TEKS SULUH


Minggu, 10 Januari 2021

Puisi Naning Scheid di gembok 2021

 .Naning Scheid

Bahagia di Musim Gugur

Di Grand Place,

Manneken Pis, Atomium

Turis-turis bersyal, tangan di dalam saku

Berpose di depan kamera, bibir tersenyum

Hidung liar menghisap kepul asap bermenu

: Kentang panggang, wafel hangat gula madu.


Di bawah kaki pohon-pohon tua hutan raya,

Guguran daun menguning menjadi permadani

Berderit-derit. Tersibak angin dingin sesekali

Burung-burung bermigrasi ke arah tenggara

Rusa jantan bernyanyi, merebut hati betinanya.


 Kuning, abu-abu mengganti hijau dan biru

Jalanan berhias warna labu-labu halloween

Anak-anak berkostum penyihir dan hantu

Tercengang. Ketakutan di depan cermin

Lalu tertawa menerima gula-gula. Lucu.


 Di ruang keluarga, simfoni Vivaldi terdengar

Sepasang kekasih saling mengeratkan pelukan

Ciuman musim panas, menyalakan kehangatan

Harum pie apel berpadu kayu manis di perapian

Menikmati cokelat panas. Serpihan salju di luar.


Betapa malang orang-orang tanpa rumah

Tanpa belahan hati pengobat jiwa resah

Malam-malam panjang dalam kesendirian

Fantasi kehangatan anggur di perjamuan

Menanti musim berganti, mengakhiri gelisah.

Brussel, Oktober 2020 

Pesawat Kertas 


Di dalam kamar, aku berdandan

Melipat tubuh menjadi dua sama panjang

Kedua lengan menjelma sayap siap terbang


Dari balik jendela kamar yang terbuka

Pesawat kertas melesat, tubuhku mengangkasa

Seliris romantisme musim gugur kubayangkan:


 Bagaimana rasanya disambut seperti Putu Fajar Arcana

Betapa nikmatnya duduk ngopi dengan Mbak Najwa


 Matahari mencumbu angin dingin yang keras kepala

Wangi galaksi, aroma sunyi, daun-daun berpulang

Ke tanah kelahiran. Musang kembali ke sarang.


 Pesawat kertas melesap tinggi ke udara, tujuannya satu

Indonesia. Tidakkah kau dengar panggilan negeri untukmu,

Suara-suara fantasi yang membuatmu tertantang:


 «Wahai penyair, selipkan namaku di puisimu.

Wahai penulis, beri aku cerita dengan akhir yang manis.»


 Salju mulai turun. Sayap-sayap kertas basah

Tubuh tipis limbung. Pingsan tanpa menjerit

Mendarat darurat di jantung museum Magritte


 Pesawat kertas terinjak kaki pengunjung bermasker

Terbercik darah. Satu tangan memungkut serpihanku,

Meremasnya, memasukkan ke tempat gelap. Lalu:


 


«Bau apa ini? Oi, dimanakah aku?

Aku mau ke Indonesia. Adakah yang mau mengantarku?»

Brussel, November 2020 


Naning Scheid, lahir di Semarang, 5 Juni 1980. Penulis dan Pemain Teater. Tinggal di Belgia sejak 2006. Website: scheid.be Karyanya dimuat di media cetak daerah dan nasional, media daring Indonesia dan Eropa. Bukunya: Melankolia – Puisi dalam Lima Bahasa, dan Novel Miss Gawky (Pustaka Jaya, 2020) Antologi Bersama: Persaudaraan Wanita Dunia (D3M Kail, 2018), Banjarbaru’s Rainy Day Literary Festival (Banjarbaru, 2019), Independent Journey – Antologi Puisi Dua Bahasa (Media Pustaka, 2019),Wong Kenthir, Sampah (Media Pustaka, 2020), Lima Masa Lima Makna (Ellunar, 2020), Perempuan Bahari II, DNP X – Rantau, Alumni MUNSI Menulis (KKK, 2020), dan lainnya.)