.Naning Scheid
Bahagia di Musim Gugur
Di Grand Place,
Manneken Pis, Atomium
Turis-turis bersyal, tangan di dalam saku
Berpose di depan kamera, bibir tersenyum
Hidung liar menghisap kepul asap bermenu
: Kentang panggang, wafel hangat gula madu.
Di bawah kaki pohon-pohon tua hutan raya,
Guguran daun menguning menjadi permadani
Berderit-derit. Tersibak angin dingin sesekali
Burung-burung bermigrasi ke arah tenggara
Rusa jantan bernyanyi, merebut hati betinanya.
Kuning, abu-abu mengganti hijau dan biru
Jalanan berhias warna labu-labu halloween
Anak-anak berkostum penyihir dan hantu
Tercengang. Ketakutan di depan cermin
Lalu tertawa menerima gula-gula. Lucu.
Di ruang keluarga, simfoni Vivaldi terdengar
Sepasang kekasih saling mengeratkan pelukan
Ciuman musim panas, menyalakan kehangatan
Harum pie apel berpadu kayu manis di perapian
Menikmati cokelat panas. Serpihan salju di luar.
Betapa malang orang-orang tanpa rumah
Tanpa belahan hati pengobat jiwa resah
Malam-malam panjang dalam kesendirian
Fantasi kehangatan anggur di perjamuan
Menanti musim berganti, mengakhiri gelisah.
Brussel, Oktober 2020
Pesawat Kertas
Di dalam kamar, aku berdandan
Melipat tubuh menjadi dua sama panjang
Kedua lengan menjelma sayap siap terbang
Dari balik jendela kamar yang terbuka
Pesawat kertas melesat, tubuhku mengangkasa
Seliris romantisme musim gugur kubayangkan:
Bagaimana rasanya disambut seperti Putu Fajar Arcana
Betapa nikmatnya duduk ngopi dengan Mbak Najwa
Matahari mencumbu angin dingin yang keras kepala
Wangi galaksi, aroma sunyi, daun-daun berpulang
Ke tanah kelahiran. Musang kembali ke sarang.
Pesawat kertas melesap tinggi ke udara, tujuannya satu
Indonesia. Tidakkah kau dengar panggilan negeri untukmu,
Suara-suara fantasi yang membuatmu tertantang:
«Wahai penyair, selipkan namaku di puisimu.
Wahai penulis, beri aku cerita dengan akhir yang manis.»
Salju mulai turun. Sayap-sayap kertas basah
Tubuh tipis limbung. Pingsan tanpa menjerit
Mendarat darurat di jantung museum Magritte
Pesawat kertas terinjak kaki pengunjung bermasker
Terbercik darah. Satu tangan memungkut serpihanku,
Meremasnya, memasukkan ke tempat gelap. Lalu:
«Bau apa ini? Oi, dimanakah aku?
Aku mau ke Indonesia. Adakah yang mau mengantarku?»
Brussel, November 2020
Naning Scheid, lahir di Semarang, 5 Juni 1980. Penulis dan Pemain Teater. Tinggal di Belgia sejak 2006. Website: scheid.be Karyanya dimuat di media cetak daerah dan nasional, media daring Indonesia dan Eropa. Bukunya: Melankolia – Puisi dalam Lima Bahasa, dan Novel Miss Gawky (Pustaka Jaya, 2020) Antologi Bersama: Persaudaraan Wanita Dunia (D3M Kail, 2018), Banjarbaru’s Rainy Day Literary Festival (Banjarbaru, 2019), Independent Journey – Antologi Puisi Dua Bahasa (Media Pustaka, 2019),Wong Kenthir, Sampah (Media Pustaka, 2020), Lima Masa Lima Makna (Ellunar, 2020), Perempuan Bahari II, DNP X – Rantau, Alumni MUNSI Menulis (KKK, 2020), dan lainnya.)