TEKS SULUH


Senin, 11 Januari 2021

 Muhammad Malindo


Cerita Lama Budaya Wekeend 


Nona mekap tebal tambal pori-pori

Bibir asal merah manis buah arbei

Sandar kepala di bahu pacar jago rayu

Takluk dipeluk manja lupa layu

Lama duduk--- berdiri lalu lari main kejaran

Tubuh lembap dipanggang asmara

Gosong gelombang penggempur harapan

Jalan hidup serasa mulus rata

Pulang rumah pantang mandi

Rok berpasir masih gantung

Parfum dan bau keringat bertarung

Baju dan kutang sebagai saksi

Sibuk koleksi foto romantis diposting

Katanya biar yang iri tambah iri

Ah itu cerita lama budaya wekeend

Nona sekarang jomlo ditinggal kawin

Pantai membatu bertahun-tahun

Kenangan mesra berlumut

Status cinta di sosial media karat

Beban hari menumpuk berat

Istirahat malam fakir kantuk

Basah bantal ranjang suntuk

Insomnia bersarang dalam kamar

Mimpi luar tidur ingin sukses jadi pelakor

Mekko, Oktober 2020





Muhammad Malindo

Ly

mana mungkin, Ly

tembok batako berpasir putih kita warnai

dengan merah gincu yang menyerah

pada pucat wajahmu

kau paksakan diri urus ini urus itu

cari kerja dengan lamaran ijazah MA

untuk biaya kuliah menggapai mimpi

yang tinggi di balik punggung sewanggi

sakit lambung dan limbung

hanya berhak setia tinggal di matamu

hingga yang tanggal dari kenangan

hanyalah peluh. luruh satu-satu

lalu tumbuh jadi puisi yang tersusun

bersama nada-nada batukmu

pelukan pertama sekaligus terakhir

kecupan dua detik yang abadi

---- tak perlu lagi merisaukan hati

karena bibir mulai mahir mengecoh rindu

kita sepakat menjaga nama baik cinta

----- tak seharusnya kikis warna perpisahan

oleh air matamu, Ly

Mekko, Desember 2020


Muhammad Malindo, tinggal di Dusun Mekko, Nusa Tenggara Timur. Lahir di Lahdato, 16 Februari 1996. Asli orang Indonesia. Aktif di organisasi BM3 (Bangkit Muda Mudi Mekko) yang berkaitan dengan penanganan objek wisata di Dusun Mekko, Desa Pledo,

Kecamataman Witihama, NTT.