61.Mast Oim
Ramadhan Harus Menjaga
Suara tadarus di surau membuatku tidur semakin pulas
Dentuman meriam spirtus anak-anak
Memberikan warna lebih pada mimpi yang menawan
Di hari yang penuh berkah ini
Ramadan dengan kedamaiannya
Aku semakin damai bersiap menahan hawa nafsuku untuk menjaga dari segala yang membatalkan
Lima hal penting dari tuturan khatib dalam khutbah Jum'at itu harus kuingat agar ibadah tahun ini semakin bermartabat
Naudhubillah...
Setelah kuteguk dahaga hilang
Air dalam balutan kendi
Barulah kuingat bahwa aku sedang berpuasa
Setelah kucemooh
Orang-orang yang lewat depan tanpa alasan
Barulah aku ingat bahwa aku harus menahan
Setelah berghibah ria
Tentang dia yang sedang pulang membawa sederet mobil deler
Barulah aku tahu bahwa aku harus diam
Aku yang lupa
Menahan makanan dan minuman dari fajar hingga petang
Aku yang lupa
Menahan mulut dari membicarakan orang
Aku yang lupa
Menutup telinga dari mendengar sesuatu yang tidak baik
Aku yang lupa
Menjaga anggota tubuh dari perbuatan yang dilarang
Aku yang lupa
Menjaga hati dari prasangka yang buruk
A-ku yang lu-pa
Pati, 30 April 2021
62. Wandi Julhandi
Aku Hanya Manusia Biasa
Kita yang terlupakan akan hidup di dunia ini
Telah kita di di berikan segalahnya juga nikmat
Namun kita lupa akan lidah dan buah bibir kita yang sangat tajan dari pisau yang tertajam di dunia ini
Dan Allah SWT telah menujukkan dua jalan kebaikan dan kebenaran yaitu jalan orang-orang sebelumnya
Yang mana ada yang sesat juga ada yang menujuh jalan kebenaran yaitu kebaikan
Masihkah kita mau bertindak kejih juga kejam
Bahwa sudah ada karma yang telah banyak saksih kehidupan yang terlihat nyata
Dan apakah masih ragu surga dan neraka itu ada
Yang mana golongan kanan adalah kebaikan dan golongan kiri adalah kejahatan
Apakah kalian masih mau ikut kejalan kiri atau kanan
Maka katakanlah kepada hatimu sendiri yang terbaik itu di mana
Dan ketahuilah andaikan kita tak beribadah yang Maha tak juga rugi
Dan andaikan kita tak beribadah kita yang tak tak dapatkan pahalahNya
Andaikan engkau tak beribadah engkau yang akan mendapatkan amal juga pahala ilahi Rabbi
Mungkin kita lupa
Dan mungkin kita hanya insan bisa
Namun saat-saat itulah kita berpikir
Dan harus berpikir
Bahwa apakah kita sudah bersih dari noda dan dosa
Hingga kita yang sering berlaku tidak benar juga adil
Kita tak beribah kepadaNya akan lupa
Kita juga yang penuh maksiat di dunia
Alahkah bahgianya mereka yang beribah juga tak bermaksiat
Walau pun ia tak beridah setidaknya tak berbuat dosa yang keji akan kebohongan itu sendiri
Makassar, 15 April 2021
Julhandi kerap di panggil sebutan Wandi berasal dari Makassar, lahir 1987 Januari 1987 hobi penulis dan membaca, alhamdulillah. Sudah ada beberapa antologi dari beberapa grup ada yang tunggal juga gabungan, kurang lebih 15 antologi sudah ada... Antara lain yang Berjudul: Jiwa Jiwa yang bahagia dan Menang ada pun antologi tunggal yaitu Merajut Luka Dan Duka Hati. Yang mana seorang Owner penerbit mengajak untuk membuat buku antologi tunggal pada bulan puasa tahun 2020 puisi Renajana, itu Judul Merajut Luka dan Duka Hati 220 halaman bertepatan tahun 2020... Ada pun gabungan Antologi kami berdua bersama Marshelina yaitu berjudul: Harapa 2 Nusa seindah Pelangih penulis || Wandi Julhandi | Marshelina. Dan ada lagi antologi gabungan grup antara lain CELOTEH ANAK NEGERI || DUKA IBU PERTIWI || Kota Cinta || Tarian Pena Sahabat Serumpun Dan Antologi ASU di Lumbun puisi Sastrawan Indonesia aku bahagia bisa ikut bergabung bersama para sahabat seni karya terima kasih kuucap kepada semua yang terkait di dalamnya dan Antologi lainnya yang belum dempat disebut satu persatu lagi Nama pana Wandi Julhandi... Hobi menulis dari mulai SMP sampai tahun 2021 Sekarang ini dan semoga sampai Nafas terakhirku bisah terus berkarya Semoga...
63.Hamsar Opo
Daun Kecil
Daun kecil itu Tuhan...
Kutanyakan nasibnya kepadamu
Jika dahan-dahan kuat tak lagi sanggup melawan angin
Bukanlah bunga apalagi buah
Ketika aku lapar, walau taduhnya cukuplah nikmat
Bantulah ia Tuhan
Menamatkan janji pada alam
Menghijau tua dan kering dengan bijak
Agar pohon tetap tabah menunggu hujan
Makassar, 30 April 2021
64. Sumrahadi
Tuhan, Kau di mana”
Hening..
Berjalan dalam ketidakpastian
Semua mata memandang curiga
Seolah aku adalah malaikat pencabut nyawa
Para napi keluar
Menenteng arit bahkan pistol di tangannya
Mencoba mengambil makanan dari perut korbannya
Sebab ia ambal u lagi harus bagaimana
Corona hadir
Negeriku labil
“Tuhan, engkau di mana?” Kataku dalam hati
Lalu samar ku dengar suara “ tanyakan pada hatimu, ia pasti tahu Tuhan di mana. Lagipula, mengapa baru sekarang kau cari Tuhan, padahal sebelumnya engkau tak pernah menemuiNya. “
Aku tersungkur
Tak mampu menampung air mata
“Maafkan aku Tuhan, jangan hukum aku dengan ketakutan kecuali akan dosa “ ratapku ambal menahan isak yang tak henti menyesak.
JAKARTA 01052021
Negeriku berantakan
Burung bangkai terbang riang di langit kelam
Sambil sesekali menarikan tarian penantian
Lalu tersenyum melihat orang kehilangan nyawa
Korban dari wabah Corona
Di batas kota, di tepi jalan
Orang bertengkar berebut jalan
Mencaci maki para penjaga perbatasan
Seolah ingin segera bertemu Tuhan
Rakyat jelata bernyanyi
Melantunkan jeritan hati
Luapkan emosi
Dari lapar yang tak terperi
Silaturahmi telah di kebiri
Rasa takutpun menjadi batas diri
Memberi jarak antara tiap hati
Hanya dengan dalih “ hati – hati “
Lalu, aturan saling bertabrakan
Membuat harapan menjadi impian
Dan media hanya sebagai tunggangan
Bagi tuan pemilik kepentingan
Negeriku berantakan
Menanti Tuhan turun tangan
JAKARTA 01052021
65. Suyitno Ethex
Malam Seribu Bulan
Bulan bulat bundar memancar
Malam terang benderang
Semilir angin daun bergoyang berdzikir
Malam seribu bulan
Seisi alam seraya bersujud syukur
Bintang gemintang berkedipan di langit
Di pelataran sajadah waktu
Menyebut-nyebut nama-Mu
Ya Allah, Ya Rohman, Ya Rokhim
Ya Allah, Ya Rohman, Ya Rokhim
Ya Allah, Ya Rohman, Ya Rokhim
Malam seribu bulan
Aku langitkan dzikir
27-4-2021
66. Rasif Arisa
Kami Yang Lalai
Ribuan nikmat yang Engkau
Beri tapi kami ingkar terhadapMU
Dari gejala manusia yang angkuh
dan sombong, tamak dan rakus terhadap apa yang seharusnya menjadi zikirnya
Lalu berdebah pada alam yang taat dan patuh terhadapMU
Kini beringas pada pola hidup sampah yang menganggap
dirinya khalifa,
lalai dan khufur tak henti,
Hingga jerah pada sampiran
bahu yang retak dan patah di lempengan itu,
semua berserakan, seakan mengingatkan
tidak ada tempat yang nyata kecuali Dia dan kembali kepadaNya ?
PERINGATAN
Akibat ulahnya manusia seakan tak sadar akan bahwa semua atas kehendakNya
baju-baja sekalipun tak mampu
untuk menolak dan berkata tidak..!
Terlalu lalai dalam mengabdi,
Terlalu sombong untuk berkata, Terlalu rakus dalam berhidup,
terlalu pintar untuk berpikir
tapi lupa untuk berzikir dan bersyukur
semua penuh tanda - tandanya tanpa harus membalas kebaikanNya,
Cukup sujud untukNya
Cukup melakukan dan menenggelamkan
propaganda syaiton yang kafir
dan kekal di nerakaNya
Jambi, 1 Mei 2021
Rasif Arisa, yang biasa dipanggil Rasyid lahir di Pulau Kecil, 10 Januari 1980 (RIAU) adalah penyair yang tinggal di Kota Jambi, S1 Fakultas Sastra dan Kebudayaan Islam (UIN STS JAMBI 2007), S2 Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (UNIVERSITAS JAMBI 2020). Namanya tercatat di lumbung puisi dalam Antologi Nasional sampah 2020, Antologi Nasional gembok 2021, antologi Nasional ASU 2021.
67. Muhamad Salam
Penantian Terindah
Bagiku penantian terindah
Ketika mentari menuju keperaduan
Tenggelam dalam mimpi indahnya
Teriring suara adzan
Kupanjatkan do'a kebahagian, karena yang ditunggu tiba waktunya
Pagi, siang dan petang kujalani penuh ketabahan,kesabaran menahan segalanya
Waktu mendekati indahnya kemenangan nanti
Memuji krbesaran dan ke AgunganMu ya robbi.
Kuketuk hati yang tak pernah sadar
Akan kewajiban terhadap perintahNya.
Dan menampakkan kesombongan dirinya kepada Tuhan.
Muhamad Salam, lahir di sebuah desa, yaitu Batang Batang kab. Sumenep
Pendidikan terakhir S 1 UNIVERSITAS TERBUKA (UT)
dan menulis hanya merupakan hoby saja .
Tempat tinggal di sebuah desa di dusun Pandan Ambunten Tengah bersama keluarga kecilku dan saya bekerja di dinas Pendidikan di SDN Ambunten Tengah III. kec. AMbunten
68. Akhmad Sekhu
Menjelma Tanda
Setiap kata yang menjelma tanda, kutegakkan
dengan jiwa bertahan, dari terpaan angin kebimbangan
sungguh telah kutempuh perjalanan begi kembara diri
tiada lelah kuterus melangkah, yang tetap bergairah
ada tanda yang dirobohkan, biarkan diriku ini
rebah berpasrah dalam segala ketidakberdayaan
agar dapat diberi kekuatan untuk kembali pulih
dalam setiap kesempatan untuk meraih harapan
pada renungku yang makin tajam, pengalaman batin
membaca tanda-tanda, dalam sebuah gambaran nyata
tergelar kebenaran yang ada, betapa telah jelas
luruskan ucapanku, berharap setiap kata bermakna
Akhmad Sekhu
Tuhan Mengundang kita di Beranda Ramadhan
Tuhan mengundang kita di beranda Ramadhan
Ayo kita bersama-sama segera memenuhi undangan-Nya
Jika kita mendekat sejengkal, Tuhan menyongsongnya sehasta
Jika kita mendekat sehasta, Tuhan menyongsongnya sedepa
Jika kita mendekat berjalan, Tuhan menyongsongnya berlari-lari
Di hadapan-Nya, kita sama berkendara rasa lapar dan dahaga
Dengan niat tulus ikhlas kita hanya mengharap keridhoan-Nya
Di beranda Ramadhan, tak ada kursi, kita harus maklumi
Karena kalau ada kursi pasti nanti akan diperebutkan
Seperti kursi kekuasaan yang selalu menjadi incaran
Orang-orang licik korup yang penuh tipu muslihat
Dan selalu berbuat yang menghalalkan segala cara
Tuhan, banyak masalah kehidupan yang harus kita bicarakan
Di jaman sekarang yang semakin tak karuan semakin sungsang
Keadaan jaman yang sering terjadi memutar balik kenyataan
Mari, Tuhan, kita dialogkan alternatif penyelesaian terbaik
Di antara kita tak ingin ada rasa sungkan ewuh-pakewuh
Kita begitu akrab layaknya sahabat yang sangat dekat
Persahabatan yang tetap terjalin di dunia sampai akhirat kelak
Di beranda Ramadhan, kita semua diperlakukan sama
Pria-wanita, tua-muda, kaya-miskin, senang-susah
Karena yang membedakan di antara kita adalah
Tingkah laku perbuatan dan ketaqwaan kita beribadah
Menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya
Tuhan menyuguhi kami makanan ruhani sejati
Yang mengenyangkan kita akan hakekat makanan
Paling enak dan sangat lezat bagi jiwa yang papa
Semua arah pembicaraan kita di beranda selalu bermuara
Pada permohonan maaf kami sebagai manusia biasa
Yang selalu tak luput dari khilaf dan kesalahan, betapa
Engkaulah, Tuhan Maha Pemaaf dan Maha Penyayang
Betapa aku tak berani menatap wajah Tuhan
Karena aku selalu merasakan kehadiran-Nya
Yang benar nyata ada menyatu dalam diriku
Tuhan, kita begitu sangat dekat, bahkan tak berjarak
Karena Tuhan memang lebih dekat dari urat leher kita
Akhmad Sekhu lahir 27 Mei 1971 di desa Jatibogor, Suradadi, Tegal, Jawa Tengah. Kini bekerja sebagai wartawan di Jakarta. Menulis puisi, cerpen, novel, esai sastra-budaya, resensi buku, artikel arsitektur-kota, kupasan film, telaah tentang televisi di berbagai media massa daerah maupun pusat. Memenangkan Lomba Cipta Puisi Perguruan Tinggi se-Yogyakarta (1999). Puisinya telah tersebar di berbagai buku antologi bersama. Buku puisi tunggalnya; Penyeberangan ke Masa Depan (1997), Cakrawala Menjelang (2000), Golden Scene (manuskrip, siap terbit). Kumpulan cerpen “Semangat Orang-orang Jempolan” (siap terbit). Novelnya: Jejak Gelisah (2005), Chemistry (2018), Pocinta (2021)
69.Abu Ahmad Alif :
Kepergian
Apa kabar orang-orang yang pergi
bersama suramnya cahaya di ujung pulau?
Kemana mereka mendayung sampan
untuk menjauh dari kutukan kepergian?
Tapi jarak tak juga menjauhkannya dengan kemalangan
Aku tahu kau pernah bercerita
engkau lahir dari semua itu
Engkau menjadi bagian anak cucu bumi dan laut
yang terus riuh berpuisi sepanjang masa
Dan engkau mengambil peran sebagai si anak hilang
Pernah aku mencatat satu per satu wajah
dari mereka dalam kitab nama-nama
yang kupendam di ketinggian pulau
Tapi sampai kini catatan tak lagi pernah dibuka
dan mereka menggantinya dengan dongeng
tentang jin penunggu rimba kesesatan
Aku seret dalam pencaharian jejakmu
Biar usai sudah kisah ini
Biar wajahmu terusir jauh di sepuluh terakhir
Bersama orang-orang yang pergi menuju titian
Aku terjerembab di sini
Dalam galauku tentang kepergian
Kefanaan dan kealpaan
Kota Bontang, Ramadhan ke 20 1442 H
Jalan Pulang
Ramadhan telah larut dan makin hanyut jauh ke tengah
saat kubaca pesan akhirmu di persimpangan waktu
Aku berbisik pada para pencari yang melintasi malam tujuhbelas
Aku bertanya pada mereka yang berselimutkan putih,
telah datangkah malam seribu kala bulan terang bersimpuh
di dengung sunyi i’tikaf malam?
Aku ingin menitip salam pada cahaya
yang padanya tak kuasa aku berbicara tanpa hijab
dan perantara doa yang berbalut jampi-jampi
Tapi aku, si bebal yang terus lupa ini
tak menginginkan jawaban
meski desir angin telah membawa isyarat
Melalui kerak relung-relung hatiku yang kering,
aku bahkan tak berani melisankan doa-doa
yang hanya mampu kugumamkan dalam keluh lidah hatiku
Wahai Engkau Sang Cinta,
Mengapa tak juga waktuku sampai?
Padahal ramadhan demi ramadhan
silih berganti dan berlalu
tak mampu menyalakan kembali pelita jiwaku?
Jasad penuh debu ini tak juga menemukan jalan pulang
Maka biarkanlah aku berkalang tanah
Perkenankan aku hancur, sesat dan luluh
Aku pendosaMU
Mencari cintaMU
Dalam lalai dan lupaku..
Kota Bontang, Ramadhan 1442
70.Zaeni Boli
Sakit
Pada segala batu dan pilu
Waktu yang sepi
Ranting ranting sunyi
Daun gugur
Hatiku hatimu terbang
Segala sepi
Pasti pergi
Pasti kembali
Seperti duka
Butir butir kata berubah jadi doa
Diantara jerit kesakitan
Hanya Allah
Hanya Allah Maha Penolong
Larantuka 2021
Puing dan Beling
Pohon jagung tumbuh diantara reruntuhan
Tuhan yang jenaka
Mengajak kita bercanda
Meski dalam duka Ia tumbuhkan harapan
Diantara puing dan beling
Diatas aspal yang retak
Bangkai mobil
Anak kecil bermain lumpur
Kenyataan yang sesak
Tak lagi tumpah menjadi air mata
Harus apa
Bagaimana
Dimana
Siapakah
Kita adalah saudara
Terbukalah hati para penolong
Larantuka 2021