Irwansyah
Bulan Sabit Di Pucuk Merah
Mengapa kau malu-malu menampakkan diri?
Apakah takut akan kesaksianmu?
Adakah yang kau sembunyikan dalam diam seyap tengah malam merayap sepi dihiruk pikuk desing peluru menghantam jantung tembus dipunggung bagian lain tak luput pula ada sengaja atau tiada meringis-ringis diiris rintih dicabik gelap seperti lenyap sekejap sisakan tangis duka nestapah?
Mengapa tak kau ajak bintang melihat benar?
Apakah benar menjadi tabu?
Adakah keberanian membuka mata merekam kesewenang-wenangan kekuasaan menempatkan hukum bagai alat pembenaran membawa lambang-lambang penindasan keadilan seperti drama ikuti perintah sutradara dijalan naskah kegamangan, kebencian, ketakutan kehilangan atau demi golongan pembayar upeti yang saling menguntungkan...kau dan yang lain hanya diam dikunci mulut dibutakan ingatan tanpa senda-gurau perlawanan ada sendu dalam tundukmu?
Mengapa malam merayap pergi?
Apakah muak atas perlakuan?
Adakah engkau melihat jejak selongsong yang dimuntahkan meneteskan darah di bumi pertiwi mereka terjerembab terseret-seret kepentingan nafsu kekuasaan membungkam malam dijalan tanpa hambatan tak ada kata yang boleh keluar dari para saksi mata rasa takut mengunci mulut, gerak gerik seperti diintai pemangsa hutan pemburu berseragam?
Mengapa aku bertanya-tanya?
Apakah pudar kepercayaan?
Adakah angin bisa menjawab ketika kopi 50k tak sempat dihabiskan?
Bogor 26 Desember 2020
Irwansyah
Syairku Digembok dalam Jeruji
Adalah nyayian tentang berbagi jatah kursi kekuasaan sorak-sorai kemenangan tuntutan dari dukungan jabatan tak sesuai kemampuan asal ada tanpa analisa kepribadian ada peluang dimanfaatkan akhirnya dijerat kpk.
Adalah sumpah-serapah yang tak bebas bersuara keluh kesah ditanam dalam sendi-sendi ketakutan berbagai pertanyaan hanya sampai ujung lidah karena pita suara berhenti bergetar alunanya tertahan di tenggorokan.
Adalah teriakan kebebasan media bicara tentang kebenaran persekongkolan persekusi alibi kebohongan siar berita sesuai permintaan hegemoni kekuasaan reformasi kebablasan mentah tak beretika mati suri lah pencari keadilan.
Adalah syair yang tak berani kupulikasikan sebab jeruji menjadi mimpi menakutkan efek lawan tirani cukup gembok jadi saksi kunci.
Bogor, 27 Desember 2020
Irwansyah terlahir di kota Tebing Tinggi (Sumatera Utara), 03 Juni 1973 diberi nama Irwansyah oleh orang tua. Menempuh jenjang pendidikan formal dari SD, SMP, SMA, Strata 1 dan Strata 2. Menetap di kabupaten Bogor.