak istri
halai balai memeram pejam

Pula desak di atas sesak dan pariwara
gerbong satu lalu delapan
tak ada lagi ruang manja untuk kemanusiaan
karena sekali-kalinya, mereka akan kerontang di badai El Nino mata uang
bahkan untuk sekedar membeli garam

 Merdesa,
sejatinya hidupmu seindah pemandangan desa
melangkahlah laju jika sampean tak akrab dibuai akrobat lumba-lumba
dan roller coaster taman impian
Melangkahlah maju jika kau tak tahu alamat rumah tuan tanah ini,
atau mungkin kaulah pemilik sah
Melangkahlah jangan ragu meski kau hanya mampu
mengantarkan nasi bungkus sisa pesta
mengembara terowongan di dalam mulut sanak kisanak

 Gulunglah candala karena kau memulung
di atasmu gorilya tak tahu malu mengatasnamakan nasibmu
Merdekalah…
sebab darimu kami belajar melinting harapan
memburu guyub dan hidup saban Senin pagi
tanpa harus kehilangan hati

 Merdekalah…
dari terungku yang mereka bangun sendiri
Bogor, September 2015
*Merdesa: nama gerobak seorang pemulung di lintasan Stasiun Gondangdia, Jakarta
*candala: perasaan rendah diri dan hina
*gorilya: maling/ pencuri/ pencoleng













Wahyu Hidayat :Kepada Mantan

Wahyu Hidayat
Kepada Mantan

hilangkan segala degup yang kau simpan itu.
aku telah menjadi debar yang lain bagimu.
dan sesungguhnya hujan dan malam tak perlu lagi kaurindukan,
jika semata mereka adalah jembatan untukmu mengingat masa lalu.
sebab akupun tak hendak mengingat semua itu.
telah kubakar foto-fotomu,
telah kulempar abu kenangan tentangmu.

Tegalsari, 4 Desember 2015









Marsetio Hariadi : Cinta Melulu

Marsetio Hariadi
Cinta Melulu

Kawanku
namanya Sugeng
ayah ibunya guru berpenghasilan kecil
adik-adiknya banyak

tiap malam tangannya memegang rokok
jika sendiri ia bersyukur dan mencari arti
jika bersama kawan ia bersyukur, bersamaan dengan pembicaraan berarti
"Bagaimana belajarmu?
rasanya buku-bukumu itu semakin membuatku takut pada kenyataan
lalu tak ingin mengenalnya
lalu tak mau menyapanya
seperti kucing anggora saja
seperti hamster saja
seperti cihuahua saja
yang takut melihat banyak anjing lapar di jalanan

Cinta memang bangsat
lama aku mengenalnya dan menyukainya
penuh isi kepalaku ini memikirkan segala kemungkinan tentangnya
dia seperti harimau
sering aku menikmatinya dari kejauhan
jika dekat aku takut dia terganggu dan mengaum
sampai dia lulus dan meninggalkan kota ini
aku baru dengar ternyata dia menungguku
ah jancok! aku ingin menangis
Setiap manusia selalu dilahirkan untuk berhadapan, berharap, yakin, saling mendoakan, dan saling tidak mengerti
Bukan cinta...
Pikiran pikiran ini yang bangsat

Seperti dulu, di hari esok pun, air di bumi akan menjadi merah
ganjaran orang yang makan bagian orang lain itu jelas neraka
ganjaran pembunuh-pembunuh itu jelas neraka
ganjaran orang-orang lupa moral dan nurani itu jelas neraka
ganjaran manusia yang lupa caranya jadi manusia itu jelas neraka
Kita yang sok tahu dalam menyimpulkan keadaan, juga jelas neraka
yang masuk surga itu, kucing anggora, hamster, dan cihuahua yang tidak tahu apa-apa
hahahahahahaha...
Ayo makan sate, sudah lama aku tidak makan sate
kutraktir, besok aku kerja lagi, bakal jarang datang kesini"

Kuperhatikan dia
pikirannya makin lama cinta melulu
tapi bukan seperti kucing anggora yang ingin kawin
dia tahu dimana mencari kebahagiaan kecil dalam kenyataan
dia memberitahuku untuk terus merendah
karena tubuh ini sangat kecil dibandingkan dengan semesta
karena tubuh ini tidak bisa apa-apa

hiduplah dalam kehidupan, lalu hidupkan

Jancok! Dia mempermalukanku!

14 November 2015

***

Marsetio Hariadi, Surabaya, 21 tahun
ingin berpartisipasi mengirim tulisan untuk Sakkarepmu.
Saya baru dan ingin belajar menulis, saran dan kritik saya harapkan


NYOLONG LUKISAN PRESIDEN

NYOLONG LUKISAN PRESIDEN
Rg Bagus Warsono

Dullah, Basuki, Raden Saleh, Sujojono, dan Henkngatung
dipigura jati ukir Jepara
kawan presiden sesama pelukis negeri
dengan kavas tenda serdadu
melukis wajah perempuan
melukis payudara
gairah birahi kuda pejantan
memandang lama tak berkedip
dicengkeram tembok bata-malang
kapan kompi pasukan pengawal pesta
lengah oleh ciu , tayub, dan cerutu
nyolong lukisan presiden
Musik tetalu mengalun , tembang dandang gula lalu sinom
mabuk prajurit
lupa memeluk bedil
pigura lepas dinding istana
hanya nempel paku beton karatan
lukisan hilang digondol maling
sinden montok lunglai
susu ngalor ngidul
tembang ngawur semakin asyik
dini hari
maling melompat pagar
moncong bedil bingung siapa ditembak
umpat gamprat komandan jaga
lepas lencana istana!
Presiden tersenyum lalu tertawa
Kalian pengawal plagiat seperti seperti lukisan plagiat
siap !
lalu tercium asap kanvas dibakar.
Jakarta, 9 Desember 2015

Sabtu, 05 Desember 2015

Ustadji Pantja Wibiarsa Pelangi Jatuh



Ustadji Pantja Wibiarsa
Pelangi Jatuh

 pelangi melayang jatuh di bumi nusantara
diperebutkan dan dipeributkan warna-warnanya
dimutilasi seluruh jiwa dan raganya
Tuhan cuma melihatnya sambil memberi kesempatan sebebas-bebasnya
dibiarkan para manusia itu mengunyah-ngunyah cuilan warna sekehendaknya
menelannya sampai menajam bola mata dan tiba-tiba memuntahkannya
dalam rupa mesin-mesin perusak, pembunuh berdarah dingin haus nyawa
mengumbar kelaminnya, memerkosa, mengobrak-abrik bumi dan seisinya

 kenapa tak dibiarkan pelangi itu melayang jatuh menyentuh bumi
dengan begitu indahnya dan lembut melenturkan tubuhnya kembali
melayang kembali di dekatmu mengajakmu menari-nari

di dalam rumah, di pringgitan, di pendapa, di pelataran
di gapura, di jalan, di hati nurani orang-orang bermata tajam
tahukah kau, pelangi itu sedang dalam perjalanan
mengemban tugas dari penciptanya dengan misi penyelamatan
menyebarkan pengetahuan tentang perawatan dan pelestarian

 kenapa tak dibayangkan pelangi itu menyajiindahkan pergelaran
dengan instalasi tataartistiknya dengan konsep garapan surganya
menjaga bumi nusantara dengan cinta!
pastilah kau tak akan berkilah atau menolak mentah-mentah
kita memang lapar dan dahaga
tak apa bukan, menyempatkan singgah untuk menyaksikannya
bahkan makanan minuman pasti tersedia ketika kita turut bercinta di pergelaran
tak perlu kita jadi mesin-mesin penyiksa, pemerkosa, dan penyabut nyawa


 Sangggar Kalimasada Kutoarjo, Purworejo, 2015 
Ustadji Pantja WibiarsaGang Cokroasmo, Senepo Timur RT 01 RW 01 No. 61 Kutoarjo 54212 Kabupaten Purworejo Jawa Tengah 

Harkoni Madura, TILAWAH TANAH AIR



Harkoni Madura,

TILAWAH TANAH  AIR

menilawah tanah air
tak kujumpai lagi liris angin di pelipis pesisir
setenang lenggang tarian sampan-sampan
dengan lunas dan kemudi lurus haluan
atau semerdeka camar-camar yang tualang
menjinjing anggun bait-bait senyuman

menilawah tanah air
terpampanglah sehampar jazirah yang lampang
disesaki hingar kecamuk demonstran
menapal landai badan-badan jalan

menilawah tanah air
tak kusua denting orkestra air pancuran
seramah gemulai lambai daunan
membelai molek tanah gemah ripah
yang dipenuhi serapah dan muntah

menilawah tanah air
yang kumandang bukan kidung, bukan tembang
tapi erang sengangar umpatan
atas nama luka sayat kemanusiaan
yang sempoyongan, dan pingsan di hutan-hutan

menilawah tanah air
serasa dipupur,intrik,teror,persibakuan
dan sengkarut persekongkolan
menyekujur sulur reranting kerinduan
yang menggigil di antara cadas batu dan ilalang
di pelepah ruang , membelulang

Sampang, 29 September 2015.


Harkoni Madura,lahir di Sampang,3 Desember 1969.Menulis: Puisi, Esai, dan Cerpen.Puisi-puisinyaTerangkum dalam antologi puisi bersama antara lain: Dzikir Pengantin Taman Sare (2010), dan TikarPandan di Stingghil (2011),
Beralamat di  SDN Banyuates 4, Banyuates, Sampang,