TEKS SULUH


Jumat, 07 Mei 2021

Tadarus Puisi V 1442 H/2021 , Puisi 81-90

 


81. Taufik Saiful Anam


Ajari aku


Jangan ajari aku amarah

Jangan ajari aku egois

Jangan ajari aku bohong

 

 Ajarilah aku jujur

Ajarilah aku tersenyum

Ajarilah aku menerima

Siapa

Siapa .....?

Gurunya!!!

 

 Jika masih terus menutupi diri

dengan gunung kebohongan

Berpakaian keegoisan

Nan Bermahkotakan Amarah

Siapa ...

siapa ..?

Ajari aku

       Cebolek kidul 4 Mei 2021

 

Taufik Saiful Anam, adalah penyair yang tinggal di Cibolek Pati Jawa Tengah









82. Akbar AP


Bencana Kala Ramadhan


Bencana dalam Ramadhan.

Banyak orang berpuasa, namun banyak pula yang masih bermain dengan dosa.

Banyak yang membaca kitab suci, tetapi tidak sadar kelakuan diri.

Bencana kala Ramadhan.

Ngakunya beriman, lisan masih menebar kekejian.

Lucu sekaligus memprihatinkan.

Petaka sewaktu Ramadhan.

Katanya ini bulan suci, tapi mengapa noda masih marak merebak di bumi?

Kalau sudah begini,

Sangat sulit untuk direhabilitasi dengan seruan dari para da'i.

Jika kondisinya demikian, orang lebih memilih enggan, sibuk memperkaya amalan diri.

Lelucon di bulan ampunan.

Masih saja ada nuansa panas permusuhan.

Baik di ruang nyata, maupun ruang maya.

Saling menjegal, menjatuhkan, sebab rasa benci atau dirugikan.

Ramadhan yang sedih.

Harusnya manusia makin insyaf, makin dekat dengan-Nya.

Bukan melestarikan budaya para penghuni rimba.

Tapi barangkali ini jamannya.

Ya sudahlah.

Kewajiban tiap insan adalah hanya mengingatkan, mengajak pada kebajikan.

Tak berhak menghakimi, apalagi mengadili.

Moga Ramadhan ini bernilai berkah lagi.

Setidaknya bagi masing-masing diri.

Bantul, 04 Mei 2021


Akbar Ariantono Putra, lebih akrab dengan nama Akbar AP, seorang pelajar yang lahir pada Ahad Wage, 02 Februari 2003, sepuluh hari sebelum Idhul-Adha. Berdomisili di kabupaten Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta sampai sekarang bersama keluarga. Gemar membaca buku melalui pendengaran dalam artian memanfaatkan pembaca layar pada perangkat gawai, begitupun hobinya yang lain yaitu menulis.

Lelaki dari dua bersaudara, yang juga mengidolakan Tereliye, Buya Hamka, Kho Ping Ho, Ramaditya Adikara, dan Habiburrahman Elsirazi ini sekarang masih menempuh jenjang pendidikan aliah di Madrasah Aliah Negri dua Sleman (MAN2Sleman) Yogyakarta. Pembaca bisa berintraksi di media sosialnya seperti

Instagram: (akbar_arian223.
















83. Roymon Lemosol


Menjelang Magrib

 

di depan sebuah pusat perbelanjaan

orang-orang berdesakan

menenteng belanjaan

menunggu hujan reda

 

sementara di kiri kanan

bocah-bocah bertelanjang kaki

menawarkan payung

sambil menggigit bibirnya yang pucat pasi

 

tiba-tiba terdengar azan

orang-orang berlarian

ke arah kendaraan yang menunggu di parkiran

sembari menutup kepalanya dengan saputangan

 

oh, alangkah mereka lebih suka berbasah-basahan

daripa melupakan seribu perak

bagi anak-anak

yang kehilangan belas kasihan

 

Surabaya, 29 Januri 2020-Ambon 30 April 2021

 









Roymon Lemosol


Jakarta dalam Lensa Ramadan

 

jalanan melingkar

tindih-menindih

bagai sepsang ular raksasa

sedang berahi

di anatara

pekat asap knalpot

dan semringah para pekerja

menghitung upah

hingga lupa

mengejar adzan

Ambon, 3 Mei 2021

 

Roymon Lemosol, kelahiran Lumoli-Maluku, 24 Agustus 1971. Puisi-puisinya pernah dimuat di sejumlah media cetak, antara lain Lombok Post, Suara NTB, Banjarmasin Post, Riau Post, Koran Sindo, Media Indonesia, dll. Sebagian lagi terhimpun dalam 70 buku antologi bersama dan kumpulan puisi tunggalnya, Sebilah Luka Dari Negeri Malam (Akar Hujan Bojonegoro 2015) dan Jejak Cinta Di Negeri Raja-raja (Teras Budaya Jakarta, 2019).Puisinya yang berjudul “Pulang” menjadi pemenang Puisi Pilihan Gerakan Akbar 1000 Guru Asean Menulis Puisi 2018 yang diselenggarakan Perkumpulan Rumah Seni Asnur di TMII Jakarta. Puisinya yang berjudul “Pelajaran dari Hutan Sagu” meraih juara I Lomba Cipta Puisi Gurup FB Hari Puisi Indonesia 2020 yang diselenggarakan Yayasan Hari Puisi Indonesia. Roymon dapat dihubungi melali: FB Roymon Lemosol dan IG roymon@71.

84.Christya Dewi Eka


Ketika Burung Surga Lupa Bernyanyi

1/

Aku enggan menghitung lupa yang setiap detik selalu tumbuh,

bukankah hari esok selalu dihias fajar dan senja yang ditakdirkan melayani manusia,

bukankah burung-burung akan selalu melantunkan zikir pagi hari,

bukankah dedaun selalu sujud menciumi tanah sambil melayang perlahan,

bukankah jiwa diciptakan agar senantiasa lupa pada nikmat hari ini

 

Inilah hati yang degil,

jiwa-jiwa yang kerdil,

kami mencari Tuhan lalu melupakan,

kami mengingat Tuhan lalu lupa jalan menuju rumah tuhan,

kami sampai di pelataran bait Tuhan namun lupa di mana pintu berada,

kami menemukan pintu bait suci namun lupa mengetuknya,

kami mengetuk, kami menggedor pintu rumah Tuhan namun pintu tak terbuka,

kami mendapati pintu terbuka dan telunjuk Tuhan menuding,

mungkinkah Tuhan lupa memanggil namaku?

 

 

2/

Kami adalah pemilik lupa,

seperti debu yang lupa muasal,

seperti jejak yang lupa sang kaki,

seperti rumah yang lupa cahaya

seperti puisi yang lupa aksara,

seperti kitab yang lupa ayat,

dan seperti dunia yang kehilangan nirwana

Semarang, 20 April 2021

 

 

Christya Dewi Eka adalah ibu rumah tangga yang berdomisili di Semarang. Saat ini bergabung dalam kelas penulisan online Kelas Puisi Alit (KEPUL), Ruang Kata, Writerpreneur Academy, dan Lini Kreatif Writing.























85.A Machyoedin Hamamsoeri

 

Kepada Ibu Pertiwi

 

Di pangkuanmu

Aku tersedu, menangis

Kucur air mata, tak habis-habis

Merasakan deritamu teramat miris

 

Setelah

Era reformasi

Kok masih juga begini

Apakah mereka lupa atau

Pura-pura lupa pada janji-janji

Yang pernah diucapkannya dulu

Sedang korupsi, makin menjadi-jadi

 

Dan akhirnya

Terjadilah bencana

Bermula tsunami di Aceh

Terus banjir dan gempa bumi

Lagi-lagi rakyat yang menderita

 

Kini di bulan Ramadan

Di mana mewabah pandemi

Banjir dan gempa bumi, terus terjadi

Melanda negeri, tak henti-henti

 

Apakah

Semua ini adalah musibah

Atau sekedar peringatan, karena

Kita lalai dan kerap kali melupakan-Nya.

April 2021

 

 

Setelah Bencana Melanda

 

Setelah

bencana memilukan itu

Masih ada sisa tangis dan air mata

 

Adonara

Yang penuh pesona, kini berduka

Tiada lagi senyum, tawa dan canda

Menghiasi wajah-wajah yang biasa ceria

 

Malang pun ikut bersedih

Gempa melanda, rakyat sengsara

Mengapa harus menimpa mereka?

Yang tak berdosa dan tak tahu apa-apa

 

Mungkin

Kita harus koreksi diri

Selama ini lalai dan terlupakan

Untuk merawat kelestarian  lingkungan

Hingga alam menjadi murka pada kita

 

Atau ada rahasia, di balik semua ini

Atau apakah, ada rencana-Nya

setelah nanti

Kita hanya bisa pasrah, dan berdo'a

Memohon ampunan dan juga pertolonganNya.

 

 

Lalu kemarin

Terdengar berita, berkabar duka

KRI Kapal Selam Nanggala 402, tenggelam di laut

Semua awak kapal tewas, dalam menjalankan tugas

 

Kembali

Indonesia berduka

Dan kita, benar-benar tak tahu kenapa hal seperti itu, bisa terjadi.

Sri Anggur, April 2021

 

 A Machyoedin Hmamsoeri Lahir 17 Juli di Jakarta, mulai menulis sejak tahun 1970-an, antara tahun 1970-1980-an. Sajak-sajaknya sering dimuat di beberapa mass media. Pernah memenangi Lomba Cipta Puisi di Radio Trisakti tahun 1977 dan 1982. Buku puisi tunggalnya, Waktu Mendering di Pembaringan,  Sajak Tentang Bawang (Kaifa 2017), Sajak-Sajak Angin ( Kosa Kata Kita, 2018) dan Dari (FAM - 2019).Kini tengah mempersiapkan buku puisi tunggalnya yang ke 5 dan 6. Namanya masuk dalam buku,  Apa Dan Siapa Penyair Indonesia ( YHPI, 2017 ). 

















86. Sukardi Wahyudi

 

Aku Tak Pernah Lupa

 

Masih bisa ku baca dengan jelas

lirik sejarah 

bahwa langit memberi isyarat

air matanya tumpah

menenggelamkan doa yang gersang

dari tegadah tangan alpa kita

selalu merajam melukai nadi bumi

memeras sari pati

mengelepar

tinggalkan gersang tak terobati.

 

Jangan salahkan tanah tak ramah

banjir menerjang dada semesta

api melumat apa yang di lihat

laut menjilat sampan nelayan

angin hembuskan irisan nada getir

bencana

menganga

lapar

dan, yang di lewati luluh lantah

sujud kembali ke pangkuanNya.

 

Masih terus ku baca walaupun dengan mengeja

tanda cinta

terkirim lewat rasa lara, menerkam nusa

biar semua lupa karena bangga

biar semua menepuk dada

menghitung bencana dengan rugi laba.

 

Aku tak pernah lupa

rencanaMu

tak ada yang mampu membaca.

Kukar, 03042021.


Sukardi Wahyudi

 

AKU  TAK  PERNAH  LUPA


Saat berita menyebar menyapa dunia

tepat tanggal ulang tahun ku yang ragu

menerima ujian wabah kirimanMu

sebagai hadiah rasa syukur ku.

 

Di atas mimbar terdengar suara perkasa

menghamburkan dalil ompong dan kosong.

 

Kesombongan memang mahal harganya

ini peringatan!

yang punya mulut harus memilih nadanya

yang punya mata melihat duka air matanya 

yang punya telinga mendengarkan perih jeritannya

yang punya tangan mesti bijak menggunakannya

yang punya rasa renungkan sedih dukanya.

 

Rakyat merah putih tak berdaya

menerima apa adanya

di terjang badai semua penjuru

menunggu kepastian langkah arah

dan ragu

diam yang bisu.

 

Aku tak pernah lupa

waktu kau berkata :

“dada garuda tak kan tembus di tombak bencana

karena berdiri di atas negeri trofis yang perkasa

jangan takut

dan tak perlu berlapis muka”

semua luka

semua sengsara

semua lupa, Allah maha kuasa

Kukar, 05052021.

 

Sukardi Wahyudi, lahir di Samarinda pada tanggal 17 Januari 1960, karyanya banyak termuat di media lakol dan nasional, telah menerbitkan buku antologi puisi dan cerpen baik tunggal maupun bersama, diantaranya: Diam Antologi puisi (1983, Ikatan Pencinta Sastra Kab.Kutai) Tongkat Antologi puisi (1984, Ikatan Pencinta Sastra Kab. Kutai), Boom  Antologi puisi (1984, IPS Tenggarong), Hudoq 2000 Antologi puisi (1985, Ikatan Pencinta Sastra Kab. Kutai),  Menepis Ombak Menyusuri Sungai Mahakam Antologi puisi bersama sembilan penyair Kab. Kutai (1999, DKD Kab.Kutai) dan Secuil Bulan Di Atas Mahakam Antologi puisi bersama penyair Kaltim (1999, DKD. Prov.. Kaltim), Seteguk Mahakam Antologi puisi Penyair Tenggarong  (2006, Penerbit Matahari Jogyakarta), Ada Gelisah Di Pertemuan Waktu Antologi Cerpen (2011, Penerbit Araska Jogyakarta)  Lelaki Itu Antologi puisi (cetekan I - 2010, cetakan II - 2018 Penerbit Araska Jogyakarta) dan Jejak Rindu Antologi puisi (2019, Penerbit Araska Jogyakarta) .

. Sekarang, beralamat rumah di Jalan Durian Gang Maulida RT. XIV/ 08 Kelurahan Panji Tenggarong, Kabupaten Kutai Kartanegara – Kalimantan Timur 

 



87. Sukismiati


Mengharap Ampunan 

 

Kami yang lupa

Dalam gelap bergelimang dosa

Keangkuhan terbawa kearah hina

Bayangan panas terik fatamorgana

 

Kami yang lupa

Berikan kami cahaya-Mu

Hapuskan noda dosa dalam kalbu

Agar kami dapat menggapai cinta-Mu

 

Kami yang lupa

Tangisku tidak akan mampu menghapus dosaku

Dzikirku tak cukup menebus salahku

Namun aku tetap berharap ampunan-Mu

Karena aku merindukan syurga-Mu

Sudut Suci, 200421

 

 













Sukismiati

JERITAN PENDOSA

 

Jiwa

Sedang bersila

Kami yang lupa

Duduk bersimpuh peluh memuja

Temaram malam hening kalbu meronta

Cahaya dzikir memanjat cakrawala

Lantunan-lantunan pendosa

Meratab rasa

Jiwa

Sudut Suci,210421

 

Sukismiati, S.Pd, Lahir di Jombang, 12 Agustus 1978.Guru ( PNS ) di MTsN 7 Jombang, Pendidikan S1 Bahasa Indonesia, dan Sekarang Menyelesaikan study S2. Karya: Antologi Puisi  Berpuisi Tanpa Batas, Antologi Pentigraf  Bunga Rampai, Meniti Waktu Bersama Kisah Pelangi, Senarai Puisi Edelweis, Antologi puisi tema ASU ( Lumbung Puisi ), Sehimpun puisi pilihan Delapan Mawar, Karya solo: Sehimpun puisi ‘’Secercah Harapan’’. Aktif dalam kegiatan MGMP Bahasa Indonesia. Email : successmia78@gmail.com











88. Warsono Abi Azzam

 

Muhasabah Akhir Ramadhan 

 

tak terasa

kebersamaan kita nyaris purna

bulan rahmat dan ampunan

akan kembali pada empunya

tetiba teringat

: apa yang sudah kita perbuat?

 

melantunkan ayat suci-Mu tak kunjung khatam

memburu malam seribu bulan tak jua bersua

berpuasa hanya menahan lapar dahaga saja kukira

melantunkan doa sebatas di bibir saja

mendirikan ibadah malam sebatas rutinitas

 

duhai Dzat yang mahasegala

maafkan segala khilaf

bila boleh meminta

beri hamba kesempatan

berjumpa Ramadan-Ramadan mendatang

biar kutebus segala alpa dan kekhilafan

Cilacap, 6 Mei 2021

 

 

 

 

 

 

 

 



Warsono Abi Azzam


ANTARA PUISI, KOPI DAN KALAM SUCI

 

Waktu membilang detak jarum arloji di tangan

Sepoi menguarkan aroma kopi klangenan

Buku-buku menghimpun remahan sunyi

Malam bertandang bersama bait-bait puisi

 

Aroma Arabika mengantar kabar rahasia

Jemari tergetar mengeja makna

Terdedah sajak di sisi asbak

Adakah yang terpesona pada diksinya?

 

Lantunan Kalam suci menggema dari surau seberang

Sudut-sudut sukma menggeletar karenanya

Puisi beringsut melarut senyawa kopi

Diri makin hanyut dalam buai Kalam-Nya

 

Dalam diam aku bergumam

Yaa Robbil ‘Izzati yang Maha Pembolak-balik hati

Kenapa tak Kauberi aku

Bibir yang mampu melantunkan Kalam Sucimu?

Cilacap, 6 Mei 2021

 









Warsono Abi Azzam, nama pena dari Warsono. Lahir di Banjarnegara, 6 Desember 1969, bermukim di Gumilir, Cilacap, Jawa Tengah. Mengajar Matematika di SMP Negeri 5 Cilacap. Meski berlatar belakang pendidikan Matematika, penulis menyukai sastra. Buku puisi tunggalnya yang telah terbit:  “Paradoks” (2017), “Gerimis Senja” (2019), dan “Sehimpun Haiku Romansa Jiwa” (2019), Gita Malam (2019). Puisi-puisinya juga termuat beberapa buku antologi, diantaranya: “Musafir Ilmu”, “Sesapa Mesra Selinting Cinta”, “Progo 6”, “Sastra Pinggiran II”, “Sang Acarya”, dll. Karya puisinya juga termuat dalam berbagai buku antologi bersama penulis lain. Pernah mengikuti Pertemuan Penyair Nusantara (PPN) XI (Kudus, Juni 2019) bersama penyair-penyair Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, dan Brunei Darussalam. Penulis bisa dihubungi melalui Telp/SMS/WA di 081542937101, Facebook: Warsono Abi Azzam, Instagram: @warsonoclp dan surel: warsono_clp@yahoo.co.id.

 















89. : Heru Patria


Melupakan yang Seharusnya Tak Dilupakan 

 

Seperti daun kering luruh ke bumi

Tanahku kerontang ditipu embun pagi

Burung kecil yang biasanya jadi pelipur lara

Kini enyah, entah bersarang di mana

 

Garudaku yang perkasa telah kehilangan libido

Terjebak bujuk rayu orang-orang sok jago

Nyonya Pertiwi menggigil telanjang tanpa cawat

Sebab samudra dan buminya dihisap para penjilat

 

Seperti daun kering yang terbang tertiup angin

Suara saudaraku lenyap tertikam dingin

Bhinneka Tunggal Ikka sebagai pengikat jiwa

Dirongrong hingga kabur tanpa makna

 

Merah benderaku pudar berlapis debu

Terobek paksa oleh tangan-tangan biadab

Putih benderaku terbakar api nafsu

Tercampak ke danau lumpur nan pengab

 

Kepada siapa burung garuda hendak bertanya

Tentang bulu-bulunya yang tercerai berai

Kepada siapa ibu Pertiwi akan bercerita

Tentang kekayaannya yang dikuras tanpa henti

 

Hanya di dada orang pinggiran tanpa subsidi

Segala pertanyaan ironi mampu terucap lirih

Di sela kemakmuran yang hanya sebatas opini

Mereka menghormat bendera sambil menahan perih

 

Kini lautku sudah tak asin lagi

Kini tanahku sudah tak subur lagi

Kini hutanku kehilangan lebatnya

Kini udaraku penuh polutan berbahaya

 

Bagai ikan terlempar ke darat

Aku megap-megap

Sekarat!

Dan aku masih juga melupakan

Tuhan yang seharusnya tak dilupakan

Skenario bencana harusnya membuatku sadar

Tapi masih saja otakku tak menalar

Dasar!

 

HERU PATRIA adalah nama pena dari Heru Waluyo, S.Pd, penulis 24 novel, 18 kumpulan cerpen, dan 1 kumpulan puisi. Penulis dapat dihubungi di :

FB. Heru Patria     IG. @heru.patria.54     Twt. @HERUPATRIA8

Email : herupatria9@gmail.com                  WA. 0857 8414 5106

Alamat : Bogangin RT.01 RW.06 Kel. Bajang, Kec. Talun, Kab. Blitar, Jawa Timur 66183

Novel barunya yang akan segera terbit : Antara Kau, Aku, dan Bekas Pacarmu (SalamPedia), Dalbo : Basa Basi Bumi (Elexmedia), Takjil Dari Surga (Indiva Media Kreasi), Petuah Dalam Kisah (Tiga Serangkai)

 







90.Nurhayati Rakhmat


Panik

 

Wabah datang bagai air bah

Menenggelamkan rasa pada kolam panik

 

Kulihat pohon asa semakin tinggi menjulang

Ujungnya bagai menyentuh langit

Pada tangkai lapuk bertumpuk doa

Dibawahnya ribuan mata pendoa sibuk mencari cahaya

Ribuan tanya berhenti di dada, sebab kesadaran mulai liar

Berlari sepanjang selasar

Suara semakin temaram

 

Kembalilah para pendoa dalam lembar-lembar kalam

Mencari menggali jalan cahaya

Selama ini banyak lupa diri

Mengemas dunia untuk sendiri

Empati mati suri

 

 

Pohon asa masih ada

Pupuk sepenuh yakin

Tuhan itu nyata

Bekasi.02.05.2021

 

 

 

 

 

 

 

 

Nurhayati Rakhmat

 

Puasa


Ini puasa tahun kedua penuh cinta

Bertabur diseantero dunia

Mata cinta menguak tabir paling sumir

 

Ini waktu kembali merangkai sayang

Menjaga hati untuk terus peduli

Melihat lebih cermat

Memandang tanpa halang

Air mata bagai telaga

Duka nestapa mekar merona

Kehilangan

Kekurangan

Menjelma hiasan hari-hari

Tanah tiap menit digali

mengubur sunyi tanpa seremoni

 

Tanam lebih banyak kesabaran

Rangkai jalinan kasih sayang

Sematkan sebagai hadiah untuk sesama

 

Jaga perut saudara saudara kita, jangan ijinkan lapar menjadi musiknya

Jaga sehat kita, hingga kesehatan orang lain takternoda

 

Puasa kali kedua

Pandemi masih saja jumawa

Kurasa Tuhan terlalu cinta

Terlalu rindu

Banyak dari kita terbiasa lupa waktu

Lupa basuh wudhu

Sehari hari lupa berbagi

Lena diri seakan takmungkin mati

Amnesia lupa siapa diri sejati

Hamba....Ya...

Hamba yang harus siap

Dalam daftar tunggu

Mengunjungi tempat dimana waktu berhenti berputar

Abadi  

Bekasi.05.05.2021

Nurhayati, lahir dan besar di kota dingin Wonosobo, pada hari ke 22 di bulan Oktober pada tahun 1971. Tinggal di Bekasi. Ibu rumah tangga biasa penikmat sastra , Latar belakang pendidikan Keuangan Dan Perbankkan, namun lebih piawi menakar neraca hati dari pada menyesuaikan jurnal keuangan. Saat kuliah di STIKUBANK SEMARANG tergabung dalam Teater ANGKA. Karya yang diterbitkan dalam antologi bersama : Antologi bersama puisi Sapardi Dalam Kenangan bersama LKSN DAN KSN (2020), Istana Puisi dalam buku Pelangi Cinta (2020), Antologi bersama puisi Sajak Cinta Untuk Airmata Surga, bersama LKSN, Antologi bersama Puisi Dan Cerpen Wajah-Wajah Asing, bersama KSN DAN FLP Blitar, Selamat tinggal hari yang lalu, selamat datang kisah terbaru. K.P.S.I (2021), PARSEL 21 MARET Antologi 100 penyair Indonesia memperingati hari puisi dunia 2021. serta tergabung dalam penulisan beberapa antologi bersama puisi juga cerpen komunitas sastra di FB, dan lai  lain.