TEKS SULUH


Sabtu, 29 Juni 2019

Kedanan Bocah Demplon

Rotadenawa berkata :

"Ho ho ho.....

bocah ayu, denok demplon...

aja wedhi karo kakang.....

njauk apa? tak turuti bli wurung. "

" ho ho ho ....

Kwayang temen sedepe....Nok

putih, mulus, gembleng mayeng

bening temen nok sira Bocah Ayu ....

sira Nok calon premasuri

Aku Wiragora , Raja diraja segala jin mrekayangan

Rotadenawa sing sakti mandraguna,

aduh ....Bocah ayu

aja watir Nok karo kakang ......

(rg bagus warsono, 29-6-2019)


Kamis, 27 Juni 2019

MAMPUSNYA ROTADENAWA DIMALAM JUMAT oleh Rg Bagus Warsono

Rotadenawa pengganggu negeri pesisir itu berjalan sambil menari mengikuti gamelan obrog yang dibunyikan masyarakat dasa Pasekan dan Pabean Ilir.

Semakin ramamai berbagai alat dibunyikan semakin riang Rotadenawa menari. Gamelan itu dibunyikan sambil berjalan menuju suatu arah. para rotadenawa gembira menari mengikuti gamelan obrog yang berjalan semakin menjauhi desa Pasekan.

Sementara di desa Pasekan di malam Jumat yang agung itu suara surau dan masjid semua perempuan mengalunkan Yassin tiada henti, agar tak satu pun Rotadenawa masih berada di desa itu.

Iring-iringan obrok dengan diiringi ratusan rotadenawa meninggalkan desa Pasekan. Hari itu malam Jumat semua Rotadenawa pergi meninggalkan desa Pasekan mengikuti musik gamelan obrok menuju pantai Tiris.

Semakin malam semakin jauh iring-iringan musik obrog yang dibunyikan masyarakat yang diikuti ratusan bala rotadenawa dibelakangnya.

Rotadenawa yang tampak tinggi besar, gemuk dan menakutkan berda didepan sambil menari. Dia lah yang disebut Wiragora , raja butho rotadenawa pesisir Indramayu. Musik semakin keras , sementara tampak hitam rimbunan hutan bakau Pantai Tiris pertanda tempat pembuangan Rotadenawa itu. Wiragora dan para pengikutnya rotadenawa tak sadar dirinya hendak dibuang ke hutan Pantai Tiris.

Ternyata tak hanya para rotadenawa yang mengikuti musik gamelan obrog itu, diantaranya terdapat bangsa gendruwo, wewe gombel, kuntilanak, tuyul dedemit, tengkorak, jajanggitan, hantu patromak, sampai jaelangkung.

Memang butho ratadenawa Wira Gora raja segala raja syaitan penghuni pesisir Indramayu. Kini mereka mulai memasuki Pantai tiris. Pantai yang lebat tanaman mangruf. dengan segala macam hewan rawa yang buas.

Ketika telah sampai Pantai Tiris , gamelan obrog terus dibunyikan . Mereka membawa Rotadenawa ke dalam hutan mangruf itu. Begitu juga bangsa gendruwo, wewe gombel, kuntilanak, tuyul dedemit, tengkorak, jajanggitan, hantu patromak, sampai jaelangkung pengikutnya bersama masuk dalam hutan itu.

Terlihat pimpinan musik obrog mulai memberikan aba-aba agar alat musik sebagian tidak dibunyikan, musik semakin dikurangi perlahan dan akhirnya musik berganti suara bising serangga hutan Pantai tiris. Kiyai Sidum diam-diam membawa semua rakyat penabuh gamelan obrok itu meninggalkan Pantai Tiris melewati menuju desa Cantigu untuk menghilangkan jejak.

Malam makin pekat, bangsa rotadenawa itu berada di hutan Tiris. Musik obrog mulai menghilang. Rotadenawa bingung hendak kemana. Mereka terkurung di hutan Tiris.

Kiyai Sidum dan rombongannya telah menjauh dari Hutan Tiris. Mereka sengaja membuang bangsa rotadenawa ke hutan mangruf yang luas dan lebat itu.

bangsa Rotadenawa dam pimpinannya akhirnya tak dapat berbuat apa-apa kecuali menunggu fajar dimana matahari terbit dari timur. Dibalik desa nelayan Pasekan dan Pabean Ilir.
(bersambung)

Sabtu, 08 Juni 2019

Ada kreteria untuk seleksi khusus (awal) dalam tiap event penulisan.

Marilah kita kaji peran penyeleksi naskah baik itu lomba atau non lomba maupun antologi bersama. Yang pertama ditegaskan dalam rekrutmen antologi itu adalah persyaratan utama naskah apa yang dibutuhkan. Terkadang berbagai persyaratan itu diabaikan oleh peserta mengingat kapasitas peserta yang tidak diragukan lagi dalam dunia tulis-menulis (penulis/penyair/sastrawan). Padahal persyaratan utama merupakan acuan tingkat pertama untuk menyeleksi naskah.

Biasanya sebelum pada penyeleksian naskah, terlebih dahulu terdapat persyaratan peserta yaitu persyaratan masuk tidaknya sebagai peserta kegiatan itu, seperti batasan usia, jenjang pendidikan, profesi, gender, administrasi termasuk biaya pendaftaran bila ada, sapai sesuatu benda yang diminta dalam keikutsertaan itu.

Pada tahap selanjutnya adalah naskah. Pernyaratan naskah harus dibedakan dengan persyaratan peserta. Boleh jadi tak ada hubungannya dengan persyaratan peserta itu. Penyeleksian naskah sudah pada ahli penyeleksi naskah bukan pada persyaratan peserta yang dapat dikerjakan penyeleksiannya oleh seseorang tenaga administrasi. Persyaratan naskah sudah pada tahapan dirterima tidaknya naskah itu. dan tentunya si penyeleksi tidak melihat siapa penulis naskah yang diseleksinya itu.

Penyeleksian naskah adalah kewenangan mutlak yang diberikan oleh penyelenggra pada seseorang. Biasanya seorang penyeleksi naskah adalah seorang yang 'kutu buku dalam hal ini seorang yang rajin membaca pada bidang yang dibutuhkan, misalnya dalah hal ini puisi. Jika itu seorang kurator, tentunya kurator dalam hal buku dan sastra, jika seorang kritikus tentulah kritikus sesuai dengan bidang itu.

Sebetulnya sangat sederhana saja, andai penyeleksi tidak melihat personal peserta tetapi melihat mutu naskah yang dikehendaki. Persoalannya sangat berat beban seorang penyeleksi naskah untuk mempertahankan independensi yang dimilikinya. Sangat naif bila seorang personal penyair yang telah memiliki nama gagal seleksi. Penyeleksi bisa dituduh kurang independen bila menggagalkan naskah yang dinilai kurang sesuai dengan apa yang dikehendaki penyelenggara.

Pada tingkat event besar sebaiknya penyeleksi menggunakan orang-orang profesional. Yang tidak peduli dengan siapa penulis naskah yang diseleksinya. Namun ini tentu saja kendala buat panitia penyelenggra karena harus mengeluarkan honorarium yang lumayan. Orang-orang profesional tidak beresiko dengan penulis mana pun. Ia akan bekerja dengan sebaik-baiknhya.
Pada kasus lain terkadang walau sudah menggunakan orang yang profesional malah ada campur tangan penyelenggara. Nah disinilah profesional itu akan menurut dengan siapa yang membayar honorariumnya.
Intervensi penyelenggara pada penyeleksi naskah baik secara halus maupun terbuka adalah gangguan independensi penyeleksi naskah. Ini bisa berakibat turunnya standar mutu kegiatan dan bahkan cemohan masyarakat. Penyeleksi tak kuasa menolak lantaran mungkin berfikirt tentang tiket pesawat terbang.

Kesalahan lain apabila penyeleksi naskah itu adalah penyelenggara itu sendiri. Sehingga penyeleksian yang seharusnya menitik beratkan pada naskah menjadi pada siapa penulis naskah itu. Penyeleksian seperti ini umpamanya kegiatan yang diselenggarakan pemerintah. Dalam lomba itu tertulis untuk umum, namun panitia menghendaki apabila terdapat unsur guru (misalnya) maka diutamakan. Maksudnya untuk membuat atasan senang. Kalau begitu kenapa lomba itu tidak untuk guru pegawai negeri saja.? Pernah sastrawan terseleksi pd lomba menulis kemendikbud, dia clingak-clinguk karena yg lain ternyata guru penulis buku pelajaran. (rg bagus warsono) /bersambung...

Sabtu, 01 Juni 2019

Tadarus Puisi III 1440 H / 2019 no. 21-23


21.
Asro al Murthawy

SAAT RAMADHAN PAMIT
Malam beku
detak jam melambat
ada yang begitu lekat mendekat
kaukah itu Ramadhan, mengapa tersedu sebalik pintu?
tiada jawab. Hanya gigil raga serupa gempa
bertambah kuat

malam kian pekat
udara tak juga bergerak
seperti menunggu sesuatu
Tapi siapakah yang barusan lewat
mengedipkan cahaya lampu
membungkam gonggong anjing di kejauhan
mendiamkan riuh kokok ayam dinihari
membalutkan sepi yang kelewat sangat

malam diam
tapi sesuara siapa berbisik pelan di telinga
terdengar karib, mungkin seorang sahabat
“aku mau pergi,  jauh dan lama “

Kita pernah saling menyempurnakan rasa
berbagi setengah belah jiwa. Maka bacalah kembali
sajak-sajak yang pernah kita daraskan bersama
pada riuh masa pada hening waktu
“tunggulah, mungkin aku kan kembali
padamu pada hitungan ke tigaratus limapuluh lima
pertemuan  bulan dan matahari”
Imaji 1440 H
Asro al Murthawy

DI ATAS LEMBAR JUZ `AMMA
melesat dari ayat ke ayat
berkelindan  antara huruf dan mahroj
edari tetiap harakat fatah kasrah dzumah
milyaran cahaya mungkin melesap
berdenyaran meruang di kepala
aku tergeragap
lembar jiwa tak juga tersibak


selalu saja aku gagal menerjemahkan tanda
sesat di labirin logika. Kata-kata gagap
terpilin tak mampu tereja meski sepatah
tak alif tak nun tak wau
menajam mengirisi ulu hati
~ iqra bismi robbikalladziii...........~

terhampar dari juz ke juz
lembar demi lembar membentang kisah
tahun alif yang purba hingga nun di masa depan
berpusar bagai topan mengapung di lelangit dada
aku tergugu
belum terbaca tuntas alifbataku
Imaji 1440 H







Asro al Murthawy lahir di Temanggung 6 November. Aktif sebagai salah satu pegiat sastra provinsi Jambi, duduk sebagai Ketua Umum Dewan Kesenian Merangin Jambi. Buku puisinya antara lain : Sketsa (Sanggar Tapa, Jambi, 1990);  Pasang-pasang (Sanggar Tapa, Jambi, 1991); Lagu Bocah Kubu(Imaji, tanpa tahun); Obsesi Gobang (Imaji,2001); Equalibrium Retak( Imaji, 2007) dan Syahadat Senggama (RKM 2016)). Satu dari belasan cerpennya termuat dalam Dari Kedondong Sampai Tauh (DKJ,1998), Suara Karya, Merdeka Minggu, Swadesi, Simponi dan Majalah Sastra Horison.  Kini beralamat di Kantor BPS Merangin Jalan P. Temenggung Bangko Kabupaten Merangin-Jambi 37311, mengasuh sanggar Sastra IMAJI. No Hp: 081274837162 Email: asro.pamenang@yahoo.com



















22.

DI AMBANG KEPUNAHAN
Kidung Subakhir terlantun tartil
Di tanah nusantara
Bumi berzikir, semesta bertasbih
Gunung-gunung bersujud, samudera bersholawat
Kita, sang pengendara waktu
Terpukau menatap gerbang timur
Melupakan sosok wahdatul wujud
Kunfayakun, kita mengingat-Nya
Membaca doa qunut nazilah
Mendirikan tiang agama di tengah malam
Memohon pengampunan dan kasih sayang-Nya

Cikarang, 17 Oktober 2018
SABDA TANAH
Sejenak memaknai kata asal
Dari sebuah nyanyian kehidupan
Masihkah lekat dalam palung ingatan
Risalah rusuk sang adam
Sebelum tinggalkan tanah pertama
Memasuki tanah kedua, kompas rusak
Jalan sunyi kehilangan arah jejak
Ada dan tiada-Mu, kembali pulang di kesunyian
Oh Tuhan, di rimba keterasingan
Jiwa jiwa terdahulu menanti kepastian
Dari kebangkitan tanah ketiga
Sambil berdendang senandung kekelaman
Rangkulah kami dalam kasihMu
Cikarang, 23 Maret 2019


WAHDATUL WUJUD

Dari sebelum menjadi ada
Sampai segalanya ada
Dia dahulu ada
Dari sebelum terjadi
Sampai sesuatu jadi lalu menjadi
Dia telah ada, kekal dan abadi
Meniadakan yang ada
Menjadi tidak ada
Dia kuasa atas segala-galanya
Meniadakan yang tidak ada
Menjadikan sesuatu ada
Dia kuasa atas segala-galanya
Dialah awal
Dari sebelum terciptanya awal
Dialah akhir
Dari sesudah semuanya berakhir
Cikarang, 09 April 2019

KEBERANGKATAN
Pada sebuah terminal
Sebelum pulang ke kampung halaman
Sudahkah kita persiapkan bekal
Di dalam perjalanan rindu
Banjarnegara, 29 Mei 2019






Suhendi RI, kelahiran Bekasi, 25 September 1986. Penulis iseng yang menyukai musik underground. Puisi-puisinya tergabung dalam beberapa buku antologi juga termuat diberbagai media. PODIUM (2015) kumpulan buku puisi tunggalnya, kontak yang dapat dihubungi: 085287338876 (WA)



























23.

Cuk Ardi

RAMADHAN

tiada sasih lebih indah
selain bulan nan suci
digandakan seribu berkah
di setiap ketulusan hati

tiada saat teramat nikmat
dari bulan penuh ampunan
ditumpahkan seluruh rahmat
didetak detik yang berjalan

tiada waktu selalu dirindu
selain bulan seribu bulan
kala cahayanya telah berlalu
berharap bertemu kemudian

310519



Tadarus Puisi III 1440 H / 2019 no. 16- 20

16.

Heru Mugiarso

MALAM LAILATUL QODAR

Malam lailatul qadar diamdiam belusukan
Menyambangi gubukgubuk karton
Di bawah jembatan layang
Dilihatnya seorang duafa dengan perut lapar
Namun tetap ikhlas menadahkan tangan berdoa
Tentu Tuhan sangat mendengar doadoanya
Walau tidak langsung menjatuhkan amplop THR di hadapannya
Karena keberkahan, kita tahu, tak diukur oleh lembarlembar kertas bergambar pahlawan Indonesia
2019
















17.

Siti Khodijah Nasution

Salam Perpisahan

Aku akan pergi
mungkin kembali
atau bisa jadi
engkau masih yang sama
Tak pernah mengasihiku
Tamu luah maghfirah
Beruntai ampunan
Akulah ramadan
Betulkah dirimu rindu?
Malam lalilatulqodar
Dapatkah menghidu
Malam seribu bulan
dari pendoa yang baru menyadari
aku sudah akan sampaikan salam perpisahan
Ramadan
Baru kusadari
engkau akan pergi
masih banyak yang tertinggal
Kiranya kasihi aku
Kekasihku
Jakarta
21 Ramadan 1440H





18

Suyitno Ethex

MALAM SERIBU BULAN
Bulan
Malam seribu bulan
Hanya semalam
Malam itu sebuah malam
Tak ada di malam lain
Selain di bulan ramadan
Malam yang penuh keistimewaan
Malam yang penuh kerahmatan
Bagi yang beriman
Malam itu selalu ditunggu
Malam itu selalu diharap
Malam itu selalu dirindu
Malam itu ingin didekap
Bulan
Malam seribu bulan
Hanya semalam
Di bulan ramadan
2752019











19.

Iwan Bonick

Pada satu malam Ramadhan

 Wajah wajah penuh tanya Menanti jawaban pertanyaannya Tanya di jawab Menjawab tanya Tanya bertanya Jawab menjawab Pada satu malam Ramadhan Wajah wajah penuh harap Menanti harapan Harapan dinanti Nanti menanti Harap berharap Pada satu malam Ramadhan Wajah wajah penuh gembira Bersama bergembira Gembira bersama Bersama sama Gembira bergembira Pada satu malam Ramadhan Wajah wajah penuh kesedihan Sedih berpisah Sedih berjumpa Sedih di tinggalkan Sedih merindukan Sedih yang dinantikan Sedih akan tanya Sedih akan harapan Sedih akan bahagia Sedih akan kesedihan

Kp Teluk Bekasi Ramdhan 2019














20.
Syahriannur Khaidir

Tentang Hikmah

Dia menyapaku dalam dahaga demokrasi
Saat dalil centil politik berkumandang
Lalu benang kusut coba menekuk persada
Melilitkan petaka cinta karena coba
Kikuk karena pilah pilih wajah bertuah
Sentimentil prokontra adalah kesadaran dinamika
Ditiupkannya keindahan hijabi kesabaran
Aku terdiam dalam seteguk hikmah
Ramadhan membusungkan berkah
Torehan pasrah menuju fitrah

Sampang,  22 Mei 2019
















Syahriannur Khaidir

Daulat-Mu

Jika kemenangan itu
Hanya pembelotan atas haus dan lapar
Takkan usailah sesalku
Dalam syair cinta berselendang
Takbir Tahlil dan Tahmid
Sambil tersipu kukan merayu
Di pintupintu Ramadhan
Atas segala daulat-Mu

Sampang, 20 Mei 2019


















Syahriannur Khaidir

DI AMBANG KEPUNAHAN
Kidung Subakhir terlantun tartil
Di tanah nusantara
Bumi berzikir, semesta bertasbih
Gunung-gunung bersujud, samudera bersholawat
Kita, sang pengendara waktu
Terpukau menatap gerbang timur
Melupakan sosok wahdatul wujud
Kunfayakun, kita mengingat-Nya
Membaca doa qunut nazilah
Mendirikan tiang agama di tengah malam
Memohon pengampunan dan kasih sayang-Nya

Cikarang, 17 Oktober 2018

Tadarus Puisi III 1440 H / 2019 no. 11-15

11.
Winar Ramelan
GEMA BULAN SUCI
Mendaras, menderas bagai hujan
Beningnya menembus arasy
Doa yang dilangitkan pada bulan suci
Sederas hujan yang tiba musimnya
Munajad ini ditujukan pada Engkau wahai yang dimuliakan
Sang maha pemilik kehidupan
Pemilik terang dan gelap
Yang tak henti mengulurkan tangan-tangan lembutnya
Pada bulan yang suci
Yang menghamparkan waktu
Untuk merenung dalam relung
Agar keinsyafan menaungi
Dari alpa dan goda

















12.

Sugeng Joko Utomo
NGALAP BERKAH
Tumapake sasi puasa wis tekan likuran
Biasane mesjid mushola akeh jaburan
Tur wiwit rame swara jethoran
Mbrebegi kuping njalari ati trataban
Itungan likuran tiba ganjil
Wis mesthi ora mung takjil
Bocah-bocah padha antri ndlidir
Tampa sega selawuhe diwadhahi takir
Sing piyayi sepuh lenggah jenak
Sinambi ngedhapi dhaharan enak
Tumpeng ingkung sakomplite
Dirubung bebarengan rame-rame
Sepuluh dina sing pungkasan
Sengsaya khusyu' anggone ngibadah
Tumekane mengko pucuking wulan
Adoh saka grundel gresula pangresah
Tekan titimangsa lebaran
Diwiwiti kanthi sawengi takbiran
Esuk-esuk sholat Ied bebarengan
Banjur ngapura-ingapura sesalaman
Bocah-bocah katon sumringah
Klambi anyar ayu lan gagah
Mesam-mesem sugih polah
Rumangsa tampa sagunung barokah
Tasikmalaya, 29 Mei 2019 #ramadhan





13.

Bayu Aji Anwari

HAMPARAN SYIRI DI SIANG RAMADHAN

Suara-suara dari dalam kegelapan
berdesak menuntut pemenuhan
atas apa yang ada di batok kepala
dari ujung ke ujung
diantara ubun-ubun dan kemaluan
Dia terus memaksa
terus dengan keinginan yang sama
Fikir ini muak, menatap dalil dan serapah
demikian pun bhatin,
ia marah hingga memerah darah
Tak terima menyaksikannya
bukan sepaket pasrah
seperti mereka yang berhati hamba
Engkau tertolak, kata nurani lembut
dari balik pintu yang hampir tertutup
Tunggulah hingga petang menyambut
dan menerimamu dengan senyuman
Jangan pernah lagi memaksa
sebab itu perbuatan sia-sia
dan engkau akan terus tertolak
Sadarilah,
agar waktu tak pergi menjauh
untuk membiarkanmu dalam kesendirian
Sebab ini bulan pensuciaan,
bulan dimana para hamba bermohon
mendapati fitrah dan keselamatan
Bulan percepatan dari semua urusan
serta waktu penentuan siapa sesungguhnya
pemilik taat dibenarkan
Bulan yang di sana hanya ada hamba dan Robbnya
Semarang, 29 Mei 2019




























Bayu Aji Anwari

KUTEMUIMU WAHAI RAMADHAN
Dari hitungan kesembilan bulanmu
engkau hadir membawa kisah
tentang bukti hamba
hanya kepada Robb-nya semata
Begitulah ramadhan menyapa
mengabarkan tentang arti taqwa
dan ribuan keutamaan
hingga berkah yang berlimpah
Engkaulah bulan pemilik lailatul qadar
malam yang lebih utama
dari seribu bulan
: meski tak mudah untuk menemuinya
Sebab ramadhan bukan bulan biasa
ia bulan terpilih olehNYA
tempat ayatNYA pertama kali di turunkan
dalam sunyi yang tenang
dalam kebahagiaan yang membentang
dalam cahaya yang menjelang
Engkaulah wahai ramadhan
tempat hamba menggapai arsy
melesat cepat menemui sang Rahman
menyematkan taqwa
sebagai kesempurnaan kami
adalah hamba
Semarang, 27 Mei 2019





14.

Wanto Tirta

BELAJAR LAPAR
betapa mahalnya lapar
harus ditebus sehari penuh
mulai terbit fajar sampai adzam maghrib tiba
bagaimana tahu indahnya lapar
sehingga perlu satu bulan untuk belajar
lapar dan haus menjadi pelajaran perjalanan menuju manusia pilihan dari jutaan manusia yang ada
dalam lapar dan haus
mengalir nikmat empati dan iman yang kuat
untuk semakin cinta kepadaNya




BULAN
ingin menulisi bulan yang malam ini bundar
adakah cara agar terbaca
juga tersimpan
betapa ingin melakukannya
kurasa malam tak diam
apalagi angin
terus saja bergerak
mengisi ruang-ruang kehidupan
bulan
kutatap kau dengan nyala api pengharapan
dengan cahayamu
makin meneguhkan hati
untuk tetap sabar menanti
pada titian illahi
31052019


CATATAN SORE
Sore ini di wajahmu terlihat mendung
Bergayut dari bibir yang ranum
Akankah hujan mengusap rinduku
Angin lewat
Menggugah diam
Sapa kata pada puasa
Di jelang senja
Mendung masih tertahan
Semoga lapar dahaga masih sempat menanti magrib
Saat buka puasa tiba
31052019
















15.
Sarwo Darmono

TENGAH WENGI ING WULAN SUCI
Sumiliring bayu ing tengah wengi . Rasaning anyes adem jroning ati . Tengah wengi kang sepi . Sepi sepen sepining sepi . Para titah wis mapan ing Jagating ngimpi .
Kang ana hamung suaraning kidung kalam Ilahi . Kalam Ilahi winaca ing tengah wengi . Wancine wulan suci . Wulan kang kebak berkah Ilahi . Berkah kang para titah upadhi . Kanggo sangune bali . Bali nang alam abadi .
Tengah wengi tansah Hamemuji . Tengah wengi tansah nyawiji mring Gusti . Kanthi rasa jruning ati . Kanthi nggraita jatidiri . Kanthi Pasrah diripribadi .
Duh.. gusti Allah kang maha Suci . Nyata nyata kawula tanpa dhaya . Tanpa bisa apa apa . Kebak salah lali lan dosa . Sareng rawuhe sasi pasa . Sasi kebak Pangapura . Kawula pasrah jiwa raga . Nyuwun pangapura . Wonten ngarsa padhuka .
Lumajang Jumat Kliwon 10 Mei 2019 . Pangripto Sarwo darmono .













Sarwo Darmono
APA BISA BALI NANG ASALE
Campuhe rah bangtih . Nuwuhke rasa sejati . Nuwuhke wiji dadi . Wiji dadi kang den anti anti . Wiji dadi mijil kodrating Gusti . Wiji dadi mijil wujud jalma . Jalma kang suci . Tan ana reget jiwa raga .
Jalma suci gesang ing jagad rina wengi . Katut ombyaking kahanan . Dina dina den tapak i . Sasi sasi den lakoni . Mangsa ganti mangsa tansah mbudidaya . Mbudidhaya ngupaya boga . Mrih lestarining raga . Raga mapaning sukma .
Kagawa kahanan kang ana . J alma kang aran suci . Ilang sucine Luntur lebur . kena ombyaking rina wengi . Jalma kang asal suci . Titiwanci bakal bali . Bali marang Ilahi . Apa iya,bali kanthi suci . Apa bisa mbalik asal suci . Kabeh durung mesti . Gumantung lakuning diri pribadi . Ing jagat rina wengi .
Lumajang Kemis pon 18 April 2019 .
Pangripto Sarwo Darmono .






Tadarus Puisi III 1440 H / 2019 no. 6-10

6
Muhammad Lefand.

SELAMAT DATANG BULAN RAMADHAN

Rajab mengabarkanmu
Sebelum sya'ban merindu
Kedatanganmu kutunggu

Marhaban ya ramadhan
Semesta raya merayakan
Kedatanganmu telah dinantikan

Seluruh badan berdoa
Berdzikir dengan cinta
Di bulanmu yang penuh cahaya

Seperti pagi dan daun
Hari-hari penuh embun
Senyum-senyum kembali rimbun

Jember, 6 Mei 2019
1 Ramadhan 1440










7.
Pensil Kajoe

WAKTU RAMADHAN

Waktu Ramadhan tigapuluh hari
Seolah lama padahal begitu cepat
Diri sendiri, masih terlalu asik dengan lupa
Meski sedang puasa, tapi nafsu jalan terus

Waktu Ramadhan segera berakhir
Di pengujung baru terasa
Bulan ini benar-benar nikmat
Untuk munajat padaNya

Waktu Ramadhan bukan sekadar puasa
Menahan lapar dan dahaga itu tak aneh
Ada yang lebih lapar dan tak pernah tahu nikmatnya buka
Tajil hanya berupa mimpi

Waktu Ramadhan di mana kita
Asik terus dengan gejolak dosa
Manusia-manusia, jangan jadikan lupa
Sebagai alasan pembenaran ulahmu




Waktu Ramadhan segera berakhir
Ah menyesal kemudian tiada guna
Padahal mungkin ini waktu Ramadhan terakhir.

Tumiyang, 26052019
Pensil Kajoe

BEDUG YANG DITUNGGU

seperti menunggu kekasih datang
berkali-kali melongok detak jam
detiknya terasa berjalan lambat
tak sabar ingin segera bertemu

segala macam makanan terhidang
tertata rapi di meja
sebagai jamuan kekasih yang akan datang
begitukah
begitukah yang kau pahami
suara bedug  begitu merdu
seperti suara kekasih, berbisik
terdengar di telinga
rindumu tertumpah
terlampiaskan.

Tumiyang, 26052019
PENSIL KAJOE, lahir di Banyumas, 27 Januari 1983. Beberapa tulisannya baik cerpen atau puisi pernah dimuat di berbagai koran lokal dan regional. Selain itu puisi-puisinya juga sudah dibukukan menjadi 11 antologi tunggal dan 11 antologi bersama. Saat ini laki-laki berkacamat minus ini menjadi penjaga gawang rubric Banyumasan di Majalah berbahasa jawa, Djaka Lodang, Yogyakarta.
Alamat rumahnya: Jl. Raya Tumiyang No. 13, RT 01 RW 1, Kec. Pekuncen –Kab. Banyumas 53164
Fb: Pensil Kajoe
WA: 0856-4089-6929
IG: Pensil Kajoe
8

Gilang Teguh Pambudi

YANG DITUNGGU WAKTU

siapa yang akan kau datangi
saat rindu memuncaki hati
kecuali yang tercinta saja
yang alamatnya paling surga
kepada siapa kau akan kembali
saat rindu mengenang perjalanan diri
tentu tak perlu membelah hampa dunia
mencari siapa paling rakus kuasa
hidup cuma mendermakan diri
kalau berarti kita bisa mengerti
begitulah guna pertemuan-pertemuan
menyemai keselamatan kesejahteraan
kalau kesetiaan tak ada yang menemui
tenang damailah, sampai ada yang kembali
kita teruskan saja memintal cahaya
menghangati malam
karena setiap jiwa-jiwa terkasih
seluruhnya sudah terpilih
bahkan waktu pun setia menunggu
sampai api asmara berpadu sumbu
tumpah-ruah rasa saudara
harubiru mensyukuri rindu
seluruh hati kasih berkasih
tak ada nyawa yang sia-sia
malaikat-malaikat meminang siang
meminang malam
bulan, bintang, dan matahari disulam
pada luasnya semesta sajadah
Kemayoran, 26 05 2019 Ramadan 1440-H





Catatan: malam hari puisi ini saya tulis. Pagi harinya, di kantor ada yang ngirim puluhan sajadah, spontan saya bersyukur, itu untuk sedekah Ramadan. Subhanallah. Bebinar hati menjadi saksi.





















Gilang Teguh Pambudi

CUMA MENDERMA
anak-anak pada jantung waktu itu
kelak juga mengerti
mengapa hidup mendetak pada takdirnya
mengapa manusia menghiba cinta?
sebab sudah putus kalimatnya
di atas perbukitan
saat Allah kasih sejuk udara
dan kita terang melihat jalan ke utara
cinta saja yang menumbuhkan
akal sehat dan daging perjalanan
rasa tanah dan kepekaan sosial
sampai ke terminal kota dan pasar
ketika keagungan Allah
menjadi syair atau lagu
yang menemani penjual sayur dan ikan
lalu di balik tembok-tembok rumah malam
seorang muda di atas sajadah
selalu menjanjikan keselamatan tetangganya
sampai hidup cuma menderma
dengan menempatkan diri
yang tidak melukai apalagi membunuh
dan dengan segala ada, segala bisa
segala doa
Kemayoran, 27 05 2019 Ramadan, 1440-H
Catatan: puisi ini saya tuntaskan siang hari di bula Ramadan. Semalam ada yang menelpon, "Kiriman sudah sampai ke runah saya, terimakasih banyak". Saya malah jadi merenung, "Ingin rasanya membagi lebaran ribuan jutaan potong, tapi orang lemah mana bisa? Semoga mereka yang kuat dan hebat bisa"

Gilang Teguh Pambudi, lahir di Curug Sewu, Kendal, Jawa Tengah. Tetapi sejak usia anak-anak sudah domisili di Sukabumi, Jawa Barat. Lalu setelah meninggalkan bangku mengajar di kelas, sebagai Orang Radio Indonesia pindah ke Bandung, Purwakarta, dan Jakarta. Penyair yang jurnalis radio di LPS PRSSNI Jawa Barat dan beberapa radio ini juga dikenal sebagai narasumber acara Apresiasi Seni dan Apresiasi Sastra di radio-radio. Menulis di koran sejak kelas 1 SMA/SPG. Puisi-puisinya telah terbit dalam beberapa buku, baik dalam antologi bersama maupun antologi sendiri. Selain aktif sebagai penyelenggara berbagai event seni, juga aktif membina Komunitas Seni Aula Radio, Yayasan Seni Cannadrama, Wisata Sastra, Teater, dan Sanggar Gambar Minggu Anak Berwarna. Putra dari alm. Soetoyo Madyo Saputro yang biasa menyebut dirinya Orang Hutan atau Wong Alas karena bekerja di perkebunan kopi dan cengkeh (Kendal-Sukabumi), dan aktivis dakwah DDII Pusat, Ustajah Hj. Dra. Siti Djalaliyah (Jogja-Jakarta). Ayah dari Nurulita Canna Pambudi (Lita, yang dua kali juara lomba puisi Kuntum Mekar Surat Kabar Pikiran Rakyat) dan Findra Adirama Pambudi (Kevin), buah cintanya dengan Wihelmina Mangkang, wanita Bandung asal Manado. Data diri kepenyairannya juga bisa dibaca dalam buku Apa Dan Siapa Penyair Indonesia yang diterbitkan oleh Yayasan Hari Puisi Indonesia.







9.
Anisah

Rutinitas di Bulan Suci


Gelisahku pada pukul 1 dinihari
Kuterbangun lalu ke belakang
Itu sudah pasti
Lalu tidur lagi sambil memikirkan
Apa yang akan dihidangkan untuk makan sahur
Sesuai rencana di siang hari
Tak perlu tambahan
Biar tidak gelisah lagi
Ayo bangun suamiku
Ayo sahur anak-anakku
Semua terhidang di meja
Sayur oseng menjadi rutinitas
Bacem tahu menjadi hobi
Telur goreng itu yang murah meriah
Teh manis dan panas
itu menjadi penutup sahur kami
Hidup sederhana
Itu yang utama
Biar
Dunia tidak terbalik
            Borobudur, Mei 2019





10.
Dyah Setyawati
MUKENA IBU
lirik mataku terpaku pada jemuran baju tetangga
mukena baru sambut Ramadhan
penuh renda sana-sini
embun mata netes
melihat robek mukena ibu
penuh tambalsulam jahitan tangan
ibu yang sahaja
bening airwudhu
menajam tawadhu
ramadhan ya ramadhan
semoga sampai ke gerbang kemenangan
ibu langitkan doa sembari natap wajah buah tubuhnya
aku cuma bisa menguntit angan
kapan mukena baru bisa terbeli
ibu seribu maafku
lantaran baru bisa menuang ingin
anganku
yang berkelebat
semoga celengan recehku cepat penuh
untuk mengganti mukenamu
bidadari lah kau dimataku ibu
Asahmanah 27/05/2019.



Tadarus Puisi III 1440 H / 2019 no. 1-5

Firman Wally
1.

BULAN SUCI

lahir kembali ramadan
bulannya berbagi tawa dan takwa
doa doa suci dilantunkan
menyejukan gersang dalam jiwa

ramadan bulan yang mulia
bulan istimewa pembawa berkah
bulan pengampunan segala dosa
pintu neraka ditutup, pintu surga pun dibuka

ramadan bulan suci
bulan pembersihan noda dan dosa di hati
inilah bulannnya untuk menyucikan diri
sebelum kita tinggalkan bumi

Ambon, 15 Mei 2019







Firman Wally
TADARUS

syair-syair suci dilantuntan seusai tarawi
tuk menyirami setiap hati yang dilanda kekeringan iman

surat demi surat riuh di telinga
sejuk di hati para pemuja asma Allah
tadarus terus meramaikan ramadan yang penuh keistimewaan
disertai lampu-lampu takwa menerangi kegelapan di lorong-lorong hati
memberi cahaya pada jiwa yang percaya atas kebesaran Allah

ramadan tiba
tadarus tak lagi asing di telinga

Ambon, 16 Mei 2019

Firman Wally kelahiran Tahoku, 03 April 1995. Puisi-puisinya sudah termuat di berbagai antologi bersama. Tergabung dalam komunitas "Alenea Baru dan Kintal Sapanggal".





2.
Sugeng Joko Utomo

"Mak tunggu sebentar
Duduklah dengan sabar"

Lantas Ilham kecil menggendong adiknya
Melangkah pasti menuju mushola
Mencoba mencari takjil sekedarnya
Untuk nanti berbuka puasa

Emak sedikit jengah
Menunggu dengan gelisah
Terbatuk-batuk menahan resah
Menyimak nasib teramat gundah

Nampak tertatih perlahan
Kakak beradik membawa bungkusan
Tentu berisi makanan
Yang berhasil mereka dapatkan

Emak mengusap mata
Menyusut air menetes darinya
Dirundung duka menangis iba
Menampak ketegaran ananda

Larat akrab menyertai hidup
Menahan beban nyaris tak sanggup
Namun teringat ke dua buah hati
Pahit getir pun harus dijalani

Dalam usia belumlah renta
Namun rapuh robohkan raga
Digerogoti penyakit tak kunjung reda
Sementara suami hilang entah ke mana

Sesaat bunyi bedug bertalu
Penanda untuk membatalkan puasa
Diawali dengan do'a nan khusyu
Menyantap hidangan dalam sahaja

Tasikmalaya, 20 Mei 2019
Sugeng Joko Utomo
#tadarus ramadhan


RAPORT MERAH IBADAH
Memasuki bulan ramadhan
Sepertinya tak jauh dari kebiasaan
Es buah dan kolak pisang
Pembuka puasa wajib terhidang
Magrib dinanti suara adzan
Bukan untuk berjama'ah sholat
Lebih mendahulukan bersantap makan
Menghabiskan hidangan yang telah siap
Menjelang waktu isya
Berduyun-duyun ke masjid dan mushola
Selayak tahun-tahun sebelumnya
Berulang kembali ritual yang sama
Dan ramadhan kali ini
Masih saja tak berganti
Lebih menonjolkan berbagai aksi
Mengumpulkan makanan untuk berbuka nanti
Sementara ibadah yang utama
Terabaikan begitu saja
Gunjing ghibah antar tetangga
Masih riuh di mulut kita
Berniat hawa nafsu dikunci
Membuang jauh tabiat dengki
Ternyata hanya haus lapar kita dapati
Karena kewajiban tak lurus dijalani
Masih saja seperti dahulu
Tak nampak perbaikan perilaku
Jangankan bertambah bersih
Nilai iman kian hilang tersisih
Tasikmalaya, 31 Mei 2019
Sugeng Joko Utomo



KUMANDANG KIDUNG SURGA
Berita lebaran semakin menggema
Gaungnya memantul kemana-mana
Baju koko gamis sarung dan mukena
Setiap toko menawarkan diskonnya
Roti kering telah penuh di meja
Berjajar dalam toples mika
Nak, tak usah bersedih
Cukuplah kita berpakaian bersih
Tidak harus berbaju baru
Simpan saja air matamu
Kumandangkan takbir penggetar sukma
Dendangkan indah nyanyian surga
Nak, lebaran itu merayakan kemenangan
Atas perjuanan berpuasa sebulan
Bersihkan hati memupuk iman
Tunaikan dengan ikhlas semua kewajiban
Meski hidup dalam kemiskinan
Bukan berarti kalah dalam pertempuran
Yang penting puasa kita
Utuh sebulan tanpa jeda
Tadarus tiada dilupa
Berprasangka baik pada sesama
Tidak berkeluh kesah meminta
Allah lebih faham padda kebutuhan kita
Mari nak berangkat ke masjid
Untuk melaksanakan sholat Ied
Buang rasa sedih di dada
Songsong karunia dari-Nya
Yakinlah tanpa baju baru
Allah pun tetap sayang padamu
Tasik 1 Juni 2019
Sugeng Joko Utomo
#tadarus ramadhan











\






3.
Zaeni Boli
Lailatul Qadar

Malam yang lebih bintang
Malam yang lebih mulia

Diturunkannya engkau
Wahai petunjuk kehidupan
Jika aku tersesat
Ijinkan aku memelukmu kembali

Bunga-bunga yang mewangi
Hasrat manusia
Yang bertobat
Rinduku
Berjumpa
Oh cahaya langit dan bumi
Zaeni Boli 2019














Zaeni Boli

Berbuka dengan yang manis

Seperti senyummu
Buah keikhlasanmu
Cintaku
Ramadhan yang manis
Ada bersamamu
Istriku
Zaeni Boli 2019

Nama : Moh Zaini Ratuloli (zaeniboli)
Tempat tgl lahir: Flores,29-08-1982
No tlp 081380724588
Belajar membaca puisi sejak 1989 ,belajar menulis puisi sejak 2002 biasa menulis dihalaman facebook ,tapi beberapa karyanya juga pernah ikut di Antologi Puisi menolak korupsi (Jilid 2b dan jilid 4),Memandang Bekasi 2015,Sakarepmu 2015,Capruk Soul jilid 2,Antologi Puisi Klukung 2016,Memo Anti  Kekerasan terhadap  anak,Lumbung Puisi jiid 5 “Rasa Sejati”(antologi) 2017  dan Koran maupun bulletin lokal di Bekasi .sejak 2013 –sekarang tergabung dalam komunitas Sastra Kalimalang(Bekasi) .
Juga aktif bergiat di literasi dan teater.Sekarang tinggal di Flores aktif di Nara Teater ,menjadi ketua TBM Lautan Ilmu dan mengajar di SMK SURA DEWA Flores Timur .






4.
Agustav Triono.

SENYUM SAHUR

Dengan senyum aku sahur
Segelas teh hangat
Juga sayur yang dihangati
Sisa buka magrib tadi
Senyum hangat anak istri
Meruang rumah cahaya
Berbagi kasih dan kisah
Bulan rahmat bulan berkah
Jangan siakan

Sahur ibadah jangan terlewat
Semoga barokah, rahmat semesta
Senyum terlukis di wajah
Menjaring pahala bulan puasa

Mei 2019






Agustav Triono
Tiga Puluh Hari Arungi Ramadhan
Tiga puluh hari arungi
Samudera Ramadhan
Riuh gelombang
Kadang menghantam
Badai godaan melesat
Menjemput kokoh
Iman kadang oleng
Kapal sarat asa
Harap ridhoNya
Semoga didapat Raih pahala
Ke pulau tuju segera kayuh
Dengan amalan
Gelar di hamparan
Bulan kesembilan

Tiga puluh hari tempuh
Perjalanan kelana
Jangan meragu
Lailatul Qadar menanti
Tuk diraih
Dengan itikaf
Dengan amalan-amalan
Hingga ujung malam

Tiga puluh hari berenang
Di lautan Ramadhan
Dengan bahagia
Dengan kerinduan
Terus berjumpa
Tak ingin pisah
Mei-2019
Agustav Triono. Lahir di Banyumas, 26 Agustus 1980. Alamat Perumahan Puri Boja Blok E-31. Bojanegara,Padamara,Purbalingga 53372. Akun FB: Agustav Triono. Alamat Email : agustavtriono@gmail.com.
  Bergiat di Teater Tubuh Purwokerto, Komunitas Teater dan Sastra Perwira (KATASAPA) Purbalingga, komunitas Pena Mas Banyumas, komunitas HTKP Purwokerto dan Majalah ANCAS. Menulis puisi, cerpen, dan naskah drama. Karya-karyanya pernah termuat di beberapa media massa dan dibuku antologi. Kini mengabdi sebagai Guru honorer di SMP N 1 Mrebet, Purbalingga sambil melatih beberapa kelompok teater sekolah.





















5.
Agus Mursalin

TADARUS SEHARI SEMALAM

Lelaki tua berambut perak penuh di kepala
Kelopak mata cekung berhias lingkaran hitam di  bawahnya
Mulut kering bau bangkai
Nafas tersengat uap karbit
Melangkah gontai di puasa hari ketiga tanpa sahur pula
Menuju masjid berharap menu berbuka
Ditatapnya serambi penuh jama'ah menyanding aneka makanan
Berbaju rapi beraroma wangi bersenyum bidadari
Sinar wajah teduh beriman penuh
Duduk rapi berbaris bersandar tembok dan tiang
Mendaruskan ayat suci menunggu adzan
Lelaki tua berambut perak penuh di kepala
Menata langkah mundur
Di balik gerbang masjid merasa kalah
Tak bisa ngaji tak punya teman sejama'ah
Tak pantas ikut berbuka dengan makanan suguhan ta'jil mewah memeras ludah
Saat sirene terdengar  dari pengeras suara di menara
Dia putuskan pergi bawa diri
Sambil memanjangkan puasanya
Mungkin malam nanti  di trotoar depan masjid ada makanan sisa mengaji
Semoga tidak basi
Murtirejo, 23 Mei 2019
#ramadhan


Agus Mursalin

UNDANGAN BUKA BERSAMA

Jam lima sore bersama banyak teman  berkumpul di rumah makan
Pesan menu sepuasnya meskipun aku tahu bahwa sepiring nasi dengan lauk tempe goreng dan segelas teh manis cukup untuk berbuka
Sah secara syariat  sah pula bagi perut
Berapa sih daya tampungnya ?
Tetapi rasa rakus membuatku harus membayar mahal pada makanan sisa yang harus pula kubuang
Sebab membawanya pulang akan menjadi pemenuh  tempat sampah di rumah penuh pula makian istri
Masakannya merasa jadi anak tiri
Selepas Isya aku pulang dengan kenyang
Di rumah tak ada sambutan senyum
Istriku ngambek. Anakku belum berbuka
Dia mau ditunggui ayahnya
Di pojok kamar menangis memeluk lutut
Wajah pucat bibir kering retak tanda kerongkongannya belum terlewati air apalagi makanan
Kubujuk agar mau berbuka supaya wajahnya kembali menyala
"Ayah melupakan puasa Nanda
Sejak jam sepuluh pagi, menahan panas di perut kering di tenggorokan lemas di lutut
Nonton tivi penuh iklan anak-anak seusia Nanda siang bolong menyeruput es sirup selepas mereka bermain sambil senyum mengucapkan Selamat Berpuassaa...
Padahal Imsak sudah lewat sejak jam empat
Beduk Ashar belum ditabuh
Masih jauh menuju buka
Mereka sudah leluasa meminumnya
Nanda menunggu Maghrib dengan sabar
Menengok jarum jam berjalan sangat pelan. Atau mungkin tak lagi  berputar
Tiba-tiba Ayah pulang dengan perut sudah kenyang ?

Murtirejo 22 Mei 2019

Agus Mursalin

Metamorfosa Puasa

Menu berbuka aneka rupa
Manis asin panas dingin mulut siap memamahnya
Ditelan di perut berubah ukuran
Menggelembung melar
Usus tipis berubah mirip sosis
Mewadahi segala rasa makanan
Mengolahnya untuk dibuang beberapa jam lagi

Berbuka puasa laksana ulat
Mulut mengunyah nasi anus membuang tai
Metamorfosa apa?

Murtirejo 24 Mei 2019 #ramadhan







Agus Mursalin

MENUNGGU BUNYI BEDUK

Enam hari bersamamu sungguh lega
Biarpun lapar haus meringkik tak bisa dusta
Dan gambar di televisi nyaris mematahkan kebersamaan kita
Memaksa kelenjar mengalirkan air liur
Pada tatap es campur sirup siang bolong
Atau pada rupa aneka celana ketat membungkus bokong
Jalan bagai macan pincang kiri naik kanan turun
Naik turun  jakun menghela nafas muda pada tubuh
Puasa tak hanya mengakhirkan makan siang
Jika hanya karena indahnya sensasi panca indera
Haruskah menyerah ?

Murtirejo,11  Mei 2019