TEKS SULUH


Rabu, 12 April 2017

Puisi-puisi Eko Poceratu di Lumbung Puisi Jilid V



17.
Eko Saputra Poceratu

Bibir Merahmu

sekian kali aku meleburkan diri di sekat bibirmu,
kubawa serta kepahitan
Bahkan rasa yang begitu manis
telah ku berikan hingga tumbuh luka-luka rindu
tetapi aku suka, merahmu itu purnamaku,
ia menyelamatkanku dari kebutaan nafsu
Juga sentuhan-sentuhan bibirmu selalu terasa nikmat
Nikmat yang paling dalam itu, masih kurasa
aku dan hari-hari yang hitam
tak pernah bisa berjalan lebih jauh dari belahan pandangmu
Buah dadamu selalu memanggilku pulang
pada rimba-rimba yang mengurungku dalam asmara
Karena bibir sepertimu yang indah begitu
akan tumbuh tunas-tunas cinta
ya, engkaulah sore,
tempat paling dekat bagiku menoleh dan merengek:
kuserahkan keresahan-keresahan
Dan jika hari kembali malam
bau merah bibirmu semakin sedap seumpama bunga sedap malam yang sedang mekar
aku tertidur dalam keharuman
yang saban waktu menyerbak
Ambon, 13 Maret 2017


Eko Saputra Poceratu
Buka Bajumu
Buka bajumu,
tunjukkan padaku lautan biru dengan ombak-ombak liar itu
Karena nelayan macam aku ‘kan terus melaju
bergelora meski gelombang yang kau beri ingin membunuhku
Buka bajumu, tunjukkan padaku lembah yang berbunga
beserta sarang-sarang burung, yang sudah jadi satu perkotaan
Maka aku akan terus tidur pada kota yang begitu mekar
Lalu kusirami bunga dengan air yang mengalir dari kolam-kolam kesepian
Air jatuh, di atas batu-batu, runtuhlah lutut,
bagaikan pohon roboh usai bertarung
Daun-daun kembali hijau, kurasai tubuh seumpama madu: lekas-lekas aku menelannya
manis, sungguh manis hingga menawarkan candu
Buka celanamu, tunjukkan padaku hutan itu
yang bisa kumasuki tanpa senapan dan peluru
supaya kita bisa berkebun
saling menggali dan menanam benih unggul
Bila benih yang kau harapkan,
maka mencintaimu tak hanya sebatas ranjang
aku mesti melebihi ketetapan
menyeberangi jalan-jalan yang panjang
Ambon, 20 Maret 2017

Eko Saputra Poceratu, penyair kelahiran Ambon tinggal di Ambon