oleh Rg Bagus Warsono
Perkembangan perpuisian Indonesia setelah ramainya pengguna facebook menunjukan lonjakan luarbiasa boleh jadi puisi sebagai alat komunikasi dan cara silaturahim pengguna facebook. Terlepas dari muatan sastranya, lambat laun akan menyisir karya-karya bermutu. Hal demikian ide baru terkadang muncul manakala mendapatkan informasi dari melihat, mendengar dan mebaca.
Minat menjadi penulis/penyair begitu besar, padahal profesi ini tidak menjanjikan. Karena itu perlu bimbingan pada generasi muda bahwa menjadi penulis/penyair kini hanya sekedar membiasakan merekam jejak ide. Jangankan sebagai profesi, sebagai sambilan pun jauh diharapkan. Jika memang ada prosentasenya hanya sedikit saja. Karena itu perlu ditegaskan agar menjadi penulis/penyair itu hanya pembiasaan merekam jejak ide.
Kunci dari permasalahan rendahnya imbalan honorarium penulisan adalah rendahnya minat baca. Di Amerika jumlah buku yang terbit sesuai dengan kebutuhan baca, namun di negeri kita justru meski jumlah buku dalam setahun yang terbit dibawah Malaysia, namun jumlah pembaca juga sangat tak sesuai dengan jumlah penduduk Indonesia. Ciri dari rendahnya minat baca adalah sedikit penemuan ilmiah, sedikit kreatifitas, sedikit royalty, sedikit penerbit yang mencetak buku dengan imbalan dari penerbit, banyaknya hal yang palsu-palu seperti ijazah palsu, doktor palsu, dan banyaknya yang serba tiruan seperti produk-produk tiruan yang berkualitas rendah.
Pernah juga dulu ditugasi menjadi penyeleksi karya puisi di tabloid kecil di Bandung, padahal orang yang dimuat puisinya honorariumnya cuma 15rb rupiah, hanya 1 kiriman puisi untuk 1X terbit / minggu. Jumlah honorarium yang sangat rendah, namun betapa kagetnya ketika dalam 1 minggu itu naskah yang masuk lebih dari seratus naskah! Ini berarti berbagai dilematika muncul , rendahnya minat baca tabloid, rendahnya penghargaan penulisan, rendahnya penyaluran daya cipta, dan rendahnya pilihan penyaluran bakat.
Jumlah royalty dari sebuah penjualan hak cipta karya buku dipatok tertendah 18 %
dari keuntungan penjualan, jadi seumpama penerbit menjual 1 judul buku dengan omset penjualan 10jt akan dialokasikan 70 untuk biaya produksi , pemasaran, perijianan, dan pajak, sedang 30% nya keuntungan perusahaan. Jika perusahaan untung 30% berarti sejumlah 3 jt dan dari 3 jt itu 18% nya untuk royalti penulis atau sebesar 18% X 3 jt = 540.000,-. Persoalannya untuk sampai laku 10 juta rupiah itu toko buku harus menjual 400 exemplar andai harga buku 25 rb.
Perkembangan perpuisian Indonesia setelah ramainya pengguna facebook menunjukan lonjakan luarbiasa boleh jadi puisi sebagai alat komunikasi dan cara silaturahim pengguna facebook. Terlepas dari muatan sastranya, lambat laun akan menyisir karya-karya bermutu. Hal demikian ide baru terkadang muncul manakala mendapatkan informasi dari melihat, mendengar dan mebaca.
Minat menjadi penulis/penyair begitu besar, padahal profesi ini tidak menjanjikan. Karena itu perlu bimbingan pada generasi muda bahwa menjadi penulis/penyair kini hanya sekedar membiasakan merekam jejak ide. Jangankan sebagai profesi, sebagai sambilan pun jauh diharapkan. Jika memang ada prosentasenya hanya sedikit saja. Karena itu perlu ditegaskan agar menjadi penulis/penyair itu hanya pembiasaan merekam jejak ide.
Kunci dari permasalahan rendahnya imbalan honorarium penulisan adalah rendahnya minat baca. Di Amerika jumlah buku yang terbit sesuai dengan kebutuhan baca, namun di negeri kita justru meski jumlah buku dalam setahun yang terbit dibawah Malaysia, namun jumlah pembaca juga sangat tak sesuai dengan jumlah penduduk Indonesia. Ciri dari rendahnya minat baca adalah sedikit penemuan ilmiah, sedikit kreatifitas, sedikit royalty, sedikit penerbit yang mencetak buku dengan imbalan dari penerbit, banyaknya hal yang palsu-palu seperti ijazah palsu, doktor palsu, dan banyaknya yang serba tiruan seperti produk-produk tiruan yang berkualitas rendah.
Pernah juga dulu ditugasi menjadi penyeleksi karya puisi di tabloid kecil di Bandung, padahal orang yang dimuat puisinya honorariumnya cuma 15rb rupiah, hanya 1 kiriman puisi untuk 1X terbit / minggu. Jumlah honorarium yang sangat rendah, namun betapa kagetnya ketika dalam 1 minggu itu naskah yang masuk lebih dari seratus naskah! Ini berarti berbagai dilematika muncul , rendahnya minat baca tabloid, rendahnya penghargaan penulisan, rendahnya penyaluran daya cipta, dan rendahnya pilihan penyaluran bakat.
Jumlah royalty dari sebuah penjualan hak cipta karya buku dipatok tertendah 18 %
dari keuntungan penjualan, jadi seumpama penerbit menjual 1 judul buku dengan omset penjualan 10jt akan dialokasikan 70 untuk biaya produksi , pemasaran, perijianan, dan pajak, sedang 30% nya keuntungan perusahaan. Jika perusahaan untung 30% berarti sejumlah 3 jt dan dari 3 jt itu 18% nya untuk royalti penulis atau sebesar 18% X 3 jt = 540.000,-. Persoalannya untuk sampai laku 10 juta rupiah itu toko buku harus menjual 400 exemplar andai harga buku 25 rb.