Marthen Luther Reasoa
Purnama Tetaplah Asdap Panas
Jika hutan Riau yang begitu hijau kau rubah menjadi debu hanya karena kepentingan isi saku
Dan kepada kota yang bahagia kau kirimkan asap tebal untuk menyumbat napas anak cucu
Maka, pohon-pohon adalah tangisan yang sengaja dibunuh agar perutmu kenyang, buncit lalu meledak; bangsat
Jika sungai-sungai Riau kering, tinggal batu-batu, dan pantai tidak lagi payau
Maka dimanakah air segar untuk menyejukan badan nelayan yang karam juga anyir itu?
Sungguh pipi setiap isteri akan menjadi dingin dan dalam kamar pun jadi dingin; kasihan
Kita kehilangan kemesraan, hilang ingatan
Bagaimana cara menanam bibit di atas kesuburan tubuh
Sebab hanya dari hulu yang murni petani membanjiri ladang juga sawah hingga mandi panen
Kemudian tidur di bawah kesuburan pohon tanpa takut terbakar
Demikian kita merawat keperawanan hutan yang adalah cinta
Sementara langit hanya memandangi kebodohan manusia
Ia tetap sabar hingga air matanya kering dibakar kejahatan
Maka pada kemarau yang bajingan ini, keringat yang jatuh dari dagu adalah hujan berkat
Masuk ke tanah kemudian menyuburkan perasaan manusia hingga mekarlah purnama; malam tetaplah asap panas
Ambon, 05 September 2019
Marthen Luther Reasoa , Karya-karya pernah dimuat di koran Harian Mimbar Rakyat, dimusikalisasikan dan dicakan, juga dimuat di beberapa antologi puisi, seperti Antologi Puisi Biarkan Katong Bakalae (2013), Antologi Puisi Rasa Sejati (2017), Antologi Puisi Kita Dijajah Lagi (2017), Antologi Puisi A Skyful Of Rain (2018), Antologi Puisi Banjarbaru’s Rainy Day Literary Festival (2019), Antologi Puisi bersama Sapardi Djoko Damono dan Para Penulis Terpilih Indonesia - Menenun Rinai Hujan (2019). Tinggal di Kota Ambon , Maluku.