TEKS SULUH


Sabtu, 23 Januari 2021

Puisi A. Zainuddin Kr di Gembok 2021

 A. Zainuddin Kr


Hentikan Sejarah Peradaban Bedebah


Cukup sudah menyaksikan

luka sejarah

Dimana orang-orang disampahkan

Otak dan jiwa dipenjarakan

Kejujuran dan kebenaran

digadaikan

Cukup sudah menyaksikan

luka peradaban

Dimana kemanusian diperdagangkan

Dimana rumah-rumah ibadah

dikosongkan

Dimana kitab-kitab suci diobral

secara murahan

Dimana mana bicara kanan

Dan kiri

Tanpa basa basi

Demi memperluas ruang

Mengekalkan diri

Cukup sudah

Hentikan sejarah dan peradaban

bedebah

Tak ada kanan apalagi

kiri

Karena kita adalah rumpun

Serumpun

Maka

Bersatulah

Jangan saling menjarah

Kiranya rumpun serumpun

Merimbun

menjelma piramid yang kokoh

menjulang

Pekalongan, 25/09/2017.


A.Zainudin Kr.

Obituari Sepagi Ini


Sepagi ini masih saja berserak

di trotoar, di sudut-sudut gang, dan dilantai pos jaga malam

Warung-warung kopi berbisik

selain pandemi juga soal klepon yang unik

dan klasik

Aih, ada saja hiburan dimasa sulit

dangdutan, campursari dan karnaval koboi

di jalan-jalan raya

Entah siapa kuda

dimana pelana

Merangsek menuju situs-situs purba

mencari ceceran artefak

menginjak tapak menghapus jejak

Thiwul, cenil, apem, gebral dan segala jajan tradisional

menyesaki meja jamuan

di laman rumah-rumah virtual

Menyumpal nganga mulut para badut

di panggung pertunjukan

secara kolosal

Pekalongan, 26/07/2020.





A. Zainuddin Kr, terlahir di Pekalongan Jawa Tengah, pada 13 Agustus 1967. Belajar nyastra secara otodidak. Selain puisi, juga sebelumnya lebih suka bikin cerpen yang seringkali dimuat di koran-koran "kuning" sejak pertengahan ahir 80-an. Dan beberapa kali menulis kolom di SHU Rakyat Merdeka ( di tahun 2000 - 2001 ) sebelum ahirnya bersama kawan-kawan Yayasan Gaung rakyat Peduli  ( Bekasi ) mendirikan/menerbitkan Tabloid  Dwi Mingguan Gaung Rakyat. Beberapa Antologi Puisi yang memuat karyanya, diantaranya: Potret Pariwisata Indonesia Dalam Puisi( Yayasan Komunika Jakarta '91. Lazuardi Adi Sage ~ Editor ). Sahayun ( Yayasan Taraju Ekspresi Budaya, Padang '94 ). Serayu ( Taman Budaya Banyumas ), Nuansa Hijau  ( Forum Kebun Raya Bogor ), Trotoar ( Roda-roda Budaya Tangerang ) dll. Selain Work Shop dan sarasehan-sarasehan sastra dan kebudayaan, forum yang pernah di ikutinya adalah; Pertemuan Penyair Muda Se Indonesia di Padang tahun 1994, Pertemuan Sasterawan Nusantara IX dan Pertemuan sastrawan Indonesia  '97 di Sumatera Barat 1997. Sejak awal 2005, Ia tinggal di Kampung kelahiranya, Pekalongan. Tepatnya di Jalan Sorobocek Kampung Pendidikan Rt 07 Rw 03 Desa Karangsari Kecamatan Bojong Kabupaten Pekalongan 51156 Jawa Tengah. Dan kini mengelola Perpusdes dan Taman Baca Masyarakat ( TBM ) Pustaka Taman Pintar  yang menyatu dengan kediamanya.




Puisi Alifah NH di Gembok 2021

 Alifah NH

Dongeng Nusantara Dalam Puisi 2019:

Pulau Kapal

Dahulu kala di Desa

Seorang ayah temukan tongkat

Berhiaskan intan dan batu merah delima

Dengan harga yang sangat mahal

Sang ayah meminta si kulup menjual ke luar negeri

 

Si kulup begitu banyak mengantongi uang

Engganlah si kulup pulang dan menetap di luar negeri

Dia menikah dengan anak saudagar yang kaya raya

 

Suatu hari si kulup diminta sang mertua untuk berdagang

Bersama istrinya membawa kapal yang mewah

Ketika kapal sampai di sungai ceruruk ia teringat kampung halamannya

Kapalnya menepi di sungai itu

 

Saat orang tua si kulup dengar kapal itu milik anaknya

Ibu memasakkan masakan kesukaan si kulup

Di hantarkan masakan itu tapi si kulup merasa malu

Dia tidak mengakui orang tuanya dan di usirnya

Dengan hati yang hancur orang tua si kulup berucap

Kalau saudagar kaya itu benar si kulup karamkanlah

Kapal itu bersamanya

 

Badai besar muncul tiba-tiba

Tenggelamlah kapal si Kulup

Tewaslah seluruh awaknya

Muncullah pulau menyerupai kapal

Menjadi Pulau Kapal

Mojokerto, 18022019

Alifah NH


Jaka Budug


Rara Kemuning Putri semata wayang Prabu Aryo Seto

Tubuhnya sangat harum mewangi bunga Kemuning

Tiba-tiba terserang penyakit aneh

Tubuh berbau busuk tak lagi wangi.

Daun Kemangi dan Beluntas  tak berfungsi

Berbagai tabib tak mampu menyembuhkan

Sepanjang hari merenung dalam kesedihan

Prabu Aryo Seto Maha Raja Ringin anom

Di tengah malam berharap mendapat petunjuk

Saat terlarut dalam doa isyarat itu semakin nyata

Di kaki gunung Arga Dumadi dalam gua tersembunyi

Daun Sirna Ganda tumbuh dan bersemi

Satu satunya daun yang bisa mengobati

Selalu dijaga oleh naga api sakti

Sayembara disebar untuk kesembuhan Putri Raja

Barang siapa berhasil memetik daun Sirna Ganda

Banjir peserta sayembara tergiur hadiah jadi anak raja

Tak satupun mampu mengalahkan naga api penjaga gua

Tinggallah Pemuda miskin berparas buruk berkulit budug

Jaka budug bertekat menyembuhkan Rara Ayu Kemuning

Hanya bermodal hati dan pedang sakti warisan sang ayah

Terlihat semburan api dari mulut naga sakti

Dengan gesit jaka budug menghunus pedang.

Darah segar memencar dari dada naga sakti

Menghambur pada kulit jaka Budug yang berbudug

Tanpa sengaja tiba tiba keajaiban terjadi

Kulit Jaka Buduk berubah halus dan berseri

Kulit buduk tak nampak lagi berbudug

Jaka Buduk semakin lincah beraksi

Menghunus pedang kesana kemari

Matilah naga dengan darah terhambur dimana-mana

Jaka Buduk mengusap seluruh tubuhnya dengan darah naga

Seketika berubah menjadi lelaki tampan berkulit cerah

Prabu Aryo Seto tak lagi mengenal Jaka Budug

Prabu Aryo Seto tepati janji untuk jadikan Jaka Budug menantu

Putri Ayu Rara Kemuning menelan daun Sirna Garda

Kembali semerbak mewangi harum bau tubuhnya

Jadilah mereka pasangan yang serasi Pewaris tahta Kerajaan sejati

Mojokerto. 09032019

 





Alifah NH. Seorang Pendidik dari Mojokerto ini telah menulis beberapa antologi. ‘Terima Kasih GURU’ catatan inspiratif 44 guru Indonesia bersama Media Guru. ‘Cerita Cerita dari Empunala’ kumpulan cerpen bersama Komunitas Penulis Sangkar Buku. 1000 Guru Menulis Puisi Asean’ rekor MURI bersama Rumah Seni Asnur. Beberapa kumpulan cerpen dan puisi bersama DJ center, juga menulis cergam. Membimbing siswa menulis buku hingga menerbitkan beberapa buku karya siswa. 


Puisi Ade Irman Saepul di gembok 2021

 Ade Irman Saepul,


Jakarta , Mengapa Engkau Menjadi Tuhan?


17 agustus tahun 45 itulah hari kemerdekaan kita

hari merdeka nusa dan bangsa

hari lahirnya bangsa indonesia (jakarta)

sekali jakarta tetap jakarta

selama segalanya serba jakarta

kita tetap setia

tetap setia

memandang unggul kota jakarta

walau ibu kota pindah juga

jakarta tetap jakarta


di mata turis mancanegara

indonesia adalah pulau dewata

di mata sindikat perampok internasional

indonesia adalah pulau papua

di mata orang orang seperti kita

indonesia adalah jakarta

menjadi indonesia berarti menjadi jakarta


jakarta oh jakarta

sebelum aku dilahirkan

orang mengadukan nasibnya pada tuhan

setelah aku dilahirkan

orang mengadukan nasibnya padamu jakarta


penguasa kotak suara

pembuka pintu dunia

pemilik pohon uang

penjual keindahan

pemandat kebenaran

pencari nafas cadangan

penjual romantisme kemiskinan

perempuan perempuan simpanan bapak dewan

pencipta kemacetan dan segala macam jenis pekerjaan

berharap keberkahan hidup darimu jakarta


jakarta

jakarta

jakarta


orang orang beribadah kepadamu

mereka bersujud ke arahmu

mereka berdzikir menyebut namamu

mereka berdoa berharap bantuan datang darimu


jakarta oh jakarta

berbeda beda tetapi tetap jakarta

tata bahasa

tata busana

tata budaya

adalah jakarta


jakarta oh jakarta

mengapa engkau menjadi otoriter

dan menjadi tuhan

jawablah jakarta


jakarta oh jakarta

jakarta oh jakarta


 


jakarta

separuh kota

separuh dewa

separuh derita


 jakarta oh jakarta

Bandung, 17 Agustus 2020


Ade Irman Saepul


Anakku Susah Tidur Memikirkanmu 


 cepat tidur anakku

malam makin menipis

sebentar lagi pagi akan menyambangi kita

jangan berlarut larut memikirkan hutang negara

negara saja tidak memikirkan hutang kita


 cepat tidur sayangku

berhentilah menulis puisi

puisi tidak akan mengubah rasa lapar menjadi kenyang

mentari tidak muncul di jam malam

tetapi jika kau merasa lebih tenang

menulislah anakku

tetapi jangan sekali kali kau menulis puisi

untuk pacarmu

sebab keringat ibu lebih puitis dari kata kata pacarmu

sebab lipatan lipatan di wajah ibu lebih berarti dari wajah putih pacarmu


 cepat tidur pangeranku

jangan biarkan tumpukan resah mengganggu tidurmu

nyamuk dan dingin saja sudah cukup bagi kita

tidurlah anakku

kita akan tetap menanak nasi

tanpa harus menunggu datangnya pesta demokrasi


cepat tidur jagoanku

bergadang tidak akan membuat negara ini memikirkanmu

jangan terlalu sibuk merangkai mimpi

terlalu banyak mengonsumsi mimpi tidak sehat bagi orang miskin

mimpi hanya akan membuat kebun luka kita lebih luas

dan mengundang tangis lebih deras

Bandung, 11 September 2020


Ade Irman Saepul, lahir di Cianjur 15 Februari 2001. Mulai belajar menulis puisi dari tahun 2016 sampai saat ini di rumah kolektif Individu Merdeka. Kini tinggal di Bandung. Pernah menjadi juara 1 lomba cipta puisi dan Jurnalistik yang di gelar oleh Politeknik Piksi Ganesha pada tahun 2018. Menerbitkan antologi puisi berjudul Pasar Tak Mampu Mengusir Kesunyian (2020) dan antologi bersama berjudul Endapan Rindu (2020).



Puisi Aditya Mahdi Farsya di Gembok 2021

 Aditya Mahdi Farsya


Mimpi Siang 


Mengejar bintang di siang hari

Akar dan batang menari, menertawakan tragedi

Momen berharga yang tidak bisa dibeli

Hilang tertelan bumi dan matahari

 

Manusia tertunduk, berfokus pada mesin kecil

Kakinya terpelatuk, tersandung kerikil

Raga, jiwa, dan otaknya terpisah

Sembari mempertahankan identitasnya yang sudah salah

 

Menyiram kepalanya dengan api yang basah

Lalu meminum air yang membakar amarah

Setelah berbicara dengan gayung

Ia tertidur tepat dibawah payung

 

Ia terbangun, sadar hidupnya dimiskinkan uang

ia tertegun, ia makan, membuang daging dan memakan tulang

pergi keluar, mengacuhkan manusia, berteman dengan mesin

tersadar, matanya menutup, dilekatkan dengan resin

Depok, 29 Agustus 2020








Aditya Mahdi Farsya


Mimpi Malam 

Gelap

Tanpa gemerlap

Ia mencoba mengendap

Namun tak bisa menetap

Tak ada suara kuda berderap

Terjebak sementara di dalam ruangan pengap

Mendengar banyak suara didalam walau diluar senyap

 

Mencari arti sebuah eksistensi

Namun hilang

Setelah tidak memiliki dan tidak dimiliki

Tak bermakna dan tak berarti

Tersisa satu pilihan

Yakni mati

 

Cintanya terlalu dalam

Bahkan tidak bisa dipisahkan oleh kematian

Masih mencintainya walau telah tiada

Cintanya terlalu nyata untuk dunia yang fana

 

Melihat keatas

Gelap dan dingin

Berharap tak pernah dilahirkan

Dan terbang diatas bersama para ruh manusia

 

Malam terlalu sedikit untuk cerita yang panjang

Namun setidaknya ini hanya mimpi yang wajar

Tetap berjalan, lupa caranya terbang

Mengejar mimpi yang tak terkejar

Depok, 29 Agustus 2020

Aditya Mahdi Farsya/ Aditya Majong

Tempat Tanggal Lahir : Jakarta, 1 Mei 1998

Hobi : Menulis, Membaca, Fotografi, Domisili : Kota Depok, Telah menyukai kesusastraan sejak sd di tahun 2005, dan mulai menulis puisi sejak smp tahun 2011, namun baru aktif saat kuliah karena pekerjaan dan kuliah itu sendiri di tahun 2017. Motif menulis hanya ingin menyuarakan hal hal yang tak biasa disuarakan dan jarang menjadi sorotan. Selain dari para sastrawan, juga mendapat inspirasi dari musik, terutama musik Hip-Hop. Sudah menulis Antologi Corona sekaligus menjadi Antologi pertama yang diikuti, dan Antologi Tadarus Ramadhan dan Antologi sampah 2020.






Puisi Agus Mursalin di Gembok 2021

 Agus Mursalin


Khaul Daring Gus Dur


Gus, entah tahu darimana tiba-tiba bibirmu mengatakan kau jadi presiden RI

Kemungkinan yang bagi Komandan Paspampres Istana sekalipun tidak mau menyiapkan latihan penyambutan presiden baru karena meyakini bukan kau yang masuk kesitu

Lalu terrbukti kau dilantik

Beban berat dilemparkan ke punggungmu sebagaimana dulu kroni Abu Jahal melempari tai unta ke punggung Muhammad

Bau busuk dibalik pakaian suci politisi

Carut marut negara sisa kemaruk koruptor

Anak bangsa yang nakal terhadap saudaranya di Aceh, Papua, Kuningan, Bali menyalakan kekacauan

Mereka tak mampu menerimamu demi membenahinya

Lalu para pengusung dalam Poros Tengah meminggirkanmu hingga keluar pagar Istana Presiden

Gus, entah datang darimana jiwa dermawanmu

Hingga semua harta milikmu tak pernah mengendap di laci lemari rumah

Tak peduli para penipu memalsukan ratusan proposal permohonan bantuan keuangan atas nama sosial

Secara pribadi kau berikan harta pada mereka, semuanya

Namun mengejutkan sekali, kau hapus Departemen

Sosial tempat negara mewujudkan sila ke lima Pancasila

Bertahun setelah itu terbukti tindakanmu benar

Bantuan Sosial masa pandemi Covid 19 nampak bagus di kemasannya saja

Isinya dikirim dari Jakarta sampai di Sungailiat, Selayar, Lembata hingga Manokwari sudah menipis

Nyaris habis digerogoti kutu yang berjatuhan dari dasi pejabat Dinas Sosial

Gus, entah kata kunci apa yang kau pakai untuk mencari sumber pengetahuanmu

Karena dunia literasimu tak kenal layar sentuh

Tempat referensi dan bekal instan menjadi ustadz kekinian supaya enteng berteriak lantang di media. Menyerang menjatuhkan membully dan merasa benar sendiri

Mengkudeta Tuhan

Membajak ayat-ayat Nya

Memadamkan neraka dengan menghalalkan darah tetangga, ayah ibu kakak adiknya

Memonopoli surga kemudian memindahkan Nevada, Artemis, Kabukicho dan Patpong ke dalamnya

Gus, entah siapa yang memberitahu hari datang ajalmu

Tiba-tiba dalam perjalanan menuju Jakarta kau minta ziarah ke makam eyangmu tanpa mampir ke rumah

Menurutmu lusa kau akan kembali.

Rabu malam itu kami semua tergagu mendengar kabar kau pulang

Ke Jombang dikawal ketat dalam peti jenazah

Gus, entah bagaimana cara kami menghormatimu

Sebagai Negarawan, Akademisi, Rohaniawan dan entah sebutan apalagi?

Yang pantas kami sandangkan di batu nisanmu

akhirnya hanya bisa kami tulis

"Disini Berbaring Seorang Pejuang Kemanusiaan"

Murtirejo 18 Desember 2020



Agus Mursalin


Pekik Merdeka Nalika Pandemi Corona


Pitulasane tanggal pira

Deneng plawangan umah sepi gendera

Pager lan gerdu urung disaponi

Paesan gapura taun kepungkur kesingkur

Nang ndi tulisan "Dirgahayu RI"?

Pitulasane tanggal pira

Lha kok durung ana prentah upacara

Murtirejo 17 Agustus 2020

Agus Mursalin, Lahir di Kebumen, bukan di bulan Agustus tahun 1971. Menyukai puisi sejak kelas 4 SD namun baru rajin menulis ketika sudah duduk di bangku SMP meskipun hanya ditulis di buku tulis tanpa pernah diterbitkan, Memasuki  jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam Fakultas Dakwah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta pada 1998. Tahun 2017 bersama beberapa sastrawan asal Kebumen dan Gombong dia menginisiasi berdirinya Lingkar Sastra Gombong (Lisong). Dalam komunitas pecinta sastra yang secara rutin menggelar tantangan menulis puisi berthema tertentu setiap minggunya dan di akhir bulan dipilih karya terbaik untuk dipentaskan inilah hobbi menulis dan membacakan puisinya tersalurkan secara maksimal sehingga dia mendapat julukan "Penyair Theatrikal"' dari kawan-kawannya di Lisong.

Sebagian karyanya tercatat dalam antologi berjudul Anak Cucu Pujangga (2019), Tadarus Ramadhan 1440H (2019) Perjalanan Merdeka (2020) dan Corona (2020) di Lumbung Puisi Sastrawan Indonesia. Uhuk (Lisong 2020).


Puisi Agus Sighro Budiono di Gembok 2021

 Agus Sighro Budiono


Senandung


senandung ini adalah lagu cinta

             untaian kata

             yang ditoreh tanpa dusta

            

lengang dan sepi di setiap baitnya

                       ikrar janji tulus

                       bukan pemanis belaka


senandung ini adalah nyanyian hati

           tumbuh dari kuncup yang suci

           iramanya ngungun melena hari

           yang merangkak

           menuju mati


O ...senandung di hijau hari


walau kadang ada ragu 'tuk menyanyikannya

           akankah senandung ini

           lagu cinta

           riang gelisah mengalir

           dalam biramanya

           duka bahagia

           meresap dalam nadanya

          

atau senandung ini

tembang nestapa

nyanyian romeo juliet

di sela isaknya

             impian bahagia

             putus di cawan derita

            

senandung ini adalah

mantra semaradahana

             membakar jiwa

             lelehkan gembok hati

             abukan benci

Bojonegoro, 161220

Agus Sighro Budiono


Cerita di Sebuah Perjalanan


gerimis di tengah musim

deru angin di pohon kemuning

sepasang muda mudi mengayuh kisah

tentang derita dan peperangan

tak terjelaskan


di desember yang basah

sepasang muda mudi berpacu desah


"kita musti turun di sini," kata sang muda tiba tiba,

ketika sampai pada sebuah persimpangan.


sang mudi enggan tentukan pilihan

hatinya galau, otaknya kacau

hampa

senyap


angin berhenti berdesir

badai berkecamuk

di kedua matanya.


sepasang muda mudi mengayuh kisah

diam dan beku sepanjang perjalanan.


           gerimis melebat

           menjadi hujan

                           lebat

                          

angin merontokkan daun kemuning


sepasang muda mudi

mengayuh kisah

            bual

            tenang tanpa sesal.


Bojonegoro, 101220


Agus Sighro Budiono, lahir pada 26 Agustus, tetapi karena harus masuk sekolah lebih awal, maka di akte kelahiran tertulis  26 Januari 1973. menekuni dunia teater sejak di bangku SMA. Saat ini mengabdikan diri sebagai guru seni budaya di SMK Negeri 2 Bojonegoro. Selain mengajar juga membina di beberapa sanggar seni diantaranya sanggar seni rupa Pasuryan, sanggar teater AWU, dan beberspa kelompok teater sekolah di Bojonegoro. Tahun 1995  Pernah meraih sebagi sutradara terbaik dan Penata artistik terbaik pada lomba drama remaja se jatim di Unesa (dulu IKIP Surabaya) tahun 1999 mengikuti Pertemuan Teater Indonesia (PTI)  di Yogyakarta, tahun 2000 mendirikan teater Parkir di  IKIP PGRI  Bojonegoro dan memulai program pentas road to school  yang bertujuan memberikan apresiasi seni teater dan penulisan naskah lakon di sekolah sekolah tingkat SLTP dan SLTA.

Beberapakali meraih penghargaan sebagai penulis naskah terbaik, diantaranya  tahun 2000 Naskah Drama anak-anak "Prapto dan Gatot Kaca" (juara 3 sayembata penulisan naskah anak anak oleh pemerintah provinsi Jawa Timur), Senja di ujung Trotoar (Naskah terbaik Fragmen Budi Pekerti tahun 2012, 2017 menjadi sutradara terbaik pada event lomba teater tradisi yang dselenggarakan oleh Dinas Pendidikan Provinsi Jatim) , tahin 2014 naskahnya yang berjudul "Tanah Adat" dinobatkan sebagai naskah terbaik tingkat nasional dalam festival pertunjukan tradisional di TMII  Jakarta. 2017 naskahnya yang berjudul berjudul "Sosrodilogo" menjadi nadkah terbaik dalam festival Seni Tradisi dalam rang HUT Propinsi Jawa Timur di Grand City Surabaya.

Puisi puisinya terhimpun dalam antologi bersama “Serat Daun Jati” (KSMB 2010), Puisi Menolak Korupsi 2 - 6 (2013 - 2016), Memo Untuk Presiden  (2014), Memo Untuk Wakil Rakyat (2015) Merangkai Damai (2015), kata Cookies Pada Musim (2015), Corona (Lumbung Puisi 2020) Pandemi Puisi(2020), Pulang (2020) dll.

Tinggal di Desa Ledok Kulon Bojonegoro - Jawa Timur.




Puisi Aisyah Rauf di gembok 2021

 Aisyah Rauf


Hati Dalam Pelukan Pena

Puisi adalah hati

Bersuara namun tak tampak

Menyelinap di selasela urat nadi berjejak

Jadi luapan rasa torehan pena tinta emas


Berawal ketika jiwa pecinta di gerai ruang persegi empat

Mencari jati diri meraih mimpi penuh hasrat

Kuajak hati bermain bersama benda kecil pengukir beribu diksi dalam bulatan puisi


Yah

Walau seribu cerca menghunjam

Tak hirau,

kubiarkan pena tetap menari, menyatu dengan tuturan sukma

Kelak,

kicauan sumbang akan dibungkam

Tersulap bak kidung merdu bersama bianglala berucap kagum

Bulukumba, 22 Agustus 2020


Aisyah Rauf

Sampah dan Tangis

Ke mana senyum alam yang indah dulu

Yang selalu hadir menyapa pagiku. 

Di saat sang surya mulai menampakkan wajah tersipu di balik kokohnya bukit hijau.

Hingga sinarnya memecah pagi dan pamit dari kelam malam


Kini, alam mulai muram,

ikan tak lagi lincah berenang bersama biota laut

Burung pun kehilangan tempat bertengger

Hanya kicauan sumbang berdesah lirih

Wajahnya telah tercoreng nafsu kebiadaban tangantangan jahil yang diperbudak keserakahan


Di mana nurani yang dulu terasah, bukankah hasrat menatap bunga merekah pada jalan yang terarah jadi idaman?


Tak pernahkah

Terketuk nurani untuk tak tega mengotori alam ini dengan sampah plastik

Tak segankah menebar bau busuk menusuk tajam seenak jidat?


Yakinlah

Keserakahan akan menghadirkan bom waktu setiap saat akan jadi bencana bagi anak cucu


Jangan biarkan keluguannya menyimpan luka dengan rapi

Jangan biarkan bulir air mata menggenang beranak sungai


Perlakukanlah alam dengan bijak

Sebijak bumi ini kau pijak

Bulukumba, 21 September 2020


Aisyah Rauf, S.Pd, adalah penyair yang tingal di Bulukumba .Namanya tercatat diLumbung Puisi Sastrawan Indonesia.


Puisi Alfiah S Putra di gembok 2021

 Alfiah S Putra


Sebab Kuyakin


Pandanganku tak menjala kau mendua                                              

Tapi hatiku merasakan

Telingaku tak menghidu kau berdua

Tapi batinku membisikkan


 Ingin rasanya naluri tak berencat

Nyatanya semakin menajam

Ingin rasanya firasat tak berusik

Nyatanya semakin merunjam


Dan...

Ketika nyatanya datang 

tetap saja mengejut jasad

Ketika waktunya sampai

tetap saja menikam ilham


 Hatiku perih seperihnya perih

Batinku sakit sesakitnya sakit

Jiwaku luka selukanya luka

Air mata menghujan bak puncak musim penghujan

terbiarkan deras tanpa dapat berpawang


 Biarlah habis tetesan hujan dimataku

Agar tak lagi bersisa kesedihan karnamu

Agar tak lagi tertinggal  keharusan padamu                                                                                                      Sebab kuyakin berlalunya hujan langitkan berhias pelangi

Bekasi, 15 November 2020



Alfiah S Putra


Cukuplah Dia bagiku

Aku terlempar di kebisingan dunia yang semakin terasa asing

Mata memandang seperti lemparan sampah

Senyum mengembang laksana kubangan hajat

Aku terjatuh di pusaran waktu yang semakin terasa menghimpit

Ruang terhampar hanyalah untuk menguliti

Jeda terumbar hanyalah untuk menghakimi


Tak berharap lebih dari yang bisa kalian beri

Tak meminta banyak dari sedikit yang kalian punya

Cukup makna ini kucerna sendiri

Cukup hikmah ini kurambah semua


Tak gentarku dengan semua ini

Meski kadang lemahkan raga

Tak surutku dengan semuai ini

Meski kadang lumatkan batin


Semua hilang dan lenyap

Tapi masih ada hati bersemayam pada jiwa sebagai panglima diri

Masih ada yakin mendogma pada hayat sebagai perisai budi


 Bilaku alfa

Tapi Dia tak pernah salah dalam memberi

Karena Dia selalu benar dalam mencinta

Dan cukuplah itu bagiku

Bekasi, 15 November 2020


Alfiah Sri Putra, lahir : Jakarta, 31 Mei 1973 tinggal di Bekasi .Pekerjaan  : Pendamping PKH di Kementerian Sosial RI Menyukai kepenulisan sejak SMA

Tidak pernah dimuat di media cetak maupun dibukukan

Publikasi lewat sosial media untuk sosialisasi dan aktualisasi diri





Puisi Amal Bin Mustofa di Gembok 2021

 Amal Bin Mustofa 


Pintu Besi


Coba kuketuk pintu besi rumahmu

Hening sunyi... semua sepi

Orang - orang lalu lalang menatap lurus

tanpa suara

Tak kenal wajah - wajahnya


ingatkah waktu kita di bawah purnama

Mendayung sampan berdua

Janji selalu jalan bersama dengan

rasa mengelora selalu membara  

Terbang ke langit ketujuh... bersama menikmati puncak cinta yang luar biasa


Kita adalah sepasang burung pengelana

Terbang melesat ke udara

jiwa-jiwa kita di manapun berada

Tak hanya dicakrawala.. melompat di bintang-bintang menapaki tangga tujuh lapisan langit-Nya


Hari itu ketika pintu -pintu rumah manusia selalu tertutup terkunci membisu

Pintu satu rumah terbuka menjamu membuka seluruh pintu

Semua terlihat... semua bersuara terdengar dari segala penjuru arah


Tiga kali pintu diketuk keras agar jelas

Sunyi dari empat arah tampak terasa

Langit mulai menangis meneteskan air mata 

Caci maki manusia melintas lewati memori mulai terasa


Pintu besi masih tergembok terkunci

Gelora jiwa masih hangat tetap suci

Siluet hitam asyik masyuk Menari erotis mereguk manis madu kasih hingga melenguh di ujung  ritmik

Sesosok diri dipintu besi Memandang menanti sepi Dalam hati yang tak pernah mati.

Bogor, 21 Agustus 2020


Amal Bin Mustofa 

Kunci Hati


Kuncilah rasa yang pernah ada diantara kita

Seperti terkuncinya mulutmu

ketika kau terkejut 

Tak menerima segala hal yang terjadi


Kuncilah pintu hatimu

Cukup rasa itu

Untuk satu orang yang setia

Diantara orang yang ingin setia tapi tak pernah jadi nyata


Kuncilah 

Kutitipkan anak kunci padamu

Kita buka bersama ketika kita lelah menempuh jarak yang jauh

Cukup hanya kita berdua dalam ruang penuh asa bahagia.

Bogor 30 Desember 2020

Amal Mustofa, penyair tinggal di Bogor. Namanya tercatat di Lumbung Puisi sastrawan Indonesia.


Puisi Anisah di Gembok 2021

 Anisah

Kisah Inspiratif 


Indonesia raya merdeka-merdeka, hiduplah Indonesia raya

 

Berkunjung ke dusun Girpasang, lereng Merapi

berjalan naik turun bukit

menapaki seribu anak tangga

ngos-ngosan dan sangat melelahkan

Bertemu Mbah Padmo Dersono berusia tujuh puluhan

Mengajak masuk rumah berdinding bambu

memasuki dapur yang menjadi ruang tamu

ada tungku, tumpukan kayu, perkakas masak yang hitam legam

ada jagung yang digantung

Mbah Padmo memberi wejangan

“Hidup itu, meski berat harus dijalani

Jangan mengeluh, jangan berhenti berkarya meski lutut gemetar”.

Itulah pedoman pria yang menjalani hidup tujuh puluh tahun

Kemerdekaan telah tujuh puluh lima tahun

Dalam kondisi apa pun, jangan mengeluh

Jalani hidup dengan ikhlas, sifat heroisme harus ada di dada

Tekad bulat terbebas dari penjajah harus ada di semua jiwa

Maka ketika pecah pertempuran di Surabaya, Semarang, Ambarawa, Bandung, Jakarta, Medan, bahkan Menado, semangat rakyat tidak luntur meraih kemerdekaan. Merdeka-merdeka-merdeka!

Magelang, 19 Agustus 2020


Anisah, lulusan D3 IKIP Yogyakarta, S1 Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta,Magister Universitas Islam Indonesia, Penulis Buku Antologi Puisi tunggal Tari Soreng tahun 2020, penulis buku antologi puisi bersama, Tadarus Puisi IV, tahun 2019, Anak Cucu Pujangga, tahun 2019, Indonesia Journey, tahun 2020, penulis artikel dan berita pada Majalah Rindang, tahun 2010 & 2020.


Puisi Annis Muchtarom di Gembok 2021

 Annis Muchtarom


Lusuh Berdarah-darah

Menengok sosok-sosok pejuang di masa perih

dari pelosok-pelosok nusa

puluhan ribu orang desa diangkut

diseret digelandang. Dipaksa kerja. Kerja

Membuka jalan. Pantai utara Jawa

menyibak belukar menembus hutan

Menggempur cadas, tanah, lereng pegunungan

memecah batu mengusung beban,

menguruk sungai merentang jembatan

Harus bekerja. Tiap hari makan gepukan-menelan bentakan

Melekat tasbih liku-liku sejarah

Jiwa melusuh berdarah-darah

Banyak pribumi hilang. Aroma suhada

Tak tahu di mana kuburnya. Tak ada baliho duka

Deret batu nisan tanpa nama. Tanpa karangan bunga

Yang masih dibudak, badan kurus penuh luka

anak isteri entah di mana. Entah bagaimana

Tak sedikit yang berani menentang

Mati di ujung pedang.Teraniaya

Dibelenggu. Disiksa. Digembok dipenjara.

Saat itu. Larung denyut waktu

langit sedih melihat rumput menjerit

di sudut desa. Perempuan tua dan guru ngaji berdoa

Air mata beku: terhisap penguasa zalim

Penjajah angkara. Penghisap kekayaan bumi nusantara

Mojokerto, September 2020



Drs. Annis Muchtarom, MM, pena: Annis M. Tarom, lahir bulan Juni di Purwokerto; Sejak di bangku SMP sudah juara menggambar ; di SLTA sudah nulis puisi, juara karya tulis (pelestarian hutan) dan juara baca puisi. Ikut belajar di UNDAR Jombang  & STIE Stikubank Semarang. Karya : Kumpulan cerpen, “Cerita-cerita dari Empunala”; “Bupati Roaller-Coacher dan Sandal Jepit  Ayu”, “Lelaki Kupu-kupu Sahabat Sania;” (2017) Antologi Puisi Nusantara “Senyuman Lembah Ijen,“, “Kumpulan Puisi Sang Parawi Laut”; “Musafir Ilmu,” -”Doa Seribu Bulan,” (Asnur, 2018). Puisi “Telapak Kaki Kata-kata,” “Brantas,” “Merawat Jiwa yang Hilang,” -”Tamasya Warna; Cerpen “Pertemuan”;  “Talqin”, ikut puisi “Gerakan 1000 Guru Asean Menulis Puisi”- Asnur (Rekor MURI-) (2018). Puisi mandiri  “Kucing Kembang Asem” (2018),  “Dongeng Nusantara” (2019). “Kampung Esay”, “Festival Sonian”, kumpuisi “Benteng Pancasila 242”, “Rinai Rindu Hujan”, ”Pantun 1000 Guru,” “Situs”, “Pantun Nasihat Guru”(2020), “Gurindam Nusantara”. Pernah mengajar di SMK Kesehatan Bhakti Indonesia Medika Kota Mojokerto.


Puisi Ardhi Ridwansyah di Gembok 2021

 Ardhi Ridwansyah

 

Sajak untuk Mentari

Anakku mentari.

Bapak hari ini menyisir pagi,

Dengan hati tertatih,

Laksana embun,

Yang jatuh dari daun dan terserap,

Tanah nestapa.

Kau terlelap kala sendu,

Mengetuk jiwaku,

Tawamu ingatkan daku pada wajah,

Seterang rembulan, semanis madu,

Rupa yang kudekap erat,

Dalam doa dan rindu.

Anakku mentari,

Tiada lain risalah ibu,

Adalah lentera dalam gua legam nan kejam,

Mencabik raga dengan desis ular,

Yang siap menerkam.

Namun dia tahu bahwa ajal datang dengan gemilang,

Saat tarikan napas lahirkan tangis mentari,

Sedang jasadnya terbujur kaku,

Pandang wajahmu untuk terakhir kali

Anakku mentari,

Bilamana susu buatanku terasa hambar,

Maafkan aku sebab cinta ini tak mampu menantang,

Cintanya padamu; air susunya mengalir,

menyapa dengan kasih,

Belai bibir mungilmu dengan jemari,

Yang halus dan wangi.

Sekian sajak ini untukmu mentari,

Kuharap kau tumbuh sebagai pohon,

Yang kukuh meski derita mengguncang,

Meski namanya kini,

Hanya untuk dikenang.

Jakarta, 12 Desember 2020


Ardhi Ridwansyah


Gejolak dan Kata-kata 


Saat meraba dinding.

Ingar-bingar jemawa dan tawa,

Bikin bulu kuduk merinding.

Derap sepatu berkeliling,

Ruang-ruang hening tampak menjeling.

Ia merangkak lalu tulis sebuah cerita,

Hatinya terasa sempit sebab tema,

Membuat otaknya menjerit.

Ia layu sebelum tumbuh menjadi mawar,

Yang memikat sekaligus melukai kulit.

Kata-kata lekas berjatuhan,

Memagas makna yang rekat di tubuhnya,

Ia menikam diri dengan pena sang penulis,

Yang gairahnya kini tengah kritis.

Merapal mantra malam,

Rima saling bersua pada aksara,

Menari pada secarik kertas lusuh,

Ungkap nuansa kebebasan untuk merindu,

Pada mata yang sayu, lidah nan kelu.

Meneguk kisah masa lalu.

Jakarta, 12 Desember 2020




Ardhi Ridwansyah kelahiran Jakarta, 4 Juli 1998. Tulisan esainya dimuat di islami.co. terminalmojok.co, tatkala.co, nyimpang.com, nusantaranews.co, pucukmera.id, ibtimes.id., dan cerano.id. Puisinya “Memoar dari Takisung” dimuat di buku antologi puisi “Banjarbaru’s Rainy Day Literary Festival 2019”. Puisinya juga dimuat di media seperti kawaca.com, catatanpringadi.com, apajake.id, mbludus.com, kamianakpantai.com, literasikalbar, ruangtelisik, sudutkantin.com, cakradunia.co, marewai, Majalah Kuntum, Radar Cirebon, dan Harian Bhirawa. Penulis buku antologi puisi tunggal Lelaki yang Bersetubuh dengan Malam. Salah satu penyair terpilih dalam “Sayembara Manuskrip Puisi: Siapakah Jakarta”. 


Jumat, 22 Januari 2021

Puisi Arnita di Gembok 2021

 Arnita 

Jalan Menuju-Mu


Kutemui banyak hal perjalanan menujuMU

Di antara wajah wajah cemas penuh dengan ketakutan

Mata nanar memandang sayup menangisi tanah kering kerontang

Kusaksikan mata keadilan yang mulai tertutup

Semua nampak gelap hingga salah dan benar terasa sama

Pada jalan menujuMU tulang tulang berserakan dan berakhir menjadi abu

Darah sebagai penghilang haus kerakusan

Lalu hukum rimba mulai berlaku siapa kuat dia yang berkuasa

Peradaban begitu melesat memecah tali persaudaraan demi kekuasaan

Anak kecil kehilangan ibunya

Para petani yang tak lagi mencangkul karena sawah sawah telah tergadaikan

Pada perjalanan menujuMU, ada ribuan kepala yang isinya hanya seonggok daging kerdil

Dan bangkai bangkai yang masih hidup

Tragis!.

Tarumajaya 2020.


Arnita 


Kebebasan Para Penyair


Ketika senjata menembus ujung jantung

Maka kematian bukanlah berdarah-darah

Kata-kata menjadi simbol pengharapan

Terpekur dalam menikmati sepi

Meski berjuta orang bicara nyaring

Para penyair bebas melawan arah

Menjulang cakrawala dengan mantra mantra

Penyair paling pandai sembunyi dari kesakitan

Maka gelak tawa digelar di bawah ranumnya mata berkaca

Puisi adalah ruhnya

Yang akan kekal berabad abad

Zaman berganti, gelombang hidup terus menghantam

Tetapi mimpi seorang penyair tetap tangguh

Kesepian kerap menjadi urat yang melingkari tulang belulang

Mengaliri denyut nadi

Menyeruak pada ceruk ceruk rongga tenggorokan

Penyair masih mampu berjalan dengan sepotong hati

Karena kata adalah cara penyampaikan pesan kepada dunia

Namun hidup tidak selalu berkutat pada puisi

Ada yang harus kita tata kembali melalui ribuan doa yang terpanjat

Untuk menuju jalan pulang.

Tarumajaya2020.


Arnita lahir di bandung 15 juli 1982, perempuan yang mulai suka menulis sejak SMP dan fokus menerbitkan buku dari tahun 2009, sudah tergabung di beberapa antologi puisi selain menulis juga aktiv mengikuti kegiatan sastra dan masuk komunitas sastra di bandung.



Puisi Arya Setra di gembok 2021

 Arya Setra


Aku Engkau , Engkau Aku


Setiap hembusan nafas,,KAU selalu hadir....

setiap detak jantungku,,,KAU selalu menunggu

setiap langkahku,,,KAU selalu ikuti

sungguh KAU kekasihku....

yang tak pernah jauh dan tak pernah lepas

dari jiwa dan ragaku...

KAU ada saat aku tiada..

dan aku ada saat KAU tiada....

namaMU satunya aku

namaku akbar nya namaMU...

ada ku,,,ada-MU jua

sifatku adalah sifat-MU jua

af'al ku adalah af'al-MU jua....

aku yakin dan percaya

bahwa " KAU ADALAH AKU,,,,AKU ADALAH ENGKAU"

jkt 23.09.2020


Arya Setra, lahir di Bandung 18 Juni 1972. Selain suka menulis puisi, kegiatan sehari-hari sebagai seniman lukis di Pasar Seni Ancol. Menyukai puisi sejak SMP. Penggemar puisi Taufik Ismail, Rendra dan Sutardji Calzoum Bachri. menulis di beberapa Antologi Puisi diantaranya : Antologi Tulisan tangan penyair Satrio Piningit,  Antologi Kita di jajah lagi 2017,  Antologi Corona 2020 Antologi Puisi Tadarus Ramadhan 1440 H Berbagi Kebahagiaan Lumbung Puisi 2019, Antologi Internasional Perjalanan Merdeka 2020 , Antologi Mbelekethek, Antologi Indonesia Lucu 2018 dan beberapa Antologi bersama lainnya.


Puisi Asro Al Murthawy di gembok 2021

 Asro Al Murthawy 


Sajak Untuk Sang Yatim yang Tak Pernah Bisa Kutulis


: Muhammad

Mungkin kaulah sajak yang tak pernah bisa kutulis

Sebersit wujud gaib terus meruang di dadaku

Sayup memanggil dari tahun nun

tapi tak dingin yang membuatku gigil

sehembus nafas meremangkan pori

sehangat kecup kekasih penuntas rindu

Mungkin kaulah puisi yang tak pernah bisa kubumbun

Sebentuk wajah samar menjelajah palung jiwa

Selintas kudengar uluk salam dari balik mim

Tapi tak takut yang membuatku gemetar

seserpih harum membelai bulu hidung

sehangat dekap kekasih perisai dingin.

Lihat, hari ini semesta membahanakan dzikir

dalam tiap sebentar kutuliskan bait sajakku

kau tak secuma sejarah

tapi risalah yang terus meruang mengangkasa

meruang di rerongga setiap sel darah merahku

Imaji -1438 H


Asro Al Murthawy 


Batu Nisan Bapak


Kusenandungkan kidung

serupa lebah berdengung

tak ada bunga tabur

sepucuk doa membungkus tanah membujur

tak ada dupa

tapi harum bau rindu terus mengepul

di reranting pohon-pohon makam

maghrib melambai ingatan

gerimis menjerat kenang

pada nisan masih saja dapat aku baca

gurat kukuh wajah bapak

akrab erat memeluk takdir

sepanjang jejak tapak di tanah

yang kini mesra menimbun jasadmu.

Kuamang, Imaji-1441H


Asro al Murthawy. Lahir Temanggung, pada tanggal 6 November. Adalah Ketua Umum Dewan Kesenian Merangin dan Anggota Komite Sastra Dewan Kesenian Jambi. Karya-karyanya terhimpun dalam Syahadat Senggama (k.puisi, 2017) Equabilibrium Retak (2007), Lagu Bocah Kubu (puisi, tanpa tahun), Kunun Kuda Lumping (k.Cerpen, 2016) dan berbagai antologi bersama sastrawan Indonesia lainnya. Karyanya yang lain: Pangeran Sutan Galumat (2017), Pengedum Si Anak Rimba (2018), Mengenal Lima Sastrawan Jambi (2018), Katan dan Jubah Sang Raja Hutan (2019) Bujang Peniduk (2019) dan Ujung Tanjung Muara Masumai (2019) diterbitkan oleh Kantor Bahasa Jambi sebagai Pemenang Sayembara.. Hadir dalam Temu Sastra Indonesia I (2008), Pertemuan Penyair Nusantara VI (2012) Jambi, MUNSI II (2017) Jakarta, Pertemuan Penyair Asia Tenggara (2018) Padang Panjang,dan Borobudur Writter And Cultural Festival (BWCF) (2019)



Puisi Aloeth Pathi di gembok 2021

 Aloeth Pathi


Putri Mangkunegaran


; Gusti Raden Ayu Siti Nurul Kamaril Ngasarati Kusumawardhani


 Paras cantik tutur halus keluhuran budi pekerti

Keindahan lemah gemulai Putri Mangkunegaran

Ratu Wilhelmina terpesona kelincahan gerak tari

menjadi buah bibir kaum bangsawan


 Perempuan anggun idola di masa pergerakan

Kisah pemuda pemberontak tertambat hati

namun lelah bertepuk sebelah tangan

menjadi buah impian kaum revolusioner


 Hasrat pemuda pemberani mempersunting mimpi

Tertawan senyum manis si lesung pipit

Kelak  mendambakan ibu dari anak-anaknya

menjadi harapan semu kaum nasionalis


 Hanya satu diantara tebar bunga-bunga cinta

Ketulusan dari pengorbanan prajurit biasa

Kesetiaan tembang Gandrung "Putri Solo"

membangun rumah tangga sederhana

                                         Skj, 080317


 





Aloeth Pathi


Yoga Pagi Ini


: Ragil Swarno Pragola Pati


 Memasuki ruang meditasi

Melatih gerak raga mengatur nafas

bertumpu satu titik relaksasi

Hadirkan ketenangan hati

Mengontrol panca indra

Keseimbangan rasa


Dengarkan gemuruh debur ombak

Nikmati semilir angin berhembus

Leburkan semua sangkar

Terbanglah bebas merdeka seperti burung camar

Ringan lepaskan semua problema

Hancurkan belenggu pemasung jiwa


dan

Aku terbentur tembok-tembok kota

Kepalaku semakin sempit melelahkan

Membaca hiruk pikuk persoalan negeri

                                                  Skj, 100317









Aloeth Pathi, lahir di Pati- Jawa Tengah. Karyanya mengisi banyak antologi Bersama Nasional sejak tahun 2005  seperti   Mata Media antologi bersama, Bulan di dada Memerah (Lingkar Study Waroeng Kopie, 2005), Puisi Menolak Korupsi 2 (Forum Sastra Surakarta 2013), Dari Dam Sengon Ke Jembatan Panengel (Dewan Kesenian Kudus dan Forum Sastra Surakarta 2013), keluarga adalah Segalanya #1 (el Nisa Publisher, Jakarta, 2013), 2 Hal (Pustaka Jingga, Lamongan, 2014), Komunitas Harmonika Kehidupan ; Harmonika Desember (Sembilan Mutiara 2014), Kemilau Mutira Januari (Sembilan Mutiara 2014), Menggenggam Dunia (Mafasa 2014) Mom: The First God that I Knew (Garasi 10 Bandung 2014). Ibu dalam Memoriku # 2 (Metakata, Malang 2014), My First Romance (Metakata, Malang 2014), Rindu Rahasia #1 (Pena House, Blora 2014), Cinta Di balik hujan #2 (Pena House Blora, 2014) Kepada Tuan Presiden, (Family Camar 2014),  Epifani Serpihan Duka Bangsa (Sembilan Mutiara 2014), Puisi Gemuruh Ingatan (Korban LAPINDO Mengggugat (KLM) dan Urban Poor Consortium (UPC), 2014 ), Solo Dalam Puisi (Sastra Pawon, 2014), Lumbung Puisi Sastrawan, (Indramayu,2014), Lumbung Puisi Sastrawan jilid II, (Indramayu, 2014), Antologi Puisi "Bisikan Kata Teriakan Jiwa untuk Indonesia Tercinta" (de A Media Kreatif, 2014),  Pada Negeri Aku Berpuisi (Goresan Pena, 2014), dan lain-lain. Hingga sekarang dan terus aktif mengikuti berbagai kegiatan sastra. Penyair ini  tinggal di Pati Jawa Tengah.



Puisi Asih Minanti Rahayu di gembok 2021

 Asih Minanti Rahayu

Teh Manis di Malam Hari (1) 

Adakah yang kurang dari seruput teh manis?

Tak ada, 

Karena ketika ku meminumnya, 

Perutku telah kenyang dengan sepiring nasi dan sayur lauk khas malam hari,

Tahu Penyet, Tempe Penyet, Ayam goreng, dan Ikan goreng, 

di sepanjang tenda jalanan kampus.

Di sela makan, 

terkadang pengamen jalanan,

Mengusik dengan keriangan, 

Berharap berbagi kebahagiaan,

Kuberi koin tanda pengertian,

Adakah yang kurang dari seruput teh manis? 

Tak ada,

Apalagi,

Teringat senyuman beliaku, 

dan mudamu,

di suatu waktu,

Penanda bahagia, 

Malu-malu rindu yang tak terungkap di balik kenangan manis, 

diamku,

Bersama teh itu...

Aku cukup mereguknya,

Mereguk perasaan terdalamku,

Dengan kehangatan cinta serupa,

kehangatan air teh,

yang kuseduh sepanjang makan malam... 

Kenangan Jogja,

Cilacap, 13 November 2020

Asih Minanti Rahayu


Teh Manis di Malam Hari (2)

Teh manis penghilang dahaga,

Pengusir sepi, 

Pembuah konsentrasi,

Ketika pikir jenuh menghampiri...

Kuhadapi meja belajarku,

Berserakan berpuluh buku,

Aku tak punya imaji apa pun, 

Kecuali lembut getarmu,

Di kala ku termenung,

Dan kuhadapi gelas-gelas yang tercenung,

Di atas lambaran meja, 

Penuh santun...

Teh manis penghilang dahaga,

Kubiarkan setiap tetes manisnya, 

Membasahi kerongkonganku,

Kusadari semangat belajarku saat itu,

Mengabaikan transfer asmaramu, 

Pilu-pilu rindumu,

Kututup dalam sopan etika muda,

Lalu, aku tulis puisi cinta,

Rahasia ...

Teh manis penghilang dahaga, 

Aku lega menutup bukuku,

Kupejam mata merebah badanku,

Meninggalkan gelas yang telah kosong,

Menanti esok malam,

Menegukmu lagi dan lagi,

Hingga tengah malam hari. 

Kenangan Jogja,

14 November 2020

Asih Minanti Rahayu adalah seorang pecinta seni, sastra dan agama alumni Sastra Inggris UGM. Aktif membuat antologi puisi. Antologi terbaru diantaranya “Bulan, Senja dan Angin” bersama guru penulis se-Indonesia dalam Komunitas Puisi Jingga, antologi “Corona Gone with the Poetry” bersama penulis 9 negara, dan “Corona:Penyair Mencatat Peristiwa Negeri” bersama Lumbung Puisi. Puisinya setiap bulan tampil di web-web komunitas, seperti Pundi, Genial dan Suara Muhammadiyah. Selain puisi aktif membuat skenario film dan bermain peran dalam film-film lokal. Akting terbarunya bersama anak Difabel. Karya film perdananya berjudul “Aku Ingin Sekolah” tampil di teve-teve lokal.”.



Puisi Abidi Al-Ba'arifi Al-Farlaqi di gembok 2021

 Abidi Al-Ba'arifi Al-Farlaqi


Beberapa Catatan yang Tersisa 


Aku menyisir lekuk-lekuk dada Jombang

mencatat tentang rindu yang tak pernah usai

diantara paragraf Balongganggang dan Peterongan;

sang wali menampar kejahilanku tentang cinta

Rumput-rumput kenangan

menjalar di Kepuh Doko sampai Bareng

dan pucuk-pucuk waktu kian menusuk bangkuku

menyisakan beberapa catatan abadi

yang berisi sajak-sajak ekstase dan kerinduan;

jalan menuju rumah Ar-Rumi, Al-Hallaj, Jenar, dan Al-Fanshuri 

Bireuen 


Abidi Al-Ba'arifi Al-Farlaqi


Dua Belas Desember


Angka dua belas di dada desember

mengecupi pipi dan menari di rambutmu

menyanyikan kidung-kidung pengembaraan dan meracik pil cinta

mereguk mata air makrifat dan mendengar desah dari Balongganggang;

kelahiranmu

Bireuen





Abidi Al-Ba'arifi Al-Farlaqi. Lahir pada 8/9/1983 di Perlak, Aceh Timur dan tinggal di Ponpes Nidaul Islam, Peusangan Selatan, Bireuen, Provinsi Aceh. Penyair yang akrab dipanggil Kang Abid atau Mas Abi ini dimasa kecilnya bernama Goelsani Razz Al-Ba'arifi adalah pendiri, pengasuh, dan pengajar Majlis Jambo Stress. Belajar menulis secara otodidak melalui buku-buku yang selalu dibelikan oleh orangtuanya setiap hari. Juga dari berbagai buku yang dibelinya sendiri dan temannya.

Puisi-puisinya termuat dalam beberapa antologi bersama melalui Lumbung Puisi Sastrawan Indonesia dibawah asuhan penulis dan sastrawan ternama Indonesia Rg Bagus Warsono. Rg Bagus Warsono merupakan salah satu tokoh kunci yang selalu memberi berbagai tips dan motivasi padanya dalam dunia sastra.



Puisi Alfiah S Putra di gembok 2021

 Alfiah S Putra 


Aku ingin berpaling enyahkan semua dimasa itu

bila dapat kuhapus cerita tentang kita

agar tak ada lagi jejak membekas dihati yang kapan saja bisa muncul dan menikam bak sembilu

Aku ingin berlari sejauh jarak yang bisa kurenggangkan bersama sang waktu 

agar tak pernah ada persinggahan hati

yang kapan saja dapat tergambar dan menyayat bak selumbar

Aku ingin menggali ruang

dikedalaman sanubari

hingga kedasar tak terjamah untuk mengubur  kisah kita

agar tak pernah lagi bangkit menghantui dan mengoyak laksana suban

Tapi tak mungkin

takkan mewujud 

karena kutau itu hanyalah bongkahan ilusi dewa 

mungkin aku hanya perlu berjuang lagi meraih keikhlasan diri

barangkali aku harus belajar lagi tuk mendamaikan hati

biarlah semua berlalu laksana air mengalir 

karena menyumbatnya adalah kenaifan

biarlah seperti adanya bagai udara berhembus

karena menghalaunya adalah ke mustahilan

Bekasi 021120


Alfiah S Putra, Namanya tercatat di Lumbung Puisi Sastrawan Indonesia.




Puisi Aloysius Slamet Widodo di gembok 2021

 Aloysius Slamet Widodo


(Puisi Irit Kata) 


Puisi Politik Irit Kata 


PUISI SOEKARNO 1

“ politik adalah panglima”

PUISI SOEKARNO 2

"Pancasila "

PUISI SOEKARNO 3

" oh ..... wanita "

PUISI SUHARTO 1

" stabilitas adalah panglima "

PUISI SUHARTO 2

" petrus ."

PUISI SUHARTO 3

" enak zamanku to?"

PUISI HABIBIE 1

" teknologi adalah panglima "

PUISI HABIBIE 2

" tetuko ......,

sing tuku ra teko teko

sing teko ra tuku tuku "

PUISI GUSDUR 1

“Demokrasi adalah panglima”

PUISI GUSDUR 2

" DPR ini seperti Taman kanak2 "

PUISI GUSDUR 3

" gitu aja kok repot"

PUISI IBU MEGA 1

" diam itu emas "

PUISI IBU MEGA 2

" dia itu petugas partai "

PUISI SBY 1

" citra ...citra ...citra "

PUISI SBY 2

" Walau auto pilot

pertumbuhan  paling tinggi "

PUISI SBY 3

"lebaran Kuda"

PUISI JOKOWI 1

"kerja... kerja ....kerja 

PUISI JOKOWI 2

" Nawa cita "

PUISI JOKOWI  3

" rapopo"

PUISI WAKIL RAKYAT 1

"interupsi !"

PUISI WAKIL RAKYAT 2

 " tak ada lawan tak kawan sejati 

Yang ada kepentingan yang abadi”

PUISI PARTAI DEMOKRAT

"gelengkan kepala dan katakan tidak !"

  Tapi banyak kader masuk penjara

PUISI PDIP

" menangpun.....  tetap oposisi"

PUISI PARTAI GOLKAR

"  aku tak sanggup jadi oposisi "

PUISI PARTAI GERINDRA

" wah koalisi mreteli"

PUISI PKS

" sapi  oh sapi....!"

PUISI SEORANG POLITISI 

 "janjinya seperti susu tetangga

  gede dan empuk tapi tak bisa dipegang "

PUISI PRABOWO 1

" dia itu presiden boneka"

PUISI PRABOWO 2

“ bocor... bocor” 

PUISI PRABOWO

“Indonesia bubar “

PUISI SETYO NOVANTO 1

Dulu "tak tersentuh"l

PUISI SETYO NAVANTO 2

Sekarang " mengaduh"

PUISI ANIS 1

 "rumah tanpa DP"

PUISI ANIS 2

“ naturalisasi”

PUISI AHOK 1

    "babi ...anjing ....tai ...!"

PUISI  AHOK 2

" surga bukan dibawah telapak kaki ibu

   tapi  surga ada dilantai ketujuh..Aleksis"

 PUISI A SLAMET WIDODO

 " Asuuu"

A Slamet Widodo

Jakarta,17 Juli 2017


Aloysius Slamet Widodo, lahir di Solo, 29 Februari 1952, Penyair ini dikenal karena puisi – puisi mbeling-nya yang membuat orang tertarik untuk membaca. Karya antara lain  Potret Wajah Kita (Jakarta, 2004),Bernapas Dalam Resesi (Jakarta, 2005),Kentut (Jakarta, 2006),Selingkuh (Precil Production, Jakarta, 2007), Namaku Indonesia (Pena Kencana, Jakarta 2012). Penyair ini tinggal di Jakarta


Puisi Aku Polma Chaniago di Gembok

 Aku Polma Chaniago


Putting Beliung


Pada hari duapululuh dua delapan duapuluh duapuluh

Terputar putar sepanjang cakrawala

Melumat menghantam segala nyata

Menghardik jiwa yang terlena

Bahwa ada takdir Allah di perjalanan ini

Puting beliung menghantam kotaku

Tanjung buntung merintih lirih

Derak atap dan tanah menyatu

Melambung melambung mengitari angkasa

Debu dan sampah memenuhi mayapada

Sementara penguasa terjebak keserakahan diri

Kerakusan berkedok pandemi merasuk hingga ke sumsum raga

Mengabaikan gigil dari rakyat menghiba

Menikmati tetes dari gerimis menitis

Termangu memandang tikus tikus got

Yang buas menggerogoti luka

Ampunkan ya Rabb

Berbagai bencana telah kami rasakan

Dengan tabah menerima takdirmu

Janganlah timpakan kepedihan lagi

Jauhi kami dari berbagai musibah

Lindungi bangsa dan negeri kami

Dengan jiwa dan raga memohon ridhomu

Ya Allah

Ampuni kami




Aku Polma Chaniago


Harap Menepis Temaram


Dalam kesendirian serasa berjuta pilu merangsek

Menimang jiwa yang rapuh berontak

Meski duka tak sepadan dengan airmata

Kedinginan mencipta gigil yang batu

Aku bagai sungai tak bermuara

Mengelana menghampiri bayang yang kelabu

Mencipta ilusi dalam kegelapan

Menjauhkan asa dari realita

Aku bagai pelita tiada sumbu

Mengendarai duka mencari dupa

Menghangati  luka dalam kembara

Setitik cahaya dari kejauhan memercik harap menepis temaram

Menyatukan asa yang melebur di rentak masa yang terus berputar

Kembara yang lalu cukup menjadi kenangan

Merajai hati menangisi mimpi

Walau geriap kerakusan menjadi santapan sehari hari

Kuyakini Indonesiaku akan melewati semua ini

Menjadi bangsa yang tegak bermartabat

Mengibarkan merah putih di serata negeriku

Indonesiaku bangkit dan berjaya selalu








Aku Polma Chaniago lahir di Tarutung pada 06-08-1968 yang saat ini meniti hidup di Batam Kepulauan Riau. Menyukai literasi sejak sekolah walau hanya menjadi pengagum pribadi atas karya sendiri.Aktif di berbagai komunitas puisi maupun cerpen.Memiliki antologi wangian kembang dan Sapardi Joko Damono juga antologi cerpen Love Last Mission.

Bergabung dengan berbagai forum literasi sejak 2018 dalam wadah RBB dan ZK Nusantara




Puisi Arya Arizona di gembok 2021

 Arya Arizona 


Berita Hari Ini 


Perlahan-lahan kita membuka gerbang neraka

disaat manusia buas akalnya

dia...mereka lebih kejam dari iblis

tega membunuh dan membakar saudaranya

atas provokasi mengatasnamakan surga

aku melihat itik-itik warna-warni

patah sayapnya,dijadikan mainan bocah nakal

kemudian itik malang itu mati perlahan-lahan

tanpa bersisa sesal di mata bocah nakal dan orang tuanya

sungguh biadab dan dajjal pun mulai tertawa

penghuni hutan lari berhamburan,rumahnya dibakar

untuk perluasan lahan dan kemajuan industri

penghuni rumah mengusir kucing kurus secara paksa seperti maling

tak dapat makanan dan air pun susah dia dapat

tanah kini jadi aspal dan jalan batako

kucing susah buang pup

apa kita menunggu datang karma!

mari jaga dunia dan seisinya!

Rumah tusuk sate,22 agustus 2017










Arya Arizona 


Sepatu pink berhak tinggi


Angel berkali-kali kau duduk di teater itu

tidakkah kau bosan

kau memayungi hujan di hati bocah kecil

haluan mulai menjadi penghargaan akan cipta

dan lagu dari band NOAH mulai kalah

ini adalah tombak beroda yang berkaitan

dan perjalanan adalah takdir yang membawa anugerah terindah

biarkan mengering tinta bolpoin ini

tapi nafas putihmu menyebar ke pelosok kota ini

sepasang kartu yang tak mampu terlihat

dan gejala dari kesombongan kepiting

kau berhasil bernyanyi dan mengalahkan notasi yang tersedia

bergelantungan mimpi atau impian

di sepatu pink berhak tinggi yang indah poncol.

28 mei 2013


Arya Arizona , puisinya termasuk dalam beberapa antologi nasional. Namanya dicatat di Lumbung Puisi sastrawan Indonesia dalam beberapa antologi Bersama nasional. Penyair ini tinggal di Pekalongan. 




Puisi Ayu Siti di gembok 2021

 Ayu Siti

Amai (1)

ini kisah tentang Amai dari belantara

yang terenggut damainya

ada luka_ada perih_ada ketakutan_ada kesumat dendam membiru

membelenggu menyiksa memasung

bertahun dalam bilangan hari tak terhitung

lelah mengingat_sakit mengenang

menjebak dalam kubangan trauma

mengoreng_ bernanah_ dan sulit disembuhkan

ayunan ranting pepohonan saat berkasih-kasihan

bersama sang induk bergelayut manja juga adik

betapa aroma dedaunan pohon liar dan hutan sungguh wangi menggelitik

heemm hidup adalah milik mereka yang sehati

hingga tiba predator dalam wujud manusia

mengejar_memburu terus memburu dengan beringas

ganas buas_seringih menjijikan

menghunus kapak dan parang

berkilat di timpa cahaya matahari

pohon terakhir tempat berlindung di tebang

roboh! debam menggema melolongkan kengerian

tersudut di tempat terbuka

tak ada pilihan

tanpa perlindungan_ tanpa tempat bergelayut_tanpa tempat bergantungan

lari dari satu dahan ke dahan yang lain

lari! dari satu pohon ke pohon yang lain

namun nafsu bringas kebuasan keganasan kekejaman

mengenyahkan belas perikebinatangan

pada makhluk yang ingin di kata mulia

golok_parang berkilat tertimpa cahaya matahari

menebas_menggorok leher sang induk

tepat di bola mata Amai dan adiknya

bunda rebah bersimbah darah

lolong ketakutan kengerian tak lagi mengibakan

tangan kasar-rakus-dan kejam merenggut paksa Amai dan adiknya

pisahkan ibu dan cintanya

dalam aniaya perih dan nyata

Pelaihari, 26 Desember 2020


Ayu Siti. Nama sebenarnya Siti Rahayu. Lahir di kota kecil Pelaihari, tepatnya di Desa Panggung. Seorang guru di sebuah sekolah menengah pertama,. Beberapa hal kecil tak berarti yang pernah diraihnya antara lain: tahun 2014, 2016, 2017, 2018, dan 2020, memenangkan beberapa even di tingkat Kabupaten Tanah Laut. Hal itu membuatnya lebih jatuh cinta pada puisi dan dunia literasi. Beberapa karya telah diterbitkan pada beberapa antologi bersama, diantaranya antologi puisi Musafir Ilmu, ASKS Tanah Bumbu 2019, Rainy Day Banjarbaru 2019, Puisi Sayur Mayur Kindai 2019. Antologi Puisi Kuliner Indonesia oleh Lembaga Kindai Seni Kreatif 2020. Antologi Corona Mengepung Listrik Melambung inisiasi Kindai Seni Kreatif 2020. Antologi Ruang Stereo Manusia 2020, antologi ASKS Riuh Imaji Di Tengah Pandemi 2020. Dandapati Tor, Memori Kopi Gayo Tanah Laut, Perempuan Berkerudung Rembulan, merupakan puisinya yang telah diteaterkan oleh beberapa komunitas. Puisi-puisinya berjudul Rumah Penanda Kita,Getar Rindu Kepada H.Boejasin, Pesona Senja, telah dibacakan pada sidang paripurna DPRD Tanah Laut 2019 lalu.


Puisi Atek Muslik Hati di gembok 2021

 Atek Muslik Hati 


Susuri jalan berliku


Ayahku malam, gelap

Ibuku siang, benderang

Kuterlahir di musim panas

Kala mentari terpungguk

Di atas pena langit

Penuh warna


Aku di beri nama

Penziarah berlumur doa

Tanpa dosa

Karena aku bocah

Merah bau setanggi


Ayahku malam, 

Ibuku terang... Memberiku makan seonggok tulang

Tulang belulang saudaraku

Yang mati tertikam amarah


Riuh si fulan haus akan darah; giginya tajam menghujam

Menunggu mangsa 

Di sana di sudut asa


Si Fulanah berbaju merah darah, nyalang siap menerkam pula

Meski taringnya hampir patah. Cih...Aku mendecih;benci ku naik kelangit!


Tontonan ini bukan tuntunan

Menyeret luka di bisul penuh nanah, bau amis menguar

Basahi tanah leluhur putih suci, semedikan tanya


Salah siapa? Ini salah siapa?

Duhai tuan dan puan

Sejatinya kita tetap berkawan, bukan?


Karena kau dan aku terlahir di bumi yang sama

Meski ayahku gelap dan ibuku terang, telah teronggok di tanah basah bersimpul kesah


Akankah tanya itu menyimpulkan asa?

Dalam kelindan rasa yang entah...?

Pasrah...!

Praya Lombok 29 Desember2020


Atek Muslik Hati, . Namanya dicatat di Lumbung Puisi sastrawan Indonesia dalam beberapa antologi Bersama nasional. penyair ini tinggal di Ambon.


Puisi Apri Medianingsih di gembok 2021

 Apri Medianingsih


Sajakku Mendunia

Aku menulis sajak

Kala bintang berkelip di kepala

Sinarnya semarak menghidupkan ide

Dari bumi, kulihat cakrawala langit

Mengusik imaji menajamkan mata pena


 Ibuku dulu pernah berkisah

Dalam dongeng malam

Tentang mimpi yang bisa digantung

Pada ketinggian langit

Kusimak bahasa ibu dengan nalar

Yang tertulis dalam ingatan


 Dari selembar kertas putih

Aku mulai menafsirkan dongeng malam itu

Menjadi tulisan indah

Ketika musim bunga pecah beling bermekaran

Seperti imajiku yang berkembang

Pada larik-larik sajak


 Kini aku tengah bermimpi

Dan mengingat dongeng ibu

Dengan jemari ini aku mengikat harap

Melalui karya yang mungkin cuma sederhana

Kupancang pada sinar fajar terbit sejak subuh


 Bilakah sajak-sajakku mendunia?

Kubuktikan bahasa ibu dalam dongeng

Sajakku bersinar bagai bintang

Waykanan, 26 Desember 2020

Apri Medianingsih, Berasal dari Kabupaten Way Kanan Lampung. Lahir di Kalipapan, 10 April 2020. Mengawali menulis karya sejak SMP,  menyukai puisi sejak usia SD kelas III.Telah berkarya dalam buku tunggal kumpulan puisi berjudul "Irama Kembang Setaman" penerbit Situseni Bandung tahun 2018. Turut berkarya dalm 20 buku antologi puisi bersama,  13 buku antologi cerpen bersama, 1 buku antologi pantun bersama, 1 buku antologi pentigraf bersama, 1 buku antologi puisi tiga bait (putiba), 1 buku antologi gurindam bersama, 1 buku antologi esai bersama. Dan telah banyak karya yang terangkum dalam berbagai festival puisi berkurasi seperti Festival Sastra Internasional Gunung Bintan (FSIGB), lomba cipta puisi Suara Hati Guru di Masa Pandemi bersama Dermaga Seni Buleleng (DSB).


Puisi Ary Toekan di gembok 2021

 Ary Toekan,

Telah Patah


Ku cari Dikau di hari ke 2488

Ku kejar bayangmu di setapak jalan kenangan

Duri-duri ilalang yang dahulu sering kau keluhkan

Kini telah Patah, remuk dan lapuk bersama hilang mu

Wangimu yang terdekap di pucuk rerumputan

Kini telah merata disebar peri bidadari

Peluhmu yang terseka di dedaunan

Kini telah berada dalam lebah-lebah nirwana

Lalu pada siapa Dikau selain separuh kasihmu untukku?

Tuhan benamkan bayang-bayang semu ini

Agar luka cinta tak lagi mekar

Adonara, 2019

Ary Toekan nama aslinya Asy’ari Hidayah Hanafi, lahir di Wewit-Adonara Tengah-Flores Timur NTT. pada tanggal 11 Agustus 1981. Beberapa Karyanya berupa jurnalistik, esai dan puisi dimuat di Media Online weeklyline.net, Flores Pos, dan Media Pendidikan Cakrawala NTT. juga menulis  buku diantaranya: Buku Antologi Puisi Tapak Tuah, 2017, Buku Revolusi Mental Ala Guru, 2018, Buku Asal- Usul Lewo-Lewo di Flores Timur, 2019, Buku Antologi Puisi Nusantara dan Malaysia "Jiwa-jiwa yang Bahagia dan Menang", 2020, Antologi Puisi Kabut di Puncak Pasandan, 2020, Saat ini menjadi Wakil Ketua Asosiasi Guru Penulis Indonesia (AGUPENA) Flores Timur. Tergabung dalam Nara Teater dan menjadi salah satu aktor dalam Lakon Ina Lewo dan tampil pada Festival Teater Nasional Taman Ismail Marjuki Jakarta 2018. Menjadi tenaga pengajar pada SMP Negeri Panca Marga Kolimasang Adonara, Flores Timur, NTT.


Puisi Asep Khairul Akbar di gembok 2021

 Asep Khairul Akbar


Tulisan-tulisan ini milik siapa?


Dia sudah berhari-hari menangis, memanggil orang tuanya..

Barangkali dia meminta ASI

Ingin menetek pada ibunya

Atau mungkin

Sekedar memandang wajah bapaknya

Ayo mengakulah!!!

Siapa diantara kalian, orang tua kandungnya?

Yang melahirkannya

Tulisan yang kotor, hitam kumal, tidak bermakna

Dan tidak pula ada kutemukan di dalamnya

Majas-majas palsu seperti kebanyakan lelaki korea

Aku rasa..

Wajahnya lebih mirip seorang bilal

Haaah?

Aku?

Bukan aku ibu bapaknya..

Aku hanya membantu menuliskan

Karena aku menemukannya

Terlantar

Di depan pintu pikiranku

Jadi sekarang mengakulah

Siapa diantara kalian, ibu bapaknya?

Jangan jadi kecut dan takut

Sebab..

Jika nanti dia sempat dewasa setelah aku besarkan

Dan besar seperti Rumi atau Gibran

Atau setidaknya, aku yakin

Dia pasti bisa seperti burung merak ataupun binatang jalang

Maka...

Sekali-kali tidak!!!

Kalian tidak boleh mengambilnya dariku

Karena nanti...

Aku bersumpah

Tidak akan pernah kuberitahukan

Cerita yang mengiris hati ini

Kepadanya

Oh, kemarilah...

Dan peluk aku

Wahai tulisan jelek dan kumal

Nagreg, 3 oktober 2020

Asep Khairul Akbar


Gembok... Bukakanlah Pintu


Di sela-sela rangkaian kata nan elok

Sembunyi jutaan luka dan borok

Apapun itu ketika diriku mabok

Belati runcingpun tak mungkin bisa menohok

Gembok... gembok tunjukkanlah anak kunci

Barangkali di dalam tersembunyi kebenaran sejati

Dan persilahkanlah masuk segala mimpi

Kelak kepalsuan dimusnahkan yang sejati

Wahai gembok jawab pertanyaanku

Mengapa di depanku wajah suram begitu pilu

Anak-anak kecil berjalan tanpa ayah tanpa ibu

Tua renta terlantar di dinding sejarah palsu

Bandung, 4 Oktober 2020



Asep Khairul Akbar lahir di Tanah Datar Sumatera Barat pada 18 November 1994. Nama pena Askhabar27 atau A.K Akbar adalah penulis amatir yang harus banyak belajar dan membaca. Pernah menulis puisi antologi bersama bertema Kemerdekaan berpola 17845, antologi bersama puisi Berita Esok Hari dengan tema Merindu Indonesia, antologi bersama puisi ARS Publisher dengan tema Indonesiaku di Tahun 2020, dan Antologi bersama Puisi dengan tema Meraih Impian. Tercatat lulus di Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat pada tahun 2017, dan sempat menjadi wartawan di salah satu media online di Jakarta. Mungkin kecintaannya kepada tulisan-tulisan Penyair seperti WS Rendra menjadi salah satu faktor warna tulisan tidak terlalu indah tetapi kritis dan berapi-api


Puisi Ahmad Zainuddin di gembok 2021

 Ahmad Zainuddin 


Sundal Bolong

Aku telah mati

Dalam hidup

Di peluk dosa

Di aniaya dunia

Tawaku adalah sembilu

Tangisku adalah syair serapah

Jiwaku hancur dikoyak –koyak sesal

Ragaku luruh seperti remah-remah hina

Aku telah mati

Dalam hidup

Di peluk dosa

Di aniaya dunia


Ahmad Zainuddin 


Segelas Kopi Sebatang Rokok 


Ingin kumasukkan kepalaku

Ke dalam segelas kopi

Agar larut tanpa bekas

Ingin kususun hatiku

Di barisan tembakau dalam rokok

Agar terbakar dan menjadi abu








Ahmad Zainuddin Ujung lahir di Desa Pasi , Kecamatan Berampu , Kabupaten Dairi, 21 Maret 1989. Pendidikan dasarnya di tempuh di SDN No 033911 Belang Malum, jenjang sekolah menengah pertama (SMP) di selesaikan di SMP N 3 Sidikalang , jenjang sekolah menengah atas ( SMA) di selesaikan di SMA N 2 Sidikalang , Kabupaten Dairi. Gelar sarjananya di peroleh dari Universitas Negeri Medan ( Unimed) pada tahun 2012 dengan menyandang gelar Sarjana Pendidikan Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD). Pada tahun 2013 penulis terpilih menjadi salah satu guru daerah terpencil dalam program SM3T penempatan Kabupaten Asmat, Provinsi Papua.

Pada tahun 2014 penulis kembali ke tanah kelahirannya dan menjadi tenaga pendidik di SDN No 030277 Teladan Sidikalang pada tahun 2016. Sekarang penulis aktif mengajar di SDN No 036562 Ponjian. Penulis aktif mengikuti kelas belajar puisi dan mengikuti beberapa event lomba puisi dan telah menghasilkan beberapa karya . Saat ini penulis juga sedang menyelesaikan cerita bersambung dalam bahasa daerah Pakpak dengan tema pendidikan berjudul Mersikkola Tikan Arnia ( sekolah pada zaman dulu). Penulis sudah menetaskan satu buah buku puisi tunggal yang berjudul “SANG PENEROKA DI NEGERI ANDALAS “ dan beberapa buah buku antologi . Penulis juga aktif di kegiatan kegiatan olah raga dengan tercatat sebagai anggota ISORI Kabupaten Dairi.Di samping itu penulis juga aktif di kegiatan literasi,bersama dengan rekan –rekan lintas profesi penulis mendirikan rumah baca literasi.



Senin, 18 Januari 2021

Puisi Barlean Aji di gembok 2021

 Barlean Aji 


Pengakuan Sang


padamu negeri kami berjanji ..........

padamu negeri kami berbakti ..........

padamu negeri kami berjanji ..........

bagimu negeri jiwa raga kami ..........

itu lagu yang harus selalu kita wujudkan

selamanya kepenguasaan ada

bila datang waktu lindap di atas dunia

pada semakin kerasnya abjad kehidupan kita

pergulatan demi pergulatan hingga lolonganpun tercipta

pada waktu yang lama, tebal tetesan darah kering mengotori baju kita

selalu kita punya satu kewajiban untuk melayaninya

persoalan serakah, memang itulah nasib kita

otak selalu penuh nafsu dan liar mata kita

siap antar kita merengkuh surga dunia

hingga terucap selamat tinggal duka lara

cinta yang sempurna adalah cinta pada dunia

bergembiralah, bergembiralan membuang segala nestapa

bergembiralah, bersama menjadikan bumi hamparan hidup penuh tawa

kita sekarang ada di tengah samudera

bersiap menyelam ke lubuknya yang dalam

untuk memperoleh butir-butir mutiara sempurna

sebongkah asa, mewujud bahagia menghapus masa sisa kelam

tak terlewatkan sepi, banyak menangis karena dahaga

tak mengerti darah, menangislah karena harta

pertebal rasa percaya nan penuh rasa cita

tiada nista duka nestapa, sunyi prahara

tak memiliki harta banyaklah bicara mencari karma

Jember, 1 Desember 2020

Barlean Aji

Jancok,... bukan aksi biasa

dengan bermandikan sinar mentari pagi : terjadilah aksi ini

jancok!!!

sungguh, ini bukan aksi politik atau aksi unjuk rasa atau bahkan aksi budaya,

dan juga bukan aksi sosial yang menyentuh sisi hiba hati manusia

sungguh tak beradab!

kalian hajar mereka seolah bukan manusia

kalian biarkan segunung keangkuhan, selaksa kebusukan, dan segala kebengisan

tersurat pada wajah kalian, seolah itu lahir dari kedalaman batin

bersama-sama kalian hadirkan keperihan

bersama-sama kalian hadirkan kebiadaban

bersama-sama kalian hadirkan ketakutan

bersama-sama kalian hadirkan kengerian

dengan bermandikan sinar mentari pagi : terjadilah aksi ini.......

jancok!!!

wahai kalian para penghamba

sungguh, ini bukan aksi politik atau aksi unjuk rasa atau bahkan aksi budaya,

dan juga bukan aksi sosial yang menyentuh sisi hiba hati manusia

pandanglah segelintir saudara kami yang penuh intimidasi

remuk redam segenap hati terhantam obsesi pemuasan hati

terjajah seluruh raga pada kebengisan tingkah laku penuh ambisi rohani.......

jancok!!!

haruskah aku tak percaya bila melihat fakta?

haruskah aku tak percaya bila keadilan itu ada?

haruskah aku tak percaya bila kebenaran itu nyata?

haruskah aku tak percaya bila kebebasan itu milik kita?

haruskah aku tak percaya bila kebaikan itu harkat setiap jiwa?

wahai sang durjana

telah kau cipta duka lara

telah kau dedah luka jiwa di dada

telah kau aniaya tubuh rebah serata tanah

jancok....!!!

sungguh, ini bukan aksi politik atau aksi unjuk rasa atau bahkan aksi budaya,

dan juga bukan aksi sosial yang menyentuh sisi hiba hati manusia

suatu saat, hukum adat siap menjerat.

2 Desember 2020














Barlean Aji Pria gondrong yang juga PNS di FISIP Universitas Jember ini adalah inisiator lahirnya beberapa komunitas seni/sastra hingga dewan kesenian di kab. Jember. Saat ini aktif bersama Forum Sastra Jember, yang rutin tiap bulan menggelar acara seni budaya bertajuk Srawung Sastra. Sejak 1991 hingga 2006 aktif menyutradari pertunjukan teater baik yang dipentaskan di Jember maupun pentas keliling beberapa kota. Karya-karya puisinya sejak 1994 hingga sekarang tergabung dalam beberapa antologi puisi di Indonesia. Kerap kali pula menjadi juri dalam lomba-lomba baca puisi di wilayah Tapal Kuda.Bersama Laskar Puisi Menolak Puisi (PMK) aktif di Road Show PMK keliling Indonesia. Penyair ini tinggal di pinggiran kota, tepatnya di Krajan Kranjingan Sumbersari Jember.





Puisi Buana KS di gembok 2021

 Buana KS


Catatan Sebuah Kisah


 Waktu telah menuakanku, berabad abad

Beragam cerita yang mungkin diadaadakan

Dari yang tiada menjadi ada

Konflik berdarahdarah terprasasti ditubuhku


 Dari kisah perebutan rajaraja menancapkan kekuasaan

Konspirasi berperanan menukilkan kisah


 Kebodohan meninggi tika orang bule berpesta

Melumuri tubuhku dengan darah dan mesiu


 Berlanjut kaum bule kocarkacir dibombardir pasukan negeri matahari

Mayapada memerah saga, sebuah janji kebebasan

Kelaparan di mana mana, busung lapar semacam sebuah agenda pembantain

Sembilan belas empat lima, berpuncak klimaks


 Tepat tujuh belas agustus menggema nyanyian kemerdekaan


Namun, konspirasi belum lah usai

Perdebatan demi perdebatan kembali digelar

Elit bermain dadu kekuasaan

Darahpun tumpah di tubuhku, revolusi enam jendral satu perwira

Dijadikan tumbal permainan


 


Serentetan nama dicatat dalam buku hitam kematian

Gagak gaduh, burung hantu resah

Aroma pembantain dimana mana


 Tangantangan besi kekuasaan menggerayangi sekujur tubuhku

Melumurmkan darah ribuan nyawa yang konon pendosa katanya

PKI penghianat, harus binasa


 Ketakutan merajalela, penguasa wajib jadi panutan pembenaran

Mana yang benar mana yang salah sulit menentukan

Bisa jadi benar adalah salah, salah jadi benar

Nyanyian resah burungburung di padang ilalang

Menyaksikan aspirasi ketidaksesuain dibungkam


 Yah aku menyaksikan otoriter kekuasan kokoh berdiri di atas tubuhku


 Tigapuluh tahun berlalu

Kegelisahan reformasi mengalun mengema di senayan

Korupsi, kolusi, nepotisme dan otoriter harus disingkirkan

Penguasa meradang, membabibuta menyerang,


 jeritjerit kematian menyayat

Amis darah mengepul ditubuhku kemudian membung ke udara

Menyatu dengan aroma gas airmata dan aroma knalpot

Mahasiswa mengibarkan panji panji reformasi


Duapuluhdua tahun berlanjut, aku semakin tua

Konspirasi berlanjut memainkan peran

Korupsi semakin menjadi jadi memgelar pesta

Permainan dadu jadi permainan monopoli


 Kapitalisme merangkai naskah sandiwara

Terorisme, radikalisme, ikut ikutan meramaikan kegaduhan

Politik punya keinginan dan tujuan yang sulit ditebak

Ekplorasi tubuhku semakin menggilagila


 Aku hanya diam

Aku Cuma saksi yang tak bicara

Akulah bumi indonesia

Bungo, 31 Desember 2020


Buana K.S lahir di  Lahat Sumatera selatan pada 17 Agustus 1985, dengan nama Lahir  Bambang Hirawan. Pada tanggal 16-18 Maret 2012 menjadi peserta TemuSastrawan Nusantara Melayu Raya I di Sumatera Barat. Puisi Buana KS pernah ikut dalam pameran Foto dan Puisi yang digawangi Sakti Alam Watir. Puisinya juga pernah dimuat surat kabar lokal seperti Jambi Independent, Pos Metro Jambi, Bungo Pos, Merangin Ekspres, Jambi One dll. Beberapa Karya puisi Buana KS  terangkum dalam antologi  puisiPenyair Indonesia dan mancanegara, seperti : Antologi 25 Penyair Muda Nusantara “ Traktat Cintadan Dosa Dalam Dendam” (Pena Ananda, Juli 2011), Antologi Sehimpun Puisi Generasi Kini “ JejakSajak” (BPSM 2012), Menguak Senyap (Rios Multicipt, Padang, 2012),  Senandung Alam (LeutikaPrio, 2012), Carta Farfalla (Tuas Media, 2012),  Talenta Para Pengukir Tinta Emas (AwangAwang Publishing, 2012),  Antologi Puisi IGAU DANAU (SanggarImaji, 2012),  Bilingual Poetry Anthology SPRING FIESTA “Pesta Musim Semi” (Araska Publisher, 2013),  Antologi Puisi Kota Jam Gadang “Bukittinggi Ambo Di Siko (Fam Publishing, 2013),  Kumpulan Puisi Penyair Indonesia MEMO UNTUK PRESIDEN (Forum Sastra Surakarta, 2014),  Antologi Puisi Penyair duakota “LACAK KENDURI” (Imaji, 2014),  Antologi Puisi Lumbung Puisi Sastrawan Indonesia Jilid III (Sibuku media, 2015), Antologi Penyair Menolak Korupsi IV “Ensiklopegila Koruptor” (Forum Sastra Surakarta, 2015), Antologi Puisi Dari NegeriPoci VI “Negeri Laut”(KKK, 2015),  Antologi Sekumpulan Puisi Sakkarepmu Penyair Mbeling Indonesia (Sibuku media, 2015), Antologi 13 Penyair Jambi “PENDARAS RISAU” (Rukam&Imaji, 2015)  Antologi PuisiPenyair Jambi “Rumah Cinta” (Balai Bahasa Provinsi Jambi, 2015), Antologi Ketupek Bengkulu (Oksana, 2016), Antologi Penyair Jambi '' Siginjai Kata-Kata (RUKAM, IMAJI, 2016), Lumbung sastrawan Indonesia “Perjalanan Merdeka” Antologi Puisi Internasional (Penrbar Media Pustaka, 2020), Antologi Bersama Lumbung Puisi Santrawan Indonesia VIII “CORONA, Penyair Mencatat Peristiwa Negeri ( Penebar Media Pustaka, 2020). Saat ini Buana KS menetap di MuaraBungo, Jambi.




Puisi .Budi Riyoko di gembok 2021

 .Budi Riyoko


Balada Penyair Tua


Meski  umurku tak muda lagi, mungkin hanya bersisa berapa puluh tahun lagi. Aku juga masih sendiri, tapi tak takut mati. Aku yakin suatu saat nanti setelah tiada badan lagi.

Di dunia ini, mereka akan mengerti. Bahwa puisi itu sangat berarti.dan mereka akan menceritakan untuk anak dan generasi nanti. Mereka akan berkata dengan bangga.

“Nak, dulu ada teman bapak. Dulu, dulu sekali. Ada pemuda penulis puisi. Nasibnya tragis sekali. Puas Dia dicaci. Dimaki. Diisolasi karena karyanya tak berarti.Untuk merubah hidup kaya materi”.

Saat Dia sakit, bapak kunjungi Dia, istirahatkah Dia?”.

Tidak!”. Dia justru bergelut diantara kata-kata dan nyawanya sendiri.

Bapak berusaha menghentikannya. Dia tersenyum dan berkata:”Aku hidup bukan dengan nyawa tapi dengan keinginan meninggalkan karya sastra karena selama ini kata-kataku dianggap mati.

Aku ingin suatu saat negara yang tertidur tiba-tiba rakyatnya berteriak merdeka, sehingga mereka tidak perlu dihadapi dengan senjata.

Lihatlah, betapa banyak hati yang buas  diobati dengan pesan lembut dari kata-kata, luka aksaraku adalah tamu jadi di saat kematianku iringi saja dengan kebanggaan dan menarilah.

Banyuasin 13 September 2020




Grandong Satir Para Koruptor


Di dusunku ada  hantu bernama Grandong, Taring panjang seperti garong. Mata besar dadi Bagong

Sukanya nyolong. Kalau siang tidur  di bambu seperti kalong

Sangat pintar Nyamar Makruf Nyambi Mungkar, Ing Ngarso Numpuk Rondo.Ing Madyo Nguntal Konco, Tut Wuri Golek Rai

Hantu Grandong bicaranya bohong, Sesekali suka kong kaling kong, Anak sedusun hilang diroyong, Ibu-ibu nangis melolong

Datang akuwu  menolong,  Pakai daun lompong, Rumah Grandong diobong

Grandongnya selamat pakai ilmu Ngerong, Mungkin dia turunan Nyi Blorong

Banyuasin 13 September 2020






Budi Riyoko, adalah penyair yang tinggal di Banyuasin. . Namanya dicatat di Lumbung Puisi sastrawan Indonesia dalam beberapa antologi Bersama nasional.





Puisi Buya Al - Banjari di Gembok 2021

 Buya Al - Banjari


TuhfanMu

dalam meniti lembah kehidupan inisekejap saja aku lalai mengingatMu

sesaat saja aku lupa mencumbu

Musedetik saja aku mangkir membelai

Muremuk redam berkeping batang tubuhkudirajam dikuliti dibakar dalam kawah api membara hitam legammahkamah pengadilanMu paluNya 

Maha SeruEngkau teramat sangat pencemburusemua memang haqq

Muaku hanya musafir fakir di gurun - gurun takdirMu

hanya padaMu kuserahkan semua tuhfah amanah

Mukini fanaku anugrah terindah dalam keabadianMu

Martapura Kalsel, 30 Desember 2020 M/ 15 Jumadil Awwal 1442 H


Buya Al - Banjari


Ajar Wayang


kita bercanda di puncak malam semakin kelam

senyummu hadir mengukir dalam mimpi indah

sambil menghirup secangkir air kopi jahe bergula aren kehidupan

kita menari bersama semilir angin dan bidadari setia menemani cermin waktu hingga

dinihari

purnama memancar di relung matamu

merasuk dan bersemayam dalam keheningan

bintang gemintang tersenyum manja

saling puja puji rasa cinta kasih sayang tersimpan rahasia agung

wahai penguasa sukma aksara

Engkaulah peniup naviri galaksi jiwa

kami tunduk takluk ikuti alunan gelombangMu

irama gendang jagat semesta bertabuh lunaskan segala makna

adalah kita sejajar wayang yang digerakkan Sang Dalang

masihkah kita bimbang berbagi keindahan di bentangan kain kafan layar terkembang?


Banjarmasin, 16 - 19 Desember 2020 M/ 1 - 4 Jumadil Awwal 1442 H


Ahmad Sugian Noor, AA, Al - Banjari.Lahir di Barabai, 7 Desember 1958. Alumni FKIP ULM Banjarmasin Thn 1988, Hobimenulis puisi juga aktivis Teater Tradisi Mamanda Banjarmasin. Sering juara lombabaca puisi se KalSel tahun 1980 an.Bbrp puisi pernah dimuat di SKH.Dinamika Berita dan B.Post tahun 1987 - 1990 dan dibbrp Antologi Puisi bersama Penyair di antaranya : BANJARMASINKU DALAMPUISI '87 (Thn 1987); "BOSNIA DAN FLORES (Banjarmasin, 1993); *MAUMANGMAKNA di HUMA AKSARA (ASKS XIV Thn 2017 Kandangan); SEMERBAK HUTANSEHARUM OMBAK (ASKS XVI Thn 2019 Tanah Bumbu); MERATUS, NyanyianRindu Anak Banua, (Thn 2020); KUMPARAN PUISI, Dapur Sastra Jakarta (Thn 2020);Setelah SAPARDI Pergi, Sehimpun Puisi Tribute to Sapardi Djoko Damono (PustakaDiomedia, Jakarta 2020); RIUH IMAJI di MASA PANDEMI Antologi Puisi ASKS XVIIKalsel, Tabalong 2020 (Tahura Media); RUANG STEREO MISTERI MANUSIA,Antologi Puisi Penyair Kalimantan Selatan, Disporabudpar Kota Banjarbaru (TahuraMedia, Oktober 2020); PENGEMBARA RINDU, 15 Penyair Nusantara (Juara 2, EventSayembara Tri Lomba Cipta Puisi (November 2020, Kosana Publisher, BanyumasIndonesia).Biodata kepenyairan Buya Al - Banjari dimuat dalam buku Sketsa SastrawanKalimantan Selatan (Balai Pustaka Banjarmasin, Banjarbaru, 2001) dan buku LeksikonPenyair Kalimantan Selatan 1930 - 2020 (Tahura Media, 2020).










Puisi Beti Novianti di gembok 2021

 Beti Novianti


Marlborough


Kami duduk menyaksikan samudra 

dari pesisir tapak paderi

di atas bukit buatan

sambil mengunyah bay tat yang baru kami beli di dekat perkampungan percinaan yang lengang

angin seolah paham kisah ini 

kisah yang panjang 

serta tak pernah lupa pada Robert Hamilton

yang masih memancarkan cahaya dari matanya dan membarakan api

kami masih menguyah kenangan demi kenangan dari mesiu yang bisu, senjata yang kehilangan peluru 

seakan ingin melupakan

mencoba menelan semuanya tapi terlalu keras bagi kami

sekarang kami masih duduk menikmati biru hari 

menatap bayang bayang langit 

dari laut yang jernih

pohon cemara yang menjadi saksi akan hari yang tak pernah kembali

dan ombak yang menepi seakan memberi kode kepada pengunjung tentang arti yang datang dan yang pergi

serta kebahagian yang selalu pasang surut

Mukomuko, 2020


Beti Novianti, puisinya mengisi berrbagai antologi Bersama nasional. Penyair ini tinggal di Mukomuko.




Puisi Bijuri di Gembok 2021

 Bijuri

Bersatu Dalam Puisi


Wahai para hati nan sudi

Tempat lahir syair suci

Lewat lengan juga tangan

Keriput kekar lembut juga mungil

Namun sejajar jari jemari 

Saling mengayomi

Sendiri, atau

Di ribuan antologi


Di negri ini

Negri yang bertuah beruntung

Di gendong dan di bedung

Besar dalam kidung, dan

Negri s'lalu basah

Para penyair menumpah tintah


Walau zaman silih berganti

Dan dijarah peradaban

Saling tebang,tumbang

Orbit nyaris lepas

Bumi oh bumi


Namun rentitan kata 

Bak genjatan senjata

Mampu mengubah alur cerita

Menghapus angkara murka

Derita juga luka


Karena

Semua bersatu dalam puisi

Bersama mengukir prestasi

Hingga tercipta mahakarya

Dunia dan isi ada didalamnya

Juga para penyairnya

Penyair penyair Indonesia.  


Balangan 30 12 2020.


Bijuri, lahir di Pananggian 7 Juli 1987. Penyair ini tinggal  di Binjai Punggal Jalong , Balangan.



Puisi Chanchan Parase di gembok 2021

 Chanchan Parase 


Kedongdong Muda 


Gila Lelaki itu Bertahan pada segelas kopi 

Yang menggantikan jatuh 

Sendok kecil di bibirnya 

Kalau diminta aku tahu 

Siapa yang berlapang meja 

Menyediakan waktunya mampir, 

Dasar lelaki 

Gila 

Menyundul hingga menggeser meja 

Dari lobang giginya 

Beberapa yang menyerahkan salam Terlihat terinjak oleh dagunya 

Yang tidak serupa lesung pipi 

Tapi dia menyudahi perbukitan buku 

Dalam hitungan angin yang sangat bersahabat,setiap memerhatikan 

Si nakal-nakal pagi Lebih gilanya Lelaki itu memakan jam tangannya 

Dengan kursi melipat leher 

Dengan memindahkan poninya 

Sisir kebelakang Sebagai lelaki yang menghargai 

Hidangan asinan kedondong muda . 

bt09092020


Candra, Lahir di Medan 11 Juni 1975. Nama facebooknya Chanchan Parase, Pegiat Tarmizi Rumahitam Batam,  Antologi bersama yang dikantongi -Gugus Waktu 2017 -Titik Rindu. 2018 -Soekarno. 2018 -HAIKU Hasanah 2019 -Sonian 2019.


Puisi Brigita Neny Anggraeni di gembok 2021

 Brigita Neny Anggraeni

Mencari Tuhan

Tuhan.....Tuhan....Tuhan....

Semua menyebut namaNya

Saat berduka,

Saat kecewa,

Saat terhina,

Pun saat bahagia

Mereka mencariNya

Tuhan...

Apakah menanggapi

Bisakah ditemui

Saat mencari Tuhan

Tak perlu mencarinya jauh

Dia tak tampak di gelayutan awan

Tak ada dalam merah matahari angkuh

Mungkinkah Dia ditengah-tengah orang lemah

Atau dalam perayaan agama yang meriah

Carilah dibalik tatapan anak kecil yang tertawa

Dalam tangisan pertama bayi disana

Dia ada dalam tiap linangan duka

Bahkan dalam harum wangi bunga

Rasakan juga pada desahan sekarat tiap jiwa

Dia ada di mana-mana

Namun kamu tak akan pernah menemukanNya

Dalam kobaran kemarahan

Energi kekerasan

Congkak arogan

Tuhan datang hanya dengan cara sederhana

Dalam ketenangan

Masuklah dalam keheningan

Disana Dia akan beri jawaban.

Semarang, Oktober 2020

Saudara Perempuanku 


Tidak ada teman seperti saudara perempuan

Dalam cuaca terang atau badai

Saudara perempuanku, serupa ibuku

Saudara perempuanku, sekaligus sahabat sejatiku

Tak peduli seberapa banyak perdebatan, namun tak terpisahkan

Saudara perempuanku, guru pembimbingku

Pemandu, sealigus penasehatku

Kata-katanya lebih berharga dari emas permata

Teman seperjuanganku

Dia kebahagiaan yang tak bisa direnggut

Saudara perempuanku, tempatku berlabuh dan berteduh

Kenanganya bertahan meski digerus zaman

Saudara perempuanku jadi tonggak tongkat hidupku

Dia terbang bersamaku dengan keindahan sayap merpati

Satu-satunya keingannya untukku adalah hanya memberi

Saudara perempuanku adalah manifestasi kasih

Ia serupa mawar abadi

Meski bunganya mati, harumnya tetap di hati.

Semarang, November 2020












Brigita Neny Anggraeni. Menelesaikan pendidikan sarjana di Fakutas Psikologi Universitas Diponegoro Semarang pada tahun 2005. Karier menulis digelutinya sejak bangku SMP, berupa ceritera anak-anak yang dimuat tiap minggu di koran harian Suara Merdeka. Bagi wanita yang puna hobi bercocok tanam dan memasak ini, menulis adalah bagian jiwana. Selain ceritera anak-anak, tulisan lainya berupa artikel, esai di beberapa tabloid, buku-buku untuk perpustakaan daerah, dan buku-buku pengetahuan berseri yang telah diterbitkan oleh PT Elex Media Komputindo. Kecintaanya terhadap seni, filsafat dan pengetahuan tentang psikologi yang dipelajarinya di perguruan tinggi mendorong untuk membuat buku parenting dan terus menulis puisi. Penulis saat ini tinggal di Semarang bersama keluarga kecilnya.





Puisi Che Aldo Kelana di gembok 2021

 Che Aldo Kelana


Gembok  (1)

(Kisah usang para pemberontak)



Kita pernah duduk bersama

lingkari cahaya sebuah lentera

merencanakan perlawanan

pada wajah-wajah memuakkan

bila nama mereka disebut


Diredup cahaya

lirih suara kita (seolah berbisik)

muntahkan kebencian yang sama

tentang luka yang mencabik seisi dada


Dendam begitu kesumat

hingga bayang-bayang wajah kita

ikut terbakar saat kata sepakat terucap


Kita telah menjelma pemberontak

yang digembok api amarah

demi sebuah kebebasan

dari dinding-dinding

yang memisahkan kita

dengan kehancuran.


Atambua NTT, 5 Agust 2020





Gembok  (2)

(Kisah usang para pemberontak)



Cahaya lentera seolah menertawakan

ikrar perlawanan kita yang mematung

saat dendam dan amarah rapuh membisu

di hadapan wajah-wajah yang memuakkan itu


Kita selalu kalah

sebab bukan siapa-siapa

diantara dinding-dinding

yang memisahkan kita

dengan kehancuran.


Atambua NTT, 5 Agust 2020


Che Aldo Kelana, penyair asal Atambua. Namanya tercatat di Lumbung Puisi dalam Antologi bersama nasional  Sampah 2020. Tinggal di Atambua.



Puisi Dedari Rsia La Pieta (1) di Gembok 2021

 Dedari Rsia

La Pieta (1)

Memasuki altar kesedihan

                  dan kehilangan cinta

tubuhmu lunglai.

Hanya belai seorang ibu

sanggup mengeringkan luka

                        dan air mata.

Apalah daya

bahkan langit yang terbuka

lambat memberikan jawab

dengan apa kuusap mata

                    yang sembab.

Berbaringlah walau sejenak

sebelum dunia berakhir

dan lumat dalam takdir.

Intramuros , november 2019.

















Dedari Rsia

La Pieta (5)

Seorang anak belajar mengenal arah

dari rasi bintang

mengenal waktu dari panjang bayang

mengenal sayang dari sentuhan

dan cinta dari pelukan

lalu ditinggalkan

di tepi jalan asing

teronggok tanpa peta

sendiri, dingin dan lama.

Itulah aku

sepenuhnya aku.

Manila, 2019


Dewa Putu Sahadewa Lahir di Denpasar tahun 1969

Menulis puisi sejak SMP , sekitar tahun 1980an sangat aktif di dunia Sastra

Yang baru dilanjutkan kembali tahun 2015 dan 2016 dengan dua antologi puisi tunggal , serta puluhan antologi puisi bersama .

Bergiat di Kupang sampai kini sebagai dokter spesialis kandungan, sembari penjadi provokator dan anggota di beberapa ajang sastra dan komunitas sastra  , termasuk menjadi salah satu pendiri Jatijagat Kampung Puisi di Bali.








Kamis, 14 Januari 2021

Puisi Dyah Nkusuma di gembok 2021

 Dyah Nkusuma


Ini Tanah Merdeka


Jiwa-jiwa terlalu merdeka

Bablas ngomong apa saja

Tak berbatas norma, kendali rasa

Giliran pertanggungjawaban

Melongo tak bersuara

Diam atau gagap terbata-bata


Ini tanah merdeka

Lanting-lanting kumuh di bantaran sungai

Memandang pasrah tongkang melaju

Membawa puya dan pasir swarsa

Melenggang ke negeri seberang sana

Tertinggal liang-liang, tanah berongga


Ini  tanah merdeka

Meramban rotan liar tak lagi bisa

Tersulap sawit-sawit merajalelela

Jadi abdi saja bagi investor negeri seberang sana

Empunya tanah buruh petik buah saja

Atau tenaga lepas penyiang gulma


Ini tanah merdeka

Duhai putra-putri pertiwinya

Ke negeri seberang sana jadi hamba sahaya

Gagah pemudanya jadi kelasi, dijual si tamak pikirkan kaya sendiri

Peras keringat, di kapal-kapal asing pengeruk

ikan kita sendiri

Di pijakan berdirinya, menghamba kepada pendatang yang meraja


Ini tanah merdeka

Bisa- bisanya  cuma bisa memandang saja

Salah apa bunda mengandung, salah kah pula nasib di badan?

Atau sebenarnyalah di ranah  merdeka ini,  jiwa-jiwa  terkungkung rapi?

Betapa ironi, Manalah macan Asia?

Manalah kisah sriwijaya, manalah risalah Gajahmada


Ini ranah merdeka

Manalah Indonesia raya

Manalah Indonesia jaya

Manalah tanah merdeka

Sampit, 16082020

* Lanting adalah, rumah terapung di tepian sungai, tanpa pasak, hanya ditambat pakai tali di tiang pancang.














Dyah Nkusuma


Berkata ranting Kering

Usai sudah

Daun daun telah luruh runtuh

Bunga bunga berlalu lumayan lama

Buah ranum rasa manis sisakan senyum


Telah tercapai tujuan penciptaan

Pasrah di akhir kisah

Terpetik bocah buat bilah bermain?

Bila lengah tinggalkan luka dan tangis

Atau gelak tawa ramainya canda


Terpungut pemuda lugu repek klehik kayu?

Bahan bakar tungku mak bermasak

Menyisa abu pembersih tiada busa

Atau jatuh tergeletak percuma?

Tak apa, membusuklah aku menjelma hara

Sampit, 14082020

*repek: mencari kayu bakar

  klethik: ranting kayu kering


Dyan Nkusuma, terlahir di Wonosobo, 17 Mei 1975, dengan nama Dyah Nur Kusumawati.

Menulis dan baca puisi adalah kegemaran semenjak kanak-kanak.

Menulis di laman gawai semenjak Oktober 2019.

Tiga antologi bersama: Love in Sping,

Kreasi 23442 dan Kata Kita.

Satu Antologi tunggal Sesungai Haiku,

Bunga Mentaya dan lima antologi bersama dalam proses.