Muhammad Malindo
Cerita Lama Budaya Wekeend
Nona mekap tebal tambal pori-pori
Bibir asal merah manis buah arbei
Sandar kepala di bahu pacar jago rayu
Takluk dipeluk manja lupa layu
Lama duduk--- berdiri lalu lari main kejaran
Tubuh lembap dipanggang asmara
Gosong gelombang penggempur harapan
Jalan hidup serasa mulus rata
Pulang rumah pantang mandi
Rok berpasir masih gantung
Parfum dan bau keringat bertarung
Baju dan kutang sebagai saksi
Sibuk koleksi foto romantis diposting
Katanya biar yang iri tambah iri
Ah itu cerita lama budaya wekeend
Nona sekarang jomlo ditinggal kawin
Pantai membatu bertahun-tahun
Kenangan mesra berlumut
Status cinta di sosial media karat
Beban hari menumpuk berat
Istirahat malam fakir kantuk
Basah bantal ranjang suntuk
Insomnia bersarang dalam kamar
Mimpi luar tidur ingin sukses jadi pelakor
Mekko, Oktober 2020
Muhammad Malindo
Ly
mana mungkin, Ly
tembok batako berpasir putih kita warnai
dengan merah gincu yang menyerah
pada pucat wajahmu
kau paksakan diri urus ini urus itu
cari kerja dengan lamaran ijazah MA
untuk biaya kuliah menggapai mimpi
yang tinggi di balik punggung sewanggi
sakit lambung dan limbung
hanya berhak setia tinggal di matamu
hingga yang tanggal dari kenangan
hanyalah peluh. luruh satu-satu
lalu tumbuh jadi puisi yang tersusun
bersama nada-nada batukmu
pelukan pertama sekaligus terakhir
kecupan dua detik yang abadi
---- tak perlu lagi merisaukan hati
karena bibir mulai mahir mengecoh rindu
kita sepakat menjaga nama baik cinta
----- tak seharusnya kikis warna perpisahan
oleh air matamu, Ly
Mekko, Desember 2020
Muhammad Malindo, tinggal di Dusun Mekko, Nusa Tenggara Timur. Lahir di Lahdato, 16 Februari 1996. Asli orang Indonesia. Aktif di organisasi BM3 (Bangkit Muda Mudi Mekko) yang berkaitan dengan penanganan objek wisata di Dusun Mekko, Desa Pledo,
Kecamataman Witihama, NTT.