TEKS SULUH


Rabu, 23 November 2016

MAMA, ADE MAU PERGI JAUH SEKALI KAPAN KITA BERTEMU KEMBALI

MAMA, ADE MAU PERGI JAUH SEKALI
KAPAN KITA BERTEMU KEMBALI

Mama yang sekarang jauh sekali
Tidak lagi Mama memegang tanganku
Ade berjalan seorang diri
Dingin sekali rasanya di sini
Lama tidak melihat Papa
Ade ingin bertemu
Masih lamakah di sini Ade menunggu
Mama datanglah menemani
Ingin seperti dulu
Tidur lagi bersama Mama
Memegang tangan Mama
Ade rindu.
(Membayangkan Aditya terpejam dalam tidur panjangnya seraya masih tersenyum)
HANDRAWAN NADESUL

 Puisi Tragedi, sebuah catatan penyair yang peka terhadap peristiwa / tragedi , yang dianggap peristiwa besar. Penciptanya ( Hans) sangan cepat mencatat/mendokumentasikan dinilai sangat penting bagi peringatan akan bahaya kekerasan dalam rumah tangga. Dalam dunia puisi jauh sebelumnya memang sudah ada seperti peristiwa Ade Irma Suryani yang tertembak juga dibuat puisi. Disinilah letak kepiawaian dan naluri penyair (Hans) yang tidak selalu dimiliki oleh semua penyair.

Minggu, 20 November 2016

Penyair Mancing 11 Desember 2016

Penyair Mancing 11 Desember 2016
Baca puisi Sekeranjang Ikan di perahu nelayan
dalam
Sehari Bersama Penyair Rg Bagus Warsono
Indramayu




Kalian akan diajak memahami makna hidup ini, bagaimana nelayan mengatasi permasalahannya sendiri dengan sabar membetulkan jaring yang sobek, menambal labung kayu yang bocor, menukar ikannya dengan nasi dan rokok, membayar hutangnya ketika memperoleh hasil , hutang tanpa agunan apa pun, dan solidaritas diantara mereka berbagi ikan.

 Hanya saja nelayan tidak dalam kemapuan industri. Kenyataan ikan mereka dibuat sarden, kulit ikan itu dibuat kerupuk dengan kemasan toko, tulang ikannya , sirip ikannya sampai jeroan lainnya dimanfaatkan orang lain menjadi bahan industri yang sangat menguntungkan. Sedang nelayan hanya gigit jari melihat semua itu.

  Sebaliknya nelayan menjadi sasaran (konsumen) besar produk perusahaan industri benang nilon, tambang plastik, alat tangkap ikan (jaring), mesin perahu, sampai alat komunikasi yang nilainya tidak tanggung-tanggung hingga trilyunan rupiah!

Lalu apa hubungannya nelayan dengan penyair? Nelayan itu kuat dan sangat percaya kepada Yang Maha Kuasa, dalam kontek hidup yang tak pasti. Ikan atau pulang hampa. Dan penyair harus kuat seperti nelayan, yang sama-sama memiliki penghasilan yang tak pasti. Ironisnya justru baru saja karyanya dikritik sudah tidak enak badan. Justru kritik menyehatkan, seperti nelayan telanjang dada di terik matahari di tengah lautan.

Membaca puisi di area terbuka tanpa mikrofun, tanpa tenda, tanpa penonton yang undang, dan tanpa malu di depan lalu lalang orang kesibukan nelayan dan masyarakat memiliki kesan tersendiri. Sebuah pengalaman yang tak dapat dilupakan.

Dalam baca puisi di perahu kayu nanti akan dihadirkan Pembaca Puisi Terbaik yang dimiliki Indramayu O.K Hadini.

Penyair Mancing hanya diikuti 10 Penyair yang diundang. 10 Penyair Pinggiran yang memiliki jiwa sederhana karena kegiatannya sederhana.


Penyair Mancing, hanya kegiatan kecil yang tak berarti-apa-apa, namun demikian pasti sukses, karena aku yang menggarapnya sendiri.

Sabtu, 19 November 2016

Puisi Nanang Suryadi

Puisi Nanang Suryadi
sungguh darimu cinta berasal, kepadamu cinta akan kembali
aku terima cintamu seikhlas hatiku, sungguh engkau maha pendengar segala keluh
segala adalah milikmu, segala adalah cintamu, aku berada di dalam rengkuhmu
jika rinduku adalah rindu yang dusta, jika cintaku adalah cinta yang dusta, tapi mengapa debar di jantungku selalu menyebut namamu?
jika mencintaimu adalah ujian, beri aku kesempatan lulus mencintaimu
jika hatiku terus bergalau, adalah ruhmu dalam diriku yang terus menyeru, merindurindu cintamu
sungguh aku teramat lelah, beri diri ketulusan berserah, di dalam pelukmu aku istirah
cintaku teramat rumit, menerjemah cintamu yang sederhana
akulah debu, dan engkau keluasan tak terhingga, aku debu yang tak sanggup menerka rahasia cintamu
berulangkali aku meruntuh, tapi cintamu tetap utuh
aku galau yang meriuh, dan engkau keheningan yang menerima segala aduh
suara suara yang diterbangkan angin, menggema di relung-relung, suara suara yang memanggilimu, rindu
doa-doa yang memenuhi langit bumi, entah berbisik entah memekik, ingin menyibak tabir rahasia: cintamu utuh
wahai, para perindu berbondong-bondong memburu cahaya, dengan sepenuh harap, kau catat: rindu yang bercahaya
karena cinta bersedih jika tanpa balas, maka jangan kau pupus harap perjumpaan denganmu. hidupku fana, tapi cintamu kekal
jangan tolak rindu cintaku, karena tanpa cintamu hidupku akan hampa, tak berarti apa-apa
aku tak akan menyeka airmata tangisku, karena telah menjadi saksi cintamu memang pantas dirindu selalu
aku menulismu dengan huruf besar atau huruf kecil, aku tahu kau tahu seberapa besar rinduku
aku telah luluh, merindumu seluruh, sebagai daun yang luruh tulus mencium bumimu menerima isyarat cintamu penuh
aku dan engkau, perindu dan yang dirindu, saling merindu untuk bertemu, walau tiada jarak cintaku cintamu
jika mata lahirku tak mampu memandang cintamu, mata batinku silau oleh cahaya cintamu. tersungkur aku, gemetar dalam sujudku
duhai, jika puisiku adalah kebohongan, maka telah tersesat aku di lembah kata-kata, mencarimu
aku peminta-minta, mengemis cintamu senantiasa, dan engkau maha kaya
jika aku selalu saja lupa dan melupakan dalam khilaf alpa, maka sungguh engkau tak pernah lupa
sajak sajak berlepasan berhamburan ingin bicara padamu, duhai awal mula kata
kalimat kalimat berlepasan berhamburan ingin bicara padamu, wahai awal mula kata
kata-kata berlepasan berhamburan ingin bicara padamu, wahai asal mula kata
huruf-huruf berlepasan berhamburan, ingin bicara padamu, wahai engkau mula segala mula
dan kesenyapan menyapa, senyap yang melebur segala gaduh ramai dalam diri, hanya airmata duhai kekasih yang dirindu cintanya
sayapsayap cahaya menerang langit cintamu, membuka fajar, harap bertumbuhan sebagai tunas yang menyapa semesta penuh bahagia
sungguh darimu cinta berasal, kepadamu cinta akan kembali
Malang, 2011

BAYANG MIMPI

bayang kenangan menderu
memasuki ruang-ruang kosong dalam dada
sebagai kebahagiaan atau kesedihan
karena masing-masing kita mempunyai masa lalu
sebagai sejarah yang ditulis pada buku waktu
tak usahlah risau membacanya lagi
kenangan, kenyataan serta harapan
adalah milik kita
ia hadir sepanjang usia, rentangan waktu
"namun kau teramat larut pada masalalu,
sebagai kenangan yang memusar,
menenggelamkan dirimu pada kesedihan yang mendalam
sedang masa kini hadir sebagai kenyataan yang tak terelakan
dan masa depan membuka cakrawala harapan"
Malang, 19 Juli 1998

BIAR WAKTU BICARA
tak ada kepastian terucap dari bibir,
angin menerbangkan segala harapan,
juga kerinduan,
pada silam di jenguk kenangan,
dan katamu: biarlah waktu bicara kepada kita
tentang sesuatu itu
Penancangan, 24 Juli 1998


ADA YANG BERCERITA TENTANG MASA LALU
ada yang bercerita tentang masa lalu
dengan air mata
(mengapa lampau juga yang datang kini
mengetuk-ngetuk ingatan pada bayang-bayang?)
dan mata yang bulat itu,
menenggelamkanku
pada cerita
palung terdalam,
sebuah rahasia;
perempuan!
Penancangan, 24 Juli 1998

JANGAN LAGI DISIA
jangan lagi kan disia
sebagai tunas ia simpan harap
kan terus tumbuh
dengan sentuhan perhatian,
siraman kesejukan,
kehangatan kasih sayang
bersemilah hijau daun-daunan
bermekaranlah bunga-bunga
jangan lagi kan disia,
mengulang kesalahan yang sama,
dan sesal akan menikammu juga
Serang- Bandung, 25 Juli 1998


LAGU KENANGAN
lagu yang diputar berulang juga
menyeru-nyeru,
memanggil-manggil kenangan,
dengan jemarinya yang indah,
melambai-lambai,
ditunjuknya lorong-lorong masa lalu
dan kita tergoda untuk sekedar menjenguk
atau berdiam lama disitu,
menikmati kesendirian
lagu mendayu
lagu merayu
ada juga airmata di situ;
sayangku, seberapa rindu kau kepada masa lalu?
Serang-Bandung, 25-28 Juli 1998

SARANGAN
pada telaga yang tenang
terbayang bulan timbul tenggelam
sinarnya keemasan

"pohon cemara di kejauhan serupa raksasa tidur", katamu

dingin hembus angin malam
pegunungan memeluk diriku

air yang tenang
malam yang tenang
purnama berulang terliput awan

"serupa perawan sedang kasmaran," katamu

telaga yang sunyi
hanya kecipak ikan
riak kecil

betapa damai di sini
seperti kurindu
menemu dalam matamu

6 September 1998

MENJUMPAIMU DI SUATU SORE
"tuliskan puisi untukku..."
aku tulis kata-kata. mengalirlah keheningan . mengisi ruang dalam dada.
menyusun mimpi-mimpi. melukis senyum. melukis tatapan.
melukis keramahan.melukis kasih sayang. melukis kebahagiaan.
melukis laut. melukis angin. melukis bianglala.
"tuliskan puisi untukku..."
Malang, 1996

PADA GEMERSIK DAUNAN DITABUH ANGIN
kucari engkau pada keramahan dan kecintaan yang menjelma dari senyuman
dan tatapan manja. pada keheningan semesta. pada gemersik daunan
ditabuh angin. pada embun kesejukan.
inilah jeda itu istirah dari hiruk pikuk yang menikam. kujemput engkau
pada keheningan. dengan senyum bagai embun. membasuh marah yang membakar
dalam dada.
kudirikan cerita di situ. pada padang rumput. pada kerimbunan pohonan
yang menaungi. pada telaga yang kutemukan dalam matamu
engkau yang dilulur angin laut. menari bersama gelombang. burung camar.
perahu-perahu bercadik. menarikan waktu. menuangkan garam pada
kehidupan.

Handrawan Nadesul TENTANG DNP

Handrawan Nadesul TENTANG DNP
Dari Negeri Poci adalah sebuah serial buku antologi puisi yang mencoba merekam jejak kepenyairan para penyair Indonesia dari tahun ke tahun secara lintas generasi, lintas gender dan lintas genre. Buku ini dirintis oleh Komunitas Negeri Poci
, yang terdiri dari; Adri Darmadji Woko, Handrawan Nadesul, Kurniawan Junaedhie, Prijono Tjiptoherijanto, Oei Sien Tjwan, Piek Ardijanto Soeprijadi, Widjati, Rahadi Zakaria, Rita Oetoro, Syarifuddin A.Ch, Dharnoto, B. Priyono Soediono, Eka Budianta, dan Rita Oetoro.
Yang menarik dari terbentuknya Komunitas Negeri Poci adalah sosok Piek Ardijanto Soeprijadi yang pada era 1970-an sudah dikenal luas sebagai penyair yang karyanya dimuat di berbagai media massa nasional. Selain menulis puisi, Piek juga mengulas puisi-puisi para penyair muda yang saat itu tengah semangat-semangatnya berkarya. Mendapatkan respon positif dari seniornya, semangat Adri Darmadji dan kawan-kawan semakin bertambah. Dari komunikasi lewat tulisan itulah, para penyair muda itu akhirnya berhasil menjalin komunikasi secara personal dengan mengadakan pertemuan-pertemuan secara intens dengan Piek Ardijanto. Dalam hubungan itu, Piek lebih diposisikan sebagai guru yang membimbing, memberikan pengarahan kepada para penyair pemula. Secara berkala, para penyair muda itu bertandang ke rumah Piek di Tegal, hanya untuk menjalin silaturahmi dan belajar puisi. Dari intensnya hubungan selama bertahun-tahun dengan Piek, itulah akhirnya muncul gagasan membentuk Komunitas Negeri Poci, dengan menerbitkan antologi puisi dengan judul Dari Negeri Poci, yang diikuti 12 penyair, tahun 1993.
Lahirnya Dari Negeri Poci disambut secara antusias oleh para sastrawan pada saat itu, dan menjadi buah bibir di media massa nasional. Tak pelak, pada tahun berikutnya, 1994, 45 penyair berhimpun dan menerbitkan seri dua dengan judul yang sama, Dari Negeri Poci II. Selanjutnya, jarak antara seri ke-dua dan ke-tiga hanya selisih dua tahun, yaitu 1996. Namun untuk seri ke-empat, rentang jaraknya cukup jauh, yakni 17 tahun, meskipun selama kurun waktu itu Komunitas Negeri Poci masih tetap menjaga komunikasi dengan Piek Ardijanto sampai meninggalnya, tahun 2001.
Peluncuran seri Antologi Penyair Indonesia Dari Negeri Poci dengan subjudul Negeri Abal-abal yang diselenggaraan pada 10 Maret 2013, di Ruang Adipura Kota Tegal menorehkan catatan penting, yaitu diikuti oleh 99 penyair dari berbagai kota di Indonesia, dengan kemasan lux , dengan ketebalan 718 halaman. Hal lain yang tidak mungkin terlupakan oleh para undangan terutama yang hadir dalam acara itu, adalah peristiwa meninggalnya penyair Boedi Ismanto. Dia jatuh kemudian meninggal dunia saat sedang bersiap-siap akan membacakan karya-karyanya di panggung pertunjukan. Acara ini sekaligus menjadi ajang reuni sebagian anggota Komunitas Negeri Poci.
Setahun berikutnya, pada tahun 2014, terbit Dari Negeri Poci 5 dengan subjudul: NEGERI LANGIT, memuat 153 penyair Indonesia.
Peluncurannya, seperti tahun-tahun sebelumnya, diadakan di Tegal, direncanakan berlangsung pada pertengahan Juni 2014. Dan seperti biasa, acara peluncuran akan dihadiri oleh para penyair yang hadir dari seluruh Indonesia.

Seputar Syair dan Penyair

Seputar Syair dan Penyair juga akan mewarnai khasanah buku Indonesia. Kumpulan artikel yang semakit hari semakin tebal, sebetulnya telah siap cetak namun ada dirasa masih kurang mungkin belum seputar itu karena perjalanan masih jauh. Namun buku hendak memutari Syair dan Penyair dewasa ini. Sajian yang khusus untuk memperkaya pemahaman sebagai penyair. Sebuah profesi yang membutuhkan profesional tapi tak menguntungkan dalam segi ekonomi ini.

Penyair Ndeso yang Menasional mendekati tahap selesai.

Penyair Ndeso yang Menasional mendekati tahap selesai. Sebuah buku pengayaan sastra yang dapat memperkaya wawasan dunia sastra kita. Sengaja untuk diketengahkan kepada masyarakat bahwa sastra telah semakin berkembang dengan karya-karya bermutu. Dan kami mendokumentasikannya atas karya itu. Dia bukan orang populair dengan wajah yang dihafal masyarakat tetapi penekanan itu adalah karyanya. Ya karyanya yang berbicara bukan gambarnya. Dan dalam buku ini kami tampilkan perkembangan sastra itu yang justru berasal dari pelosok daerah. Namun demikian ia memberi sentuhan jiwa melalui dunia baca dengan karya bermutu yang layak di nikmati masyarakat Indonesia, karena karyanya yang mengagumkan . Dialah penyair ndeso yang menasional.Dan slalu terus berkembang dan berkembang.Ada sekitar 100 penyair disinggung dalam buku Penyair Ndeso yang Menasional karyaku ini.

Salera , Rg Bagus Warsono


Salera 
 
Salera adalah namamu
sekarang tetap Salera
Kau tak pernah tua
Dengan pahamu yang tak pernah keriput
Dan payudaramu yang tak peot
Tubuhmu Salera mahal
Muda aku merindu
Aku tua kau tetap Salera
Hidup menelan ludah
Dunia cuma lamunan
Kau tak pernah tahu Salera
Ada laki-laki
diantara paha dan payudaramu
(rg bagus warsono)

Jumat, 18 November 2016

Emano Subakto terkoyak mimpi oleh kepalsuanmu

Emano Subakto 
 terkoyak mimpi oleh kepalsuanmu
cermin cintakupun retak
terpaku didinding fatamorgana
lelah jiwaku merajut asa yg sia sia
kini langkahku gontai memulai
mencari harapan dionak berduri
mengapa kau berikan bara ini
disaat bahagia mulai teranyam
cermin cintaku pecah sudah
terhempas dustamu
...........###@galaudimakasar#
 

Emano Subakto , aku marah....

aku marah....
iya aku marah..
aku jenuh....
iya aku memang jenuh
marah pada keangkuhan egomu
yang sekeras batu
jenuh pada nuranimu yang beku
sampai kapan...
ragaku bertahan pada dinding kesabaran
atau kau ingin ragaku kaku terbujur
dingin.....
ahhh...
aku marah......
marah dalam diam.
#jiwa kosong dimakasar#

Arya Setra, Ingin rasanya aku terbang bebas seperti udara,,,,

Ingin rasanya aku terbang bebas seperti udara,,,,
mengalir mengisi sisi-sisi curam seperti air,,,,
bergejolak meletup-letup seperti api,,,
dan selalu merendah di bawah seperti tanah.....
aku sadar,,dan aku merasakan bahwa,,,
udara adalah nafasku
air adalah darahku
api adalah semangatku
dan tanah adalah jasadku
Namun aku merasa malu karena
aku belum bisa seperti udara yang selalu memberikan kehidupan di setiap hembusan nafas,,,,
belum bisa seperti air yang selalu menyejukan setiap dahaga
belum bisa seperti api menyemangati dan selalu berkobar dan tak pernah mati,,,,
belum bisa seperti tanah,,yang selalu merendah, jujur dan tidak pernah berbohong....
Pengakuan-pengakuan menjadikan kesombongan,,
keangkuhan,,,
sehingga lupa akan jati zat yang tersembunyi
tetapi sesungguhnya sangat tampak...
Wahai jati zat yang Maha Sempurna dan Sejati
aku tunduk atas DiriMU dan atas KehendakMU....
Renung Malam
8 oktober 2016

Kang Wildan Chopa Dukun itu tuli

Kang Wildan Chopa
Dukun itu tuli

Setelah menggandakan
Uang ia tidak mampu lagi
Datang kakek tua padanya
Minta di gandakan uang.
Dengan komat dan kamit
Si dukun segera menggandakan
Usia sang kakek menjadi 115 tahun

Lalu datang lagi sang murid
Minta di gandakan istri
Ternya dengan sigap
Dia membunuh sang murid
Karena pendengeranya
Mengatakan.
Tolong jandakan istri ku.
Jakarta 9 oktober 2016

Khaidir Syahriannur Atas nama langit

Khaidir Syahriannur
Atas nama langit
Kau dulang hujan kemasyuran
Musim keemasan megah mega bersemayam
Sedang aku terkapar di bumi
Meludah tak berliur
Pahit tercekik paceklik
Karena kemarau tenggorokan
Dan retak yang menganga
Sepanjang tapak kaki
Sepeninggal cacahan tawa
Disodor kematian
Tak lagi bertunas cula
Buta dan serba terbata
Malampun aku cemas melawatinya
Karena bulan tak ingin berpaling
Dari matahari menggauli siang

Budy Sastra Mata telanjang menyapu pandang melepas jauh hingga kesebrang

Mata telanjang menyapu pandang melepas jauh hingga kesebrang
Namun hanya nampak gelombang yang beriringan menghantam karang
Palingkan mata dalam gelap sekejap pandang
Biarkan pikirkan terbang mengenang
Menyusun tiap bait bayangan
Mengingat smua yang pernah ada sapaan
Kampungku…apa kau masih asri sepi,…sunyi yang slalu menghiasi gelap gulita jalan menatapi
Teman….apa kau masih bersama
Membagi smua seru crita tawa
Bahkan suka dan air mata
Tetangga…apa kau masih apa adanya
Berbagi hati untuk sesama hidup berdampingan
Dalam kerukunan
Orang tua…apa kau rindu diriku sembah bakti doa kupanjatkan smoga sehat dan hidup tenang..

Zaeni Boli di dusun kata kata aku menyelinap

Zaeni Boli
di dusun kata kata aku menyelinap
di dusun kata kata aku menyelinap
membawa parang
kutemukan bunga
sayang
langit nya mendung
turun ke hati
di kaki bukit
bulir padi belum lagi tumbuh
tak seperti kemaren langitnya cerah
seorang gadis kurus murung ditemani gerimis kecil
tiga jam lamanya
kita sama sama takut tergelincir
tanahnya licin
langitnya mendung

zaeni boli 2016
(kenangan Cigentis 2016)

Hadi Sastra, Ayo Punguti Sampah

Ayo Punguti Sampah

ayo, kawan
punguti satu per satu
sampah-sampah
hingga tak ada lagi
sampah

sebelum sampah-sampah
menyampahi dirimu
menyampahi hidupmu
menyampahi nasibmu
menyampahi sampah
sebelum sampah-sampah
menjadikan dirimu
menjadikan hidupmu
sebagai sampah
lebih dari sampah
jika demikian
kau sampah
dari sampah
sampah sampah
sampah segala sampah
Tangsel, 25 Oktober 2016

Lindungi Rupiah Oleh : Berandal Aksara Rief Effendi

Lindungi Rupiah
Oleh : Berandal Aksara

Dari nilai tukar yang menjajah
Memang ibarat semut melawan gajah
Tapi akhirnya siapa yang mampu menjadi pemenang dikesudah

Lindungi Rupiah
Dengan semangat nasionalis yang masih kita punya
Produk pribumi masih mewangi
Peluh negri masih bisa menyaingi
Lindungi Rupiah
Dengan memanjakan apa yang anak negri punya
Karya cipta produksi bangsa wajib kita bangga
Agar rupiah bertengger dan tak lagi lemah
Kopi, teh dan wedang jahe
Lebih wangi dan menghangatkan jiwa
Cerutu kudus dan kediri pun masih begitu mencecap lidah dibandingkan tembakau berlambang mobil balap dan kuda
Ketoprak, gado-gado, gudek atau rendang balado serta makanan khas bangsa masih lezat ternikmat di lidah negri
Dibanding mengkomsumsi roti daging yang tak jelas proses pemotongannya dengan merk luar negri
Mari kita singkirkan rasa sok inggris
Atau jadilah pribumi asli yang nasionalis
Hingga rupiah mampu tersenyum dengan kerenyit alis
Dan kita terlepas dari kesemua imperalis
Selamatkan rupiah
Stinkovic Laziale Effendi
30 Oktober 2015/2016

Tentang Sakarepmu (di grup fb sastra Sakarepmu)

Aku membaca banyak karya puisi yang sangat dasyat di grup sampah ini. Sayang sekali aku tak dapat berbuat banyak karena keterbatasanku. Di sinilah letak ironis sastra Indonesia. Dimana banyak karya apik justru tak tersentuh bahkan penciptanya pun tak disenggol-senggol oleh mereka yang memiliki 'kekuasaan dalam sastra Indonesia.

sumPAH SEKARepmu, Wanto Tirta

sumPAH SEKARepmu

Sumpah
Aku mengakui kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan masih ada
Sumpah
Aku mengakui korupsi dan pungutan liar masih ada
Sumpah
Aku mengakui tip dan gratifikasi masih ada
Sumpah
Aku mengakui pembabadan liar hutan masih ada
Sumpah
Aku mengakui kecurangan penerimaan siswa baru masih ada
Sumpah
Aku mengakui jalan jalan macet masih ada
Sumpah
Aku mengakui harga-harga naik turun masih ada
Sumpah
Aku mengakui jutaan pengangguran masih ada
Sumpah
Aku mengakui banyak pemuda-pemudi belum kerja masih ada
Sumpah
Aku mengakui jalan aspal berlubang masih ada
Sumpah
Aku mengakui pemimpin arogan masih ada
Sumpah
Aku mengakui rakyat kecil banyak kekurangan gizi masih ada
28102016

Cerasu Ceceep 30 September, Gladiator kampung.

Cerasu Ceceep
 Gladiator kampung.
.
Aku hadir,
Dengan ratusan pasang mata
langkah kakiku kaku melayang,
lalu terdiam.
" Hadirin sekalian....Cerasu Cecep...!!!!"
Suara dari loud speaker membahana.
.
Mataku mengawasi setiap gerak,
yang bisa saja sesuatu menyergap,
Aku siap
menunggu lawan, seekor Banteng kah, Harimaukah..?
Aku tak tahu...
.
Pintu gerbang lawan pelahan menganga,
dan aku siaga
teriakan menggempita,
lawanku tiba;
Seekor Kambing cacingan.

hanya dapat memberi puisi

Hanya karena kecintaan saja terhadap membaca. Puisi menjadi media yang asyik untuk dibaca, karena memiliki makna yang begitu banyak untuk diresapi, bahkan kadang menjadi kata semangat hidup yang dalam kata lain puisi itu hidup. Ia bisa menjadi 'kawan kemana pergi.
Demikian kami (Wadie Maharief, Heru Mugiarso, Thomas Haryanto Soekiran, Artvelo Sugiarto, Anggoro Suprapto, Wardjito Soeharso) hanya dapat memberi puisi sebagai dharma bakti kami pada Ibu Pertiwi.

MERENDA EMOSI, Suyatri Yatri

MERENDA EMOSI

Tuba telah menyebar di langit pekat
Racun telah menyelinap di rengkah bumi
Bisa telah bersetubuh dengan nafsu
Alur telah berjalan dengan pongah
Titik api membakar jiwa tengadah

Kalung seribu ranjau telah mengikat tubuh
Mutiara duri telah menusuk kaki
Tajamnya belati telah menikam jantung
Darah tersembur berceceran
Dendam mendekam dalam sorot mata jalang
Layu kuyu mengurai pinta
Terhuyung laku mengeras rasa
Tersentak dalam lamunan
Membentak congkak dalam tipuan
Merenda Emosi berkelakar marah
Tersulut api membakar sendi
Bergejolak raga mengantah jiwa
Bayu merubah badai memporak porandakan peti wasiat
Tak bisa terhindari algojo eksekusi
Ujungbatu, Riau 5 November 2016

Salah Siapa, Iwan Dartha

#208
SALAH SIAPA
by Iwan Dartha

Apapun isi ransel yang melekat di pundaknya
adalah beban yang mengikat ruang dan waktu
walaupun kaki marah ingatkan tangan yang pilu
tiada lelah bersesak harap selusuri hutan beton
panjati rintangan tanpa peduli ancaman barisan
Redup adalah penyejuk panasnya kota Jakarta
lalu basahi tenggorokan setelah sekian teriakan
dan bertanya tentang beban pemilik negeri ini
bisakah meringankan beban setelah berkuasa
apa yang dirindukan hingga menerjang apapun
Siapapun sampai pada saat menepi di ujung sepi
ikuti irama rindu manusiawi jadi beban ingatan
lupa masalah negeri untuk tanggung beban diri
melayang ikuti arus tak terjawab protes apapun
bahkan pertanyaan-pertanyaan dijawab bertanya
Monas, Jakarta
4 Nopember 2016
9;39 PM

Wanto Tirta, Kehujanan

Wanto Tirta
Kehujanan
Takut basah
Berlindung di hatimu
Kau suguhkan teh manis
Ciptakan kehangatan
Segar hangat
Aroma teh manis
Meneduhkan hati
Aku duduk
Merenungi masa lalu
Yang tertinggal di ruang tamu
Berpuluh tahun lalu
Telah berdebu
08112016

K A U Kau yang terhempas di pusaran waktu, Uncu Nelma

K A U
Kau yang terhempas di pusaran waktu
Letih menggapai awan biru
Tertatih perih meniti hari
Sendiri saja menyulam hari

Apa yang bisa di pandang darimu
Jawabnya tak ada
Kau hanya yang terbuang
Kau hanya yang tersisih
Ucapanmu tak dianggap
Keluh kesahmu di anggap sepi
Berhentilah meratap
Karena tak akan ada yang perduli
Karya : Uncu Nelma
Bandung, 9Nov2016
××××××××××××××××××

KENAPA TRUMP, Aloysius Slamet Widodo

KENAPA TRUMP

Kita kaget
dunia kaget
Trump sendiri kaget
ketika ia terpilih

Trump yang slebor
Trump yang wajahnya mesum
Trump yang penuh kontroversi
Trump yang anti imigran
Trump yang tidak bayar pajak
Trump yang suka melecehkan wanita
Trump yang suka dugem
Trump yang tiga kali kawin cerai
Trump yang 3 kali kalah debat
Trump yang memuji Putin
Trump yang nyata2 rasis
mengingkari undang dasar Amerika
bisa terpilih
lalu kita berpikir ada apa?
apa karena janji yang membuai
apa karena motonya
"Amerika great again"
padahal sejarah membuktikan
repuplik selalu bikin Amerika terpuruk
dan demokrat menambalnya
apa ini tanda tanda Amerika jatuh ?
hanya sejarah yang akan mencatatnya
semula partai republik
memasang Trump untuk lucu lucuan
biar pemilihan menarik untuk disaksikan
ternyata ia melibas rekan2 republiknya
dengan makian hujatan yang menyakitkan
membuat publik melihat tontonan mengasyikan
sekaligus pertarungan yang brutal
karena menelanjangi rival rivalnya
penampilan Trump yang flamboyan
ketika pidato menggerakan gerakan tangan
dan mimiknya yang lucu dan vulgar
materi pidatonya yang celas ceplos
menyerang menerjang tanpa tedeng
menunjukan dia bicara apa adanya
membuat orang orang seperti melihat dagelan
membuat orang tertarik memilihnya
tanpa melihat implikasinya
orang Amerika suka anti kemapanan
konsep ekonomi Trump yang berani
memotong pajak perusahaan
akan membuat perusahaan Amerika
kembali ke tanah airnya
akibatnya akan mengurangi pengangguran
Orang Amerika yang anti kemapanan
tidak suka cara konvensional
dberi suntikan yang logis tanpa data yang meyakinkan
sudah hanyut dalam keterkesimaan
ternyata media TV
karena terlalu lama dan banyak memuji Hillary
membuat pemilihnya lama lama muak
ternyata dana besar kampanye Hillary 3x dari Trump
membuat banyak orang kasihan kepada Trump
ternyata pengalaman kemampuan Hillary
sebagai First Lady , senator dan menteri luar negeri
tidak cukup menarik gololongan menengah kebawah
gaya Hillary yang hati hati untuk pencitraan
membuat orang curiga dan tidak percaya
kenapa Trump ?
karena Amerika
biasa dipanggil PAMAN SAM
bukan TANTE SAM
Paham?
A Slamet Widodo
Jakarta, 10 November 2016

KAREPKU YA KAREPMU !, Supi El Bala

KAREPKU YA KAREPMU !

Di daun yang hijau kutemukan wajah beningmu menetes Ke pelapah hatiku.
Kemudian menguap bersama dentuman kendaraan.
Aku ingin karepmu equivalen dgn karepku
membentuk cacah di buku lauhul mahfudz.
Harapan itu meniris di awal abad XXI.

Karepku dan karepmu menyatukan floem dan xylem di aorta sidrotul muntaha, menyebarkan oksigen di pawenangan.
Sambil menatap langit. Karepmu dan karepku masih mengawang-awang....

LELAKU SEBATANG LIDAH, Agung Wibowo

LELAKU SEBATANG LIDAH

Sebatang lidah melontar api
Melukai, lari sembunyi
Mengintip celah
Mengawasi

Bertangan congkak mencoba beraksi
Tebar meraja sensasi
Menepuk dada
Berarti?
Apa yang kaubawa itu
Karya mewujud dirimu !
Kepaklah semaumu
Terbanglah !
Wahai sang dari Sang
Kaulah sebutir debu
Mengotori mataku
Luruhlah !
Aku akan melihatmu mengangkasa
Sampai pada waktunya
Terinjak sendiri
Jatuh
Sesobek helai demi sesobek
Meratapi redup lelaku
Dan terlupa
Menjauh
Agung Wig
Smg 27-10-2016

PENDEMO, Samsuni Sarman

PENDEMO

kaki melepuh
sendal jepit sejak di tugu monas putus sebelah, mentari garang membakar jalan aspal menuju istana, gamis dan surban bau keringat, kuteguk air mineral dalam botol setengahnya
tak ada teriakan
aku bisu
mataku gelap
tapi api berkobar di tanganku
dan setiap langkahku meninggalkan jejak api
"Presiden pergi sejak pagi"
lantas buat siapa kobaran api ini kugenggam, kehangatan yang ingin kupersembahkan, dan kebusukan yang akan kuhanguskan, sontoloyo

di tangga istana
telanjang dada, aku semakin membisu tanpa kata dan teriakan - walaupun moncong senjata membidik ubun-ubun dan pagar kawat berduri mencabik kulit tubuhku, mesti kau ingat, ini sejarah kemanusiaan tak terperikan
dan sendal jepit yang putus sebelah ini kuletakkan di tangga istana agar nanti jika kau pulang sempat memungut dan menyesali kepergian hingga seseorang memberi khabar tentang kematian nurani, dan terpanggang oleh nyala api sang pendemo.
jakarta 14/11/16

Ketika Aku, Wardjito Soeharso

Ketika Aku

(Wardjito Soeharso)
Ketika aku haus
Aku mencari segelas air
Betapa nikmat segar minum itu terasa

Ketika aku lapar
Aku mencari sepiring nasi
Betapa nikmat di lidah makan itu terasa
Ketika aku lelah
Aku pulang ke rumah
Betapa nikmat sambutan hangat anak istri itu terasa
Ketika aku ngantuk
Aku baringkan diri di kasur
Betapa nikmat tidur nyenyak itu terasa
Ketika aku bahagia
Aku mencari kawan untuk berbagi
Betapa nikmat tertawa bersama itu terasa
Ketika aku bersedih
Aku mengadu pada Allah, Tuhanku
Betapa nikmat kasih sayangNya di kalbu terasa
Ketika aku sadar tentang mati
Aku belajar ilmu menyambutnya
Betapa nikmat kepasrahan itu terasa
Ketika aku mengendalikan rasa
Ah, betapa nikmat hidup ini, sungguh!
12.11.2016 - 05:35

4.11 Wanto Tirta

4.11

Empat sudut di negeri ini
Tersimpan kekuatan penjuru
Timur
Barat
Utara
Selatan

Menjadi satu penjuru
Sebelas terdiri dari satu satu
Satu kekuatan persatuan yang menyatu dalam jiwa anak negeri
Satu jiwa satu nafas saling menjaga kesatuan paham NKRI
Empat satu satu
Empat penjuru bersinergi menjadi satu untuk bersatu dalam
Satu nusa
satu bangsa
satu bahasa
Indonesia
12112016

DARI JENDELA PALING TIMUR, Muakrim M Noer'z

DARI JENDELA PALING TIMUR

Dari jendela rumah bagian belakang; paling timur
Beta jua lakilaki hitam itu
Yang pelihara gelombang di kepala
Lakilaki yang menari telanjang di bawah purnama dan hutan hutan pala berbunga birahi

Dari jendela rumah bagian belakang; paling timur
Beta jua perempuan hitam itu
Yang sabar pelihara cinta dan berani dalam tunggu kayu yang mengalir bara dan darah
Dari jendela rumah bagian belakang; paling timur
Beta bocah lakilaki itu
Yang menetek di gelombang cadas karang;
Beta jua yang pintar mengaji bahasa laut
Beta bocah lakilaki itu yang menulis masa anakanak dengan membaca jejak pada tombak dan mata panah
Dari jendela rumah bagian belakang; paling timur
Beta batang tubuh sekalian itu
Yang lebih awal memakan matahari, meneguk bulan merahmerah
Beta yang awal buka hari tutup hari
Beta jualah batang tubuh itu; sekalian perempuan, lakilaki dan batangbatang tubuh di jendela rumah bagian belakang; paling timur
Tuan dan Puan
Kami lah pembuka subuh pengunci malam
Yang sujud sejajar ka'bah menghadap Tuhan lebih dulu,
makan roti mana dan minum anggur
Kamilah yang pertama
Lalu kenapa Tuan dan Puan di istana kerap membelakangi?
Tuan dan Puan!
Awas beta marah!
Beta bisa jadi api
Lakilaki paling berani
Tuan da Puan
Awas beta marah!
Beta bisa jadi perempuan paling mendidih bara menyala
Tuan dan Puan!
Lihat wajah beta
Lihat mata beta, ale ada di dalam
Tuan Puan!
Jangan ingkar!
Jangan ingkar!
Jangan ingkar!
Atau anak anak dari jendela rumah bagian belakang bakal berburu kepala
M. Noer
Pulau Buru, 2016

Huruf yang Letih dan Kesunyian Penyair, Nanang Suryadi

Huruf yang Letih dan Kesunyian Penyair

menatap huruf huruf yang letih,
biarlah tertidur dalam istirah,
biar lelah lebur dalam sunyi yang mendalam

para penyair berumah di dalam puisi,
berdiam dalam sunyi
di dalam sunyi
penyair membaca makna
rahasia diri
di dalam sunyi
penyair menghikmati cinta
menghidmati rindu,
keabadian dan kebenaran sejati

Mira Antigone Sejanak menikmati kopimu:DUA SENDOK SERBUK KOPI DAN SESENDOK GULA

Mira Antigone Sejanak menikmati kopimu :


DUA SENDOK SERBUK KOPI DAN SESENDOK GULA

Pagi,
masih ku ingat bagaimana kau ajarkan aku
terjaga dari perca selimut yang membungkus rentang malam-malamku.
Dingin, buta berjalan menuju tungku
membakar senyap hingga jadi bara di titik beku.
Tanpa beralas kaki bisu ku sapa sumur di pekarangan belakang yang lengang
Seperti biasa sumur itu bertanya seberapa dalam
waktu yang dapat ku timba.
Hanya gigil dan rekah pipi
merah jambu yang dapat ku tawarkan sebagai jawaban yang kekal.

Di balik bilik, ku dengar kau igau takaran;
dua sendok serbuk kopi serta sesendok gula dalam gelas kopi kusam.
Air tertuang dan aku menunggu ketel mendenguskan nafasku buram
uap yang membakar sisi-sisi mimpi
mimpi yang tersobek dari perca selimut;
menyapa sumur di sujud sungkur di selaput fajar
mimpimu yang tercegat terlampau bergegas ingin merangkum senja
terburu kau terbangun dengan warna terseduh
bukan dengan air yang terjerang di ketel,
bukan karena takaranmu namun hati mataharimu lah yang buat luka makin menganga
Bunga-bunga kopi menangis mengutuk pada pagi
meratapi serbuk-serbuk yang terlanjur kau cecap
sementara batang-batang tebu menaburkan manis jalang berpulang pada lautan.
dua sendok serbuk kopi dan sesendok gula, apakah yang tersisa di sana?
Mira Astra
Munduk, 13/11/11

Seputar Syair dan Penyair dan Penyair Ndeso yang Menasional

Penyair Ndeso yang Menasional

Seputar Syair dan Penyair juga akan mewarnai khasanah buku Indonesia. Kumpulan artikel yang semakit hari semakin tebal, sebetulnya telah siap cetak namun ada dirasa masih kurang mungkin belum seputar itu karena perjalanan masih jauh. Namun buku hendak memutari Syair dan Penyair dewasa ini. Sajian yang khusus untuk memperkaya pemahaman sebagai penyair. Sebuah profesi yang membutuhkan profesional tapi tak menguntungkan dalam segi ekonomi ini.



Penyair Ndeso yang Menasional

Penyair Ndeso yang Menasional mendekati tahap selesai. Sebuah buku pengayaan sastra yang dapat memperkaya wawasan dunia sastra kita. Sengaja untuk diketengahkan kepada masyarakat bahwa sastra telah semakin berkembang dengan karya-karya bermutu. Dan kami mendokumentasikannya atas karya itu. Dia bukan orang populair dengan wajah yang dihafal masyarakat tetapi penekanan itu adalah karyanya. Ya karyanya yang berbicara bukan gambarnya. Dan dalam buku ini kami tampilkan perkembangan sastra itu yang justru berasal dari pelosok daerah. Namun demikian ia memberi sentuhan jiwa melalui dunia baca dengan karya bermutu yang layak di nikmati masyarakat Indonesia, karena karyanya yang mengagumkan . Dialah penyair ndeso yang menasional.Dan slalu terus berkembang dan berkembang.Ada sekitar 100 penyair disinggung dalam buku Penyair Ndeso yang Menasional karyaku ini.

Selasa, 15 November 2016

Dimana Sekolah Puisi?

Dimana Sekolah Puisi?
Jika Mas Thomas Haryanto Soekiran seniman Purworejo pernah belajar di Bagong Koessudiardjo koreografer kenamaan Indonesia karena Bagong Koessudiardjo mendirikan padepokan. Padepokan sama dengan tempat pendidikan atau sekolah. Sebuah pendidikan tempat menggebleng para cantriknya di bidang tari dan teater. Sayang WS Rendra hanya mendirikan Bengkel Puisi Rendra bukan sekolah. Bengkel ibarat tempat kerja, dalam hal ini tempat kerja seniman , termasuk penyair . Di Jogya pernah ada guru puisi (penyair) dengan alumnus penyair-penyair terkenal seperti Imam Budi Santosa, Emha Ainun Nadjib, Linus Suryadi AG, dan Korrie Layun Rampan guru itu adalah penyair sepuh Umbu Landu Paranggi. Dan mungkin juga banyak penyair Bali belajar pada beliau karena tahun 1975 Umbu Landu Paranggi menetap di Bali. Kemudian banyak pula penyair muda terkenal lain berguru pada "Gus" Zaenal Arifin Thoha seperti Joni Ariadinata dan Muhidin M. Sayang Gus Zaenal sebagai penerus guru Umbu Landu Paranggi malah lebih dahulu dipanggil Yang Maha Esa. Berangkat dari perjalanan ini ternyata tak ada sekolah puisi kecuali berguru. atau memberi pengakuan guru pada seseorang atas buah pikirannya baik tatap muka maupun membaca tulisannya. jadi dimana sekolah puisi? (rg bagus, 16-11-16)

Siapa Berhak Menjadi Penyair ? : Handrawan Nadesul

SIAPA BERHAK MENJADI PENYAIR?
Kemarin saya mengirimkan dua kumpulan puisi saya: Sajak-sajak Pergi Berjalan Jauh, dan Forget Me Not kepada sahabat RgBagus Warsono di Indramayu sekadar silaturahmi, dan tahu kalau sahabat yang satu ini menaruh perhatian besar terhadap perpuisian, dan sastra umumnya, sekaligus juga penyair.
Terhadap sesama penyair seperti ada kerinduan untuk menyatukan diri, ada sikap yang sama terhadap keindahan bernama kebenaran. Punya kepekaan yang tajam membaca situasi kondisi alam dan lingkungan. Penyair merasakan, menemukan, mampu tersentuh lebih awal ihwal segala sesuatu yang menggelisahkan dalam hidup dan kehidupan yang orang lain belum menangkapnya.
Mas Bagus dalam ungkapan di postingnya mempertanyakan latar belakang penyair, dan penulis puisi kita yang beraneka, setelah membaca cover kumpulan puisi lawas saya Sajak-sajak Pergi Berjalan Jauh tertulis "Sekolahnya Dokter, Menulisnya Puisi"
Ya saya menyukai puisi sejak masih di sekolah menengah mula, dan berlanjut hingga hari ini setelah pensiunan jadi dokter, selama kurun waktu lebih 50 tahun. Tidak ada yang aneh, karena selama kita menyukai, dan hidup rasanya kurang basah tanpa sastra dan puisi, maka lanjutkanlah berpuisi, sekurangnya mengapresiasi. Kalau bisa hidup tanpa menulis puisi, tinggalkan saja menulis puisi. Namun bila terasa hidup serasa kering tanpa menulis puisi, teruslah menulis puisi. Saya merasakan yang terakhir ini. Ingin terus menulis puisi, entah seperti apa pun puisinya.
Kepada Mas Bagus, saya sudah lumayan lama melanglang dunia perpuisian bukan di papan atas, sekadar menjalani saja. Posisi, status, label tidak penting buat saya, lebih penting apakah puisi yang pernah saya tulis memberi arti, punya makna, dan membangkitkan keindahan bagi yang membacanya.
Salam puisi,
HANDRAWAN NADESUL

Jumat, 11 November 2016

Sastra Net, Sebuah Perubahan Pandang



Melalui mbah google aku dapat membaca karya puisi yang diunggah dari penyair di seluruh pelosok tanah air. Sangat banyak pilihan baca untuk diapresiasi. Pertumbuhan penyair begitu cepat grafiknya dalam 20 tahun terakhir. Sebuah perkembangan yang sangat baik untuk dunia sastra kita. Mengungah karya puisi di internet juga merupakan bentuk pengenalan karya pada publik pembaca dunia maya yang cepat dan mencakup luas jelajah wilayah baca.
Banyak karya puisi bagus dijumpai di mbah google pada websait yang beraneka. Pilihan baca kemudian menjadi kesukaan dan pada gilirannya menjadi fand penyair tertentu . Akhirnya kesejajaran akan tubuh manakala tulisan siapa yang banyak dikunjungi. Kesetaraan penyair akhirnya dapat dikettahui melalui kemajuan teknologi media sosial. Pada saatnya dan kini sudah mulai tampak bahwa buku teah mendapat saingannya yakni media sosial.
Tentu saja masyarakat dalam memilih karya bagus dan penyair dengan karya bagus itu tidak akan meminta jasa lembaga survai. Apalagi sekarang banyak lembaga survai yang dibentuk untuk kepentingan tertentu dan ada juga yang siapa berani membayar tinggi. Masyarakat penguna inernet akan dapat memahami penilaian itu dengan tingkatan pengalaman bacanya.
Akhirnya penyair tak hanya menulis puisi semata, tetapi dituntut penguasaan teknologi internet serta aplikasinya. Sebuah tuntutan kemampuan diri penyair yang sangat penting di zaman teknologi ini. Jika doeloe Chairil Anwar menulis puisi dengan tulis tangan lalu dikirim ke penerbit media masa, maka itu bukan zamannya lagi dilakukan di masa ini.
Tahu tidak? Dari temanku yang ikut pembicaraan-pembicaraan tokoh penyair 'papan atas telah ada kelapangan dada untuk berbuat demokratis dalam pandangan dunia sastra dewasa ini. Mengapa? Mereka ternyata takut kalau sampai tidak disebut oleh penulis-penulis muda berbakat yang tulisannya berserakan di banyak media masa termasuk media sosial. (rg bagus warsono, 11 Nofember 2016)

Karya Sastra Merupakan Laga Mutu Diantara Penyair



Bersahabat bersamaku tentu akan lebih nyaman memahami jiwa dan sealiran. Menulis bagiku untuk masyarakat. Popularitas memang diperlukan tetapi utama adalah sumbangsih (bila tidak dikatakan ibadah) . Menurutku nama besar tak akan dicapai tanpa masyarakat membaca karya. Memberikan bacaan pada generasi penerus. Dan kelak suatu ketika nama akan disebut sekarang atau masa depan. Itulah tujuanku.
Penyair 'pinggiran (juga kepada diriku) tetap berkarya saja dan sebarkan karya pada masyarakat luas. Kita menulis untuk masyarakat jangan menulis untuk diakui penyair / kelompok penyair / kawanan para penyair yang sudah terkenal tetapi memiliki ego dan eksklusif diantara penyair Indonesia. Sebetulnya dalam diri manusia populair itu terdapat kearifan budi, tetapi lebih banyak lagi nafsu syaitannya. Karena itu jangan sampai Anda dipermainkannya.
Sebab karya sastra adalah laga mutu dan publiklah yang akan mengadili karya kita.     
Menghadiri kegiatan sastra itu penting sebagai sarana silaturahmi antar penyair. Jika berkesempatan ikuti. Karena itu komunitas kita. Kaum intelektual terpelajar yang berkarya sastra. Kegiatan adalah corong suara penyair. Ternyata komunitas penyair adalah orang-orang yang baik hati seperti pada gambaran karya puisinya. Semua terlihat sama-sama sebagai penyair. Yang membedakan adalah mutu karya Anda yang lebih bagus. Dan aku membaca dan mencatat bahwa Anda memang Jempolan ! (rg bagus warsono 11 Nofember 2016)