TEKS SULUH


Senin, 31 Mei 2021

Apa Kata Mereka tentang Media Sosial

 Apa Kata Mereka tentang Media Sosial

Banyak orang berpendapat bahwa utuk merujuk pendapat biasanya dari pernyataan2 mereka yg telah kesohor, ternyata banyak juga dari yg muda2 justru lebih bagus berpendapat.

Dari ungkapan2 spontanitas terlihat betapa generasi muda sastrawan kita tak kalah dengan mereka2 yang telah kesohor.

Meski bermain, kami tidak asal, keterlibatan penyair dari seluruh nusantara adalah perbendaharaan kami sebagai Pusat Dokumentasi Sastra Modern.



Ide pendapat yang bermutu tak hanya bahasa tetapi juga terasa/dirasakan oleh orang lain.

Pastikan ide pendapatmu yang belum orang lain keluarkan sehingga dipercaya. Ide pendapatmu itu ungkapkan dengan pilihan kata yang menarik

Dari ungkapan atau statesment para sastrawan kita belajar untuk tidak meniru ungkapan orang lain

Tentang Sastra dan Medsos

Media social kini menjadi bagian kehidupan sastrawan. Seperti kata Dwi Wahyu Candra Dewi : sastra tak tertinggal di zaman medsos, sebab di media sosial pun tak lepas dari membaca. Buya Al – Banjari : Tak ada batas usia pelaku sastra tampil di medsos. Soekardi Wahyudi : Tergantung bagaimana memanfaatkan Media Sosial sebagai pendidikan, dan sastra salah-satunya. Nur Khofifah : Youtube sebagai ajang tampil baca puisi yang murah. Iniratu Kinan Nanik Utarini : Media sosial menjadi alur baru dalam membumikan karya sastra. Rg Bagus Warsono : Belajar di mana saja, media sosial juga sarana belajar, termasuk belajar menulis sastra. Wawan Hamzah Arfan : Media sosial seakan kita muda lagi. Budi Riyoko: Medsos ciri karya dan penampilan sastra/sastrawan modern. Arya Setra : Medsos adalah ruang kebebasan berekspresi baik sastra atau yang lainnya. Sugeng Joko Utomo : Di medsos merangkai kata menyulam diksi mengolah rasa menjadi puisi. Kang Zay : Media sosial merupakan alternatif penyebaran karya sastra. Tarni Kasanpawiro : Media Sosial segabai ajang silaturahmi sesama penyair. Muhammad Jayadi : Medsos , satu diantara ruang publik yang menyalurkan segala hal, termasuk sastra dan keindahannya. Wiwin Herna Ningsih : Melalui media sosial, karya sastraku terbaca semua kalangan. Andaningrum N : Media Sosial juga sarana persahabatan yang penuh motivasi dan inspirasi. Asih Minanti Rahayu : Medsos memasyarakatkan sastra. Sri Wijayati : Media sosial itu tempat berkarya sastra dengan kebebasan. Soetan Radjo Pamoentjak : Medsos adalah tempat membaca dan menulis seorang penulis. Rusdin Pohan : Wahana medsos merasuk sukma diseantero Nusantara menjadi hidup semakin indah. Hendra Sukmawan : Media Sosial perjalanan perkembangan dunia sastra saat ini. Syahryan Khamary: Media Sosial, Jembatan imajinasi dan kreasi sastrawan. Putri Bungsu : Medsos meneratas jalan, memperpendek jarak sedekat telunjuk dan ibu jari.

Demikian banyak pendapat tentang media social bagi sastra. Ternyata memang media sesial itu sebuah kebutuhan sehari-hari tidak saja masyarakat pada umumnya tetapi juga kalangan sastrawan. (Rg Bagus Warsono , curator sastra di Lumbung Puisi)

Rabu, 26 Mei 2021

Sastrawan Begitu Banyak





Sastrawan itu banyak sekali. Mereka makin mapan dan mandiri, populair sebagai sastrawan terlebih telah menemukan tempatnya dalam hidup ini yg mendukung aktifitas sastra . Anak2 muda itu menginjak kepala empat dan karyanya diperhitungkan dan dicatat di dunia sastra modern., mereka adalah :

1. Nana Sastrawan, 2. Zaeni Boli 3. Muhammad ikbal4. Lukni Maulana 5. Nana Rizki Susanti . 6. Nuraeni 7. Rai Sri Artini 8. Sofyan RH Zaid 9. Jen Kelana 10. Didi S Riyadi, 11. Roni Nugraha Safroni 12. Dwi Wahyu Candra Dewi 13. Maya Ofifa Kristianti 14. Brigita Neny Anggraeni 15. Pensil Kajoe 16. Roymon Lemosol 17. Alek Brawijaya 18. Mohammad Mukarom 19. Muhammad Lefand 20. Abdul Latif 21c. dll.

Lalu ada yg unik seakan tak mempedulikan diri dan karyanya. Baginya hidup adalah seni dan menjiwai seni dan karyanya. Namanya slalu disebut meski tak tahu rimbanya. Ia adalah 1. Agus R Subagio, 2. Din Saja, 2. Hilda Winar,3. Nani Tanjung, 4. Wadie Maharief, 5. Darmadi, 6. Lanang Setiawan, 7. Ribut Ahwadi, 8. Imam Ma'arif ,9. Imam Subagyo, 10.Guntoro Sulung,11. Wage Tegoeh Wijono, dan puluhan lainnya di Indonesia.

Mereka tak terasing lagi, telah malang melintang dalam dunianya, dunia sastra yg majemuk, kariernya begitu cemerlang sekaligus pembawaannya yg nyentrik sehingga diperbincangkan dalam sastra modern .Namanya tlah diangkasa Nusantara , ia adalah 1. Sosiawan Leak, 2. Aloysius Slamet Widodo, 3. Handrawan Nadesul, 4. Gola Gong, 5. Soni Farid Maulana, 6. Acep Zamzam Noor, 7. Wayan Jengki Sunarta, 8. Emha Ainun Najib, 9. Tan Lioe Ie, 10. Fadly Zoon, dan puluhan lainnya yang masih dalam penelitianku

Seakan tak terpisahkan begitu menyebut sebuah kota teringat nama sastrawannya Karena aktifitasnya tiada henti dan cemerlang. Ia dicatat sebagai sastrawan indonesia yang menetap seperti : 1. Dedari Rsia di Kupang, 2. Tajuddin Noor Ganie di Banjarmasin,3 Dyah Setyawati di Slawi, 4. Eko Tunas di Tegal, 5. Toto St Radik di Serang, 6. Ali Arsy di Banjar Baru, 7. Trip Umiuki di Tangerang, 8. Asro Al Murthawy Dkm di Merangin, 9. Sarwo Darmono di Lumajang, 10. Euis Herni Ismaill di Subang, dan masih banyak ratusan lainnya di tiap kota di Indonesia.

Dibelahan lain di dunia sastra, tokoh2 ini sangat memegang pakem sastra. Baginya karya adalah mutu keindahan yang harus dilahirkan untuk tidak hanya sekadar menghibur tetapi juga mutu dan terjaga sebagai ciri diri sebagai sastrawan. Mereka yg ternama adalah; 1. Kurniawan Junaedhie, Cecep Hari, Fatin Hamama, Tery liye, Eddy D Iskandar, dan puluhan lainnya di Indonesia.

Tampaknya penyair/sastrawan itu menulis asal ketemu, baginya menulis adalah curahan hati, golongan ini tak peduli diakui atau tidak sebagai penyair. Berkarya dan berkarya terus, menulis menulis terus. Perkara terkenal atau terkubur itu perkara nanti. Biarlah publik yg menghakimi nama kita sebagai sastrawan atau tidak. Seperti aku ini : 1. Rg Bagus Warsono 2 . Soetan Radjo Pamoentjak, . 3 Wahyu Yudi, 4.Muhammad Uwa Muhammad Jayadi, 5.Roro Sundari, 6. Sulistyo, 7.  M Johansyah, 8. Supianoor Supianoorr, 9.  Xing'e,  10. Dwi Wahyu Candra Dewi Indonesia, 12,  Hendra Sukmawan, 13.Isna Hary Ardita Putri, 14. Mohammad Mukarom, 15. Tarni Kasanpawiro, 16. Dian Rusdi, 17. Winar Ramelan, 18. Leoni Maria Christine L. Nard, 19. Selamat Said, 20. Mani Selesue (Minsen Tenine), 21. Vito Peirissa, 22. Zaeni Boli, 23. Poet Yudisque, 24 Mita Katoyo, 25. Evita Erasari, 26. Raden Rita Maimunah, 27. Mohamad Iskandar, 28. Denting Kemuning, 29. Mimi Marvill, 30. .Arya Setra, 31. Buana Ka Es,32. Robbiatul Addawiyahh, 33. Meinar Safari Yani, 34. Agus Chaerudinov Vandee, dan masih banyak yang lain yang termasuk dalam sastrawan Indonesia yang berprinsip seperti ini. Catatan kecil Rg Bagus Warsono 13 juni 2020

Rabu, 12 Mei 2021

Puisi Tadarus Puisi V 1442 H/2021 , Puisi 121-124

 



121 Rosmita ,S.Pd


Aroma Ramadan


Sudah saatnya jiwaku 

harus menepi dari gegap gempitanya dunia

menyadari akan noktah tidak berkesudahan

hidup hanya dibuai fatamorgana

selalu terus merasa riya dan alpa


Sementara

usiapun semakin menipis 

ruh harus segera mempertangungjawabkan atas semua perbuatan saat menjadi musafir


Duhai Allah Sang Maha pencipta

sampaikan waktu untuk napasku 

agar segera menyadari semua kesalahan membersihkan 

noda hitam pekat 


Duhai Allah

izinkan napasku yang tersisa 

mencium aroma ramadan 

begitu syahdu di tahun ini 

agar aku bisa menuju-Mu dalam keadan husnul khatimah

Jambi 2021









Rosmita 


Halusinasi


aroma ramadan semakin mendekat debar dadaku kian pekat 

memintal kenangan saat kita 

masih bersama 

duh rindu semakin ngilu


tadinya 

aku berpikir engkau hadir  

memeluk erat tubuh senjaku

aku semakin larut dalam angan

o ternyata semua hanyalah halusinasi


hidup ternyata

memang harus pasrah 

sebab semua memang demikian adanya datang pergi silih berganti

harus di jalani dalam hidup 

dan kehidupan

April 2021













Nama Rosmita ,S.Pd, Ibu rumah tangga seorang istri 

dan kepala sekolah di Muara Jambi, Provinsi Jambi

Penulis 6 Antologi tunggal , Satu dwi tunggal

Di antaranya: Merenda hingga selepas senja 2016, Jemari jingga 2017, Sajak 19 Mei, Dwi tunggal poetry Hadijah 2019, Mentari di langit siginjai 2020, Perempuan bertubuh puisi 2021, Emak Madrasahku 2021

60 Antologi Bersama: Penulis 1000 guru se Asean 

meraih rekor Muri 2019, Penulis buku 1000 guru pantun nasehat se Asean 2020

Rekor Muri, Bendera sepenuh tiang 2019, Ibuku Surgaku 2020, Tadarus puisi 2020, Sampah 2020, Gembok 2020

Love in spring 2019, Sajak cinta untuk air mata surga 2021 dan masih banyak lagi judul Antologi bersama lainnya

Satu di antaranya, Hijrah yang baru terbit

jilid 1&2 2021, Penggagas di penulis guru  se Nusantara di lumbung karya sastra Nusantara. Mendapat kesempatan menulis Antologi Nasional dan Internasional

Pegiat sastra . Anggota ASPI 2017 hingga sekarang














122. Agustav Triono


Sudahkan Puasaku Jiwa Raga?

 

Sudahkah puasaku jiwa raga

Tak hanya tahan lapar dahaga

Pandang dan tatap sudahkah puasa

Telinga mulut sudahkah terhindar rerasan

 

Rasanya sudah kujalani

Menahan hawa nafsu hari-hari

Namun sengaja atau tak

Tak tahulah kita mengalir saja

 

Siang yang kerontang

Adalah laku adalah ujian

Agar kita belajar merasa

Jadi kelana di hamparan dunia

 

Iman jangan lekas mengering

Sebab menanti ujian kehidupan

Harus dihadapi dalam pelayaran

Riuh gelombang lautan Ramadan

 

Jiwa raga telah kuusahakan puasa

Sepenuh berserah dan berdoa

Berharap berlabuh di tepi impian

Rahmat dan pahala teranugerahkan

Mei 2021





Agustav Triono. Lahir di Banyumas, 26 Agustus 1980. Sekarang tinggal di Perum. Puri Boja Blok E-31, Bojanegara, Padamara, Kab. Purbalingga. Aktif di Komunitas Teater Sastra Perwira (Katasapa) Purbalingga dan Lesbumi PCNU Purbalingga. Puisinya pernah dimuat di beberapa media massa dan buku antologi bersama.




























123.  Nok Ir


Tarawih 

 

Yang terpampang di sana

Berakaat-rakaat salat

Adalah kucuran keringat

Bunyi gaduh lantai geladak

Tertimpa hentak pacak kanak-kanak

Adalah panjatan doa; maghfirah dan berkah

 

Yang teriuh di situ

Berbuku-buku keluh terhidu

Berupa bentangan kudapan ibu

Ditingkah sema’an tadarusan

Adalah menggadang tandangan; lailatul qadar

 

Selepas pertengahan bulan

Memasuki malem likuran

Niat diri membiak kesana kemari

Bercabang cabang keinginan

Penuhi kebutuhan, genapi tuntutan

Tunaikan kewajiban, hingga jelang telasan

 

Yang tandang di hari raya

Sepasang mata gerimis

Menitis diri berkubang jeri

Raga yang rapuh, teronggok di beku keluh

Sumenep, 10 Mei 2021






Nok Ir  nama yang tersemat pada seluruh karya dari Hj. Khoiroh, S.Pd. SD. Menulis puisi dan cerita sejak usia remaja. Lahir di Demak, 28 Januari, kini tinggal di Sumenep Madura. Puisi dan cerpennya telah terhimpun dalan puluhan antologi bersama kawan penyair maupun penulis di dalam dan luar daerah, serta antologi tunggal Jie, telah ia telurkan.

 



























124. Wahyu Nurhalim

 

 

Idul Fitri Tiba

 

Sholat idul fitri pun tiba

Gemerlap langit yang amat mempesona alam raya

Sebait doa kupinta

Agar dimafafkan segala salah  gundah gulana

 

Bermaaf maafan aku sadari

Penuh luka dan tersimpan dihati

Di hari fitri

Aku hiasi

Walau diri

Ingin kembali suci

Riau, 12 Mei 2021

 

 

 Kusam kala Ramadhan

 

Ramadhan ku akan datang

Sukacitaku pun riang

Menelusuri setiap tiang

Agar kokoh dan tetap cemerlang

 

Kusam wajahku penuh dosa

Dan lepas ku akan semua siksa

Demi amalku terjaga

Dari siksa api neraka

Riau, 12 Mei 2021


 

 

Wahyu Nurhalim,lahir di Riau 3 Oktober 1994, berusia 26 tahun aktif di berbagai komunitas, kelas puisi atlit (kepul), competer  (community pena terbang) , kelas puisi hidroyan KPPJB (Komunitas Penulis Penyair Jawa Barat) II,  Puisi Asmaraloka Akrostik, Komunitas Penyair Penulis Jawa Barat, Kelas puisi TOGE II, Kelas Sonian Session 3, Pemantun Indonesia. Juga mendirikan Rumah Sastra Subuh di tahun 2021 .

 


Puisi Tadarus Puisi V 1442 H/2021 , Puisi 111-120

 




111.Shon Sweets


Adakah ibadah penyair yang sedang berpuasa di kampung halamannya


Ia sering mengelus daun jendela yang tak seluas pandangannya

Terlihat seorang bapak yang istirahat di teras setelah memerangi mentari mencabangkan bibit puisi


Sedangkan wangi masakan ibu menyengat di balik bilik kamar adalah dapur ketika penyair merebus air mata untuk kopi dan cita-cita tinggi


Puasa adalah menahan dari segala

Luka jalinan kasih

Liku jalanan kisah

Iba ibu yang membiru

Detak bapak yang berjejak


Bagi penyair pantang ia membatalkan puasa setelah hilang kampung dan halamannya namun ia ingin sekali berbuka peluk ibu yang tersenyum sebagai penuntas dahaga


Bagi penyair sajak adalah doa dalam malam penuh iman kendati telinga bapak sering terbayang menunggu amin anak-anaknya


Sebagai penyair puisi adalah menu buka istimewa dan ibadah paling indah saat berbulan-bulan rindu tertahan meski mirisnya berzikir di atas makna-makna yang nyaring.

Candisari, Mei 2021.


112. Fazri Ramadhanoe


Kepergian yang Tak Dirindukan


Getirnya malam berbisik pada rembulan

Memberi kabar akan kepulangan ramadhan

Amal kebaikan masih saja berantakan

Sementara dosa belum tentu dalam pengampunan


Malam berlalu dengan derai rintik

Bulir-bulir doa terangkum dalam satu titik

Napas sendu kian menyerbu kalbu

Seiring ratap raga mengingat masa lalu


Bait-bait dosa tak terbilang angkanya

Tinta merah meninggalkan jejak luka

Akibat amarah yang digoreksan sengaja

Akankah ampunan tiba sebelum ramadhan tiada?


(Medan, 07 Mei 2021)



Fazri Ramadhanoe adalah nama pena dari fazri Ramadhanu, lahir di Medan 26 Januari 1996. Aktivitas sehari-hari belajar dan mengajar di Rumah Al-Quran Abi ‘nd Ummi. Menulis sebagai sarana dakwah. Bercita-cita menjadi penulis best seller. Penulis dapat dihubungi melalui IG: fazri_ramadhanoe, FB: Fazri Ramadhanoe, WA: 082165026692.






113. Dormauli Justina.

 Ingat-Ingat Lupa

 

Bergerak waktu tergesa

Saatnya menjalankan kewajiban

Entah mengapa angin dingin membelai manja

Rebah dalam buaian hingga senja

Ketika gulita melingkup:

Sial, padahal tadi aku ingat, ingat sekali, namun berakhir terlupa

Ah…sudah terlewat untuk hari ini, tapi tenanglah masih banyak hari esok tersisa

 

Bergerak waktu melambat

Pertanda kan terhenti lelah dan beban

Rinai dari langit tak kunjung mereda

Syahdunya hingga membiru

Semata jiwa terjaga demi sebuah panggilan

Hei…tubuh siapatah bersemayam kaku?

Namaku dipanggil sebegitu lantang

Sang pemanggil mengamati berulang dan menampik

“Maaf, sudah teringat mengingat ternyata lupa, bahkan di catatan pun tak ada…”

Yk, 10052021











Elegi Rindu Lupa

 

Belum sempat ayam jantan berkokok

Tiba-tiba alunan suara emak menggelegarkan tubuh terjaga

Gerakan tak beratur menghantarkan doa yang entah benar entah salah terucap

Kesadaran belumlah pulih

Lantunan suara emak  iker i memenuhi ruang dengar:

“Jangan lupa buka jendela, agar udara segar memenuhi rumah lalu mandi dan sarapan agar siap menimba ilmu”

Begitu pun sesampai rumah di tengah hari:

“Jangan lupa makan dan istirahat setelahnya kerjakan tugas, sore hari mandi lalu tutup jendela agar nyamuk tak mendahului masuk meraja”

Menjelang tidur malam suara emak melembut berbisik menggelitik:

“Jangan lupa membaca doa agar tak mimpi buruk, panjatkan syukur dan mohon perlindungan”

 

Sepanjangan tadi hingga subuh kutunggu suara emak namun hanya sepi dan dingin saja

Raga tak jua bangkit atau pun sekedar duduk, hanya berbaring

Menanti-nanti nada tak merdu itu sebagai pengingat

Setiap hari, satu-dua simfoni suara emak menggedor-gedor hati dan  iker

Sial, aku lupa merekamnya di telepon genggam buat didengar ulang

Dulu, pura-pura atau sengaja lupa atas hingar-bingar suaranya

Kini, justru lupa berpura-pura untuk tak rindu atas nadanya

 

Kokok ayam tetangga belakang membuyarkan renjana dalam kalbu

Kesiangan…bukan berarti terlambat memulai kisah baru

Tengadah menatap langit yang belum terlalu benderang

Berharap suara emak meneriaki lantang dari sana: “Bangun!”

Yk, 10052021

 

Dormauli Justina. Panggil saja DJ. Lahir di Palembang pada tanggal 12 Agustus. Saat ini berdomisili sementara di Yogyakarta.























114.Sukma Putra Permana


TUHANKU, AMPUNI AKU SI MAKHLUK PELUPA


Tuhanku, ampuni aku si makhluk pelupa. Aku tak dapat ingat apapun juga. Lihatlah, walau dipermalukan wajib berjaket oranye. Tapi, toh aku masih ceria tersenyum lebar. Ketika wartawan ramai meliput reportase.


Tuhanku, ampuni aku si makhluk pelupa. Aku tak lagi ingat apapun juga. Lihatlah, walau dimiskinkan disita negara seluruh kekayaan. Tapi, toh aku masih nyaman bersiul sambil santuy berkelakar. Dalam sel lengkap terpenuhi segala keinginan.


Tuhanku, ampuni aku si makhluk pelupa. Aku memang tak mengingat apapun juga. Lihatlah, walau dikurung puluhan tahun hingga jelang kematian. Tapi, toh aku masih dapat bebas berkeliaran di luar. Untuk perawatan kesehatan nyambi ngléncér ke tempat hiburan.


Tuhanku, ampuni aku si makhluk pelupa. Mungkin aku sedang mengidap sejenis radang amnesia…….


NUSANTARA 2021


Sukma Putra Permana


TENTANG PERASAAN KEHILANGAN


Perasaan kehilangan telah mendorongku untuk menyatukannya. Dalam sebuah kitab wujud karya cipta. Sebagian pernah terserak dalam berbagai khazanah pustaka. Sebagian yang lainnya pernah hilang dan susah-payah terkumpul seperti semula.


Pengalaman terjatuh hingga kehilangan sesuatu dari dalam pelukan. Tak kan selamanya dapat dibiarkan meraja menguasai perasaan. Sebagai pengingat, telah kususun catatan-catatan kejadian. Agar kembali terbaca pesan-pesan tentang kesetiaan dan keikhlasan.


Demikianlah, rasa sedih dari sebuah kehilangan. Telah menuntunku menuju karya-karya kebajikan. Semoga menjadi penawar rindu dalam kehidupan. Dan tergores dalam tulisan keabadian.

NUSANTARA 2021

Sukma Putra Permana lahir di Jakarta, 1971. Giat berproses kreatif sebagai editor, penyair, dan penulis nonfiksi di Komunitas Belajar Menulis (KBM) Yogyakarta. Beberapa buku antologi terbaru yang memuat puisinya antara lain: Negeri Bahari (2018), Pesisiran (2019), Segara Sakti Rantau Bertuah (2019), Perjalanan Merdeka (2020), CORONA (2020), Gambang Semarang (2020), Rantau (2020), Alumni Munsi Menulis (2020), Kembara Padang Lamun (2020), Angin, Ombak, dan Gemuruh Rindu (2020), dan Kristal-Kristal DIHA (2020). Buku puisi tunggalnya: Sebuah Pertanyaan Tentang Jiwa Yang Terluka (2015) dan Dia Yang Terjatuh Di Rimba Dunia Ketika Satu Sayapnya Patah (2021). Sekarang tinggal di Bantul, D.I.Yogyakarta. Bisa dihubungi melalui alamat berikut: Ringroad Timur Mutihan No.362 RT.5, Wirokerten, Banguntapan, Bantul, D.I.Yogyakarta, 55194. HP/WA: 081392018181. Surel: sukmaputrapermana1@gmail.com, FB: facebook.com/sukmaputrapermana, IG: @suputrapermana.



115. Siti Ratna Sari


Tadarrus Menuju Kedalaman 800-an Meter

 

Perlahan…

Udara sejuk datang entah dari mana..

Jutaan ruh wangi berbusana putih indah berbaris....

Saat itu,

Kami sedang dalam tugas

Sembari tadarrus surah-surah pendek merebut keberkahan 1000 bulan di Ramadhan

Di tabung silinder sempit,

Irama jiwa kami bergerak senyap di laut nusantara

Dibuaian Kapal selam  pasukan hiu  kencana

 

Iringan ruh bercahaya ajaib semakin mendekat

Kami tidak lagi 53 prajurit angkatan laut di ruang sempit nanggala 204 ini,

Tapi bersama jutaan tamu berpakaian indah beraroma wangi....

 

Tidak ada aura mengancam dari mereka,

Sebaliknya, makin mendekat bagai menyambut mahluk paling istimewa

Tubuh mereka melayang dan memeluk kami satu persatu,

Ruh kami serasa ikut terbang menyambut pelukan yang begitu mengharukan..

Mereka bertasbih, bertahmid, bertahlil...

Haru menyeruak dalam jiwa kami…

peristiwa apakah ini…?

kami sedang dalam menjalankan tugas menjaga Laut NKRI dan latihan uji coba terpedo.

 

Kutatap semua prajurit lain, wajah mereka begitu bahagia dan juga indah bertabur cahaya...

Ya Allah,

di semestamu ini,

keindahan tiada tara Engkau kirim pada kami.

Sujud syukur menyungkur kami…

Dalam kapal selam yang terus meluncur meninggalkan permukaan…

jiwa kami tenang…damai…

bersama iringan lantunan doa-doa dari permukaan

Tanah Borneo, 25 April 2021


Siti Ratna Sari


Perjalanan Tadarus

Aliif Laam  Miiim….

Riuh rendah irama hija’iyah memutari  langit  Ramadhan

Jejak jutaan rasa mewarnai jiwa…

naik di catatan amal  bersama para malaikat.

Pedagang optimis  menggelar dagangan…

Ojol berbaris di bawah terik dengan seragam penuh kebanggaan,

masing-masing khusyu menatap layar  dengan tuma’ninah,

menunggu keberkahan Ramadhan,

sembari mengukir doa di hati,

syukur-syukur dapat penumpang kaya berbagi rejeki seperti di tayangan tipi…

Para pemudik gesit,

berbagi informasi   strategi sampai tujuan tanpa harus perang urat saraf  dengan  petugas pencegah  mudik

Masing-masing mengejar tadarusnya meraih peluang lepas dari himpitan tekanan ambisius covid-19

 

Tadarus kali ini lebih heroik….

Sabar tentu modal utama…

Tapi, istiqomah menuju kampung halaman harus lebih berbekal nekat dan cadangan akal

Dua tahun sudah tak melihat mamak secara langsung,

Berurai air mata mamak waktu itu, di awal Ramadhan

Basah pula mata awak menatap wajah tua mamak di layar smarthphone

“Pulanglah nak, “ pinta  mamak dengan suara seraknya “tak perlu bawa oleh-oleh, cukup kita  berhari raya bersama,   masa wabah begini kita tak tau umur siapa dulu berakhir, jika mamak yang lebih dulu dijemput malaikat, setidaknya ada kau ikut mengangkat keranda mamak.  Jika kau yang lebih dulu….biarkan mamak sempat bersamamu di hari raya ini.” tadarus mamakku menembus nadi mengguncang sekujur kesadaranku

ku ingin secepatnya khatamkan harapan mamak

Kupastikan wudhuku sempurna menggapai ridho Allah…

Ku jaga semua indra nafasku dengan masker paling paten

Ku ulang-ulang membasuh diri dari ujung kaki hingga ujung jari

Kulantunkan doa-doa di bibir kering  shaum…

Biar khatam harapan mamak ber hari raya kumpul keluarga…

“Mak, Insyaa Allah aku datang, di antar tadarus hasbiyallah wani’mal wakil ni’mal maula mani’man nashiir…”

 

Ahad 27 Ramadhan 1442 H di Tanah Borneo – 

Tanjung Redeb




116. Wanto Tirta



Dzikir di Tengah Pandemi

 

Dahaga cinta dzikir puja puji

Lantun doa jurus lurus

Mulut tertutup masker tak sebab surut

Getar jiwa antar kuat kembang tujuh warna

Dalam jalinan syahadattain gema shalawat

Berpendar serbak di langit emas lailatul qodar

 

Pandemi bukan halangan

Ujung alif tegar ketuk pintu surga

Mengunduh rahmat maghfirahmu

Tak gentar kugelar sajadah jiwa

Tempat sujud leleh air mata

 

Lintasan waktu teror corona

Bergelantungan di menara masjid dan mushola

Sendi-sendi kerapatan jamaah direntang jarak

Nyaris porak poranda

 

Menguatkan jemari tangan

Memilah kata sebut namaMu

Silih berganti batu-batu tasbih

Urut membilang keagungan

Menyisih iblis dan setan

Jiwaku optimis bergerak lawan pandemi

 

KekuasaanMu tonggak pondasi dzikir

Teduh rimbun ayun tujuMu

 

02052021

Saur

 

Dini hari dingin sepi di sela butiran nasi

Tersaji di meja makan terselip cinta Rasul

 

Dari ajaran sunnahMu

Lautan berkah dihamparkan

Makan saur ditunaikan

Cinta mengalir di tiap suap

 

Aroma embun menggugah pagi

Bergegas waktu lupakan mimpi

Siapkan hati terima seruan illahi

Niat puasa sepenuh hari

 

Selagi waktu masih luang

Dzikir dan doa dilafalkan

Bersih diri ikhlaskan hati

Imsak datang berhenti makan

Ibadah dipersembahkan

 

Kokok ayam bersautan

Adzan subuh kumandang

Sujud padaMu sepenuh jiwa raga

 

Masjid benderang lengang

Dihadang covid-19

Orang-orang gamang

Rindu pencerahan Tuhan

 

Kau berjanji kelak menjemputku di syurga

 

01052021

 

Wanto Tirta, Lahir dan hidup di lingkungan pedesaan. Menulis puisi, guritan, parikan dan membacakannya di berbagai kesempatan. Bermain teater dan ketoprak. Bergiat di Komunitas Orang Pinggiran Indonesia (KOPI), Paguyuban Ketoprak Kusuma Laras. Mendapat penghargaan Gatra Budaya Bidang Sastra dari Pemkab. Banyumas (2015), Nomine Penghargaan Prasidatama kategori Tokoh Penggiat Bahasa dan Sastra Jawa, Balai Bahasa Jawa Tengah (2017). Puisi-puisinya termaktub dalam puluhan buku antologi bersama. Tinggal di Banyumas.

 























117. Barokah Nawawi


Di Depan Makam Kiyai Haji Zarkasi 

 

Subuh ini aku hadir di pelataran rumahmu

Mengharap tetesan embun yang barangkali bisa mengurangi kesedihanku

Kiai, anakku kini telah pergi

Tertimpa bencana Malang tempo hari.

 

Ramadhan tahun lalu dia tak bisa pulang lantaran corona

Dan kini terlebih lagi lantaran telah pulang untuk selamanya

Tanpa sempat mengucap maaf dan pesan.

 

Pilu terasa makin perih di hati

Kenapalah kami rakyat kecil terus ditimpa petaka

Corona belum juga sirna

Dan bencana alam kembali membuat porak poranda

Menjepit bumi yang sudah letih tertatih.

 

Rasanya dosa kami rakyat kecil tak seberapa

Dibandingkan dosa pemimpin dan penguasa kami

Yang tanpa malu terus melahap dana bantuan untuk kami

Dan mengkriminilisasi para ulama yang menjadi panutan kami

Tapi kenapakah kami rakyat kecil tak berdaya

Yang selalu menjadi sasaran utama?

 

Lirih kudengar yasin dan tahlil sahdu mengalir

Dari para peziarah yang hadir

Serasa sentuhan dingin menyentuh kalbu

Jangan hanya salahkan orang tapi ingatlah masa lalumu

Adakah dzikir dari gurumu masih terus kau wirid kan

Dengan sepenuh ruh dan jiwamu.

Ingatlah Allah tak pernah salah memberikan pertanda

Hanya manusia yang sering salah mengartikannya.

Pakem Gebang, April 2021

 

Barokah, lahir di Pacitan 18 Agustus 1954.

Menulis sejak remaja, kumpulan puisi tunggalnya Bunga Bunga Semak, diterbitkan Pustaka Haikuku Bandung 2018.

Antologi haiku Pancaran Hati, diterbitkan Pustaka Haikuku 2019.

Setia ikut antologi puisi Ramadhan di Group Lumbung Puisi sejak 2018.

Barokah adalah pensiunan PT Telkom, dan domisili terakhir di Pakem, Gebang, Purworejo.

 

 


















118.I Made Suantha


Elegi Yang Kucatat Sebagai Obituari Sunyi 


/1/

Duka yang  ating dari segala penjuru.  Duka yang pergi

Ntah lewat pintu yang mana. 

   Duka itu tarikan nafas. Kadang terantuk serupa batuk

   Seperti hujan menangis

   Dengan airmatanya yang dingin. 

Lalu bianglala akan menyempurnakannya menjadi ceria

Berbagai warna. Namun bayangan akan tetap

      Hitam di sekitar cahaya berwarna! 


   Duka itu kilau matahari usai hujan

Bagi warna yang menetes dari mata air

Dan mengental di gurat telapak tangan

   Yang menumbuhkan demam yang menahun! 


/2/

Duka. Saat aku tersesat di pelintasan yang lurus menuju

ke rumahMu. Rumah sunyi

   di tengah terbang kupukupu merabas hujan

Merawat hutan dalam kuyub tubuhnya

Dengan kepakkannya yang dingin

Mencipta ranting dan bungabunga pada pohonpohon 

Yang menjaganya untuk beranakpinak

   Seumur hidupnya melunasi nasib

Obituari sunyi. Duka sejati. Duka serupa hujan

Yang meleleh di terik panas

Dan menghanyutkannya  jauh

Kekedalaman sengal nafasmu! 


/3/

Duka. Membaca tanah air dengan mata berair

Sunyi. Jejak pulang untuk menjadi abadi

   Duka. Perih itu ditumbuhi oleh lukaluka

        Yang menganga

   Serupa sebuah hutan yang hidup dijiwaku

   Tanpa sebatang pohon dan margasatwa. 

Duka sunyi. Waktu yang tergelincir dari detak ke detak jam! 


   Abadi itu duka yang tumbuh sebagai kenangan

Terlunta berlayar di udara yang mencair

Sekejap saja kupandang

Seumur hidup setia kuikhlaskan! 


Sukawati, Gianyar, 05.2021




















119.Sutarso (Osratus)


Protes Bangun Tidur , Ketika Syukurku Jalan Mundur 


"Syukurku patah tulang

 ditubruk motor bodong

 remnya blong

 dari belakang

 di tikungan hati 

 banyak lubang

 tampak lurus dan mulus

 tapi konsentrasi 

 tidak fokus

 mau ditusuk jarum infus?

 Dia ingin kau datang

 bukan dengan sekeranjang 

 uang

 atau segudang jipang 

 kacang, diriku

 Dia ingin kau datang

 dengan hati lapang

 untuk memapahnya

 langkahkan kaki ke depan

 agar kata 'lupa'

 tidak jadi jurus berbisa

 yang membuat rasa

 'senantiasa 

 diuntung' oleh-Nya,

 binasa."

Sorong, 10 Mei 2021




120.Aslam Kussantyo 

 

Doa Persembahan 

 

dan

bila waktu menjelang

kan kubawa cintaku

pada-Mu

memeluk rembulan

melintasi bintang-bintang

 

kan kulepas segala benci

suka cita dan dendam

dari setiap pengembaraan

bersama jasad di pekuburan

 

satu harapanku

Tuhan seru sekalian alam

membuka pintu perjalanan

dalam keridaan

bagi diri papa ini

 

aamin

Kendal, 3.10.2009 











 Aslam Kussantyo


Tafakur 2

 

berlaksa purnama kutancapkan belati

pada kedalaman jantung hingga ulu hati

lalu kubiarkan segala mengalir

dalam deras hujan dan angin mendesir

 

kunikmati gelegak darah penuh amarah

dalam lelap, lupa diri dan sumpah serapah

denting nafsu dan keinginan meruak

dan puja puji dunia pun merebak

 

dua pertiga perjalanan telah kususuri

kesiur jarak mengantar pergantian hari

tiba-tiba burung malam mengejar garis fajar

kumandang adzan bagai bias suara samar

 

lalu bayangan itu berkelebat di cakrawala

menelisik setiap jangat nadi menjadi luka

menyertai dzikir pohonan dan rumputan

menyertai dzikir jalanan dan pegunungan

 

lalu siapa berteriak di atas bentang sajadah

sementara kudengar rintih di antara rakaat

allahumma innaka ‘afuwwun 

tuhibbul ‘afwa fa’ fu’anni

Kendal,  Ramadan 1442

 





Aslam Kussatyo , lahir di Yogayakarta dan sekarang tinggal di Kendal, Jawa Tengah. Saat ini berprofesi sebagai guru di MAN Kendal. Aktif menulis karya sastra sejak tahun 80-an. Beberapa karyanya sempat dimuat di beberapa media massa Jawa Tengah dan  diterbitkan dalam antologi Penyair Jawa Tengah. Sempat berhenti dari dunia tulis menulis karena asyik menekuni profesinya sambil membimbing teater. Mulai 2021 ini berniat mengakhiri masa ‘pingsan’-nya. Di tahun ini pula beberapa puisinya sempat masuk dalam antologi bersama Omah dan Sang Acarya


Senin, 10 Mei 2021

Puisi Tadarus Puisi V 1442 H/2021 , Puisi 100-110

 


101. Taba Heriyanto


Sungai 1

Bukit barisan bopeng

Batu bara dikuras

Hutan jadi lapang

Sinar matahari menembus hutan

Tak bercelah

Truk bermuatan berat

Berjalan perlahan

Alangkah angkuh

Batu bara menghitam jalan

Bumi investasi

Sungai berwarna coklat pekat

Mengalir dari hulu

Menuju rumah penduduk

Menyaji keruh

Sampai ke muara

Laut pun berwarna asing

Sungai dangkal di musim kemarau

Meluap di musim hujan

Orang turun ke sungai

Batu bara tercurah dari atas bukit

Pengki

Jaring

Penambang

Penghasilan nyata

Tak perlu alat berat

Batu bara datang menghampiri

Biarlah air semakin keruh

Bagai kopi susu sore hari

Bengkulu 09052021



Tabaheriyanto


Sungai 2


Air sungai yang kental

Penduduk tak perlu meradang

Kepada pemilik tambang

Kabarkan

Ambil dengan mudah

Batu bara di sungai

Lupakanlah air sungai

Yang pernah jernih

Ikan yang manis dagingnya

Berganti renyahnya batu bara

Sungai tak pernah lupa

Mengalir

Berseduh berang

Bengkulu 09052021


Tabaheriyanto, Kelahiran di Curup Bengkulu tahun 1954. Alamat Jalan Enggang nomor 26 Blok I Kelurahan Cempaka Permai Kecamatan Gading Cempaka Kota Bengkulu












102. Elly Azizah,


Tangis

 

1\

Biar tangisku meniti pelangi

Tersembunyi di balik langit

Tuk mengumpulkan serpihan bintang

Buat perhiasan dara rupawan

 

2\

Biar tangisku bermanik-manik

Melilit leher lingkar bumi

Tuk hilang rasa panik

Buat lapang dada ini

 

3\

Biar tangis turun tik-tik

Mendaki lembah menurun bukit

Meratap negeri yang sakit

Pabila akan bangkit

 

4\

Biar tangis ini menggugu

Kepada Allah tempat mengadu

Ampuni dosa terpadu

Lakon sandiwara yang kelu

 

5\

Biarkan tangis berbisik

Mengalun mengusik kelana malam

Membersih hati yang bersisik

Pada malam seribu bulan

Bengkulu 1442 H


Elly Azizah, Pensiunan PNS di Bengkulu.

Sekarang tinggal di Jalan Enggang Nomor 26 Blok I Kelurahan Cempaka Permai Kecamatan Gading Cempaka Kota Bengkulu






























103.Odi Shalahuddin

 

 

Tuhan , Aku Yakin Kau Tiodak Lelah

 

 

bencana demi bencana yang melanda Indonesia

kuyakin bukan adzab darimu, Tuhan

tapi irama alam semesta yang tidak lagi berada dalam putarannya

lantaran ulah manusia dengan keserakahannya yang meraja

atau bahkan mungkin terlena dan larut dalam lupa

kuyakin itu, Tuhan,

sebab ketika semesta tercipta, telah kau lepas ia untuk bekerja

 

pada setiap bencana, selalu saja berulang kebodohan yang sama

tentang orang-orang yang selalu saja berkata-kata

tentang peringatan darimu, kepada para korban yang dinilai menjadi para pendosa

dan ini disiarkan dalam berbagai ruang-ruang agama

tentang ini, aku tidak yakin, Tuhan

walau dalam keyakinan, semuanya adalah atas kehendak-Mu

tapi manusia pulalah yang harus senantiasa menjaga keseimbangan

dan bersikap waspada terhadap berbagai kemungkinan ancaman bencana

 

pada setiap bencana, selalu saja berulang kebodohan yang sama

tentang para penguasa yang masih gagap,

suntuk bermain dalam ruang prosedur dan administrasi

sedang para korban butuh pengungsian yang aman, nyaman,

dan terjamin kelangsungan hidupnya

 

pada setiap bencana, anugrah dariMu, menjelma melalui hati dan sosok

ratusan orang-orang yang ringan bergerak membantu sesamanya

para relawan yang tak henti bekerja, ke dalam wilayah-wilayah bahaya

hingga kematian juga sering membayang-bayangi mereka

 

Tuhan, ketika nama-Mu digemakan, dengan berjuta permintaan

kutahu, kau tak pernah lelah, dan tak akan pernah lelah

karena diri-Mu memanglah tempat meminta

 

 

Odi Shalahuddin

 

Tuhan, Bahagiakanlah Mereka

 

 

Tuhan, maaf lama tak bersapa denganMu

kini aku datang mendekat, bersimpuh di hadapanMu

seperti biasa, aku datang hanya meminta

meminta-minta, tapi aku tak malu, karena hanya pada diriMu-lah layak untuk meminta

dan kau tak pernah marah atau sinis menghujamkan vonis padaku sebagai pengemis

 

Tuhan, pintaku sangat banyak, tak seimbang dengan kedekatanku padaMu

namun aku sangat yakin bahwa tidak ada perhitungan untung-rugi tentang hal ini

 

Tuhan, aku meminta kepada-Mu, sungguh, aku meminta

lepaskanlah dari pikiran dan hati kami tentang kebencian kepada para pelayan dan wakil-wakil kami yang dipercaya mengelola bangsa dan Negeri ini

sebab dengan kebencian, kami tidak bisa melihat, berpikir dan berbicara secara jernih, kecuali suara-suara atau tindakan-tindakan penuh prasangka dan amarah, seolah tiada yang benar dari mereka, walaupun mungkin pula benar adanya 

 

Tuhan, aku meminta kepada-Mu, sungguh aku meminta

sempurnakanlah Rahmat dan Hidayah-Mu kepada para pelayan dan wakil kami,

hingga mereka terjauhkan dari petaka dan bisa melaksanakan amanah membangun negeri ini, menegakkan keadilan dan mensejahterakan segenap warga

jangan jadikan tuli kepada mereka yang berpura-pura tak mendengar

jangan jadikan bisu kepada mereka yang selalu tidur tak bersuara atau kebanyakan bicara

jangan jadikan buta kepada mereka yang selalu memicingkan mata kepada jutaan rakyat yang masih menderita

 

Rahmat dan Hidayah-Mu, ya Tuhan,

biarkan membuka mata-hati agar mereka secara bijak mengambil kebijakan demi semua

menghentikan tangan-tangan ”nakal” yang menggerogoti uang Negara

membuyarkan bayang dan imajinasi tentang kemewahan di tengah kemiskinan mendera

jadikanlah mereka kuat dalam bekerja, agar mereka bisa menjadi pelayan atau wakil yang baik dan terpercaya

 

Tuhan, bahagiakanlah mereka,

dengan kebahagiaan mereka, tentunya diriku dan diri kami pasti akan bahagia pula

 

Amin..


Odi Shalahuddin, sejak tahun 1984 bergiat dalam Organisasi Non Pemerintah. Tulisan-tulisannya, terutama mengenai isu hak anak, terhimpun dalam berbagai buku. Mencoba belajar menulis puisi sejak SD, tapi selalu merasa gagal. Sebagian puisi periode 1987-1991, diterbitkan dalam bentuk foto copy: “APALAGI YANG MASIH TERSISA”. Berikutnya pernah aktif menulis cerpen di berbagai media lokal dan nasional, sebagian terhimpun dalam beberapa buku kumpulan cerpen. Kumpulan cerpen tunggalnya “Cinta di Halte” diterbitkan oleh Magma (2006). Sedangkan untuk puisi, lebih banyak terposting di media sosial dan berbagai blog. Baru pada tahun 2020, memberanikan diri terlibat dalam penerbitan Antologi Puisi Bersama, seperti: “Gambang Semarang”, “Gembok”, “Rendezvous Di layar Maya” dan “Antologi Puisi Asu”. Tinggal di Yogyakarta bersama istri dan dua anaknya.  







104.Asro Almurthawy


Di Atas Lembar Juz’Amma

 

melesat dari ayat ke ayat

berkelindan  antara huruf dan mahroj

edari tetiap harakat fatah kasrah dzumah

milyaran cahaya mungkin melesap

berdenyaran meruang di kepala

aku tergeragap

lembar jiwa tak juga tersibak 

 

selalu saja aku gagal menerjemahkan tanda

sesat di labirin logika. Kata-kata gagap

terpilin tak mampu tereja meski sepatah

tak alif tak nun tak wau

menajam mengirisi ulu hati

~ iqra bismi robbikalladziii...........~

 

terhampar dari juz ke juz

lembar demi lembar membentang kisah

tahun alif yang purba hingga nun di masa depan

ribuan episode mengilat

berpusar bagai topan mengapung di lelangit dada

aku tergugu

belum terbaca tuntas alifbataku

Imaji 1438-1442 H 

 

 

  





Asro Almurthawy


Rahasia Tiga Bongkah Cahaya 

Pada Purnama Ke Delapan


Ada sebongkah cahaya, teramat besar, sayangku, teramat jauh di sisi arsy melayari takdirnya di bawah kun. Tiba-tiba menjelmalah jadi mahluk yang sebenar-benar hidup, mengalir, mengalun menggelombang jadi hamparan luas membiru. Sebenar-benar luas hingga cahaya biasa terasa lambat merambatinya dalam perjalanan teramat panjang. Maa`ul hayat. Ya, air kehidupan itu, sayangku

Lihat! Sebongkah cahaya serupa menceburkan diri dalam samudera yang sedemikian luas bentang horisonnya, melayari takdirnya di bawah kun, maka menjelmalah jadi mahluk yang membetot rasa takjub kita. Berenang, menyelam dan bangkitlah dalam kuyup banyu kauripan itu. Lihatlah sayangku, butiran-butiran air yang menetes dari bulu-bulunya itu, sedemikian banyaknya, bermilyar jumlahnya, mendadak menjelma malaikat berorkestra tasbih irama surgawi: subhanallah wal hamdulillah walaa ilaha illallohu, allohu akbar

Dengarlah doa mereka, sayangku, mereka bayar sorga kita dengan kata-kata

Dengarlah tangis mereka,sayangku, mereka menangis memohon ampun dosa kita.

Maka, segeralah layarkan biduk sholawat: Allohumma sholi alaa Muhammad syafiil anam. Wa aalihi wa shohbihi wa sallim ` alaa dawam. Layarkanlah biduk sholawat, sayangku, pada purnama ke delapan ini. Sebelum bongkah cahaya ketiga, kiamat itu  ya  kiamat itu, sayangku datang menghempas kita menjadi serpih abu ketiadaan.

Imaji 1438-1442 H


105. Ama Kewaman,

 

Piluh 

Sejenak pada perhentian yang paling lelah

Engjau datang padaku dalam rupa ranum senja

dan bias purnama mencekam duka

aku terpaku memangku harap

 

burung-burung melagukan sunyi

awan berarak menghampar sepih

dedaunan menguning dan jatuh terperangah

sebab cinta telah rampung dengan derita

 

kidung kemenangan dicekam musibah

dengan nada-nada piano dan kecapai yang tak lagi merdu

tapi madah kemuliaan berkumandang dengan iringan air mata

“Hendaklah bukakan pintu dan jamulah aku.”

 

(Lembata, April 2020)

Tanah Perjanjian

Di tanah perjanjian ini aku daraskan rintihan,

“Dengan apa aku datang padamu?”

Aakkhhh....

(Lembata, April 2020)

 

Aku Mencintaimu dengan Dendam

Aku mencintaimu dengan dendam, dengan air mata, dengan teriakan pilu

dan dengan segala hal yang tak mampu

aku ucapkan

mungkinkah cinta ini cukup untukmu?

Cukup beri aku kedamaian

(Lembata, April 2020)

 

 

Ama Kewaman, lahir dengan nama lengkap Feliksianus ama. Kehidupan sehari-hari biasa dipanggil Ama. Saya alumni dari SMAN 1 Nubatukan. Setelah tamat dari SMA, hidup di kampung bersama orang tua. Pada pertengahan Januari 2018 penulis merantau ke Jakarta dan tinggal di Jakarta Selatan. Sekarang tinggal di Lembata dan tergabung dalam Komunitas Tula Tolin yang aktif dalam kegiatan sosial pembangunan dan literasi. “Kegelisahan dalam hidup terus menerus mengajak saya untuk menulis, dan menulis bagi saya adalah melepaskan beban kegelisahan”.






















106. Jack Lamurian


Pelayaran Terakhir

 

Perahu retak menebar harapan palsu

Menumpuk sampah jejaring sosial

Membius angan-angan semu

 

Menyobek sisa kejayaan masa lalu

Tumbuh berkutat menjadi kerdil

Nurani jiwa-jiwa sekarat

 

Peta usang terarah membabi buta

Lajur cita-cita tenggelam di gulung ombak

entah menuju pusaran mana?

 

Dunia sedang telanjang

Berharap bahagia di ruang khayal

Lalu berlabuh ke muara yang mana?

                                  Kudus, 26 Oktober 2020

 

Jack Lamurian, lahir di Sekarjalak, aktif di LSWK (Lingkar Study Waroeng Kopie), Teater Lintang Utara, antologi " Bulan di Dada Memerah" bersama Hery Subandy dan Azam Jauhary. Lumbung Sastra - Antologi Puisi Bersama "Sampah Puisi Penyair Indonesia (Indramayu, 2020)., Antologi Puisi ASU, Lumbung Puisi Sastrawan Indonesia edisi Spusial Penyair Indonesia (Indramayu, 2021).

,





107. Sisprili


Dentingan Syahdu

 

Langit mulai berdenting

Sang Pencipta telah menyemarakkan kesyahduan

di bulan suci pada malam istimewa.

 

Bumi pun ikut berkumandang

manusia melantunkan puji-pujian

di masjid pada malam istimewa.

 

Ia berkunjung pada 10 malam terakhir

di bulan suci dengan segala keistimewaannya

dan yang telah menegadahkan tangannya.

 

Makassar, 10 Mei 2021

 

 

 

Sisprili adalah nama pena yang bernama lengkap Siska Aprilia. Lahir di kota Tasikmalaya pada tanggal 17 April. Sedang menempuh pendidikan di Universitas Alma Ata Yogyakarta dan mondok di Pondok Pesantren Ali Maksum – Krapyak. Bisa dihubungi melalui surelnya, sisprilii@gmail.com.

 








108.Herry Abdi Gusti :

 

Sulur-sulur Pohon Tiin


Tiba-tiba Ramadan tiba,  lagi-lagi Ramadan datang lagi

mengunjungiku dan aku tak lagi seperti yang dulu…….

Tahun lalu dan sebelumnya aku melupakanmu Ramadan

: aku tak puasa sebagaimana orang-orang beriman yang diwajibkan

Kalau kali ini kau temui aku masih seperti yang dulu

dan jika kau menangkap basah aku bersantap siang dalam bulan ini

boleh kau cambuk aku seribu kali tepat di mulutku, di perutku…

Kakiku yang dulu bergoyang di bangku panjang warung tepi jalan

menghirup wedang kopi mengepulkan asap slepi

seharian sepanjang malam…

: kini tak lagi

menenggak butiran koplo,  mencecap arak sengak

di bilik sempit pengap remang-remang

seharian sepanjang malam

: pun tak lagi

Hari pertama kau datang Ramadan

mengetok pintu hatiku, memasuki ruang jantungku

duduk di altar limpaku, menggelitik ginjalku

mengiris empeduku, mengoyak usus-ususku…

tak kau temukan nasi pecel, sayur lodeh, soto dan rawon

bakso atau pun mie ayam…

lambungku telah suwung sejak fajar hingga mentari terbenam

: ufuk timur hingga ufuk barat menjadi saksi atas niatku

Aku bergelayutan dari sulur ke sulur pohon tiin yang tumbuh di surga

sulur-sulurnya menjulur, menerobos plafon rumahku

sembari menatap pendar cahaya indah dari lubang atap

aku berayun-ayun dari puasa ke puasa hingga akhir Ramadan

 Bojonegoro, Ramadan 1442 H/2021 M.


wedang : air mendidih untuk menyeduh minuman.

slepi  : lintingan tembakau untuk rokok hasil membuat sendiri (bukan pabrikan).

koplo : istilah untuk pil ekstasi (sejenis narkoba).

sengak : bau menyengat.

suwung : kosong, nihil.

 

Herry Abdi Gusti 


Merindu Takbiran


Penghujung Ramadan kujumpai malam seribu bulan

seonggok amalanku jadi berlipat seribu onggok

’kan kucari nampan besar nan lebar yaa Ramadan

menampung pahala atas limpahan rahmat Illahi Rabbi

 

Kulepas kau dengan lantunan takbir pada malam akhirmu

takbir yang tak sepantasnya diteriakkan di jalanan,

di panggung pemilihan-pemilihan dan comberan

Ya, aku ‘kan mengumandangkan takbir dengan riang

penuh ketenteraman dan kedamaian dalam sanubari

jauh merasuk di lubuk hati insan-insan berbalut kasih-sayang

”Allaahu Akbar… Allaahu Akbar… Allaahu Akbar…

Laa ilaaha Illallaahu Allaahu Akbar,

Allaahu Akbar wa lillaahil hamdu...”

 Bojonegoro, Ramadan 1442 H/2021 M.

 

Herry Abdi Gusti  lahir 14 Agustus 1968 di Bojonegoro (Jawa Timur). Menulis karya sastra sejak SMA kelas 2 (tahun 1985) dimuat majalah berbahasa Jawa Panjebar Semangat, Jaya Baya dan Mekar Sari, juga dalam bahasa Indonesia berupa puisi dan opini di surat kabar harian Jawa Pos dan Radar Bojonegoro serta tabloid Citra Jakarta. Karya-karyanya yang sudah terbit berupa buku antologi bersama yakni ”Kembang Saka Ketintang” (HMJ Bahasa Jawa FPBS IKIP Surabaya, 1990), ”TES...” (Taman Budaya Jawa Timur, 1997), ”Serat Daun Jati” (KSMB, 2010), ”Tunggak Jarak Mrajak” (Sanggar Sastra PSJB, 2010) dan ”Pasewakan” (Panitia Konggres Sastra Jawa III, 2011), ”Epifani Serpihan Duka Bangsa” (Sembilan Mutiara Publishing, 2012), ”Pancawarna” (SAMMIN, 2015), ”Lingkar  Jati” (PSJB, 2015), ”Memo Anti Kekerasan Terhadap Anak”; MAKTA (Forum Sastra Surakarta, 2016), ”Sur Bumi Sor Kukusan” (Sembilan Mutiara Publishing, 2016), ”Cengkir Gadhing Tamparan Sutra” (Sembilan Mutiara Publishing, 2017),”Pengkok” (SAMMIN, 2017),”Kembang Setaman PSJB” (PSJB, 2018),”Rawat Ruwat Bengawan” (Festival Bengawan Bojonegoro, 2018), ”Hari Hari Huru Hara” (Yayasan Putiba, 2020), ”Udhu Klungsu” (PSJB, 2020) serta ”Ibuku Surgaku”, ”Ayahku Jagoanku” dan ”Anakku Permataku” (Kosa Kata Kita, Jakarta, 2020-2021). Satu karyanya lolos kurasi dalam ”Festival Musim Hujan” (Banjarbaru’s Rainy Day Literary Festival) Banjarbaru – Kalimantan Selatan, 2020. Buku antologi tunggalnya berjudul ”CANDRAMAWA” (Sanggar Sastra PSJB, 2017).

Herry Abdi Gusti tinggal bersama isteri Erma Widyastutik serta kedua puterinya - Ardhanareswari Essa Maharsiwi dan Ardhapramesthi Kania Maharsiwi - di padhepokan Sanggar Pakeliran, Bojonegoro .


109. Mita Katoyo


Menhgejarmu di Saat Takut Mati 

 

tiba-tiba aku merintih

mendadak ribuan kata menari -nari di benakku

sementara pijakan kaki serasa menghentak hentak dada

 

aku mengaduh

aku memohon

aku membudaki Tuhan

lupa mana kekhilafan yang dimaklumkan dan mana yang benar benar kealpaan

tak ada satupun terucap kata kesopanan

kupaksa Ia mengabulkan satu permohonan

dan harus diiyakan,

 

“biarkan aku tetap hidup! “

Jakarta, 100521

 Mita Katoyo


 

Hujan di Saat Adzan 

 

lalu bergetarlah bibir pada sebutan namaMu

pada hati yang terketuk

pada hidup yang me-lena-kan

pdklapa,061218

 

 

 

 

Mita Katoyo, Lahir dan dibesarkan di Jakarta,  suka akan menulis, ngemil dan dengar musik. Juga gemar mengamati kisah kehidupan.

Ada hampir 7 buah buku diterbitkan, termasuk yang diterjemahkan dalam bahasa inggris, tapi semua baginya masih dalam proses belajar.

Mita juga ikut dalam beberapa Antologi Bersama




























110.Aisyah Jamela


Janji Yang Dilupakan


Berkoar-koar dengan seribu janji

Demi menarik simpati

Pagi hari

Siang hari

Malam hari

Tak perduli demi ambisi

Hujan panaspun dilalui

Berteman hantupun berani

Penuh semangat berapi-api

Seolah dia pemilik kebaikan yang sejati


Namun

Ketika habis masanya berkoar-koar

Semuanyapun bubar

Bersisa hambar

Lenyap tak berkabar

Meski bendera kemenangannya berkibar

Lupa janji yang pernah terikrar

Langkat, 23 April 2021












Aisyah Jamela


Pura-Pura Amnesia


Ketika langit menangis tiada henti

Ketika laut mengeluarkan amarah penuh emosi

Ketika angin enggan melirik

Maka dalam hitungan detik

Kesengsaraan akan bertilik

Dalam derai menitik

Semua akan hancur porak poranda

Bahkan bisa musnah seketika

Lenyap tiada bersisa


Lalu,

Kenapa selalu bangga  berlimpah harta?

Jikai hartamu bisa musnah tanpa aba-aba

Kenapa masih bisa berjalan penuh kesombongan

Hanya karena kau memiliki jabatan

Jika akhirnya harta dan jabatan hanyalah titipan yang tiada kekal bertahan


Mungkin kau lupa

Bahwa ketika duniamu diisi dengan pesta pora tiada guna

Ketika duniamu diisi dengan penimbunan harta

Ketika duniamu diisi dengan tanpa peduli sesama

Maka kerugian besar berpihak padamu

Penyesalanpun muncul di ujung cerita hidupmu


Mungkin kau lupa atau pura-pura amnesia

Langkat, 04 Mei 2021



Aisyah Jamela bernama lengkap Dra.Hj.Aisyah. Terlahir dari pasangan Alm Bapak H. Ibnu Haidir dan Almh ibu Muzaini S.Pdi. Merupakan Sarjana S1 Fakultas Tarbiyah IAIN Medan Sumatera Utara. 

Penulis buku solo berupa kumpulan puisi yang berjudul “Kumenangis di Bumi Langkat” dan juga beberapa buku antologi  ersama penulis-penulis se-Nusantara yang berjudul : Sepenggal Goresan Garda Terdepan Madrasah, Jalan Terang Guru Pemenang, Di Rumah Aja , The Power Of Kepekso, Mudita Lega, Menyemai Renjana Memendar Senjana, Berpuisi Tanpa Batas, Tilas Sebingkai Desember dan Narasi Bait Waktu,  Edelweis, Japa Lampah dan Setetes Asa di Ranting Aksara, Dari Panca Laku Hingga Webinar dan Kreasi Semaris. 

Bekerja di Yayasan Pendidikan Halimsyah sebagai Kepala Madrasah sekaligus pemilik Yayasan Pendidikan 


Minggu, 09 Mei 2021

Puisi Tadarus Puisi V 1442 H/2021 , Puisi 91-100

 


91.Rissa Churria


Tadarus di Tengah Pandemi


Hela napas tak terjeda

Satu satu  ayat  terbaca

Air mata jatuh tak terasa

Terbiar di antara lara duka

 

Pedih tak lagi tersamar

Pandemi  makin  mengakar

Ketakutan kian membelukar

Tadarus  kita  tetap  di kamar

 

Larangan terus tersiar

Ada saja wajah-wajah sendu

Datang dengan nada memelas

Terbungkam  menahan lapar

 

Tadarus kita belum sempurna

Hati harus tetap  terjaga

Memberi sebatas bahu

Sembari mengusap airmatanya

 

Inilah wabah

Yang di dahinya

Tertulis kegelapan

Kedua matanya tertutup

Hanya bergerak menyerang

Tanpa tahu aku kamu dan dia

 

Proses evolusi

Kita bertatap-tatap kadang saling curiga

Patuh akan bertahan melawan berarti hengkang

Berhadapan pada pilihan bertahan tetap berjalan

Menepi untuk melawan doa dimunajatkan

 

Tadarus belum sampai di perbatasan

Pintu rahmat masih terbuka

Datang dengan pakaian lusuh menuju cahaya

Meski malu tak tersisa kepada pemilik cinta

Sedang wabah bungkam tertunduk menghamba

Setu, 24.04.2021

 

Rissa Churria


Dari Magrip ke Pintu Masjid


Inilah waktu haru

Bersembahyang dalam seteru

Pada dini hingga hari petang

Hanya merunduk tunduk

 

Demi waktu magrib

Usai ifthar mengantar samar wulu

Mentadaburi segala kelakar

Kadang membuat kuncup tak mekar

 

Sesekali riuh menjadi senyap

Menuju perjamuan yang terlelap

Melelehkan nikmatnya pertemuan

Membenamkan satu-satu kecupan

Yang datang dan pergi tanpa pesan

 

Bermula dari magrib menuju pintu masjid

Mengingatmu dari riuh hingga sunyi

Mengosongkan muasal dan isi

Tak ada selainmu di sini

Hati yang bertatap

Di lingkar jemari meranumi bibir

 

Padamu

Maka hanya adamu tanpa kecuali

Menafikan segala kefaanaan

Melarungkan nafsu menuju ikhlas

Adamu dalam tiadaku menjadi sama saja

Di balik tirani aku menujumu kembali

Lubang Buaya, 2 Ramadhan 1442H

 

Rissa Churria, biasa dipanggil Ummi Rissa adalah penyair yang saat ini tinggal dan menetap di Bekasi, Jawa Barat. Karyanya diterbitkan dalam buku kumpulan puisi tunggal, yaitu : “Harum Haramain” (2016), “Perempuan Wetan” (2017), “Blakasuta Liku Luka Perang Saudara”(2019),  “Matahari Senja di Bumi Osing” (2020). Puisi Rissa juga dimuat di berbagai media cetak, antara lain : Jawa Pos, Radar Banyuwangi, Radar Bekasi, BMR Fox Kotamobagu,Pemuisi Malaysia, dan lain lain. Selain itu puisinya juga sudah dimuat di lebih 80 kumpulan puisi bersama, antara lain yaitu : Jazirah 1, 2, 3,4, dan 5 Festival Sastra Internasional Gunung Bintan (2018-2020), Festival Lembah Ijen (2017), Negeri Poci (2018 -2020), Alumni Munsi (2020), Banjar Baru Festival ; Rainy day (2020), ), Bias Warna Hati ( Sastra Nusa Widhita - 2021), Gembok – (Lumbung Puisi Indonesia 2021),  Suara Dari Lembah Kata Kata (2021), Di Haribaan Puisi- 10 Penyair Berkiprah (2021), dan lain lain.Rissa aktif mengikuti berbagai Festival sastra dan tampil membaca puisi, antara lain : Women of  Words Poetry Slam Ubud Writers and Readers Festival (2017 dan 2019),  Pertemuan Penyair Nusantara di Singapura (2017),Pertemuan Penyair dan Akademisi di Universitas Sultan Azlan Syah Negeri Perak (2017),  Penyair Nusantara di Malaysia (2018), Pertemuan Penyair Ziarah Karyawan Nusantara di Jandabaik-Malaysia (2019), dan lain lain. Media sosial Fb. Rissa Churria (Ummi Rissa), IG. RissaChurria, email. churriarissa@gmail.com hp/wa. +6281287812264





























92.Gambuh R Basedo


Jamas Bulan Suci


Tak hanya basa-basi lambai ayumu

Tanganmu menarilk lembut menggandeng

Ruang riang pemandian banyu ampuni

Basah basuh kembang-kembang rahmati

 

Pada busuk napasku yang mengkristal

Bertahun karena selingkuh khofi

Pada dinding tertempeli arogansi

 Akuku serupa berhala

Pada bilik-bilik rahasia anak-anak iblisku

Kau rekahi senyum rahmani

Tenggelam hingga

 

Rengkuhmu merangkul tunjuki

Api tak lagi mengapi

Borok-borok bobrokku tertambal kini

Nafsu nurani kembali pada ikrar sejati

Merunduk dalam debar tadarus

Hingga bungkamku tak hangus

 

Rembang, 14.04.2021

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Gambuh R Basedo


 Ciptaning Lelaku 


Elok semburat dahsyat pada pucuk puncak

Cahaya lintang turun menjamah

Serupa kilau mutiara

 

Tengah ratri ,jantung kidung pangkur

Simpuh tinggalkan sejenak duniawi

Meraba  kesah kisah masa lalu

 

Jiwa gembalakan raga

Renungi cerita purba

Gelimang tak jujur dan dosa

 

Cep tumancep tancapkan

Dinginkan ingin sumarah serah

Ciptaning kidung pangkur

 

Bertabur wangi puspa

Aku hanya manusia biasa

Sembah hati ini pada-Mu

Harap berkah lelaku

 

Ciptaning kidung pangkur

Terjang penghalang

Berangus nafsu merusuh

 

Diam hening renung ,agungkan

Heneng hening henung

Dalam tadarus penghambaanku

 

Rembang, 05.05.2021

Gambuh R. Basedo adalah penyair yang saat ini tinggal dan menetap di Rembang, Jawa Tengah. Antologi tunggalnya adalah “Suluk Cinta Kawah Candradimuka” terbit di tahun 2020 9 Samudra Printing). Karya karyanya telah diterbitkan dalam antologi bersama, antara lain yaitu : menjadi salah satu "Penyair Jingga” (2012)  “Kado Pernikahan”, (2010),  “Dandani Luka Luka Tanah Air” (Antologi puisi Numera  Malaysia - 2020), “C Antagonis” (Fakultas Penulis Kreatif dan Filem – Malaysia :2020),  “Tribute Sapardi” (2020), “Antologi Para Pendaki” (2020), Broken Heart (2020), Pelangi Cinta (2020), Antologi Mengenang Najmi Adhani (2020), Romantika Cinta Dalam Aksara (2020), Bias Warna Hati ( Sastra Nusa Widhita - 2021), Gembok – (Lumbung Puisi Indonesia2021),  Suara Dari Lembah Kata Kata (2021), dan lain lain, juga menulis di harian lokal BMRFox Kotamobagu. Prestasi yang pernah dicapai dalam berkesenian adalah sebagai Duta tari Festifal Tari Surabaya, Jawa timur, tahun 2004,  Dalang suluk, Penggagas dan pencipta  “Wayang Lontar Ganyar” sejak tahun 2003  hingga sekarang. Penggagas “Ketoprak Cilik” (anak anak usia 10 – 13 tahun) sejak tahun  1990 hingga sekarang.   Kegiatan sehari hari sebagai Penggiat Seni dan Perawat Kebudayaan Jawa juga pelaku Teater Mistis dan Interculturalisme ala Gambuh.

 









93. Tono


Kutip Waktu 


 

Tabur debu menempel daun menanti rintik hujan 

Kusam kasat mata menahan rasa 

Terpana, mengapa? 

Kuasa menutup mata 

Kuasa menutup telinga 

Kuasa mati rasa 

Rasa kabur terbawa waktu 

Terpampang lembaran lempeng keras tercecer jalan semu terselimut tebalnya debu 

Lubang kecil besar berliku-liku kutip waktu menanti 

Suara tak berirama terngiang sepanjang jalan

 

Waktu 

Kapan kau kutip menghampiri? 

Rasa berat tertuang wajah sepanjang jalan 

Lelah letih lesu menahan hawa nafsu  

Kekuatan luntur mengikuti putaran roda 

Tetesan air mengalir membasahi penutup tubuh 

Panas terik matahari penyemangat asa 

Puasa ini mengharap kutip waktu  

Merapal doa harap desah meminta

 

Kutip waktu  

Selalu dinanti Insan merindu 

Gelegar butiran cahaya 

Penghias hidup merintis hati 

Merasuk pori  

Menghias sanubari 

Celah manis menanti kalbu menyatu taburan bintang 

Memuja syukur, mampu bersujud, dan menerima takdir

 

Diri berusaha menenangkan pola pikir 

Hasrat terpondasi penuh manfaat 

Ayat suci terucap merdu  

Merajut lisan kenikmatan kekal 

Kutip waktu dinanti dalam diri penuh makna 

Mengharap pada-Mu 

Penuh keberkahan kembali menghias alam dan umat-Mu

 


Tono lahir di Blora. Penulis merupakan seorang pendidik dan bukan lulusan dari sastra tapi menyukai sastra. Turut serta menulis berbagai macam karya merupakan perwujutan rasa suka pada sastra. Penulis seorang Admin Komunitas Karya Kreatif Menulis (K3M).

Penulis sering menulis bersama sastrawan-sastrawan Indonesia dan Luar Negeri. Karyanya berupa: Antrologi Puisi Guru Se-Asean, Terbang Dalam Deen Assalam, Menenun Rinai Hujan, Kita Kata Kata Jilid 1 bersama M. Aan Mansyur, Love In Summer Internasional, Antologi Puisi Kuliner Gabin Barandam, Kumpulan Cerpen Tualang, Kumpulan Cerpen Samin dan Dukun bersama Susilo Toer, Antologi Gembok, Antologi Quotes Lentera Makna bersama Ganjar Pranowo, Quotes Bersama Membangun Blora utk Indonesia Antalogi Puisi Gembok, Winter November To Desember Internasional, Simpul Rasa, dan masih banyak lagi karya bersama K3M. Karya kumpulan Fabel juga banyak. Beberapa puisi dapat penghargaan dari UMPPL Internasional, dan Global Award Encuentros Poeticos Globales Internasional.



94.Dwi Wahyu Candra Dewi


Tasbih Seorang Ibu Perapal Doa


Di kursi kayu duduk seorang ibu menanti datang waktu azan.

Kumandang panggilan dari surau pun masjid bersahutan

Tiada resah pun gundah menghalang langkah tuk dapatkan berkah

Tiap lelah dalam helaan nafas terbayar nikmat sehat dalam doa khidmat

Zikir sebagai pelipur jiwa, teman perjalanan menuju waktu-Nya.

Tasbih dalam genggaman teruntai doa hingga fajar datang menyapa

Masihkah kau ragu akan doa ibu?

Masihkah kau berani menentangnya?

Di mana lagi kau dapatkan ketenangan selain dalam peluknya?

Di mana lagi kau temukan sentuh lembut selain pada belai tangannya?

Di masa senja masa terbaik tuk tak lagi silau dunia

Masa melupa gelora badaniah memupuk Lillah

Jangan kau serakah agar tak lepas arah

Jangan kau mudah marah agar hidupmu penuh berkah

Doa ibu sepanjang waktu untuk anak-anak beradab dan berilmu

Agar tak menanggung pilu

Tak juga lupa diri akan nurani

Tiada pernah mendoa bencana menimpa

Tapi jika ada jadikanlah penguat iman dan takwa

Tiada pernah meminta duka nestapa

Tapi jika terjadi jadikanlah pengingat bahwa diri bukan siapa-siapa

Selama jiwa dan raga masih menyatu

Arahkanlah diri pada Pemilik waktu.

Tasbih ibu mengantar doa menuju Sang Esa.

 

 

Dwi Wahyu Candra Dewi. Kelahiran Blora, 8 Mei 1983. Penulis seorang dosen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Universitas Lambung Mangkurat. Penulis merupakan penulis Kumpulan Puisi “Kado Istimewa”. Karya puisinya telah dimuat dibeberapa antologi bersama dengan rekan-rekan sastrawan pada Teater Kail, Bengkel Puisi Perruas, Lumbung Puisi Indonesia, dan Komunitas Karya Kreatif Menulis (K3M). Beberapa karyanya pun mendapat penghargaan Internasional oleh UMPPL (Union Mundial de Poetas por la Paz y Libertad) dan Global Award Encuentros Poeticos Globales Internasional. Selain itu, karya puisinya juga mendapat apresiasi dari Malaysia dalam acara International Virtual Poetry Festival bersama Teater Tradisi  Bangsawan UPM. Penulis termasuk salah satu wanita yang mendapat penghargaan dari APEU (Asociacion de Poetas y Escritores Universitas) El Savador sebagai wanita berpengaruh dalam puisi. Penulis merupakan salah satu Tim Kurator Puisi Budaya Internasional Indonesia-Bolivia. Penulis merupakan pendiri K3M (Komunitas Karya Kreatif Menulis). Penulis dapat disapa melalui fb: Dwi Wahyu Candra Dewi. Surel: dewicd0805@gmail.com. Kontak Wa: 085228801405






95. Rusdin Pohan


Dia datang, pergi dan akan datang lagi


Setiap tahun kita pasti menanti kehadiran nya

Terlebih bila saat itu jelang jadwal kehadiran nya

Rasa kerinduan kita semakin menggebu gebu

Bagaikan menanti kekasih yang telah setahun tak berjumpa

Luapan kerinduan kepada nya terkadang saat ini sering digoreskan di medsos


Memang dia adalah kekasih yang dirindukan setiap insan yang beriman

Yang ada malam Lailatur QadarNya Yang lebih baik dari seribu bulan

Yang penuh rahmat dan penuh keampunanNya

Yang dibelengguNya semua syetan

Yang dibukaNya pintu syorga dan ditutupnya pintu neraka

Yang diturunkannya kitab suci Al Qur'an


Kini setelah kehadiran nya dan dalam dekapan kerinduan kita

Pada awalnya kita begitu mesra pada nya

Kita laksanakan apa yang diinginkan nya

Menahan haus dan lapar serta semua yang membatalkan nya

Mengerjakan sholat tarawih dan tadarus di masjid setiap malamnya

Dan juga pada awalnya kemesraan dengan nya masih berjalan mulus

Tujuan untuk menjadi insan yang "taqwa" itu yang utama


Namun mulai pertengahan kemesraan itu semakin berkurang

Tarawih dan tadarus mulai perlahan sepi

Hanya yg benar benar cinta kepada nya yg masih terus mendekap dan memeluk mesra dia


Hingga di akhir kehadiran nya lengang dan sepi sudah biasa

Kehadiran nya tinggal kenangan semata

Akhirnya dia pergi meninggalkan kita semua yg tadi begitu merindukannya

Tapi yg pasti dia akan hadir lagi ditengah kita yg juga pasti akan merindukan nya lagi

Tapi, kita semua belum tentu pasti akan berjumpa lagi dengan nya

Karena mungkin diantara kita ada yg telah mendahului dipanggil Nya. 


Medan, 08 Mei 2021



Rusdin pohan dilahirkan tanggal 03 Juli 1955.

Aktif menulis di beberapa harian dikota medan seperti harian Analisa, Waspada dan beberapa harian lainnya.

Di samping itu juga aktif mengisi acara di beberapa radio swasta untuk acara membaca puisi dan teater, juga membimbing anak-anak remaja masjid dalam musikalisasi puisi pada beberapa acara di Medan.. 







96. Sulistyo Nugroho


Doa yang Terlupa


Ada yang ditinggalkan

Kalam-kalam Tuhan tercampakkan

Keserakahann berserakan mencipta keresahan

Kepongahan bersembunyi di balik topeng-topeng


Banyak manusia kehilangan arah

Berlari dari kenyataan, mengubah jati diri

Iman kehilangan mata air, hanya indah di bibir

Gemerlap mayapada mengecoh penglihatan


Kerusakan begitu lihai melenggang

Menyusup di celah hati yang gersang

Ekosistem berantakan, polusi membabi buta

Bumi pun berderak mencari keseimbangan


Ada yang terlupa

Doa-doa tersumbat gunungan sampah

Air sungai keruh dan pekat, mengalir tak wajar

Dunia semakin renta dan penuh keganjilan


Lupa dan Luka 


Kucoba mengais buku memori 

Di sisi mana kuletakkan lupa

Lupa mana yang membuatku lupa

Aku terjebak di terumbu luka


Aku masih antusias mencari-cari

Ke arah mana lupa berlari

Dimana lupa bersembunyi

Aku tak sengaja melukakan diri


Luka menganga tertusuk lupa

Lupa menancap di badan-badan gelap

Karatnya menginfeksi relung hati

Aku pun bak zombi merindukan kekasih


Ada yang benar-benar terabai

Doa-doa tertidur lelap di lalap mimpi

Sunyi menemani lupa

Dingin menggumuli luka


Kini kusadari

Hidup hanyalah sekedar

Lupakan lupa, lupakan luka

Kularung ia menuju laut lepas


Tuhan maafkan aku

Dalam gelap ku hunus kalap

Tuhan ampuni aku

Lama aku dalam lingkaran murtad


Tangerang, 08052021


Sulistyo Nugroho, S.Pd. TTL : Solo, 3 September

Profesi : Staf Pengajar di SMK Media Informatika JakartaAlamat sekolah : Jln Lestari 2 no 99 Komplek Deplu, Petukangan Selatan, Pesanggrahan, Jaksel

Alamat rumah : Gg. Mandor No 56 RT 004/010, Kel Parung Serab, Ciledug, Tangerang, Banten

Note : Penikmat puisi




97. Suhendi RI


METAL: Membaca Tafsir Al-Qur'an


menartil ayat-ayat rindu

kutenggelam di kedalaman makna

sungguh luas lautan ilmu 


membacamu mata berkaca-kaca


dari dulu aku diamkan engkau

dijamah waktu hingga tubuh berdebu


setelah rasa itu hadir mengetuk

ruang yang kosong akankah

aku setia mencintaimu sampai surga nanti

Ruang Sunyi, 4 Mei 2021



MEMBACA KITAB DIRI

: Manusia


di mana-mana

yang terlihat wujudnya


walau dirinya ada

penuhi jagat raya

tapi tinggal sebuah nama


lalu pergi ke mana

sejatinya manusia di dunia?


dalam semesta

hanya jejak yang dijumpa

sebagai tanda purba


manusia hilang berubah muka!


di mana-mana

malih rupa

lalu bersuara

"aku adalah manusia"


mengenal Dia

raga lupa, bahwa

dirinya seorang hamba


siapa yang dapat dipercaya?


mata buta

telinga kurang peka

hati dan jiwa seperti arca


masihkah disebut manusia?

Kamar Hitam, 7 Mei 2021



 Suhendi RI lahir di Bekasi 1986. Saat ini berkegiatan sastra di grup Kelas Puisi Bekasi (KPB). Selain hobi menulis puisi juga suka mendengarkan musik-musik metal sebagai inspirasi dalam berpuisi. Karya-karyanya tergabung pada antologi puisi bersama dan termuat di berbagai media. Podium (2015) kumpulan puisi tunggal yang dicetak oleh penerbit Rose Book. Jika ingin mengenal lebih dekat dapat menghubungi saya di 085287338876



98. Riswo Mulyadi

 

AKU MASIH MENCARI PUASAKU

 

aku sampai malu menghitung lupa

dalam lapar dahaga kuhitung waktu

ratapan-ratapan di rongga dada terus berdendang

bermunculan duka-luka keinginan tiada berujung

 

aku masih mencari puasaku sampai ke ujung bulan

tanpa mengecap rasa manis di dalamnya

pahit, getir lidah napsuku terus mencecap sebatas lapar

 

dalam dzikir kuhitung pahala

lupakan dosa-dosa

seolah telah kutemukan diri sejati

 

o, kesombongan yang terus menjerat

mengikat sayap-sayap cinta

pada ketakutan akan dosa

puasa belum mampu ciptakan api yang membakar hijab-hijab

 

di ujung bulan ini mestinya sudah berada di undak pendakian

pada seribu derajat di atas jalan pengabdian

aku masih saja berputar-putar di ruang pikiran

berhitung angka-angka

bukan keagungan-Mu yang memenuhi dada

sampai aku lupa karena siapa aku puasa

 

Karanganjog, 8 Mei 2021

 

 

 

Riswo Mulyadi

IKTIKAF

 

Di atas sajadah lusuh kudiami sunyi

Mengukur puji yang kusebut

Sejauh mana menjadi rasa

 

O, pujaku memusar sebatas kata

Wirid tanpa rasa

Dominasi pikiran dalam keinginan

Mengikat kuat sekujur tubuh

 

Dalam sunyi semakin riuh

Napsuku menghitung butuh

 

Karanganjog, 4 Mei 2021

 

 

RISWO MULYADI, lahir di Banyumas tahun 1968, aktif menulis puisi dan geguritan bahasa banyumasan. Beberapa Geguritannya pernah dimuat di Majalah Ancas dan antologi Geguritan Banyumasan “Inyong Sapa Rika Sapa” (Aksara Indonesia,2016). Puisinya juga tergabung dalam sejumlah antologi : Mendaras Cahaya (Bengkel Publisher,2014), Jalan Terjal Berliku Menuju-Mu (Bengkel Publisher,2014), Nayanyian Kafilah (Bengkel Publisher,2014), Memo untuk Presiden (Forum Sastra Surakarta,2014), Metamorfosis (Teras Budaya Jakarta,2014), 1000 HAIKU Indonesia (KKK, 2015), Surau Kampung Gelatik (Sibuku Media,2015), Puisi Sakkarepmu (Sibuku Media,2015), Palagan Sastra (Teras Budaya Jakarta, 2016), Lumbung Puisi Jilid IV Penyair Indonesia (Sibuku Media, 2016), Memo Anti Kekerasan Terhadap Anak (Forum Sastra Surakarta, 2016), Negeri Awan (KKK, 2017), Kembang Glepang 2 (SIP Publisher, 2020), Sajak-sajak Berhamburan di Atas Meja (Satria Publisher, 2021), dll.

 

Kini aktif sebagai pendidik di MI Ma’arif NU 1 Cilangkap, Tinggal di Karanganjog RT 002 RW 009 Desa Cihonje Kecamatan Gumelar Banyumas, Jawa Tengah, Kode Pos 53165.


























99. Aisyah Rauf


Keteduhan Hati


Ya Rabb

Dengan cinta-Mu

Hati selalu hidup

Tiada jelaga yang tertirah

 

Dosa-dosa di setiap langkah

Segala khilaf kata

Pun alpa mensyukuri segala nikmat-Mu

Menjadi daki

Pada hati

Mengeras mati

 

Ya Rabb

Aliri bongkah kealpaanku

Biarkan mengalir

Hanyutkan sampah-sampah liarku

Dekap pada seribu zikir

Menombak sepi dalam hening

 

Keteduhan hati

Di kedalaman sunyi

Kutumpahkan tangis dan pinta

Pada butiran tasbih

Batin merintih

Rindu pada-Mu kian menghunjam

Bersimpuh di malam-malam-Mu

Pasrah sebelum fajar

Agar kembali suci

Bulukumba, 9 Mei 2021

 

Aisyah Rauf, S.Pd, nama pena Nyanari Rauf. Lahir di Sinjai, 5 Desember 1973. Alumni IKIP Ujung Pandang (sekarang UNM Makassar) jurusan Bahasa dan Seni tahun 1995. Kemudian melanjutkan pendidikan di STKIP Muhammadiyah Bulukumba, jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia.

Sekarang giat menjalani tugas sebagai guru di SMP Negeri 6 Bulikumba Pembina Pramuka dan seni. Mengampu mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Pada tahun 2017 mengikuti OGN (Olimpiade Guru Nasional) mata pelajaran Bahasa Indonesia dan meraih juara 2 tingkat Kabupaten Bulukumba, kemudian pada tahun 2019 kembali mengikuti OGN (Olimpiade Guru Nasional) mata pelajaran Bahasa Indonesia dan meraih juara 1 tingkat Kabupaten Bulukumba hingga melangkah ke tingkat Provinsi Sulawesi Selatan.

Telah menelurkan karya antologi puisi tunggal dengan judul Bibir di Tepi Hati. Karyanya pun telah dimuat dalam buku antologi puisi bersama:

Memeluk Bulan, Lukisan Jiwa, Bumbu Hidup, Solutan Kaj Bonvenon, Sebelum Hilang Waktu, Gembok_Tilas Sebingkai Desember(puisi patarisit), Senandung Atma Dalam Aksara,  Berpuisi Tanpa Batas, Penantian Panjang,dan _Kreasi Semaris

Beralamat BTN Cabalu, Kec. Gantarang, Kab. Bulukumba, Prov. Sulawesi Selatan.

IG: aisyah_rauf05

Email: aisyahrauf.smpn6blk@gmail.com

No Hp/WA: 085230626273






100. Sami’an Adib

 

Pemburu Lailatul Qadar


malam yang dijanjikan telah terbentang

menyimpan kebaikan melebihi seribu bulan kebajikan

: Lailatul Qadar, pemantik semesta raya benderang

bertabur kasih sayang Sang Pengarak Ramadan

 

layaknya seorang pemburu ulung

kupersiapkan perangkat terbaik yang kumiliki

sajadah terlembut dengan aroma tiada banding

demi mengarungi hening malam di luar mimpi

 

kokok jago bersahutan panjang melengking

mengiringi langkahku menuju masjid ujung tikungan

beriktikaf di hamparan sajadah yang telah terbentang

memohon berjumpa Lailatul Qadar yang dirindukan

 

entah karena bekalku yang masih kurang

atau tersebab waktu yang terlalu gegas berlalu

malam yang kuburu tak kunjung menjelang

malah kemewahan hidup membayang selalu

 

tiba-tiba ada lamat-lamat riuh suara terngiang

semacam monolog kenangan tentang jiwa yang lalai

lupa pada nikmat sempurna dari Sang Penyayang

dengan membiarkan segalanya menjadi terbengkalai

 

tanpa terasa fajar hampir sempurna terentang

tapi ruang dada masih dipenuhi alur-alur fiksi

kekhusyukan zikir pun perlahan pudar, lalu hilang

hingga kutemukan diri terkapar dalam timbunan mimpi

Jember, 2021

Senandung Sesal

 

sudah terlalu lama usia ini dilumur luka

teriris pisau mainan bocah-bocah kelana

saat bersama terlena dalam keriangan maya

 

sudah puluhan Ramadan berlalu tanpa kesan

selain rasa lapar dan keringnya kerongkongan

euforia kerap mengisi malam-malam keceriaan

dengan derai tawa di antara riuh bunyi petasan

 

pahatan jejak-jejak yang telah lama kutinggalkan

menjelma relief di dinding museum penampungan

: ragam kisah riang yang enggan lepas dari ingatan

 

lalu di tikungan ke sekian napasku mulai tersengal

dari kafilah penjaga marwah Ramadan aku tertinggal

sendiri dalam kubang alpa melenguhkan zikir sesal

 

ada histeria yang ingin kulantunkan tanpa suara

sebab dada tak sanggup lagi menampung gema

pernah kuutus media sosial menyimpan rahasia

sebelum pertukaran nista dalam ritual udar rasa

 

masih adakah barisan yang dapat kugenapi

sebelum lorong yang kulewati menjelma api

dan jasad rentaku menjadi hiasan peti mati?

Jember, 2021

 

 

 

 

 

 

Sami’an Adib, lahir di Bangkalan tanggal 15 Agustus 1971. Lulus Strata I pada jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Sastra Universitas Negeri Jember (Unej).  Prestasi kepenulisan antara lain: pernah memenangkan Juara I Lomba Cipta puisi Gus Dur yang diselenggarakan Pelataran Sastra Kaliwungu-Kendal, Puisi Pilihihan II Poetry Prairie Literature Journal#5, Puisi-puisinya terpublikasikan di sejumlah media cetak dan on line. Antologi puisi bersama antara lain: Negeri Pesisiran (2019), Banjarbaru Rain (2020),  Perjalanan Merdeka (2020), Alumni MUNSI Menulis (2020), Suara Guru di Masa Pandemi (2020), Sang Acarya (2021), Gembok (2021), Narasi Bait Waktu (2021), Para Penuai Makna (2021),dan lain-lain. Aktivitas sekarang selain sebagai tenaga pendidik di sebuah Madrasah di Jember, bergiat juga di Lembaga Seni Budaya Muslimin Indonesia (LESBUMI)

 



Jumat, 07 Mei 2021

Tadarus Puisi V 1442 H/2021 , Puisi 81-90

 


81. Taufik Saiful Anam


Ajari aku


Jangan ajari aku amarah

Jangan ajari aku egois

Jangan ajari aku bohong

 

 Ajarilah aku jujur

Ajarilah aku tersenyum

Ajarilah aku menerima

Siapa

Siapa .....?

Gurunya!!!

 

 Jika masih terus menutupi diri

dengan gunung kebohongan

Berpakaian keegoisan

Nan Bermahkotakan Amarah

Siapa ...

siapa ..?

Ajari aku

       Cebolek kidul 4 Mei 2021

 

Taufik Saiful Anam, adalah penyair yang tinggal di Cibolek Pati Jawa Tengah









82. Akbar AP


Bencana Kala Ramadhan


Bencana dalam Ramadhan.

Banyak orang berpuasa, namun banyak pula yang masih bermain dengan dosa.

Banyak yang membaca kitab suci, tetapi tidak sadar kelakuan diri.

Bencana kala Ramadhan.

Ngakunya beriman, lisan masih menebar kekejian.

Lucu sekaligus memprihatinkan.

Petaka sewaktu Ramadhan.

Katanya ini bulan suci, tapi mengapa noda masih marak merebak di bumi?

Kalau sudah begini,

Sangat sulit untuk direhabilitasi dengan seruan dari para da'i.

Jika kondisinya demikian, orang lebih memilih enggan, sibuk memperkaya amalan diri.

Lelucon di bulan ampunan.

Masih saja ada nuansa panas permusuhan.

Baik di ruang nyata, maupun ruang maya.

Saling menjegal, menjatuhkan, sebab rasa benci atau dirugikan.

Ramadhan yang sedih.

Harusnya manusia makin insyaf, makin dekat dengan-Nya.

Bukan melestarikan budaya para penghuni rimba.

Tapi barangkali ini jamannya.

Ya sudahlah.

Kewajiban tiap insan adalah hanya mengingatkan, mengajak pada kebajikan.

Tak berhak menghakimi, apalagi mengadili.

Moga Ramadhan ini bernilai berkah lagi.

Setidaknya bagi masing-masing diri.

Bantul, 04 Mei 2021


Akbar Ariantono Putra, lebih akrab dengan nama Akbar AP, seorang pelajar yang lahir pada Ahad Wage, 02 Februari 2003, sepuluh hari sebelum Idhul-Adha. Berdomisili di kabupaten Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta sampai sekarang bersama keluarga. Gemar membaca buku melalui pendengaran dalam artian memanfaatkan pembaca layar pada perangkat gawai, begitupun hobinya yang lain yaitu menulis.

Lelaki dari dua bersaudara, yang juga mengidolakan Tereliye, Buya Hamka, Kho Ping Ho, Ramaditya Adikara, dan Habiburrahman Elsirazi ini sekarang masih menempuh jenjang pendidikan aliah di Madrasah Aliah Negri dua Sleman (MAN2Sleman) Yogyakarta. Pembaca bisa berintraksi di media sosialnya seperti

Instagram: (akbar_arian223.
















83. Roymon Lemosol


Menjelang Magrib

 

di depan sebuah pusat perbelanjaan

orang-orang berdesakan

menenteng belanjaan

menunggu hujan reda

 

sementara di kiri kanan

bocah-bocah bertelanjang kaki

menawarkan payung

sambil menggigit bibirnya yang pucat pasi

 

tiba-tiba terdengar azan

orang-orang berlarian

ke arah kendaraan yang menunggu di parkiran

sembari menutup kepalanya dengan saputangan

 

oh, alangkah mereka lebih suka berbasah-basahan

daripa melupakan seribu perak

bagi anak-anak

yang kehilangan belas kasihan

 

Surabaya, 29 Januri 2020-Ambon 30 April 2021

 









Roymon Lemosol


Jakarta dalam Lensa Ramadan

 

jalanan melingkar

tindih-menindih

bagai sepsang ular raksasa

sedang berahi

di anatara

pekat asap knalpot

dan semringah para pekerja

menghitung upah

hingga lupa

mengejar adzan

Ambon, 3 Mei 2021

 

Roymon Lemosol, kelahiran Lumoli-Maluku, 24 Agustus 1971. Puisi-puisinya pernah dimuat di sejumlah media cetak, antara lain Lombok Post, Suara NTB, Banjarmasin Post, Riau Post, Koran Sindo, Media Indonesia, dll. Sebagian lagi terhimpun dalam 70 buku antologi bersama dan kumpulan puisi tunggalnya, Sebilah Luka Dari Negeri Malam (Akar Hujan Bojonegoro 2015) dan Jejak Cinta Di Negeri Raja-raja (Teras Budaya Jakarta, 2019).Puisinya yang berjudul “Pulang” menjadi pemenang Puisi Pilihan Gerakan Akbar 1000 Guru Asean Menulis Puisi 2018 yang diselenggarakan Perkumpulan Rumah Seni Asnur di TMII Jakarta. Puisinya yang berjudul “Pelajaran dari Hutan Sagu” meraih juara I Lomba Cipta Puisi Gurup FB Hari Puisi Indonesia 2020 yang diselenggarakan Yayasan Hari Puisi Indonesia. Roymon dapat dihubungi melali: FB Roymon Lemosol dan IG roymon@71.

84.Christya Dewi Eka


Ketika Burung Surga Lupa Bernyanyi

1/

Aku enggan menghitung lupa yang setiap detik selalu tumbuh,

bukankah hari esok selalu dihias fajar dan senja yang ditakdirkan melayani manusia,

bukankah burung-burung akan selalu melantunkan zikir pagi hari,

bukankah dedaun selalu sujud menciumi tanah sambil melayang perlahan,

bukankah jiwa diciptakan agar senantiasa lupa pada nikmat hari ini

 

Inilah hati yang degil,

jiwa-jiwa yang kerdil,

kami mencari Tuhan lalu melupakan,

kami mengingat Tuhan lalu lupa jalan menuju rumah tuhan,

kami sampai di pelataran bait Tuhan namun lupa di mana pintu berada,

kami menemukan pintu bait suci namun lupa mengetuknya,

kami mengetuk, kami menggedor pintu rumah Tuhan namun pintu tak terbuka,

kami mendapati pintu terbuka dan telunjuk Tuhan menuding,

mungkinkah Tuhan lupa memanggil namaku?

 

 

2/

Kami adalah pemilik lupa,

seperti debu yang lupa muasal,

seperti jejak yang lupa sang kaki,

seperti rumah yang lupa cahaya

seperti puisi yang lupa aksara,

seperti kitab yang lupa ayat,

dan seperti dunia yang kehilangan nirwana

Semarang, 20 April 2021

 

 

Christya Dewi Eka adalah ibu rumah tangga yang berdomisili di Semarang. Saat ini bergabung dalam kelas penulisan online Kelas Puisi Alit (KEPUL), Ruang Kata, Writerpreneur Academy, dan Lini Kreatif Writing.























85.A Machyoedin Hamamsoeri

 

Kepada Ibu Pertiwi

 

Di pangkuanmu

Aku tersedu, menangis

Kucur air mata, tak habis-habis

Merasakan deritamu teramat miris

 

Setelah

Era reformasi

Kok masih juga begini

Apakah mereka lupa atau

Pura-pura lupa pada janji-janji

Yang pernah diucapkannya dulu

Sedang korupsi, makin menjadi-jadi

 

Dan akhirnya

Terjadilah bencana

Bermula tsunami di Aceh

Terus banjir dan gempa bumi

Lagi-lagi rakyat yang menderita

 

Kini di bulan Ramadan

Di mana mewabah pandemi

Banjir dan gempa bumi, terus terjadi

Melanda negeri, tak henti-henti

 

Apakah

Semua ini adalah musibah

Atau sekedar peringatan, karena

Kita lalai dan kerap kali melupakan-Nya.

April 2021

 

 

Setelah Bencana Melanda

 

Setelah

bencana memilukan itu

Masih ada sisa tangis dan air mata

 

Adonara

Yang penuh pesona, kini berduka

Tiada lagi senyum, tawa dan canda

Menghiasi wajah-wajah yang biasa ceria

 

Malang pun ikut bersedih

Gempa melanda, rakyat sengsara

Mengapa harus menimpa mereka?

Yang tak berdosa dan tak tahu apa-apa

 

Mungkin

Kita harus koreksi diri

Selama ini lalai dan terlupakan

Untuk merawat kelestarian  lingkungan

Hingga alam menjadi murka pada kita

 

Atau ada rahasia, di balik semua ini

Atau apakah, ada rencana-Nya

setelah nanti

Kita hanya bisa pasrah, dan berdo'a

Memohon ampunan dan juga pertolonganNya.

 

 

Lalu kemarin

Terdengar berita, berkabar duka

KRI Kapal Selam Nanggala 402, tenggelam di laut

Semua awak kapal tewas, dalam menjalankan tugas

 

Kembali

Indonesia berduka

Dan kita, benar-benar tak tahu kenapa hal seperti itu, bisa terjadi.

Sri Anggur, April 2021

 

 A Machyoedin Hmamsoeri Lahir 17 Juli di Jakarta, mulai menulis sejak tahun 1970-an, antara tahun 1970-1980-an. Sajak-sajaknya sering dimuat di beberapa mass media. Pernah memenangi Lomba Cipta Puisi di Radio Trisakti tahun 1977 dan 1982. Buku puisi tunggalnya, Waktu Mendering di Pembaringan,  Sajak Tentang Bawang (Kaifa 2017), Sajak-Sajak Angin ( Kosa Kata Kita, 2018) dan Dari (FAM - 2019).Kini tengah mempersiapkan buku puisi tunggalnya yang ke 5 dan 6. Namanya masuk dalam buku,  Apa Dan Siapa Penyair Indonesia ( YHPI, 2017 ). 

















86. Sukardi Wahyudi

 

Aku Tak Pernah Lupa

 

Masih bisa ku baca dengan jelas

lirik sejarah 

bahwa langit memberi isyarat

air matanya tumpah

menenggelamkan doa yang gersang

dari tegadah tangan alpa kita

selalu merajam melukai nadi bumi

memeras sari pati

mengelepar

tinggalkan gersang tak terobati.

 

Jangan salahkan tanah tak ramah

banjir menerjang dada semesta

api melumat apa yang di lihat

laut menjilat sampan nelayan

angin hembuskan irisan nada getir

bencana

menganga

lapar

dan, yang di lewati luluh lantah

sujud kembali ke pangkuanNya.

 

Masih terus ku baca walaupun dengan mengeja

tanda cinta

terkirim lewat rasa lara, menerkam nusa

biar semua lupa karena bangga

biar semua menepuk dada

menghitung bencana dengan rugi laba.

 

Aku tak pernah lupa

rencanaMu

tak ada yang mampu membaca.

Kukar, 03042021.


Sukardi Wahyudi

 

AKU  TAK  PERNAH  LUPA


Saat berita menyebar menyapa dunia

tepat tanggal ulang tahun ku yang ragu

menerima ujian wabah kirimanMu

sebagai hadiah rasa syukur ku.

 

Di atas mimbar terdengar suara perkasa

menghamburkan dalil ompong dan kosong.

 

Kesombongan memang mahal harganya

ini peringatan!

yang punya mulut harus memilih nadanya

yang punya mata melihat duka air matanya 

yang punya telinga mendengarkan perih jeritannya

yang punya tangan mesti bijak menggunakannya

yang punya rasa renungkan sedih dukanya.

 

Rakyat merah putih tak berdaya

menerima apa adanya

di terjang badai semua penjuru

menunggu kepastian langkah arah

dan ragu

diam yang bisu.

 

Aku tak pernah lupa

waktu kau berkata :

“dada garuda tak kan tembus di tombak bencana

karena berdiri di atas negeri trofis yang perkasa

jangan takut

dan tak perlu berlapis muka”

semua luka

semua sengsara

semua lupa, Allah maha kuasa

Kukar, 05052021.

 

Sukardi Wahyudi, lahir di Samarinda pada tanggal 17 Januari 1960, karyanya banyak termuat di media lakol dan nasional, telah menerbitkan buku antologi puisi dan cerpen baik tunggal maupun bersama, diantaranya: Diam Antologi puisi (1983, Ikatan Pencinta Sastra Kab.Kutai) Tongkat Antologi puisi (1984, Ikatan Pencinta Sastra Kab. Kutai), Boom  Antologi puisi (1984, IPS Tenggarong), Hudoq 2000 Antologi puisi (1985, Ikatan Pencinta Sastra Kab. Kutai),  Menepis Ombak Menyusuri Sungai Mahakam Antologi puisi bersama sembilan penyair Kab. Kutai (1999, DKD Kab.Kutai) dan Secuil Bulan Di Atas Mahakam Antologi puisi bersama penyair Kaltim (1999, DKD. Prov.. Kaltim), Seteguk Mahakam Antologi puisi Penyair Tenggarong  (2006, Penerbit Matahari Jogyakarta), Ada Gelisah Di Pertemuan Waktu Antologi Cerpen (2011, Penerbit Araska Jogyakarta)  Lelaki Itu Antologi puisi (cetekan I - 2010, cetakan II - 2018 Penerbit Araska Jogyakarta) dan Jejak Rindu Antologi puisi (2019, Penerbit Araska Jogyakarta) .

. Sekarang, beralamat rumah di Jalan Durian Gang Maulida RT. XIV/ 08 Kelurahan Panji Tenggarong, Kabupaten Kutai Kartanegara – Kalimantan Timur 

 



87. Sukismiati


Mengharap Ampunan 

 

Kami yang lupa

Dalam gelap bergelimang dosa

Keangkuhan terbawa kearah hina

Bayangan panas terik fatamorgana

 

Kami yang lupa

Berikan kami cahaya-Mu

Hapuskan noda dosa dalam kalbu

Agar kami dapat menggapai cinta-Mu

 

Kami yang lupa

Tangisku tidak akan mampu menghapus dosaku

Dzikirku tak cukup menebus salahku

Namun aku tetap berharap ampunan-Mu

Karena aku merindukan syurga-Mu

Sudut Suci, 200421

 

 













Sukismiati

JERITAN PENDOSA

 

Jiwa

Sedang bersila

Kami yang lupa

Duduk bersimpuh peluh memuja

Temaram malam hening kalbu meronta

Cahaya dzikir memanjat cakrawala

Lantunan-lantunan pendosa

Meratab rasa

Jiwa

Sudut Suci,210421

 

Sukismiati, S.Pd, Lahir di Jombang, 12 Agustus 1978.Guru ( PNS ) di MTsN 7 Jombang, Pendidikan S1 Bahasa Indonesia, dan Sekarang Menyelesaikan study S2. Karya: Antologi Puisi  Berpuisi Tanpa Batas, Antologi Pentigraf  Bunga Rampai, Meniti Waktu Bersama Kisah Pelangi, Senarai Puisi Edelweis, Antologi puisi tema ASU ( Lumbung Puisi ), Sehimpun puisi pilihan Delapan Mawar, Karya solo: Sehimpun puisi ‘’Secercah Harapan’’. Aktif dalam kegiatan MGMP Bahasa Indonesia. Email : successmia78@gmail.com











88. Warsono Abi Azzam

 

Muhasabah Akhir Ramadhan 

 

tak terasa

kebersamaan kita nyaris purna

bulan rahmat dan ampunan

akan kembali pada empunya

tetiba teringat

: apa yang sudah kita perbuat?

 

melantunkan ayat suci-Mu tak kunjung khatam

memburu malam seribu bulan tak jua bersua

berpuasa hanya menahan lapar dahaga saja kukira

melantunkan doa sebatas di bibir saja

mendirikan ibadah malam sebatas rutinitas

 

duhai Dzat yang mahasegala

maafkan segala khilaf

bila boleh meminta

beri hamba kesempatan

berjumpa Ramadan-Ramadan mendatang

biar kutebus segala alpa dan kekhilafan

Cilacap, 6 Mei 2021

 

 

 

 

 

 

 

 



Warsono Abi Azzam


ANTARA PUISI, KOPI DAN KALAM SUCI

 

Waktu membilang detak jarum arloji di tangan

Sepoi menguarkan aroma kopi klangenan

Buku-buku menghimpun remahan sunyi

Malam bertandang bersama bait-bait puisi

 

Aroma Arabika mengantar kabar rahasia

Jemari tergetar mengeja makna

Terdedah sajak di sisi asbak

Adakah yang terpesona pada diksinya?

 

Lantunan Kalam suci menggema dari surau seberang

Sudut-sudut sukma menggeletar karenanya

Puisi beringsut melarut senyawa kopi

Diri makin hanyut dalam buai Kalam-Nya

 

Dalam diam aku bergumam

Yaa Robbil ‘Izzati yang Maha Pembolak-balik hati

Kenapa tak Kauberi aku

Bibir yang mampu melantunkan Kalam Sucimu?

Cilacap, 6 Mei 2021

 









Warsono Abi Azzam, nama pena dari Warsono. Lahir di Banjarnegara, 6 Desember 1969, bermukim di Gumilir, Cilacap, Jawa Tengah. Mengajar Matematika di SMP Negeri 5 Cilacap. Meski berlatar belakang pendidikan Matematika, penulis menyukai sastra. Buku puisi tunggalnya yang telah terbit:  “Paradoks” (2017), “Gerimis Senja” (2019), dan “Sehimpun Haiku Romansa Jiwa” (2019), Gita Malam (2019). Puisi-puisinya juga termuat beberapa buku antologi, diantaranya: “Musafir Ilmu”, “Sesapa Mesra Selinting Cinta”, “Progo 6”, “Sastra Pinggiran II”, “Sang Acarya”, dll. Karya puisinya juga termuat dalam berbagai buku antologi bersama penulis lain. Pernah mengikuti Pertemuan Penyair Nusantara (PPN) XI (Kudus, Juni 2019) bersama penyair-penyair Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, dan Brunei Darussalam. Penulis bisa dihubungi melalui Telp/SMS/WA di 081542937101, Facebook: Warsono Abi Azzam, Instagram: @warsonoclp dan surel: warsono_clp@yahoo.co.id.

 















89. : Heru Patria


Melupakan yang Seharusnya Tak Dilupakan 

 

Seperti daun kering luruh ke bumi

Tanahku kerontang ditipu embun pagi

Burung kecil yang biasanya jadi pelipur lara

Kini enyah, entah bersarang di mana

 

Garudaku yang perkasa telah kehilangan libido

Terjebak bujuk rayu orang-orang sok jago

Nyonya Pertiwi menggigil telanjang tanpa cawat

Sebab samudra dan buminya dihisap para penjilat

 

Seperti daun kering yang terbang tertiup angin

Suara saudaraku lenyap tertikam dingin

Bhinneka Tunggal Ikka sebagai pengikat jiwa

Dirongrong hingga kabur tanpa makna

 

Merah benderaku pudar berlapis debu

Terobek paksa oleh tangan-tangan biadab

Putih benderaku terbakar api nafsu

Tercampak ke danau lumpur nan pengab

 

Kepada siapa burung garuda hendak bertanya

Tentang bulu-bulunya yang tercerai berai

Kepada siapa ibu Pertiwi akan bercerita

Tentang kekayaannya yang dikuras tanpa henti

 

Hanya di dada orang pinggiran tanpa subsidi

Segala pertanyaan ironi mampu terucap lirih

Di sela kemakmuran yang hanya sebatas opini

Mereka menghormat bendera sambil menahan perih

 

Kini lautku sudah tak asin lagi

Kini tanahku sudah tak subur lagi

Kini hutanku kehilangan lebatnya

Kini udaraku penuh polutan berbahaya

 

Bagai ikan terlempar ke darat

Aku megap-megap

Sekarat!

Dan aku masih juga melupakan

Tuhan yang seharusnya tak dilupakan

Skenario bencana harusnya membuatku sadar

Tapi masih saja otakku tak menalar

Dasar!

 

HERU PATRIA adalah nama pena dari Heru Waluyo, S.Pd, penulis 24 novel, 18 kumpulan cerpen, dan 1 kumpulan puisi. Penulis dapat dihubungi di :

FB. Heru Patria     IG. @heru.patria.54     Twt. @HERUPATRIA8

Email : herupatria9@gmail.com                  WA. 0857 8414 5106

Alamat : Bogangin RT.01 RW.06 Kel. Bajang, Kec. Talun, Kab. Blitar, Jawa Timur 66183

Novel barunya yang akan segera terbit : Antara Kau, Aku, dan Bekas Pacarmu (SalamPedia), Dalbo : Basa Basi Bumi (Elexmedia), Takjil Dari Surga (Indiva Media Kreasi), Petuah Dalam Kisah (Tiga Serangkai)

 







90.Nurhayati Rakhmat


Panik

 

Wabah datang bagai air bah

Menenggelamkan rasa pada kolam panik

 

Kulihat pohon asa semakin tinggi menjulang

Ujungnya bagai menyentuh langit

Pada tangkai lapuk bertumpuk doa

Dibawahnya ribuan mata pendoa sibuk mencari cahaya

Ribuan tanya berhenti di dada, sebab kesadaran mulai liar

Berlari sepanjang selasar

Suara semakin temaram

 

Kembalilah para pendoa dalam lembar-lembar kalam

Mencari menggali jalan cahaya

Selama ini banyak lupa diri

Mengemas dunia untuk sendiri

Empati mati suri

 

 

Pohon asa masih ada

Pupuk sepenuh yakin

Tuhan itu nyata

Bekasi.02.05.2021

 

 

 

 

 

 

 

 

Nurhayati Rakhmat

 

Puasa


Ini puasa tahun kedua penuh cinta

Bertabur diseantero dunia

Mata cinta menguak tabir paling sumir

 

Ini waktu kembali merangkai sayang

Menjaga hati untuk terus peduli

Melihat lebih cermat

Memandang tanpa halang

Air mata bagai telaga

Duka nestapa mekar merona

Kehilangan

Kekurangan

Menjelma hiasan hari-hari

Tanah tiap menit digali

mengubur sunyi tanpa seremoni

 

Tanam lebih banyak kesabaran

Rangkai jalinan kasih sayang

Sematkan sebagai hadiah untuk sesama

 

Jaga perut saudara saudara kita, jangan ijinkan lapar menjadi musiknya

Jaga sehat kita, hingga kesehatan orang lain takternoda

 

Puasa kali kedua

Pandemi masih saja jumawa

Kurasa Tuhan terlalu cinta

Terlalu rindu

Banyak dari kita terbiasa lupa waktu

Lupa basuh wudhu

Sehari hari lupa berbagi

Lena diri seakan takmungkin mati

Amnesia lupa siapa diri sejati

Hamba....Ya...

Hamba yang harus siap

Dalam daftar tunggu

Mengunjungi tempat dimana waktu berhenti berputar

Abadi  

Bekasi.05.05.2021

Nurhayati, lahir dan besar di kota dingin Wonosobo, pada hari ke 22 di bulan Oktober pada tahun 1971. Tinggal di Bekasi. Ibu rumah tangga biasa penikmat sastra , Latar belakang pendidikan Keuangan Dan Perbankkan, namun lebih piawi menakar neraca hati dari pada menyesuaikan jurnal keuangan. Saat kuliah di STIKUBANK SEMARANG tergabung dalam Teater ANGKA. Karya yang diterbitkan dalam antologi bersama : Antologi bersama puisi Sapardi Dalam Kenangan bersama LKSN DAN KSN (2020), Istana Puisi dalam buku Pelangi Cinta (2020), Antologi bersama puisi Sajak Cinta Untuk Airmata Surga, bersama LKSN, Antologi bersama Puisi Dan Cerpen Wajah-Wajah Asing, bersama KSN DAN FLP Blitar, Selamat tinggal hari yang lalu, selamat datang kisah terbaru. K.P.S.I (2021), PARSEL 21 MARET Antologi 100 penyair Indonesia memperingati hari puisi dunia 2021. serta tergabung dalam penulisan beberapa antologi bersama puisi juga cerpen komunitas sastra di FB, dan lai  lain.