Kasdi Kelanis.
Elegi Merah Putih
negeri ini kadang kering kadang basah, kadang kuyup kadang sayup
bertebaran aneka puspa dan margasatwa
khatulistiwa membelah dengan berkah
lingkaran api sabuk bermagma
bukan bencana tapi rezeki jua
menyuap anak negeri setiap hari
mengirim pasir mengirim abu juga
sebagian besar bersahabat dengan bumi beternak bertani sedikit pegawai negeri
konglomerat satu dua kayanya luar biasa
pedagang biasa saja dan buruh makan
seadanya
negeri khatulistiwa kaya flora dan fauna
negeri para raja yang perkasa
negeri dengan keragaman segala
merah putih selendang untuk melenggang
merah putih ikat kepala untuk ke gelanggang
mimpi bersama sepanjang gerilya
cita bersama ketika duduk semeja
asa hidup di bangku sekolah, gedung
parlemen atau meja istana
nyanyian penyair bak dzikir
selaksa puisi bak mortir
membombardir atas ketimpangan, ketidakadilan, sekterian, dan kebengisan
o merah putih berkibarlah dengan berani
tekad tak akan tamat
walau khianat siap mencegat
kita bangsa bermartabat
negeriku keringlah air mata basahlah doa,
kuyup puja sayup dalam bekerja
cita dan cinta bersama jaya
Bangoan, 23 Oktober 2020, K.Kasdi W.A.
Kasdi Kelanis.
Epitaf
telah selesai segala andai
telah lerai semua yang hendak dicapai
di sini
ia diam digenggam sang abadi
terserah puisi yang ditinggal
disimpan di almari peradaban
atau dikubur
di samping pusara ini
aku
tlah
mati
Bangoan, 23 Oktober 2020
K.Kasdi W.A. :, Aku berkenalan dengan puisi lewat lomba baca puisi lalu tulis puisi. Pertama membaca puisi di depan juri serta umum tahun 1977, lomba
baca puisi tingkat SMA/SMK tingkat DKI Jakarta. Aku hanya juara 3 dan aku makin senang dengan puisi. Dan lomba baca puisi, terakhir tahun 1984, salah satu jurinya Arswendo Atmowiloto (almarhum)
dan menyabet juara 1 sejabotabek. Mengikuti
lomba tulis puisi dalam rangka Hari Pahlawan,
hanya Harapan 1, jurinya Sutardji Calzum Bachri dan Sapardi Djoko Damono (almarhum). Aktif mengikuti kegiatan Bengkel Belia Radio ARH, di sini ada Bustami Ayus. Di bengkel ini latihan teater, diskusi, juga ada kursus wartawan. Lalu belajar menulis puisi, esai, pembasan terhadap antologi puisi, novel, naskah drama. Puisi disiarkan di radio ARH (di kompleks Taman Ismail Marzuki -TIM), Kaki Langit yang
diasuh Arthur John Horoni. Dan tulisan pertama yang dimuat di Koran TERBIT dan hari
yang sama, Sabtu, 15 Januari 1980. Semangat
menulismu terpacu. Lalu setia mengirimkan
tulisanku ke TERBIT dan tahun 1980 ini juga
aku diterima kuliah di IKIP Jakarta, jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, lulusan SMEA
Negeri 6 dengan guru bahasa Dra Nurana, pembimbingku lomba baca puisi yang pertama.
Dari 1980 sampai dengan 1986 aku setia menulis di Lingkar Budaya harian TERBIT, sesekali di Berita Buana dan Suara Karya.