81. Taufik Saiful Anam
Ajari aku
Jangan ajari aku amarah
Jangan ajari aku egois
Jangan ajari aku bohong
Ajarilah aku jujur
Ajarilah aku tersenyum
Ajarilah aku menerima
Siapa
Siapa .....?
Gurunya!!!
Jika masih terus menutupi diri
dengan gunung kebohongan
Berpakaian keegoisan
Nan Bermahkotakan Amarah
Siapa ...
siapa ..?
Ajari aku
Cebolek kidul 4 Mei 2021
Taufik Saiful Anam, adalah penyair yang tinggal di Cibolek Pati Jawa Tengah
82. Akbar AP
Bencana Kala Ramadhan
Bencana dalam Ramadhan.
Banyak orang berpuasa, namun banyak pula yang masih bermain dengan dosa.
Banyak yang membaca kitab suci, tetapi tidak sadar kelakuan diri.
Bencana kala Ramadhan.
Ngakunya beriman, lisan masih menebar kekejian.
Lucu sekaligus memprihatinkan.
Petaka sewaktu Ramadhan.
Katanya ini bulan suci, tapi mengapa noda masih marak merebak di bumi?
Kalau sudah begini,
Sangat sulit untuk direhabilitasi dengan seruan dari para da'i.
Jika kondisinya demikian, orang lebih memilih enggan, sibuk memperkaya amalan diri.
Lelucon di bulan ampunan.
Masih saja ada nuansa panas permusuhan.
Baik di ruang nyata, maupun ruang maya.
Saling menjegal, menjatuhkan, sebab rasa benci atau dirugikan.
Ramadhan yang sedih.
Harusnya manusia makin insyaf, makin dekat dengan-Nya.
Bukan melestarikan budaya para penghuni rimba.
Tapi barangkali ini jamannya.
Ya sudahlah.
Kewajiban tiap insan adalah hanya mengingatkan, mengajak pada kebajikan.
Tak berhak menghakimi, apalagi mengadili.
Moga Ramadhan ini bernilai berkah lagi.
Setidaknya bagi masing-masing diri.
Bantul, 04 Mei 2021
Akbar Ariantono Putra, lebih akrab dengan nama Akbar AP, seorang pelajar yang lahir pada Ahad Wage, 02 Februari 2003, sepuluh hari sebelum Idhul-Adha. Berdomisili di kabupaten Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta sampai sekarang bersama keluarga. Gemar membaca buku melalui pendengaran dalam artian memanfaatkan pembaca layar pada perangkat gawai, begitupun hobinya yang lain yaitu menulis.
Lelaki dari dua bersaudara, yang juga mengidolakan Tereliye, Buya Hamka, Kho Ping Ho, Ramaditya Adikara, dan Habiburrahman Elsirazi ini sekarang masih menempuh jenjang pendidikan aliah di Madrasah Aliah Negri dua Sleman (MAN2Sleman) Yogyakarta. Pembaca bisa berintraksi di media sosialnya seperti
Instagram: (akbar_arian223.
83. Roymon Lemosol
Menjelang Magrib
di depan sebuah pusat perbelanjaan
orang-orang berdesakan
menenteng belanjaan
menunggu hujan reda
sementara di kiri kanan
bocah-bocah bertelanjang kaki
menawarkan payung
sambil menggigit bibirnya yang pucat pasi
tiba-tiba terdengar azan
orang-orang berlarian
ke arah kendaraan yang menunggu di parkiran
sembari menutup kepalanya dengan saputangan
oh, alangkah mereka lebih suka berbasah-basahan
daripa melupakan seribu perak
bagi anak-anak
yang kehilangan belas kasihan
Surabaya, 29 Januri 2020-Ambon 30 April 2021
Roymon Lemosol
Jakarta dalam Lensa Ramadan
jalanan melingkar
tindih-menindih
bagai sepsang ular raksasa
sedang berahi
di anatara
pekat asap knalpot
dan semringah para pekerja
menghitung upah
hingga lupa
mengejar adzan
Ambon, 3 Mei 2021
Roymon Lemosol, kelahiran Lumoli-Maluku, 24 Agustus 1971. Puisi-puisinya pernah dimuat di sejumlah media cetak, antara lain Lombok Post, Suara NTB, Banjarmasin Post, Riau Post, Koran Sindo, Media Indonesia, dll. Sebagian lagi terhimpun dalam 70 buku antologi bersama dan kumpulan puisi tunggalnya, Sebilah Luka Dari Negeri Malam (Akar Hujan Bojonegoro 2015) dan Jejak Cinta Di Negeri Raja-raja (Teras Budaya Jakarta, 2019).Puisinya yang berjudul “Pulang” menjadi pemenang Puisi Pilihan Gerakan Akbar 1000 Guru Asean Menulis Puisi 2018 yang diselenggarakan Perkumpulan Rumah Seni Asnur di TMII Jakarta. Puisinya yang berjudul “Pelajaran dari Hutan Sagu” meraih juara I Lomba Cipta Puisi Gurup FB Hari Puisi Indonesia 2020 yang diselenggarakan Yayasan Hari Puisi Indonesia. Roymon dapat dihubungi melali: FB Roymon Lemosol dan IG roymon@71.
84.Christya Dewi Eka
Ketika Burung Surga Lupa Bernyanyi
1/
Aku enggan menghitung lupa yang setiap detik selalu tumbuh,
bukankah hari esok selalu dihias fajar dan senja yang ditakdirkan melayani manusia,
bukankah burung-burung akan selalu melantunkan zikir pagi hari,
bukankah dedaun selalu sujud menciumi tanah sambil melayang perlahan,
bukankah jiwa diciptakan agar senantiasa lupa pada nikmat hari ini
Inilah hati yang degil,
jiwa-jiwa yang kerdil,
kami mencari Tuhan lalu melupakan,
kami mengingat Tuhan lalu lupa jalan menuju rumah tuhan,
kami sampai di pelataran bait Tuhan namun lupa di mana pintu berada,
kami menemukan pintu bait suci namun lupa mengetuknya,
kami mengetuk, kami menggedor pintu rumah Tuhan namun pintu tak terbuka,
kami mendapati pintu terbuka dan telunjuk Tuhan menuding,
mungkinkah Tuhan lupa memanggil namaku?
2/
Kami adalah pemilik lupa,
seperti debu yang lupa muasal,
seperti jejak yang lupa sang kaki,
seperti rumah yang lupa cahaya
seperti puisi yang lupa aksara,
seperti kitab yang lupa ayat,
dan seperti dunia yang kehilangan nirwana
Semarang, 20 April 2021
Christya Dewi Eka adalah ibu rumah tangga yang berdomisili di Semarang. Saat ini bergabung dalam kelas penulisan online Kelas Puisi Alit (KEPUL), Ruang Kata, Writerpreneur Academy, dan Lini Kreatif Writing.
85.A Machyoedin Hamamsoeri
Kepada Ibu Pertiwi
Di pangkuanmu
Aku tersedu, menangis
Kucur air mata, tak habis-habis
Merasakan deritamu teramat miris
Setelah
Era reformasi
Kok masih juga begini
Apakah mereka lupa atau
Pura-pura lupa pada janji-janji
Yang pernah diucapkannya dulu
Sedang korupsi, makin menjadi-jadi
Dan akhirnya
Terjadilah bencana
Bermula tsunami di Aceh
Terus banjir dan gempa bumi
Lagi-lagi rakyat yang menderita
Kini di bulan Ramadan
Di mana mewabah pandemi
Banjir dan gempa bumi, terus terjadi
Melanda negeri, tak henti-henti
Apakah
Semua ini adalah musibah
Atau sekedar peringatan, karena
Kita lalai dan kerap kali melupakan-Nya.
April 2021
Setelah Bencana Melanda
Setelah
bencana memilukan itu
Masih ada sisa tangis dan air mata
Adonara
Yang penuh pesona, kini berduka
Tiada lagi senyum, tawa dan canda
Menghiasi wajah-wajah yang biasa ceria
Malang pun ikut bersedih
Gempa melanda, rakyat sengsara
Mengapa harus menimpa mereka?
Yang tak berdosa dan tak tahu apa-apa
Mungkin
Kita harus koreksi diri
Selama ini lalai dan terlupakan
Untuk merawat kelestarian lingkungan
Hingga alam menjadi murka pada kita
Atau ada rahasia, di balik semua ini
Atau apakah, ada rencana-Nya
setelah nanti
Kita hanya bisa pasrah, dan berdo'a
Memohon ampunan dan juga pertolonganNya.
Lalu kemarin
Terdengar berita, berkabar duka
KRI Kapal Selam Nanggala 402, tenggelam di laut
Semua awak kapal tewas, dalam menjalankan tugas
Kembali
Indonesia berduka
Dan kita, benar-benar tak tahu kenapa hal seperti itu, bisa terjadi.
Sri Anggur, April 2021
A Machyoedin Hmamsoeri Lahir 17 Juli di Jakarta, mulai menulis sejak tahun 1970-an, antara tahun 1970-1980-an. Sajak-sajaknya sering dimuat di beberapa mass media. Pernah memenangi Lomba Cipta Puisi di Radio Trisakti tahun 1977 dan 1982. Buku puisi tunggalnya, Waktu Mendering di Pembaringan, Sajak Tentang Bawang (Kaifa 2017), Sajak-Sajak Angin ( Kosa Kata Kita, 2018) dan Dari (FAM - 2019).Kini tengah mempersiapkan buku puisi tunggalnya yang ke 5 dan 6. Namanya masuk dalam buku, Apa Dan Siapa Penyair Indonesia ( YHPI, 2017 ).
86. Sukardi Wahyudi
Aku Tak Pernah Lupa
Masih bisa ku baca dengan jelas
lirik sejarah
bahwa langit memberi isyarat
air matanya tumpah
menenggelamkan doa yang gersang
dari tegadah tangan alpa kita
selalu merajam melukai nadi bumi
memeras sari pati
mengelepar
tinggalkan gersang tak terobati.
Jangan salahkan tanah tak ramah
banjir menerjang dada semesta
api melumat apa yang di lihat
laut menjilat sampan nelayan
angin hembuskan irisan nada getir
bencana
menganga
lapar
dan, yang di lewati luluh lantah
sujud kembali ke pangkuanNya.
Masih terus ku baca walaupun dengan mengeja
tanda cinta
terkirim lewat rasa lara, menerkam nusa
biar semua lupa karena bangga
biar semua menepuk dada
menghitung bencana dengan rugi laba.
Aku tak pernah lupa
rencanaMu
tak ada yang mampu membaca.
Kukar, 03042021.
Sukardi Wahyudi
AKU TAK PERNAH LUPA
Saat berita menyebar menyapa dunia
tepat tanggal ulang tahun ku yang ragu
menerima ujian wabah kirimanMu
sebagai hadiah rasa syukur ku.
Di atas mimbar terdengar suara perkasa
menghamburkan dalil ompong dan kosong.
Kesombongan memang mahal harganya
ini peringatan!
yang punya mulut harus memilih nadanya
yang punya mata melihat duka air matanya
yang punya telinga mendengarkan perih jeritannya
yang punya tangan mesti bijak menggunakannya
yang punya rasa renungkan sedih dukanya.
Rakyat merah putih tak berdaya
menerima apa adanya
di terjang badai semua penjuru
menunggu kepastian langkah arah
dan ragu
diam yang bisu.
Aku tak pernah lupa
waktu kau berkata :
“dada garuda tak kan tembus di tombak bencana
karena berdiri di atas negeri trofis yang perkasa
jangan takut
dan tak perlu berlapis muka”
semua luka
semua sengsara
semua lupa, Allah maha kuasa
Kukar, 05052021.
Sukardi Wahyudi, lahir di Samarinda pada tanggal 17 Januari 1960, karyanya banyak termuat di media lakol dan nasional, telah menerbitkan buku antologi puisi dan cerpen baik tunggal maupun bersama, diantaranya: Diam Antologi puisi (1983, Ikatan Pencinta Sastra Kab.Kutai) Tongkat Antologi puisi (1984, Ikatan Pencinta Sastra Kab. Kutai), Boom Antologi puisi (1984, IPS Tenggarong), Hudoq 2000 Antologi puisi (1985, Ikatan Pencinta Sastra Kab. Kutai), Menepis Ombak Menyusuri Sungai Mahakam Antologi puisi bersama sembilan penyair Kab. Kutai (1999, DKD Kab.Kutai) dan Secuil Bulan Di Atas Mahakam Antologi puisi bersama penyair Kaltim (1999, DKD. Prov.. Kaltim), Seteguk Mahakam Antologi puisi Penyair Tenggarong (2006, Penerbit Matahari Jogyakarta), Ada Gelisah Di Pertemuan Waktu Antologi Cerpen (2011, Penerbit Araska Jogyakarta) Lelaki Itu Antologi puisi (cetekan I - 2010, cetakan II - 2018 Penerbit Araska Jogyakarta) dan Jejak Rindu Antologi puisi (2019, Penerbit Araska Jogyakarta) .
. Sekarang, beralamat rumah di Jalan Durian Gang Maulida RT. XIV/ 08 Kelurahan Panji Tenggarong, Kabupaten Kutai Kartanegara – Kalimantan Timur
87. Sukismiati
Mengharap Ampunan
Kami yang lupa
Dalam gelap bergelimang dosa
Keangkuhan terbawa kearah hina
Bayangan panas terik fatamorgana
Kami yang lupa
Berikan kami cahaya-Mu
Hapuskan noda dosa dalam kalbu
Agar kami dapat menggapai cinta-Mu
Kami yang lupa
Tangisku tidak akan mampu menghapus dosaku
Dzikirku tak cukup menebus salahku
Namun aku tetap berharap ampunan-Mu
Karena aku merindukan syurga-Mu
Sudut Suci, 200421
Sukismiati
JERITAN PENDOSA
Jiwa
Sedang bersila
Kami yang lupa
Duduk bersimpuh peluh memuja
Temaram malam hening kalbu meronta
Cahaya dzikir memanjat cakrawala
Lantunan-lantunan pendosa
Meratab rasa
Jiwa
Sudut Suci,210421
Sukismiati, S.Pd, Lahir di Jombang, 12 Agustus 1978.Guru ( PNS ) di MTsN 7 Jombang, Pendidikan S1 Bahasa Indonesia, dan Sekarang Menyelesaikan study S2. Karya: Antologi Puisi Berpuisi Tanpa Batas, Antologi Pentigraf Bunga Rampai, Meniti Waktu Bersama Kisah Pelangi, Senarai Puisi Edelweis, Antologi puisi tema ASU ( Lumbung Puisi ), Sehimpun puisi pilihan Delapan Mawar, Karya solo: Sehimpun puisi ‘’Secercah Harapan’’. Aktif dalam kegiatan MGMP Bahasa Indonesia. Email : successmia78@gmail.com
88. Warsono Abi Azzam
Muhasabah Akhir Ramadhan
tak terasa
kebersamaan kita nyaris purna
bulan rahmat dan ampunan
akan kembali pada empunya
tetiba teringat
: apa yang sudah kita perbuat?
melantunkan ayat suci-Mu tak kunjung khatam
memburu malam seribu bulan tak jua bersua
berpuasa hanya menahan lapar dahaga saja kukira
melantunkan doa sebatas di bibir saja
mendirikan ibadah malam sebatas rutinitas
duhai Dzat yang mahasegala
maafkan segala khilaf
bila boleh meminta
beri hamba kesempatan
berjumpa Ramadan-Ramadan mendatang
biar kutebus segala alpa dan kekhilafan
Cilacap, 6 Mei 2021
Warsono Abi Azzam
ANTARA PUISI, KOPI DAN KALAM SUCI
Waktu membilang detak jarum arloji di tangan
Sepoi menguarkan aroma kopi klangenan
Buku-buku menghimpun remahan sunyi
Malam bertandang bersama bait-bait puisi
Aroma Arabika mengantar kabar rahasia
Jemari tergetar mengeja makna
Terdedah sajak di sisi asbak
Adakah yang terpesona pada diksinya?
Lantunan Kalam suci menggema dari surau seberang
Sudut-sudut sukma menggeletar karenanya
Puisi beringsut melarut senyawa kopi
Diri makin hanyut dalam buai Kalam-Nya
Dalam diam aku bergumam
Yaa Robbil ‘Izzati yang Maha Pembolak-balik hati
Kenapa tak Kauberi aku
Bibir yang mampu melantunkan Kalam Sucimu?
Cilacap, 6 Mei 2021
Warsono Abi Azzam, nama pena dari Warsono. Lahir di Banjarnegara, 6 Desember 1969, bermukim di Gumilir, Cilacap, Jawa Tengah. Mengajar Matematika di SMP Negeri 5 Cilacap. Meski berlatar belakang pendidikan Matematika, penulis menyukai sastra. Buku puisi tunggalnya yang telah terbit: “Paradoks” (2017), “Gerimis Senja” (2019), dan “Sehimpun Haiku Romansa Jiwa” (2019), Gita Malam (2019). Puisi-puisinya juga termuat beberapa buku antologi, diantaranya: “Musafir Ilmu”, “Sesapa Mesra Selinting Cinta”, “Progo 6”, “Sastra Pinggiran II”, “Sang Acarya”, dll. Karya puisinya juga termuat dalam berbagai buku antologi bersama penulis lain. Pernah mengikuti Pertemuan Penyair Nusantara (PPN) XI (Kudus, Juni 2019) bersama penyair-penyair Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, dan Brunei Darussalam. Penulis bisa dihubungi melalui Telp/SMS/WA di 081542937101, Facebook: Warsono Abi Azzam, Instagram: @warsonoclp dan surel: warsono_clp@yahoo.co.id.
89. : Heru Patria
Melupakan yang Seharusnya Tak Dilupakan
Seperti daun kering luruh ke bumi
Tanahku kerontang ditipu embun pagi
Burung kecil yang biasanya jadi pelipur lara
Kini enyah, entah bersarang di mana
Garudaku yang perkasa telah kehilangan libido
Terjebak bujuk rayu orang-orang sok jago
Nyonya Pertiwi menggigil telanjang tanpa cawat
Sebab samudra dan buminya dihisap para penjilat
Seperti daun kering yang terbang tertiup angin
Suara saudaraku lenyap tertikam dingin
Bhinneka Tunggal Ikka sebagai pengikat jiwa
Dirongrong hingga kabur tanpa makna
Merah benderaku pudar berlapis debu
Terobek paksa oleh tangan-tangan biadab
Putih benderaku terbakar api nafsu
Tercampak ke danau lumpur nan pengab
Kepada siapa burung garuda hendak bertanya
Tentang bulu-bulunya yang tercerai berai
Kepada siapa ibu Pertiwi akan bercerita
Tentang kekayaannya yang dikuras tanpa henti
Hanya di dada orang pinggiran tanpa subsidi
Segala pertanyaan ironi mampu terucap lirih
Di sela kemakmuran yang hanya sebatas opini
Mereka menghormat bendera sambil menahan perih
Kini lautku sudah tak asin lagi
Kini tanahku sudah tak subur lagi
Kini hutanku kehilangan lebatnya
Kini udaraku penuh polutan berbahaya
Bagai ikan terlempar ke darat
Aku megap-megap
Sekarat!
Dan aku masih juga melupakan
Tuhan yang seharusnya tak dilupakan
Skenario bencana harusnya membuatku sadar
Tapi masih saja otakku tak menalar
Dasar!
HERU PATRIA adalah nama pena dari Heru Waluyo, S.Pd, penulis 24 novel, 18 kumpulan cerpen, dan 1 kumpulan puisi. Penulis dapat dihubungi di :
FB. Heru Patria IG. @heru.patria.54 Twt. @HERUPATRIA8
Email : herupatria9@gmail.com WA. 0857 8414 5106
Alamat : Bogangin RT.01 RW.06 Kel. Bajang, Kec. Talun, Kab. Blitar, Jawa Timur 66183
Novel barunya yang akan segera terbit : Antara Kau, Aku, dan Bekas Pacarmu (SalamPedia), Dalbo : Basa Basi Bumi (Elexmedia), Takjil Dari Surga (Indiva Media Kreasi), Petuah Dalam Kisah (Tiga Serangkai)
90.Nurhayati Rakhmat
Panik
Wabah datang bagai air bah
Menenggelamkan rasa pada kolam panik
Kulihat pohon asa semakin tinggi menjulang
Ujungnya bagai menyentuh langit
Pada tangkai lapuk bertumpuk doa
Dibawahnya ribuan mata pendoa sibuk mencari cahaya
Ribuan tanya berhenti di dada, sebab kesadaran mulai liar
Berlari sepanjang selasar
Suara semakin temaram
Kembalilah para pendoa dalam lembar-lembar kalam
Mencari menggali jalan cahaya
Selama ini banyak lupa diri
Mengemas dunia untuk sendiri
Empati mati suri
Pohon asa masih ada
Pupuk sepenuh yakin
Tuhan itu nyata
Bekasi.02.05.2021
Nurhayati Rakhmat
Puasa
Ini puasa tahun kedua penuh cinta
Bertabur diseantero dunia
Mata cinta menguak tabir paling sumir
Ini waktu kembali merangkai sayang
Menjaga hati untuk terus peduli
Melihat lebih cermat
Memandang tanpa halang
Air mata bagai telaga
Duka nestapa mekar merona
Kehilangan
Kekurangan
Menjelma hiasan hari-hari
Tanah tiap menit digali
mengubur sunyi tanpa seremoni
Tanam lebih banyak kesabaran
Rangkai jalinan kasih sayang
Sematkan sebagai hadiah untuk sesama
Jaga perut saudara saudara kita, jangan ijinkan lapar menjadi musiknya
Jaga sehat kita, hingga kesehatan orang lain takternoda
Puasa kali kedua
Pandemi masih saja jumawa
Kurasa Tuhan terlalu cinta
Terlalu rindu
Banyak dari kita terbiasa lupa waktu
Lupa basuh wudhu
Sehari hari lupa berbagi
Lena diri seakan takmungkin mati
Amnesia lupa siapa diri sejati
Hamba....Ya...
Hamba yang harus siap
Dalam daftar tunggu
Mengunjungi tempat dimana waktu berhenti berputar
Abadi
Bekasi.05.05.2021
Nurhayati, lahir dan besar di kota dingin Wonosobo, pada hari ke 22 di bulan Oktober pada tahun 1971. Tinggal di Bekasi. Ibu rumah tangga biasa penikmat sastra , Latar belakang pendidikan Keuangan Dan Perbankkan, namun lebih piawi menakar neraca hati dari pada menyesuaikan jurnal keuangan. Saat kuliah di STIKUBANK SEMARANG tergabung dalam Teater ANGKA. Karya yang diterbitkan dalam antologi bersama : Antologi bersama puisi Sapardi Dalam Kenangan bersama LKSN DAN KSN (2020), Istana Puisi dalam buku Pelangi Cinta (2020), Antologi bersama puisi Sajak Cinta Untuk Airmata Surga, bersama LKSN, Antologi bersama Puisi Dan Cerpen Wajah-Wajah Asing, bersama KSN DAN FLP Blitar, Selamat tinggal hari yang lalu, selamat datang kisah terbaru. K.P.S.I (2021), PARSEL 21 MARET Antologi 100 penyair Indonesia memperingati hari puisi dunia 2021. serta tergabung dalam penulisan beberapa antologi bersama puisi juga cerpen komunitas sastra di FB, dan lai lain.