TEKS SULUH


Sabtu, 29 Oktober 2016

MENGUNYAH NASIB ITU, HIDUP, Djemi Tomuka

MENGUNYAH NASIB ITU, HIDUP
di punggung gunung,
cinta itu telah mengering
cinta yang dulu mengalir
dengan gemerincing rayu
pada gelayut rindang

dada-dada bidang dan lengan kekar
yang riang menumbuhkan goda
dengan pinak senyum selalu hijau
tinggal karat yang menumpul di mata pacul
liuk asap berwarna uang
memagari setiap jengkalnya
dengan palang besar bertuliskan:
"dilarang masuk yang tidak punya perut"
diantara keriput semangat
"tanah airku tidak kulupakan"
adalah separuh merah tersisa
bersebelahan dengan separuh putih tak lagi putih
lalu, ke arah ombak
mereka mencoba menamakan tuhan semampunya
satu-satunya tempat menampung angin
dari sengau matahari
yang gelegak di ikal rambut
sambil menunggu burung-burung mengabari fajar
sayup di buritan
"tanahku yang kucintai, engkau kuhargai"
adalah tentang mengunyah nasib itu, hidup
(DJT. mdo, september 2016)

BIROKRASI, Wardjiti Suharso

BIROKRASI
Yang bawah pungli
Yang atas gratifikasi
Yang tengah bermain fee
YUDIKATIF
Tajam ke bawah
Tumpul ke atas
Negosiasi di tengah
LEGISLATIF
Banyak bicara
Sedikit kerja
Suka main mata
EKSEKUTIF
Tebar pesona
Ingkar janji
Selalu pengin dua kali
PARTAI POLITIK
Sukasuka aku
Mau tunjuk siapa
Kau mau apa?
KONGLOMERAT
Kenyangkan tikus
Tidurkan kucing
Kuras seisi gudang
RAKYAT
Buah kecut simalakama
Dimakan perut mules
Tak dimakan perut lapar
12.10.2016 - 11:16

SEPULANG HARAP MENUJU MACAU, Algibrani Si Pujanggagila

SEPULANG HARAP MENUJU MACAU
Za, kita telah menyadari bahwa perpisahan itu adalah kebaikan atas takdir yang memang telah menjadi Hak-Nya.
Tentu takkan pernah ada yang tersakiti, baik yang ditinggalkan maupun yang meninggalkan.
Seperti dulu Pacitan, maka Macau jauh lebih sulit untuk dikenangkan.
Salam untuk malam yang selama itu takkan pernah ada lagi dalam keheningan kita.
Akan kupisahkan segera sahari pikir tanpa namamu, Za.
Sukabumi: 13/10/16

Gula Gula Kembang Jakarta Oleh : Berandal Aksara, Rief Effendi

Gula Gula Kembang Jakarta
Oleh : Berandal Aksara
Sebentar lagi pesta pora warna
Dengan kepentingan menapaki jejak kuasa
Siapa yang digdaya?
Siapa yang berkuasa

Politik bermain bola
Politik catur pun jua
Tak kulihat semanis tragis getir romusha
Tak kurasa sepedih rodi dijamannya
Ini politik gul gula
Manis di awalnya
Beraneka warna
Penuh pesona
Ini politik suka cita
Agung yang dijanjikannya
Mulia direncanakan di atas visi bicara
Oh dunia rekayasa
Ini politik dansa
Riang cengkrama
Santun menyapa
Jadi lumbung suara
Ini politik dasamuka
Topeng belaka
Mencipta durja
Bahkan merupa neraka
Awal indah sesuka
Tebar wangi aroma
Akhir mempola derita
Jelata menjadi kian busuk dengan luka dan tangisannya
Post : Stinkovic Laziale Effendi
30,Oktober 2016
Jakarta

Ismail Sofyan Sani PEMUDA NAMA KAMI DAN TUANLAH

Ismail Sofyan Sani
PEMUDA NAMA KAMI DAN TUANLAH
Puisi ini dibacakan oleh 250 teaterawan Jakarta Utara dalam acara GONG BUDAYA 2012 pada tanggal 23 Desember 2012 di Halaman Gelanggang Remaja Jakarta Utara.
pemuda nama kami
pembawa takdir masa depan bangsa
tuanlah penentu, penjaga takdir kami,
apakah kami akan berdiri gagah
menjaga perbatasan dan ibu pertiwi
atau hidup dalam khianat, terpental dari sejarah,
sirna dari ingatan, terlahir dan mati sia sia.
pemuda nama kami,
sehelai kanvas putih dan tuanlah pelukisnya.
kami merah kalau tuan torehkan merah
kami hitam kalau tuan coretkan hitam
kami berwarna karena tuan beri warna
pemuda nama kami,
sebidang tanah subur dan tuanlah petaninya
tumbuh padi kalau tuan tanami padi
jadi bunga kalau tuan tanami bunga
tumbuh liar karena tak tuan urus,
kerontang karena tak tuan sirami
maka kami akan tumbuh jadi benalu,
ilalang kering atau puteri malu.
pemuda nama kami,
sebongkah logam dan tuanlah pandai besinya
bisa jadi silet, jadi pisau, jadi sangkur
jadi bedil jaga negara, jadi segala yang tuan mau.
kalau tuan tak tanggap guna kami
membiarkan kami tersia sia.
kami akan teronggok dan berkarat
menyebar virus dan wabah titanus
melebar luka menebar celaka.
tuanlah pelukis, petani dan pandai besi itu,
kalau tuan tak peduli, tuan sia siakan harapan kami
kalau tuan korupsi, tuan miskinkan kesempatan kami
kalau tuan berbohong, tuan bunuh masa depan kami
kalau tuan ingkar janji, tuan gilas hidup mati kami
dengan bom waktu ditangan kami jadi seteru
atau jadi pewaris tuan punya prilaku
tuanlah,
tuan tak bisa bersikap pengecut mengaku tak berdosa
ketika kami terjebak dalam putus asa dan ketidak pastian,
tak tahu arah pergi dan kemana pulang,
ketika disergap polisi karena narkoba,
menjadi pengantin dalam barisan teroris
berkeliaran jadi anggota geng motor di jalan raya
atau saling bunuh di tengah tawuran sesama
atau tak jadi apa apa.
pemuda nama kami
dan tuan panutan bagi kami
karena tuan kami jadi segala
atau tak berarti apa apa
tuanlah.
tuan bisa jadi sekutu
bahkan seteru bagi kami.
Cimanggis 28102012.
Ismail Sofyan Sani

Kamis, 27 Oktober 2016

Iwan Dartha, Intermezzo

Intermejo

yang dekat menjauh
yang jauh mendekat
jauh dekat tarif sama
sesama sopir odong2
dilarang saling hujat
penyair oh penyaiiirrr
sihirlah kalimat kami
agar jadi sastrawan!!
ayoo tertawa sama2
tertawa itu sehaatt...
wkwkwk... huhaha..

bukan kiat sehat Sastrawan Senior dr Handrawan Nadesul
bukan Puisi Religi mas Irawan Massie
bukan tausyiah mas dr. Setyo Widodo
bukan tertawanya kang RgBagus Warsono
bukan juga sajak mas Thomas Haryanto Soekiran
bukan juga kidung cisadane teteh Rini Intama
bukan juga pentas teater Maya Azeezah
bukan juga dapur sastra mas Riri Satria
bukan juga kopi Bung Salman Yoga S
bukan juga puisi mbak Ay DhenKrist
Lalu apa ini....?? tanya saja pada sajak bijak
yg rajin bayar pajak...!!

Rabu, 19 Oktober 2016

Penyair Idola



Penyair Idola
Penyair harus banyak kenalan yang kemudian menjadikan mitra bagi pendidikan sastra. Kalau begitu sekolah dan universitas sangat perlu menjadi relasi penyair. Mengapa demikian? karena buku dengan belajar lebih mahal belajar. Dari proses pembelajaran sastra yang disampaikan secara langsung oleh penyair ini, penyair mendapatkan penghargaan dari sekolah atau universitas itu.
Untuk menjadi penyair laris diundang masyarakat ataupun lembaga pendidikan, seorang penyair harus menjadi idola di daerahnya. Rumusan untuk menjadikan diri seorang idola bagi pencinta sastra.
Bicara idola bagi masyarakat terhadap penyair pujaannya adalah bukan "loe jual aye beli" tetapi bagaimana penyair itu memahami selera khalayak.
Banyak penyair/penulis senior dan sudah terkenal kurang beruntung dalam kehidupannya alias hidup pas-pasan, sebaliknya Asma Nadia yang bau kencur sudah menimati jerih-payahnya bahkan kecukupan karena novelnya yang disinetronkan.
Doeloe NN (no name) dikehendaki penyair untuk menyembunyikan jati diri. Sekarang untuk apa bersembunyi, yang blak-blakan saja belum tentu dikenang. Seakan tragedi (peristiwa) silih berganti , event peristiwa sastra begitu banyak, sehari bisa tiga empat kegiatan sastra di negeri ini. Jadi bersembunyi tak ada artinya. begitu juga nama samaran yang berganti-ganti membuat khalayak bingung. Penyair idola jangan bersembunyi dibalik pintu.
Lekatkan karya dengan namamu
Karya yang telah melekat dengan nama seorang penyair menjadi sinar tersendiri yang membuat masyarakat diterangi sesuatu karya yang melekat populair dengan penulis atau penggagasnya. Contoh ketika disebut PMK orang akan langsung mengingat Sosiawan Leak, ketika disebut puisi glayengan orang akan mengingat Aloysius Slamet Widodo, begitu juga nama daerahmu lekatkan dengan namamu, rebut itu. Contoh ketika orang menyebut penyair Lampung langsung khalayak mengingat Isbedy ZS Stiawan, Ketika menyebut aceh langsung orang mengingat LK Ara, dsb.
Komitment terhadap gagasan kreati , ide kreatif dan karya unik
Adalah alat popularitas unik yang tak disamai orang lain. Contoh ketika Gola Gong membuat Rumah Dunia, maka melekatlah rumah itu dengan penggagasnya, Ketika orang menyebut pusat dokumentasi sastra orang langsung mengingat HB Jassin, dsb.
Tanpa karya buku (baik tunggal maupun bersama) penyair yang menghendaki idola masyarakat harus punya bukuti benda yakni dalam ujud buku. Ini merupakan modal awal sebagai bukti untuk masyarakat yang akan mengenalnya lewat membaca. Buku karya penyair menjadi alat sosialisasi yang handal. Buku dapat sampai di tangan orang lain baik melalui jual beli, hadiah, cinderamata, atau tukar menukar atau kenang-kenangan.
Bagi pemula hendaknya memcipta puisi jangan dulu untuk dirinya sendiri , sebaiknya mencipta puisi untuk diberikan orang lain. Semakin puisi diterima masyarakat, masyarakat semakin merasa memiliki. Sebagai contoh banyak puisi-puisi tentang sosial yang membela si lemah menjadi puisi yang diterima masyarakat.
Sebaliknya puisi yang menceritakan diri sendiri akan dapat diikuti dan diminati manakala penyair itu sudah menjadi figur masyarakat. Manyarakat ingin mengetahui tentang figur penyair pujaannya sedalam-dalamnya.
Siapa yang akan tahu dirimu seorang penyair jika tak mau memperkenalkan dirimu penyair. Gak usah malu toh nanti juga dirimu mencantumkan namamu sebagai penyair. Yang mudah dan terjangkau saja misalnya di tetangga sekitar, tempat kuliahmu atau di tempat kerjamu. Caranya berikan bukti dari menunjukan bukumu, menunjukan tulisanmu. Sehingga ketika ada orang bertanya tentang alamatmu tetangga sebelah tau, Oh Mas yang depan rumah itu penyair, ya . (Rg Bagus Warsono, 20 Oktober 2016)