TEKS SULUH


Minggu, 31 Juli 2016

Sambut Konferensi Puisi Menolak Korupsi



Pegiat sastra dimanapun berada, 2016 jelang hari Kemerdekaan ke-71 ini sejarah sastra Indonesia akan bergolak yakni terselenggaranya Konferensi Nasional Puisi Menolak Korupsi yang akan dilaksanakan di Semarang 6-7 Agustus 2016. Kegiatan ini merupakan event sastra bertaraf nasional yang merupakan puncak kegiatan PMK yang telah 3 tahun digelar.
Ada apa gerangan di Konferensi PMK? di Semarang tentu masyarakat sastra bertanya-tanya. Konferensi sebagai layaknya sebuah konferensi lainnya sebuah kegiatan ilmiah yang berisi bebagai laporan dan pembahasan serta pandangan utuk memutuskan sesuatu. Kalau begitu yang pasti masyarakat sastra Indonesia menanti kegiatan yang diprakarsai oleh penyair perempuan kita Hilda Rumambi dan koordianor PMK nasional Sosiawan Leak
Hajat Konferensi PMK adalah hajat sastra nasional dalam hal ini penyair untuk memberikan pandangannya terhadap masa depan Negeri ini. Kita mengenal Manifes Kebudayaan doeloe, maka konferensi PMK setara dengan Manifes Kebudayaan itu. Artinya betapa kegiatan ini sangat penting bagi mastarakat sastra khususnya dan rakyat Indonesia pada umumnya. Dipilihnya Semarang sebagai kota Tuan Rumah mungkin ada kaitannya dengan perjalanan PMK atau mungkin juga Ibukota Jawa Tengah itu identik dengan kota yang lagi gencar-gencarnya memerangi korupsi seperti diperlihatkan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo. Demikian Sosiawan Leak dan Hilda Rumambi mungkin memilih kota bersejarah ini sebagai pilihan yang tepat.
Lalu siapa peserta konferensi sastra bertajug Puisi Menolak Korupsi ini? Informasi yang didapat dari penyelenggara menyatakan bahwa konferensi ini akan dihadiri oleh perwakilan-perwakilan penyair dari beragai kota di Nusantara ini. Wah kalau begitu luar biasa para penyair - penyair PMK ini. Bakal ramai rupanya di konferensi ini. Apakah ada berbalas puisi, adu puisi , atau baca puis dengan musikalisasi ? Tentu so pasti , tetapi kegiatan ini mengutamakan konferensi itu sendiri sebagai kegiatan ilmiah yang juga dihadiri berbagai kalangan seperti akademika, penyair, penegak hukum juga tentunya esekutif pemerintahan yang terkait dan peduli dengan kegiatan sastra menolak koriupsi ini.
Keputusan apa yang akan diambil dalam konferensi penyair di konferensi PMK tersebut, kita tunggu saja perkembangannya. Yang jelas tentunya peyair mengharapkan angin segar agar penyair setidaknya leluasa berkiprah menentukan nasib negerinya dengan cara-cara berpuisi yakni menolak berbagai tindak korupsi apa pun bentuk macam dan jenisnya. Wah wah wah kalau penyair sudah 'turun gunung begini malu kita orang masih melakukan korupsi. Kecil-kecilan kok Mas, sama saja kata penyair. Nanti dibacakan puisi PMK bisa kalang kabut kau. 
Bagaimana dengan korupsi waktu Mas? Apa ada pusinya. Mau korupsi waktu atau korupsi makanan ada . Baca saja Buku PMK sekarang sudah 3 jilid tebal yang berisi ratusan puisi . Kalau begitu 'marem ini sekarang koruptor. Bukan 'marem lagi tapi merem melek. Mudah-mudahan apa yang dilakukan sahabat penyair ini membawa kehidupan Indonesia yang adil dan Makmur. Selamat buat Mbak Hilda Rumambi yang cantik dan Jendral 'bintang empat Sosiawan Leak. (30-7-16, rg bagus warsono)

Sabtu, 30 Juli 2016

Cerita itu Hidup Kembali



Cerita itu Hidup Kembali

Puisi mengisahkan kembali seolah cerita masa lalu yang melegenda menjadi kenyataan di masa sekarang. Kehidupan manusia yang seakan mengulang masa lalu. Betul banyak orang mengatakan bahwa 'sejarah akan terulang , puisi pun memberikan gambaran itu.

Kiranya sah-sah saja mengambil tokoh cerita masa lalu untuk memotret kehidupan masa kini. Perumpamaan itu dikemas apaik dalam puisi . Memang banyak penyair mengambil tokoh masa lalu menjadi puisi. Namun demikian apa yang akan dipesankan penyair.

Gunoto Saparie-lah penyairnya yang membuat puisi dengan meminjam tokoh cerita. Tetapi tidak menceritakan tokoh itu namun memberikan gambaran bahwa seolah hidup kembali dalam suasana yang berbeda.


BETIS
Gunoto Saparie
tak malam tak siang
ken arok hanya terbayang
betis, betis, dan betis
punya si jelita ken dedes
tak petang tak subuh
ken arok risau dan resah
bergolak nafsu keserakahan
bermula dari betis menawan
tak rindu tak dendam
ken arok abai sembahyang
di tangannya sebilah keris
darah menetes karena betis
tak malam, wahai, tak siang
ken arok hanya terbayang
betis penuh pesona bintang
terkapar gandring dan ametung

2009


Dalam puisi yang lain Gunoto Saparie juga meminjam nama Ranggawarsita, ia menggarisbawahi ramalan-ramalan Ranggawarsita itu dalam kemasan puisi yang apik, berikut cuplikannya:

RANGGAWARSITA

sebentar lagi mungkin maut tiba
tiada lagi masa kegelapan dunia
dan terhindar dari zaman edan
o, masa kelam penuh kekacauan
tapi mengapakah harus berduka?
sebentar lagi mungkin maut tiba
ke manakah kucari jalan keselamatan?
ketika raja terjebak di lembah kesesatan
yen ora ngedan ora keduman?
korupsi dari dulu memang merajalela
sebentar lagi mungkin maut tiba
kuramal hari dan tanggal kematianku
kutinggal raja kehilangan waskita
kutangisi rakyat peka sasmita
o, mengapakah alpa isyarat kalatida?


*) GUNOTO SAPARIE lahir di Kendal, 22 Desember 1955. Menulis puisi, cerita pendek, esai, artikel, dan novel. Aktif dalam berbagai organisasi, antara lain sebagai Sekretaris Dewan Kesenian Jawa Tengah.






Senin, 18 Juli 2016

Dialektika Cinta

Cinta adalah puja-puja , pria atau sebaliknya. Cerita-cerita cinta memang segudang buku dari seribu pujangga seakan tiada habisnya digali dari sumur yang kering sekalipun. Puja-puja adalah hal yang wajar dari pemilik cinta. Tetapi kadang nyaris tiada diabai karena tidak mendapat kesamaan pandang.
Puisi-puisi itu seakan warna dari sejenis yang diungkapkan berbeda namun tetap memiliki kekhasan dari penyair ini. Dia potret semua perilaku perempuan dengan kekaguman dari kodratnya yang lemah namun tangguh dan slalu menjadi pelajaran bagi perempuan dan cermin bagi laki-laki.

Puisi ini seperi rindu yang tercecer namun sangat apik kemasannya. Penyair yang memiliki kepiawaian olah pilihan kata. Sehingga rindu yang tercecer itu mampu dijadikan sebuah syair tersendiri yang mampu mengajak dialektika pada pembacanya.

Bicara cinta tanyalah pada Ratna Ayu Budhiarti, penyair yang dapat memberi rasa cinta dengan segala problema yang ada:
Berikut karya penyair cantik ini :

Ratna Ayu Budhiarti dalam :
MATILAH KAU DI DADAKU
matilah kau!
oleh kerinduan yang kuoleskan pada pisau
yang bersarang di dadamu
matilah kau!
oleh kehangatan yang terlambat kau tambat
tanpa sempat menuju dermaga
tempat kita bermain-main dan bertukar kisah
sambil mengulum manis kembang gula bersamaan
matilah kau!
di sudut kerling pecintamu yang kau sembunyikan
pada jarak yang berabad
matilah kau!
ditikam sepi dan rindu berkali-kali.
2012

Menuangkan Sejarah di atas Puisi

Puisi juga adalah penerang sejarah yang punah. Pengarangnya ingin agar generasi selanjutnya memahami sejarah masa lalu di negerinya, di daerahnya, atau di desanya. Ia angkat kembali sepanjang ia ketahui agar dapat abadi. Tentu saja dalam bahasa penyair yang dituangkan dalam puisi.

Bahasa penyair adalah bahasa khas penyair itu. Rangkaian kalimat adalah rangkaian hati penyair yang bersih. Sejarah ketengahkan dalam puisi agar mudah dipahami generasi. Sebuah penyelamatan cerita lewat syair.

Anda pernah membaca Syekh Siti Jenar karya Saini KM? Maka jangan lewatkan membaca karya Tajuddinnoor Ganie . Sebuah karya membagi cerita bagi generasi ini. Bentuk syair itu yang menjadi beda. Agar generasi muda menjadi suka. Tentu ini menjadi istimewa manakala putera memahami masa lalu.

Berikut puisi Tajuddinnoor Ganie itu

Perang Banjar

1596
Cornelis de Houtman
seorang nakhoda Belanda
tiba di Banten mencari lada di pasar bebas
Tapi, gulden Belanda tak laku di Banten
Tak ada pedagang lada
yang mau berdagang dengan mereka
Cornelis de Houtman menjadi murka karenanya.
Kalau begitu, kita rampok saja lada mereka!
Malam, ketika bulan sabit
menyipit di langit Banten
Anak buah Cornelis de Houtman
menyerbu masuk ke sebuah kapal besar
yang sarat dengan muatan lada
Pemiliknya, seorang saudagar Banjar
tak bisa berbuat apa-apa
kecuali mengelus dada
menerima nasib yang buruk.
7 Juni 1607
Koopman Cillis Michelszoon
nakhoda Belanda yang lain
tanpa singgah di Banten
langsung datang ke Banjarmasin.
Aku, Koopman Cillis Michelszoon
datang ke mari sebagai pedagang
Aku orang Belanda
tapi bukan Cornelis de Houtman
Aku bukan perampok
Aku datang ke Banjarmasin
ingin berdagang dengan semangat
saling menguntungkan
Anak saudagar Banjar yang dulu
menjadi korban perampokan
Cornelis de Houtman
juga datang ke pelabuhan
menyambut mesra kedatangan
Koopman Cillis Michelszoon.
Selamat datang di Tanah Banjar
Kisah lama yang kusam
sudah lama aku lupakan”
Tapi, entah bagaimana cerita persisnya
Setelah mereka bersukaria
semalam suntuk bercandaria
Besok pagi terbetik berita
Koopman Cillis Michelszoon
dan semua awak kapalnya
tewas terbunuh bergelimpangan
sebagai korban pembunuhan.
1612
Subuh ketika bulan sabit
mengintip di langit Tanah Banjar
kapal perang Belanda tiba-tiba merapat
ke pulau Kembang, Dari kejauhan mereka
menembaki para pedagang
di pasar terapung muara Kuin
Para pedagang kocar-kacir dibuatnya.
1626
Lada yang panas membuat Belanda tak kenal jera
Kali ini mereka datang dengan kapal Doon
Aneh tapi nyata, niaga lada
kali ini berlangsung mulus
tak ada pistol meletus
tak ada mandau terhunus.
1634
Siang, ketika matahari
mengelupas kulit ari.
Coysbert van Loudestega
datang membawa armada Belanda
Kali ini mereka datang bukan untuk berdagang
tapi untuk mendiktekan kehendak berkuasa
atas monopoli perdagangan lada.
1635
Suksesi yang ricuh di Kerajaan Banjar
memberi peluang bagi masuknya
pengaruh Belanda dalam kancah politik
antarbangsawan Banjar
Ketika yang menang adalah raja Banjar
yang dibantu Belanda, maka terbukalah jalan
untuk menjajah Tanah Banjar.
Diplomasi hutang budi yang mencuat
dalam kemelut yang disulut intrik politik
pecah belah dan hancurkan
membuat raja Banjar yang dibantu Belanda
tak kuasa menolak apapun kehendak
yang didiktekan Belanda.
Mula-mula monopoli perdagangan lada
lalu erakan kerja paksa membangun jalan raya
dan yang paling celaka Belanda
akhirnya juga bisa mendiktekan suksesi.
1 November 1857
Sultan Adam yang mangkat
meninggalkan wasiat keramat
bahwa cucunya Pangeran Hidayatullah
harus dirajakan
Tapi Belanda tak pernah peduli pada
wasiat keramat dan kehendak rakyat.
3 November 1857
Residen Belanda dengan paksa
menobatkan raja boneka Pangeran Tamjid Dillah.
Pangeran Antasari, seorang bangsawan Banjar
tubuhnya gemetar menahan marah.
Ini penghinaan yang tiada tara
bagi kedaulatan Kerajaan Banjar
Orang Belanda sudah terlalu jauh
ikut campur dalam urusan pribadi tanah air kita
Suka atau tidak suka,
masalah suksesi adalah hak
yang paling pribadi dari seorang Raja Banjar
Pangeran Hidayatullah harus dirajakan
barang siapa berani melanggar wasiat itu
terkutuklah dia tujuh turunan.
Hai, rakyat Banjar yang cinta
dan setia pada tanah air tercinta
Ikutlah bersamaku dalam
barisan perang melawan penjajah Belanda
Kita bentuk barisan jihad fii sabilillah
Kita usir Belanda dari Tanah Banjar tercinta.
28 April 1859
Pecahlah Perang Banjar yang dahsyad itu
Seruan jihad Pangeran Antasari
bergema ke mana-mana
disambut di mana-mana
Bergema di Banua Ampat
disambut Temenggung Jalil
Bergema di Margasari
disambut Aling dan Sambang
Dari Margasari mereka berjalan kaki
menyerbu Gunung Jabuk
perkebunan karet milik Belanda.
Bergema di Amandit
disambut Temenggung Antaluddin
dan Panglima Cakrawati
Dari Amandit mereka
berjalan kaki menuju Tambai
menggempur habis pasukan Belanda
yang berjaga di sana.
Bergema di Tanah Laut
disambut Haji Buyasin dan Pembekal Bungur
Di sini mereka menyerbu masuk ke Benteng Tabonio.
Bergema di Tanah Barito
disambut Temenggung Surapati
Di Lontotur mereka berjaya
mencegat kapal Onrust Belanda
Semua awak kapalnya dibantai
dan kapalnya ditenggelamkan
ke dasar sungai Barito.
Bergema di Tanah Kahayan
disambut Mangkusari
Bergema di Tanah Kapuas
disambut Singapati
Perang Banjar
Perang yang dahsyad
Haram manyarah
Pantang mundur
Waja sampai ka puting
Perang Banjar
Perang yang dahsyad
Haram manyarah
Kukuh teguh hingga merdeka
Waja sampai ka putting
Banjarmasin, 5 Agustus 1995

Minggu, 17 Juli 2016

Pandai Menjadi Puisi


Mari kita lihat penyair dengan imajenasi tinggi. Ia bisa menjadi apa saja seperti apa yang dilakukan chairil Anwar. Ia menjadikan dirinya sosok tokoh yang dicipta. Imajenasi yang tinggi membuatnya mampu dirinya masuk kedalam jiwa puisi itu. Sebuah puisi imajener.

Sebelumnya mari kita cermati Kepiawaian Chairil dalam Mencipta puisi. Demikian hebatnya Chairil menjadi Prajurit Jaga Malam, Chairil tak bicara rokok atau kopi penahan kantuk, tak bicara nyamuk , kelelawar ddan embun dini hari. Chairil pandai menjadi puisi, menjadi dirinya seorang prajurit jaga malam, menusuk pikiran si penjaga malam, dan bersembunyi di hati dalam dada prajurit jaga malam. Chairil memang jempolan. (rg bagus warsono 23-8-15)

berikut puisinya:

Prajurit Jaga Malam.
Chairi Anwar.

Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu ?
Pemuda-pemuda yang lincah yang tua-tua keras,
bermata tajam
Mimpinya kemerdekaan bintang-bintangnya
kepastian ada di sisiku selama menjaga daerah mati ini
Aku suka pada mereka yang berani hidup
Aku suka pada mereka yang masuk menemu malam
Malam yang berwangi mimpi, terlucut debu
Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu!

Apa yang dilakukan Chairil itu penyair kita mampu menjadi diri puisi itu. Berikut sebuah puisi karya penyair kita yang mampu menjadikan puisi imajener. Dia adalah tak lain Cok Sawitri yang menulis tentang Namaku Dirah.

Berikut Cok Sawitri:
. Namaku Dirah

ketika wanita menjadi janda
mulailah sudah prasangka
melucuti kemurnian rahim
rumah-rumah menanam pandan di pintu-pintu
anak-anak menutup lubang pusar
lelaki menggosok-gosok kumisnya
namaku dirah
aku cangkul tubuhku
hujan telah mengirim hati dan jantung ke tanah
sedang harapan ada di luar kenyataan hidup
pagi itu aku bertanya pada diri: raja mana itu!
Kematian suamiku menjadi aniaya
kesendirian ini menjadi kamar hukuman
tetapi apa kesalahan anakku
namaku dirah
aku hanya seorang janda
sia-sia bila kukirim pertanyaan: apa salahku?kekuasaan telah menasibkan kekhawatiran
tembok-tembok tingii
penjaga-penjaga yang tak lagi miliki mata
siang malam membisukan
Siapa saja yang hendak bicara
apa pun namanya yang dipagari
berlapis-lapis benteng
berbulan-bulan pesta upacara
disuburkan sumpah dan janji kesetiaan
terusik bisikku: namaku dirah
tanah yang telah berakar-buah
siapa diterjang seribu anak panah
tubuh ramping berbalut kain putih itu
luruh tersangga batang pohon kepah
matanya memancarkan hati yang bebas
ketika tubuhnya merosot ke bawah
rumput-rumput menegak menyediakan dirinya
menanti kedatangan tubuh ibunya
namaku dirah
dengan darah usus di leher aku menari sepuas hati
kepedihan ini
kemarin di tengah malam
aku sejenak merasa takut
kandung telurku diserang usikan dingin
menisik bayang ayahmu
andai dia masih
kecengengan senantiasa
menawarkan riwayat luka
aku cangkul tubuhku
kerna namaku dirah
ribuan prajurit terpuruk
membelalak menyambut kematian
seperti tak percaya
kekuasaan tidak melindungi nyawanya
selembar kain putih
leher berkalung usus
rambut gimbal bau amis darah
sampaikan:
semua benteng memiliki celah
begitupun keangkuhan
tak kecuali kekuasaan retak
oleh lirik mataku
kerna namaku dirah
hanya seorang janda
bukan tubuh di atas tahta
di mana senjata adalah kaumnya
1997

Sabtu, 16 Juli 2016

Puisi dengan Magnet Baca


   Bagaimana memilih dan membaca puisi dibanyak pilihan buku atau bacaan adalah selera pembaca. Tetapi kenapa di perpustakaan terdapat buku dengan catatan terbanyak dibaca. Kemudian di toko buku didapati buku laris, di percetakan terdapat buku berulang-ulang dicetak. Jika demikian ada selera umum yang sama pada pembaca, atau memang buku atau puisi itu memiliki magnet baca.

Jika memang pilhan puisi terbanyak dibaca adalah selera, maka banyak faktor yang mempengaruhi selera itu, misalnya usia, kebiasaan, kemampuan intelektual dan daya seni seseorang. Di sini berarti kemungkinan sama seleranya mungkin ada namun tidaklah mungkin dalam satu kota memiliki selera yang sama apalagi banyak pilihan baca. Karena itu puisi dengan magnet baca lebih mampu memiliki pancaran baca tinggi ketimbang berkemungkinan 5 orang memiliki selera sama menyukai 1 puisi tertentu.

Lalu apakah puisi pendek atau panjang yang digemari, jawabnya adalah tidak mesti. Puisi pendek dengan dua bait misalnya atau puisi panjang bak paparan cerita dengan banyak bait yang tiap baitnya juga berisi baris lebih dari 4 baris sama-sama memiliki magnet baca. Kekuatan magnet baca itu tergantung dari kemasan sang penyair mengemas puisi itu. Dimulai dari judul, kalimat baris pertama atau bait pertama dan seterusnya yang memiliki kekuatan magnet baca unuk selanjutnya pembaca dapat mengapresiasi puisi itu.

Suguhan kata dan kalimat dengan rangkaian yang apik sebuah kemasan puisi yang dilahirkan dari tangan-tangan penyair apakah menggoda untuk dibaca atau tidak. Bukan pula dari kemunculan kata-kata baru yang kadang salah penempatan. Itulah kepiawaian seorang penyair dengan karya yang menggerigisi yang mampu menembus hati pembacanya. Bukti itu kita simak karya penyair Toto St Radik, judulnya Indonesia pada Sebuah Malam. Judul ini bukan kata baru pada saat puisi dibuat. Kata 'Indonesia, 'Sebuah, dan Malam adalah kata umum yang sering digunakan. Tetapi rangkaian kata itu menjadi kalimat baru ketika menjadi 'Indonesia pada Sbuah Malam. Orang pasti dengan cepat tahu seperti apa malam di Indonesia. Di kota apa di desa, di rumah apa di cafe. Tetapi ketika ini menjadi pusi maka daya magnet itu terpancar dan orang suka membacanya. Berikut puisi Toto St Radik itu :
Indonesia pada Sebuah Malam


Indonesia pada Sebuah Malam

Toto S Radik

indonesia — pada sebuah malam yang jauh
bulan separuh. burung alap-alap memekikkan seluruh
nyanyian kepedihan dan alamat-alamat kematian
sunyi pun tumbuh berkawan ketakutan
menjalar ke setiap rumah, mengetuk pintu-pintu
yang rapuh. dan angin seperti bersekutu
menghunjamkan dingin, tajam bagai tatapan
sepasang mata kucing hitam. kemudian hujan
jatuh, berputar-putar dalam tarian tanpa irama
menderas tak tertahan menuju jantung kegelapan
mengisyaratkan badai

indonesia — pada sebuah malam penuh hujan
bulan tersingkir seperti menegaskan kegelapan sihir
lolong anjing dari bukit-bukit jauh mengarungi
detik amarah yang bergelombang gaduh. bunga-bunga
berganti batu, dendang sayang berganti kibasan parang
semburan peluru dan kobaran api. darah pun tumpah
di setiap jengkal tanah. mengalir ribuan kilometer
bersama airmata yang diam-diam menyimpan kenangan
sejarah negeri hijau. sobekan bendera terbakar
di atas meja perjudian. mantera-mantera, doa-doa, kutukan
seribu kata saling tindih saling cakar di antara
percakapan-percakapan aneh penuh sandi

indonesia — pada sebuah malam huru-hara
aku menundukkan kepala di kamar berdebu
membaca baris demi baris sajak-sajakku yang berlepasan
dari penjara kertas: melangkah di jalan-jalan berbatu!

Serang, 31.12.1996







Bahasa Puisi.

Bahasa puisi tentu bahasa penyairnya gaya dan betuk pola dan ragamnya adalah selera sebebas apa itu puisi. Ini berarti puisi memberikan kebebasan seseorang untuk menulis. Pendek kata terserah mau dibentuk apa, demikian kata Puisi berujar. Dari itu akhirnya muncul kebebasan menulis puisi namun sadar meski tak ada pakem yang baku, penyair slalu menjaga agar karya puisi itu dapat dinikmati dan memberi rasa aprsiasi pada pembaca.

Bahasa penyair bahasa diri yang juga dibaca orang lain. Sejauhmana tepatnya apresiasi dengan maksud yang dikandung penyair sejauh si pengapresiasi itu mampu 'membaca. Mari kita lihat puisi karya Marlin Dinamikanto. Penyair yang memiliki gaya eksentrik dalam karyanya ini harus diakui sebagai karya besar dan menggerigisi yang mampu menggugah penikmat sastra yang membacanya.

Karya yang baik itu terkadang muncul tidak dalam bentuk buku, tetapi juga koran dan majalah dan kini di banyak situs situs di internet. Begitu banyak koran tabloid majalah terbit di daerah dan tentu saja puisi ada didalamnya. Karya-karya pengisi rubrik sastra dan budaya di media di seluruh Tanah Air itu ditemukan banyak karya bagus dengan mutu yang tinggi. Kandungan sastra yang terkadang tak kalah dengan karya penyair sebelumnya.

Berikut puisi penyair Marlin Dinamikanto yang berjudul Pok Ameame Ibu :


Marlin Dinamikanto

pok ameame, Ibu

pok ameame, ibu
hanya kata yang kupunya
menyiram pusaramu jauh di sana
di pekatnya angan yang dingin
selalu melihatku seperti debu
padahal anakmu ini adalah angin
selalu ingin menyayup di matamu
pok ameame, ibu
kini belalang kupukupu
terbang liar, tersipu mengingatmu
di bening matamu indah berbinar
membuatku yang berlari selalu ingin kembali
dari trotoar yang tenggelam oleh lalat liar
sebab hatiku hatimu saling bertali
engkaulah daunan rindang bagi ke-enam anakmu
memberi teduh dari sergapan debu jalanan
yang membatas beranda luar liar
kau telah membesarkan belalang kupu-kupu
sejak di gendongan merangkak dan berkeliaran
tapi tak pernah membiar kami telantar
tapi maafkan anakmu ini ibu
tak punya doa selain puisi
tak pula mahir membaca rambu
kehidupan yang telihat basi
maafkan aku ibu
bila selama ini melihatku
seperti debu, padahal aku angin
ingin menyayup di matamu yang dingin
Tetilam 34, 13 Desember 2013

Jumat, 15 Juli 2016

Karena Lahir dari Tangan Penyair


Mencipta Puisi itu untuk siapa. Sebuah pertanyaan menggelitik yang jawabannya adalah kata ganti orang. Untuk aku (sendiri) kau (seseorang) dan kalian ( semua) dan kami (semua termasuk penulisnya). Pada jawaban-jawaban pertanyaan itu melekat erat dengan maksud si penyairnya.
Jika puisi itu ditulis untuk sendiri , sekadar iseng misalnya , tetapi karya penyair tetap menjadi incaran publik jika penyair itu dibutuhkan sebagai figur publik. Jadi bahwa penyair menulis puisi untuk diri sendiri tetap saja menjadi incaran publik . Dengan kata lain puisi itu sebetulnya untuk diapresiasi semua.

Kemudian menulis puisi untuk seseorang, seolah istimewa, kekasih misalnya. Jika puisi itu lahir dari tangan penyair maka tetap saja puisi itu akan menjadi puisi untuk publik pembaca dimana saja.
Begitu juga mencipta puisi untuk orang banyak dan tidak untuk diri sendiri tetap saja menjadi untuk semuanya karena ketika penyair dalam posisi sebagai bagian anggota masyarakat ia akan merasa bahwa puisi yang sengaja diciptakan untuk orang lain juga memiliki makna bagi dirinya sendiri.

Demikian alangkah hebatnya puisi manfaat sebagai sebuah bacaan untuk siapa saja bahkan dirinya sendiri atau sebaliknya. Adalah Nia Samsihono seorang penyair yang mencatat sejarah hidupnya dalam bentuk puisi dengan sangat apik. Mula mungkin tak tahu nasib puisi itu. Juga diperuntukan untuk prasasti keluarganya. Namun puisi justru memiliki pancar luar biasa, puisi itu akhirnya menjadi terkenal dan orang ingin membacanya.

Berikut Nia Samsihono dalam Selembar Daun yang mengisahkan kematian putrinya :


Selembar Daun*)

Selembar daun melayang-layang jatuh,
Bumi luruh memeluknya penuh
Ada bisikan yang disampaikan
Membuat nyaman
Daun itu menyerahkan seluruh keindahannya
Tanah merengkuhnya penuh ketulusan
Ada selembar daun
Tergeletak pasrah
Dalam dekapan persada
Yang telah menghidupinya
Penuh cinta dan kesetiaan
Abadi
Jakarta, 21 Feb 2015
*) Puisi di atas didedikasikan untuk Alm Putrinya yang meninggal dunia 8 tahun lalu, akibat serangan demam berbarah (DB) dalam usia 20 tahun.

Demikian apabila puisi yang dilahirkan oleh seorang penyair , karya itu slalu memiliki kandungan sastra tinggi dan menjadi sorotan publik. Itulah tangan penyair.
(Rg Bagus Warsono, 16-07-2016)

Kamis, 14 Juli 2016

Fitrah Anugerah, Kartu As Brintik

Fitrah Anugerah

Kartu As Brintik

Maaf, baru sekarang membalas pesan.Dari As brintik yang kau berikan. Mungkin saat itu aku sedang merawat skizoprenia akut
di mahkota King. Kau tahu dia ingin bercumbu dengan Queen. Tetapi Jack dan angka-angka sial selalu menghalangi.
Karena itu aku hanya menunggu seseorang bunuh diri. Menjatuhkan diri. Tanpa perlu bertanya sebab-sebabnya. Hanya keriangan dari seberang dan sentuhan manis. Semanis senyum pembunuh berdarah dingin. Inilah derita yang tak terbaca. Dari doa tukang pembuat kopi yang lupa cara membuat pisang goreng.
Tak apalah kau punya bermacam-macam kartu. Aku mengerti caramu bahagia. Tetapi tanpa pernah tahu cara mencuri di antara barisan kartu.
Inilah sulap paling sempurna dengan segala pengetahuan kita kesampingkan. Hanya butuh meong kucing menghalau kantuk.
Tak perlu repot-repot. Di akhirnya aku hanya ingin berselonjor
Dan merasakan keberkahan tangan yang tak mengenal angka dalam jam tangan. Tenanglah aku hanya tak mengharap mengocok kartu kembali. Sungguh aku tak terlalu lugu hanya tak mau tahu. Berapa jumlah kartu yang sudah kau bagi dengan curang.
Nanti gelas kopimu kusuwuk dengan asma tuhan
Agar kau tak bisa pulang hingga gema seorang bencong yang pulang dari stadion memanggil namamu. Mengajakmu kembali bermain.
2016







Supi El-Bala SEJOLI KAOS KAKI

Supi El-Bala
SEJOLI KAOS KAKI

Rindu dua sejoli itu seperti aku pakai kaos kaki
Apabila bau menyerbu berarti keduanya telah memadu cumbu
Dan jika aura wangi ditubuhnya
Mungkin hubungan mereka sedang kritis
Atau tak ada cuci mata yang gratis.
Rindu dua sejoli itu seperti gairah kakiku
Jika keduanya tak berkaos lagi,
Serangan sendawa mengoyak rongga-rongga jiwa mereka.
Bagaimana dua asmara mencecap dunia ?
***
Rinduku pun eksistensi dua kaos kaki
Karena mereka, senyumlah buah hati
Dan bahagianya belahan jiwa
Rinduku pada sejoli kaos kaki
Seperti rindu sepasang sepatuku
yang telah dikawini 20 joli kaos kaki
Dan dengan setia menemaninya sampai koyak
dan koyak lagi dan lagi koyak...
The first day in my work, 11072016

Gadis

Yang dinanti ternyata datang jua. Hanya menunggu dia lewat disamping rumahku. Gang kecil oleh suara vespamu seperti kodok minta hujan. Meski kau tak menengok, hafal betul wajahmu lucu. Tertutup helm astronot, Tak tahu kau kerja dimana, tapi jamku tepat kau lewat pagi dan siang. Tengoklah aku , dengan horden terbuka dibalik kaca jendela. Tuhan bilakah mampir dirumaku kecil. Kan kusiapkan air putih kau haus lelah. Dung dung dung dung. Itu vespa birunya. Secepat kau melewati rumahku. Tak menoleh sedikit walau aku tersenyum. Besok aku tunggu lagi kau lewat samping rumahku.

Aku tak salah lihat, berkaos putih dengan sendal jepit. Duduk menghadap pesawat tv diantara kerumunan orang-orang di warung kopi. Jelas itu suaramu walau bercampur sepuluh orang bareng tertawa. Ingin aku pura-pura beli obat nyamuk, tapi dirumah masih ada. Atau Mie instan barang berapa bungkus tapi Ibu tak menyuruh. Kenapa kaki semakin menjauh warung. haruskah aku menengok ke warung lagi untuk melihatmu.

Jika Ibu menyuruh mengantar makanan ke tetangga-tetangga, mau aku mengantar ke tetangga gang belakang rumah. Pasti ada vespa biru. Dirumah kos-kosan tengah itu. Tentu Ibu menghitung kepala keluarga, termasuk penghuni kos-kosan itu, semua dibagi. Mudah-mudahan memilih aku bukan Bibi yang mengantarkan. Ternyata kali ini tak ada pilihan lain Ibu menyuruhku mengantarkan makanan itu. Bagaimana jika aku ketemu dia. Tidak Bu, biar Bibi saja yang mengantarkan semuanya. Kenapa? kata Ibu. Jawabku aku takut anjing.

Dia menuju rumahku untuk bersilahturahmi dengan keluargaku di hari Lebaran ini. Apa yang kurang, ya, aku sudah pas berdandan.
Seperti vespamu itu , gaun muslimahku biru. Dia semakin dekat depan rumah , kemudian pintu. Tidak ! Aku dikamar berkaca diri terdengar dia berkata basa-basi. Dan menolak duduk meski kueh banyak, katanya masih banyak yang belum disalami. Ketika ibu menyebut namaku, kukunci kamar. Aku takut Si Vespa Biru duduk menanti. Ketika ia semakin jauh, Ibu memanggilku, dandan kok lama banget ! he he he.
(Gadis , oleh Rg Bagus Warsono)

Rabu, 13 Juli 2016

Bobot karya puisi:

Kritikus/penulis untuk mengkritisi puisi sekaligus merekam jejak penyair adalah apabila ditemukannya karya yang ,menggerigisi . Sebuah karya yang memiliki salah satu atau lebih nilai bermutu tinggi yang monumental.Patokan mutu atas karya seseorang adalah alat untuk mengetengahkan seseorang penyair dimasukan dalam klasifikasi yang dikehendaki kritikus. Jadi karya banyak dan nama besar tidak menjadi jaminan melekat dengan klasifikasi yang digagas seorang kritikus karena pertanggungjawaban itu.

Kelahiran karya puisi bermutu yang 'menggerigisi dan monumental serta memiliki nilai sastra tinggi bukanlah peruntungan nasib penyair dari anggapan publik. Sesungguhnya kelahirian puisi yang bagus adalah olahan dari tingkatan seperti profesional, mahir, atau masih konvensional maupun tradisional. Ia (puisi) dilahirkan dari tangan-tangan itu dengan pengalaman, kreativitas, kebiasaan, dan sebagainya yang mempengaruhi diri penyair tersebut. Kemudian setelah puisi itu lahir kita boleh mengatakannya akan nasib peruntungan karya itu dan tentu terkait dengan penyairnya.

Dalam dunia cipta, ditemukan mirip, tiruan, jiplak, plagiat, sadur, terjemahan, atau 'ubah kata. Hal ini menjadi pemahaman mutlak seorang kritikus. Berbagai kasus bisa terjadi, tetapi juga bisa mungkin berbagai penemuan itu dikarenakan kebetulan atau saling tak mengenal. Tetapi perlu diketahui frase bahasa Indonesia dalam KBBI serta ditopang bahasa daerah dan bahasa asing sangatlah luas untuk pilihan kata puisi. Jadi wawasan baca pun tidak saja harus dimiliki kritikus sastra tetapi juga penyair harus rajin membaca.

Dalam tulisan ini penulis akan menyoroti berbagai karya terkini puisi- puisi penyair yang sempat terbaca dari berbagai situs baca. Juga silahkan Anda mengirimkan puisi 'terdasyat untuk dikritisi semampu penulis dalam wacana belajar ini. Resiko atas kritik puisi sebetulnya tahapan pacu positif bila dipahami secara positif. Tetapi seringkali banyak penyair menilai justru negatif. Sebaliknya gaya kritikus puisi juga menjadi alasan itu. Sebab banyak orang mengaku kritikus tanpa memahami etika penulisan sehingga sering terjadi perdebatan yang tak pantas dikalangan pelaku sastra.

Mari kita lihat karya Cecep Hari Cecep Hari Cecep Syamsul Hari dalam Perahu Berlayar Sampai Bintang yang berjudul :

Nawang Wulan

Dua puluh tahun kemudian
Nawang Wulan terlihat keluar dari keriuhan
Carrefour, mendorong kereta belanjaan
dan menuntun seorang anak umur sepuluh tahunan
Di depan kasa
dikeluarkannya kartu Visa
Rambutnya pendek sekali sekarang
dicat warna biru, hijau dan pirang
Tubuh yang dulu berhias sayap sepasang
telah berubah menjadi pertunjukan lemak 90 kilogram
Ia terlihat sangat riang dan dewasa
tambun dan mempesona
Seperti lukisan Lady Cajica
dalam kanvas Fernando Botero
Dulu aku Jaka Tarub lajang
si pencuri selendang
yang didera cinta
tak terampunkan
Nawang, kebahagiaan macam apa yang telah mengubahmu
dari dewi pencinta menjadi dewi kesuburan?
2005

Perhatikan diksi-diksi tersebut betapa penyair ini pandai memilih kata tepat dengan tema dan lokasi objek di sana-sini, tampak padat berisi, berhamburan reka apresiasi. Selamat buat Cecep Syasul Hari.



Cecep Syamsul Hari (CSH) lahir di Bandung, Jawa Barat, pada 1 Mei, 1967. Buku-buku puisinya yang telah dipulikasikan: Kenang-kenangan/Remembrance (1996), Efrosina/Euphrosyne (2002, 2005), 21 Love Poems: Bilingual Edition (2006), Two Seasons: Korea in Poems Bilingual Edition (2007). Ia juga menulis novel Soska (), cerita pendek, dan esai. Karya-karya dipublikasikan pula pada sejumlah jurnal dan antologi, antara lain: Heat Literary International (Sydney, Australia, 1999), Beth E. Kolko’s Writing in an Electronic World: a Rhetoric with Readings (United States: Longman, 2000), Harry Aveling’s Secrets Need Words: Indonesian Poetry 1966-1998 (United States: Ohio University Press, 2001), Wasafiri (London, England, 2003), Orientierungen (Bonn, Germany, 2/2006). Ia menerjemahkan sejumlah buku, di antaranya: Para Pemabuk dan Putri Duyung (selected poems of Pablo Neruda, 1996); Hikayat Kamboja (selected poems of D.J. Enright, 1996); Ringkasan Sahih Bukhari (compilation of Bukhari’s hadis, 1997; 1100 pages); Rumah Seberang Jalan (selected short stories of R.K. Narayan, 2002). Ia menyunting Kisah-kisah Parsi/Persian Tales (C.A. Mees Santport and H.B. Jassin, 2000); Horison Sastra Indonesia/A Perspective of Indonesian Literature (with Taufiq Ismail, et.al; four volumes, 2003); Horison Esai Indonesia/A Perspective of Indonesian Essays (with Taufiq Ismail, et.al; two volumes, 2004). Saat ini, ia adalah redaktur majalah sastra Horison yang berdiri di Jakarta, Indonesia, sejak 1966.
(rg bagus warsono , 14-07-16)

Senin, 11 Juli 2016

Tak Sekadar Produktifitas Tapi Membuahkan Karya Bermutu

Memilih penyair yang betul betul penyair utuk bahan tulisan seperti yang dilakukan kritikus sebelumnya adalah tidak semata penyair itu produktif tetapi yang diutamakan adalah karya yang memberikan arti bagi pembacanya sebagai karya yang belum ada sebelumnya, memiliki masa baca yang tak terbatas kapan saja tetap enak dibaca, dan memiliki keunggulan nilai sastra, serta mampu memberikan aksi pembaca atau dampak apresiasi pembaca setelah membaca karya tersebut, disamping itu ada yang mengiyakan bahwa karya tersebut layak bacaan sastra yang istimewa.

Produktifitas penyair memang merupakan masa pencarian jati diri. Ia adalah asahan yang membuat tajam nya pena. Serigkali seseorang melupakan tantangan atas tulisan apa yang akan ditulis padahal itu proses berkarya yang telah menjadi perpaduan antar pengalaman diri, pengalaman baca, pengalaman tulisan sebelumnya dan pengalaman kegagalan masa lalu.

Akhirnya faktor kreativitas diri menentukan produk seseorang (penyair) kreativitas untuk melahirkan karya 'baru (belum ada sebelumnya) , memiliki cita rasa sebuah karya sastra bermutu, diiyakan oleh orang lain (diakui), mampu membangkitkan apresiasi pembaca, dan bila perlu bersifat universal.
Berikut sebuah karya Herlina Priyambodo

"Menjadikanmu Separuh Jiwaku."
Menatap barisan mega dari balik kaca jendela burung besi yang melintas batas antar negara, laksana hamparan permadani empuk tempat bersenda para dewa dewi di negeri kahyangan. Begitu lembut, selembut getar yang kurasa saat menatap sempurnanya wajah Arjuna, seindah senyuman yang selalu memporakporandakan imajiku, hingga menghunjam tepat dijantung hatiku, membiarkan aku luluh dalam dekapan asmara, selembut rasa yang menyapaku perlahan dan tak ingin kutinggalkan. Hanya lidah yang tak pernah kelu, mengalunkan mantra mantra pada sang hyang maha cinta, membisikkan suara suara hati yang melantunkan ayat ayat kerinduan pada sang Arjuna. Izinkan aku membelai halusnya garis wajahmu dan menjadikanmu separuh jiwaku, Arjuna.

Dari judulnya saja seseorang langsung mengetahui maksudnya andai pembaca itu suka membaca. Puisi cinta ,puisi kekasih, puisi kisah cinta, puisi remaja, artinya banyak orang membuat seperti ini. Tetapi Herlina Priyambodo, tidaklah demikian seperti kebanyakan orang, ia membuat sesuatu yang baru yang belum pernah ditulis penyair sebelumnya. Sebuah asahan kreativitas pengalaman dan panduan karakter mumpuni dalam mengutarakan maksud. Selamat untuk Herlina Priyambodo (rg bagus warsono, 11-7-16)

Jumat, 08 Juli 2016

wewangsalan tema lebaran ala orang indramayu, oleh rg bagus warsono

Srabi dibakar kayu pilaran, lapis diiris senar. Rabi ayu waktu lebaran, balik ning umah kaya semar.
(Cantik itu waktu lebaran, pulang kerumah he he he kembali seperti semar biung.)

Krambil dibungkus cikal bakale, premen sugus manis rasane , Mobil bagus langka surate , pengen bagus laka modale.
(Jangan heran sekarang Mbak, itu mobil kreditan)

Klapa dawegan rasane gurih barang dibuka jebule bluluk. Jare dewek ngaku sugih, rokok bae olih jaluk.
(Orang ngaku kaya tapi rokok sebatang saja minta)

Sepur mundur lagi langsiran, tuku tiket disowek maning, Sedulur akur waktu lebaran, lewat lebaran tukaran maning.
(pura-pura akrab sekarang, besok-besok musuhan lagi. Jangan begitu ah)

klambi anyar kebek selemari, bubar lebaran kari siji.
(terpaksa jual baju buat ongkos ke Jakarta, Mas)

Lunga Jakarta liwat kroya, hape cina bagus bungkuse. Ning Jakarta ngaku kerja, barang balik pusing ongkose.
(jujur saja di Jakarta itu lu ngapain sih)

Mobil hamer supire garang, diklamboni garasine, Pamer sing dianggo larang regane , Klambi bagus langka duite.
(bajunya bagus tapi gak punya uang)

Jaran cilik melu embokke dokar loro jarane, Jarene mudik, dienteni langka tongole, ora balik mendi parane.
(Mungkin kesasar mudiknya)

Wit gedang bosok plapah jembar durung garing, Duit entok, bubar lebaran luruh maning
(Rezeki di depan masih banyak)

Jumat, 01 Juli 2016

Navys Ahmad TIDURLAH, NAK

TIDURLAH, NAK
Sudah larut, bayiku tak juga pejamkan mata
Bola kristalnya berputar melawan arah jarum jam
Semakin bulat matanya semakin merapat mataku
Nak, tidurlah! Tak perlu membaca pikiran bapakmu
Tak perlu tahu bapakmu hutang susu di warung Bu Mumu
Sudah larut, bayiku tak juga bermimpi
Senyumnya mengaluni irama nina boboku
Semakin manis senyumnya semakin pahit rasaku
Nak tidurlah! Tak perlu tersenyum manis seperti itu
Tak perlu tahu tadi sore ibumu merengek tambahan jatah uang dapur
Tidurlah, Nak!
Tak perlu bermimpi : besok kemana lagi bapakmu cari hutangan.
Tangerang, 31-5-2016

Samsuni Sarman KURUNG KARUNG

KURUNG KARUNG
di ruang berdinding putih
ada dokter rupa malaikat
ada perawat senyum monalisa
ada pasien hilir mudik di atas kereta
ada aroma obat dan penyakit naik turun lift
takhenti tiada siang juga malam
aku di kerumunan itu, menjaga Ibu agar tetap terjaga
aku mengunyah waktu berlalu tanpa berkedip agar para malaikat jujur berkata
aku menyapa monalisa saat membasuh luka agar nanah sunyi mengeluh dendam
aku berlari setiap lorong memanggul pinta agar cahaya tetap benderang di jalan pulang
mesti ada karung seluas semesta untuk menampung cerita dan keluh kesah takpuas-puas
mesti harap membuncah, kurung setiap ingin berandai-andai
di ruang icu,
aku tatap layar kaca monitor
penuh angka-angka dalam simbol yang menakutkan
malaikat pun bermuka durhaka, monalisa nyaris cemberut kecut, setiap waktu hanya diam menatap keraguan
kupikir ada yang keliru menulis diagnosa sehingga analisis medis tak punya nyali merujuk obat berganti-ganti resep bagai hewan uji coba 'persis kucing dalam karung' yang berahi
aku malaikat dan monalisa yang gagu:menunggu ajal
balikpapan.rsud.icu. 16/6/16
Rai Sri Artini
Jalan Pasarsari
Jalan telah bermandikan darah ketika mobil mobil dan motor melewatinya
Darah meresap ke pori duka
lesap bersama angin menabuh peluh dan jejak tentang ceceran nasi atau
tong-tong sampah yang masih menimbun harapan
Kucing yang malang,
Kau pun menyatu dengan pernak pernik tong sampah yang setiap hari kau korek
Tak ada yang peduli, semua hanya mendengar nyanyian perut
Pedagang sate mengasapi angan, pedagang sayur melagukan harga
pedagang sembako bagai penyair di sore hari
Sampah berpugak bagai tubuh puisi
Tak ada yang peduli, selain kepada asap kebutuhan yang kian lirih membumbung
Anjing-anjing liar mengadu nasib melolong asing diusir satpam
Sapi-sapi diam dalam kemalangan
tak ada rerumput yang dapat disantap hanya kerumunan manusia
Dalam hati ia berpikir, Di mana sebetulnya aku boleh tinggal ? sebab lapangan rumput pun habis untuk ruko dan pameran.
Ia mulai berpikir untuk mengganti rumput dengan nasi atau apa pun
Ikutlah ia mengadu nasib berebutan dengan anjing dan kucing liar
mereka sama-sama diteriaki dan diusir oleh satpam yang berjaga di tiap pertokoan dan pasar
Sungguh malang nasib mereka,
sama malang dengan tubuh bumi yang dihiasi sampah-sampah
aromanya tercium sampai ke langit
Malam hari laser-laser beraksi di langit pameran
komedi putar, panggung dangdut semalaman tak tidur
seakan lari dari himpitan deduri masalah
Tak ada yang peduli. Sama seperti nasib kucing yang terlindas di jalanan tawar
Iya. Begitulah alinea-alinea hidup berbaris rapi
Bebauan dan reranting kebutuhan melata di ujung hari
Tak ada yang peduli mentari di atas sana
atau memang tak ada waktu
Jalan mengisahkan peringai deru dan asap motor yang semrawut
berkelindan di lorong waktu
Tuka, Juni 2016

Dyah Kencono Puspito Dewi Di meja kerja

Dyah Kencono Puspito Dewi

Di meja kerja
Ketika semua masih ampar amparan
Bahkan anginpun diam
Nglekep dan nylekep
Ndilalah ada pengamen
Suaranya merdu
Jreeng jreng
Ealah langsung hilang capek kerja
SemangArt
Nyeees

Jen Kelana SEKELUMIT CERITA SEKENANYA

SEKELUMIT CERITA SEKENANYA
Ketika air melimpah-limpah
dengan murka setiap ia tiba
menggila mematah-matah serapah
kau tenggelamkan Jakarta
pada Kampung Pulo meratap resah
agar tak lalai mengumbar nestapa
dan orang-orang sibuk memaki
padahal cinta memusar
di sisinya
Ketika rumah-rumah tikus tepian ciliwung
dengan sampah setiap dindingnya
berebut mengelabui keindahan
di atas langit
kau tenggelamkan Jakarta
pada pikuk Kalijodo merata tanah
agar tak larut mengubang senja
dan orang-orang menyanjung monas
padahal cinta memudar
di atasnya
Lalu kugantungkan toilet di puncaknya
atau aku akan melipatnya saja
njelma ribuan lembar Soekarno Hatta
tersebab monas menjadi hasrat
gantung diri sekenanya.
Kau telah arungi neraka
mana lagi dunia yang belum kau jamah?
2016

Wahyu Hidayat MARI BERBICARA TENTANG HAL-HAL YANG TAK MASUK AKAL

MARI BERBICARA TENTANG HAL-HAL YANG TAK MASUK AKAL

budi dan susi telah lama berteman
nama mereka sudah ada sejak kita SD

kini budi dan susi telah menikah dan
memiliki anak dua dan mereka hidup bahagia

diam-diam budi jadi idola masyarakat
setelah nama dan fotonya terpampang
di spanduk di perempatan dan
papan-papan reklame di daerahnya

budi akhirnya terpilih sebagai pemimpin
semasa kampanye ia menyuarakan:
sekolah gratis, berobat gratis, dan berjanji
menyejahterakan rakyat bawah

tapi budi nyaman duduk di kursinya
kini ia dapat menyekolahkan dua anaknya secara gratis
berobat ketika sakit secara gratis
dan keluarga mereka sejahtera dan bahagia

budi ingin menyejahterakan masyarakatnya
tapi budi terlena oleh bisik-bisik susi, istrinya
maka bisa ditebak akhirnya:
rakyat kecewa dan budi sekeluarga bahagia

peristiwa budi sama dengan kita
kita ingin pintar tapi tak belajar
kini kita ingin hidup dengan cara instan
apakah kita ingin jadi mie