TEKS SULUH


Sabtu, 16 Mei 2020

Aku mencari Mu, Maya Ofifa Kristianti

Maya Ofifa Kristianti

Aku mencari Mu

Tuhan, aku mencari Mu
di gelimang harta orang kaya
yang berebut kuasa
saling pangkas
tindas
tebas
untuk sebuah nama

Aku mencari Mu
di lorong sempit
tumpukan meja kayu berderit
anak anak menjerit
karena perut terlilit , sakit

Masih aku mencari Mu
di hingar bingar keramaian pasar
perempuan tua berjalan terseok
di pundaknya penuh gendongan belanjaan

Aku mencari Tuhan
di hening surau malam ini
malam ganjil
malam ramadhan
malam memeluk Mu

Kalialang, 23 ramadhan 1441H

Maya ofifa kristianti
Ibu rumah tangga, yang senang membaca puisi



SURAT DARI RUMAH SAKIT Petrus Nandi

SURAT DARI RUMAH SAKIT

Petrus Nandi



Ada yang hendak kuutarakan padamu saat ini

Bahwa kau dan aku

Bagai dua mata pulau yang tak berkedip

Kita tak dapat beradu pandang

Sebab demi melangkaui kesendirian ini aku tak mampu



Sayang, betapa kuingin mengecup bibirmu yang ranum

Seperti yang pernah kugiati dengan manja

Di atas ranjang kita

Tapi, apalah daya

Tuk melisankan niatku saja

Aku tak dapat

Lagi pula aku tak mau maut ini menderamu

Cukup aku sendiri yang marasakan

Sunyi yang menusuk bilik nadi ruangan ini.



Sayang, betapa aku ingin mengelus

Wajahmu yang berlumuran rupa-rupa keresahan

Tapi, apalah daya

Mengangkat tangan tuk menggapaimu

Aku tak sampai

Lagi pula, dalam masa pelik ini

Adalah haram bila tubuh kita saling menyapa

Dan aku terlanjur terasing di rumah keramat.



Sayang, sebenarnya aku ingin sekali

Menyanyikan lagu Nina Bobo untuk buah hati kita

Seperti suaraku pernah dengan merdu

Mengiringi matanya menuju lelap setiap malam

Tapi, kata dokter

Malam ini aku tak dapat melawati kalian

Lagipula aku mau darahku tak berhenti mengalir

Dalam tubuhnya

Lagi pula, aku tak ingin membawa maut untuknya

Bila aku memaksakan niatku ini.



Sayang, aku mau engkau tenang bersama dia

Jagalah dirinya

Jangan biarkan ia terluka

Bawalah damai

Sepanjang engkau masih dapat memandangnya



Sayang, aku tidak keberatan

Bila pada hari mereka mengusung

Tubuhku yang kaku menuju alam yang kekal

Engkau dan dirinya tak berada di sana

Aku bakal menjadi sangat tenteram

Bila kau tak merintih pilu di samping nisanku



Ketahuilah sayangku, aku menulis surat ini

Saat aku merasa yakin

Bahwa aku benar-benar akan pergi

Meninggalkan kalian

Selamanya.

Selamat tinggal, kurangkai wajah kalian

Di keabadian doa.

Kamar Sunyi, 6 April 2020.

Petrus Nandi, penyair desa. Saat ini menetap di Maumere, Flores. Bergiat di komunitas sastra Djarum Scalabrini.

Suasana Dalam Istana, Ismail Fathar Makka

Ismail Fathar Makka

Suasana Dalam Istana

Bercengkrama dalam berbagai balutan ras
Saling bergantian dalam memberi tawa
Saling membahu dalam disiplin ilmu
Saling mencubit dikala terlena

Tak ada niat untuk melukai
Saling menghibur kala dihempas duka
Kami tak kenal warna kulitmu putih dan hitam
Kami tak kenal fisikmu gemuk dan kurus
Apa lagi parasmu jelek, ganteng bahkan cantik sekalipun
Kami tak kenal itu
Yang kami tau satu; kita saudara.

Kendari, 28 Oktober 2016


Gubuk '98
- Ismail Fathar Makka

Pagi
rasa rindu mendera pada gubuk sembilan delapan di batas kota
Dihiasi pohon-pohon
tempat camar bermesra ria

Sayang, di gubuk '98 aku dilahirkan
ditimang dan dimanja
merangkak hingga berlari

Sayang, di gubuk '98
sesekali dia marah padaku
berpura dan benar-benar marah

Aku pergi dia mencariku
Aku terkadang acuh dia lemparkan senyum
Terus melambai
Aku pun malu dia merangkulku

Sayang, jika aku nakal suara lembut mendayu membisik di telingaku
Tenang dan tetap semangat

Sayang, jika aku sakit berbondong dia menghiburku
Satu persatu dengan cerita dan tingkah konyolnya
untuk melihat senyum di wajahku

Sayang, aku merindu
Aku menulis ini
Entah puisi
Entah sajak
Mungkin pula surat cinta
Entahlah, aku tak tahu
Bacalah, aku rindu

Pagi menarik lenganku mengajak
Ayo kembali ke gubuk '98
Di gubuk '98 ceritamu penuh warna.

Kendari, 06 Juli 2017




Berumah Rintik Hujan, Ahmad Kohawan

Ahmad Kohawan

Berumah Rintik Hujan



rintik hujan

larik luka bersenandung

menyimak sembap

aku di daun jendela yang pernah kau sandar



rintik hujan

lirih duka berpeluh

penuh hasrat

pada renjana namamu terukir indah



dan aku menanti

meski musim berganti.



Bacukiki, 2020







Engkau Rumah



hina betala senandung Majnun

sebab rintih harum rembulan

munajat adalah munajat

engkau rumah tempatku pulang



lelah hari menjelma cakrawala
penaka tatap mata mu sembap

yang tak pernah menuntut

engkau rumah tempatku pulang



duhai angan yang menari lembut

kutitip rindu pada kekasih

ia pemilik dekapan dan mimpi.



Bacukiki, 2020















Biodata:


Ahmad Kohawan, lahir dan tinggal di Parepare. Menulis puisi tanpa kaidah dan ia suka.

Hendra Sukmawan, TADARUS RAMADHAN

Hendra Sukmawan
TADARUS RAMADHAN

Kubaca langit:
Bulan dan bintang
Menuliskan aksara yang tak terbaca
Sepenuhnya

Kuteliti diri:
Nafas dan darah
Isyaratkan sampah yang tak tersapu
Seluruhnya

Semakin jauh ku berlabuh
Kian dalam ku menyelam
Di palung terdalam lautan misteri

SUJUD SELEMBAR DAUN

Biar semua menjadi ada ketika menghela sejuta mimpi
Biar semua menjadi tiada ketika merajut sejuta makna
Biarkan semua mengalir ke muara kehidupan

Kita meraba galaksi di batas kesunyian

Diam segala isyarat. Diam segala tandatanya. Fase demi fase melangkah lelah. Lalu tergolek di ranjang sunyi

Kita adalah gelagat matahari yang masih membakar meski malam dan siang terus berganti

Kita masih merumuskan jawaban
Hingga Diam
Menyapa dengan ramah

Garut, 16 Mei 2020

Rumah Cerita Cinta Roro Sundari

Roro Sundari

Rumah Cerita Cinta



Hangat merapat di setiap penjuru
Desau bisik angin melewat bilik
Mengalun irama  nadi nan merdu
Mengiring  pelukan kasih sayang terbaik

Sejauh gegas langkah kaki keluar
Untuk menembus dunia hingar bingar
Selalu kembali tegas tak tertukar
Meski daun pintu warnanya memudar
Helainya selalu mampu menampung rindu
Selaksa senyum tergambar
Jelas menghias dinding kalbu

Di bawah teduh atap rumah
Tempat merebah segala resah dan lelah
Melerai gaduh yang erat mengaliri darah
Sejuk, damai merangkai kasih tak usai
Meredam berisik derai ramai tak terberai

Rumah nan indah,rumah cerita
Tentang lukisan jarak dan rindu tak reda
Tentang tenang dan senang  terkenang bahagia
Tentang kisah terindah dari harapan dan doa tercipta
Menyimpan sejarah bermula, muda dan menua.

Semarang,16 Mei 2020
12.19

Jumat, 15 Mei 2020

MENYINGKIRKAH KAU DAJJAL, Nani Tandjung

MENYINGKIRKAH KAU DAJJAL

Aku dengan yang lain bersama
Meski diumumkan kerja di rumah
Kami yakini semua mengolah jiwa
Di rumah sekecil apapun kami punya

Tahun bersama musim semesta
Bulan bersama muslim di buana
Tetes air mata mengingat kerja aneka
Dari tukang sampah hingga kerja pemerintah

Bahkan balita yang bernyanyi gembira
Hingga mahasiswa hampir sarjana
Semua menerima kembali seperti sedia kala
Schulle seperti kata orang eropah

Schulle adalah mengisi waktu bermain
Ditemani penjaga anak bermain dacin
Baca puisi mengenal alam, manusia dan jin
Belajar sopan berbaris serta terpimpin

Teknik mengatur segalanya dari awal
Tampak bagaimana ibu ayah tidak gagal
Masyarakat bersih teratur hindari yang mokal
Termasuk dimana tempat tinggal para dajjal

Nani Tandjung, rawajati , 16 Mei 2020







·


KUSIAPKAN PUISI UNTUKMU

Kuceritakan dalam puisiku
Terjadi ditahun dua ribu dua puluh
Kau belum kelihatan di pandanganku
Entah siapa bapakmu atau ibumu

Semoga masih tersambung alir darahku
Kau temukan buku yang menarik qalbumu
Kau tertarik sejarah masa lalu
Jantungmu berdebar ingin tahu

Ya itu aku itu puisiku kutulis ramadhan syahdu
Entah ibu entah bapakmu yang ikut terharu biru
Mereka berdecak mencari tambahan cerita baru
Ingin jelas siapa aku yang terbawa dalam buku

Mereka cari buku lain yang ada korelasinya
Hingga semua isi perpustakaan di baca
Ah ya mereka membawa sekerat darah
Yang masih tersisa terbawa dalam aorta
Di ramadhan yang kami catat kisahnya
Dalam usia tua renta diujung masa

Kau masih jauh
Kusiapkan puisiku

Untukmu dan keturunanmu

Nani Tandjung, Rawajati 16 Mei 2020


Kamis, 14 Mei 2020

RAMADHAN TAK LAGI SEMARAK, Raden Rita Maimunah

36.Raden Rita Maimunah

RAMADHAN TAK LAGI SEMARAK

Mimpi mimpi yang ada dalam kalbu
Adalah mimpi mimpi tahun kemaren
Saat ramadhan datang kita akan selalu berada di mesjid
Seperti di rumah kita sendiri
Jiwa bergelora mendengar azan dan tadarus
Hasrat menggebu mendengar ceramah
Dari satu mesjid ke mesjid lain jalani tarawih dengan gembira
Tahun ini mesjid mesjid sunyi
Teriakan anak anak menunggu tarawih tak lagi terdengar
Bahkan suara suara sholat tarwihpun tak ada
Sunyi..
Membuat luka luka jiwa terbentuk dari kesedihan
Sampai malam datang menjemput  kelam
Suasana sepi hingga subuh tiba
Ramadhan tahun ini tak lagi pancarkan senyum dan keceriaan
Kita hanya dapat berdoa
Mengatupkan tangan memohon pada yang Kuasa
Agar ramadhan yang kan datang kembali semarak
Padang, 6 mei 2020

Raden Rita Maimunah, dengan no HP: 082172619207, WA 081266135861, Alamat surat menyurat, Komplek Pemda Blok F2, Sungai lareh kelurahan Lubuk Minturun, Kecamatan Koto Tangah Padang Sumatera Barat . Email maimunahraden@yahoo.co.id, masuk dalam berbagai  antologi Puisi dan antologi cerpen,  menerbitkan 2 buku antalogi Puisi tunggal  dengan nama pena yang juga sering menggunakan  nama  Raden Rita Yusri

Jam-00,Sutarno Sk

35.Sutarno Sk

Jam-00,

adalah tanda waktu di leptop
yang setia menemani
setiap malam
menjelang pagi
Terdengar suara nafas
itidur nyenyak
menambah syahdu
bagaikan musik malam
Dia tidur lelap
disamping meja kerja,
kusempatkan melirik wajahnya
seolah tersenyum
iklas tidur selalu sendiri
Terasa mataku lembab
ingin menetes,
segera aku hampiri
mendekap
membasahi wajahnya
dengan air mata haruku
Dia pun halus memeluk
berbisik lirih
menentramkan hati,
jaga jarak jangan lupa
sabuni muka,tangan dan kaki
Aku senyum tipis sendiri
sejenak kuperhatikan
masih terpejam
kemudian kembali ke leptop
yang hanya selalu ditemani
oleh irama merdu dari yutub
dan perkusi lirih
suara tidur nafas istriku selalu.
, Kalibata-mei-2020.


Sutarno Sk II
KORBAN
Boleh tepuk dada
boleh bangga
terbahak-bahak
merasa menang
Meski kami sekarat
kau betot nyawa
nenek kakek - ibu bapak
istri suami - anak saudara,
relawan - kau belum menang
Tak bisa habisi kami
punya senjata sakti
sabun tak kan habis
menjaga jarak diri
cepatlah pergi
belok kanan dan kiri
Meski nama covid 19
jelmaan korona
baliklah kemajikan
pelindung kami yang Esa
pembela kami maha kuasa
pulanglah ke asal
tak mungkin sanggup melawan
Kami sedang ber-ramadhan
berdialog dengan Tuhan
menjalankan perintah puasa
enyahlah kalian
sebelum alam murka membakar
jangan kembali datang
pelindung kami segala Maha
kami umat terkasih
Allah SubhanaWattaallah.
.....
Sutarno Sk.- Kalibata-mei-2020.




Sutarno Sk II
10 Mei pukul 04.37 ·
Publik
Publik
RAMADHAN
Ramadhan kali ini
mendekatkan hati
suami anak istri
dan sanak familii
Bertarawih di rumah
berjemaah di rumah
tak lagi keluar rumah
mengkaji sekeluarga
tak menuju musolah
Berkat makhluk Allah
korona punya nama
diberi ijin menghajar
pembangkang
anjuran jaga jarak
pakai sabun cuci tangan
Korona membetot nyawa
pembantah perintah
tatapan kasih serumah
kedekatan sanak saudara
saling menyapa yang dekat
kehangatan keluarga
demi keselamatan
Ramadhan kali ini 1441
tak lagi umat berpeluh
tak lagi dekat menjadi jauh
tak lagi mendekat yang jauh
berkat maha Agung
ramadhan nyaman dan sejuk
bagi umat iklas bersujud
menjauh sekalipun hanya makruh
Semua karena kasih-Nya
kapada umat yang amanah
berpasrah menghadap
saat panggilan pulang
bekal siap dipersembah
sebagai ampunan semasa
berkafilah di dunia fana
Alfatihah,
"Bismillahhirrokhmannirrokhim
alhamdhulillah yarobbil allamin
arrohman nirrohim malikiaumiddhin
iyakana buddhu waiya kanastain
hdinas sirotol musthakim
sirotol ladhina an-amta alaihim
ghoiril maghdhubhi allaihim
whallabdho liin aamiin"...
.....
Sutarno Sk, Kalibata-mei-2020.

MENYAKSIKAN SUNYI JIWA, Tri Astoto Kodarie:

34.Tri Astoto Kodarie:

MENYAKSIKAN SUNYI JIWA

Berguru pada tangan yang mengetuk malam menyalami sunyi rumah
menyaksikan kerinduan yang menghilir ke dalam ingatan
debar dari bisik jarum jam menghunjam tubuh
mencari kenangan di ujung sunyi yang menua
merapuh dijahit waktu

Terasa ada yang samar di sudut-sudut ruang
kusam daun-daun jendela serupa cermin mengabur
menyentuh kursi-kursi tanpa sandaran

Lama menunggu di temaram kerinduan
seperti penanggalan tak berjejak
kadang ada tanya: di mana persis menuju jalan pulang
hanya kidung membeku tanpa kata-kata
sebab telah lama rindu tak tumbuh di dada

Marilah sebentar menepi di ujung sunyi, karena yang ada kini
hanya tanda-tanda memaknai usia dengan temaram cahaya
bayang-bayang telah lama rebah di ujung malam
sunyi tak lagi mau mengantarkan menuju istirah
seperti ingatan rumah di bentangan sajadah.
Parepare, 2020







Tri Astoto Kodarie:

MENUJU NUN

Berulangkali jiwa tertegun
terasa tak pernah sampai pada nun

Tubuh terbalut usia
menggaris merah di cakrawala

Kenapa renta selalu disebut
sementara mata mulai mengabut

Juga dulu selalu merindukan rumah
sambil membaca sunyi di ujung lelah

Seperti kisah kedatangan subuh
di atas sprei kusut penuh peluh

Bukan tak ingin sampai nun
sebab sunyi tak pernah menuntun

Semacam kehati-hatian yang setia
mengeja antara ada dan tiada.
Parepare, 2020

Tri Astoto Kodarie lahir di Jakarta, 29 Maret 1961. Buku puisi dan esainya yang sudah terbit, yaitu: Nyanyian Ibunda, Sukma Yang Berlayar, Hujan Meminang Badai, Merajut Waktu Menuai Harapan, Sekumpulan Pantun,: Aku, Kau dan Rembulan, Merangkai Kata Menjadi Api, Kitab Laut. Puisi-puisinya dimuat di beberapa media, berbagai antologi dan diundang di berbagai kegiatan sastra.

Sebuah Elegi, Muhammad Rizky Ad'ha,

33.Muhammad Rizky Ad'ha,

Sebuah Elegi

Baru saja aku terbangun dari perantauan mimpi.
Tak kutemukan yang menyejukkan relung hati
Sekarang aku menghardik diri, berteriak sampai puas di padang nestapa
Tak sampai disitu, kenangan lama terukir lagi
Mencabik lembah yang kudaki dengan kesucian
Begitu mudahnya hamparan jiwa tersapu oleh kemunafikan
Untuk sekedar menyelami kesenangan semu belaka

Aku bingung, mengapa untaian kata berubah haluan
Seorang laki-laki bimbang dipergumulan ombak
Terhempas dari teguhnya dinding hati
Meratapi setiap langkah kakinya yang sesat
Lalu ia ingin kembali untuk pergi ke masa lampau
Menjemput mimpi-mimpi kecilnya yang tertinggal
Kemudian ia berkata , aku ingin kembali ke masa itu,
dan selalu dalam lindungan Cahaya-Mu














Sandaran(ku)

Dalam kesendirian senja aku teringat Dia
Meluapkan kegelisahan hati bersama-Nya
Berkeluh kesah akan hari dulu, kini, dan esok
Selalu berada di tempat-Nya, bukan dengan yang lain
Di temani hamparan sajadah, aku merangkai kata untuk-Nya
Hingga raga ini kembali jatuh tersungkur di hadapan-Nya

Kegelisahanku peralahan mulai turun
Setiap kali aku bertemu dengan-Nya
Penawar batin yang terluka,
Pengusir sepi di kala hati sedang rapuh,
Dan mengisi ruang kosong ini
Dengan berjuta makna pencarian
Itulah Dia... Sang Raja Manusia…


Muhammad Rizky Ad'ha, lahir di Banjarmasin, sekarang menetap di Pagatan, Kabupaten Tanah Bumbu. Berprofesi sebagai guru mata pelajaran sejarah di SMA Negeri 1 Kusan Hilir. Semenjak mahasiswa aktif menulis di berbagai media massa di Kalimantan Selatan. Sebagai penikmat sastra beberapa puisinya pernah terpilih dalam antologi puisi.

TERJEBAK DIRUMAH SAJA, Aditya Majong

32.Aditya Majong

TERJEBAK DIRUMAH SAJA

Dirumah saja

Raga terjebak dalam realita
Jiwa terjebak dalam cerita derita
Nyawa terjebak didalam raga
Ruhaniah terjebak di alam sana

Dirumah saja

Bait kedua aku ingin bercerita
Pandemi bukanlah penghalang keberkahan-Nya
Masih diberi kesempatan untuk berpuasa
Masih diberi kesempatan untuk menghadap yang maha kuasa

Dirumah saja

Bait ketiga tak lagi sama
Kali ini ku punya versi berbeda
Sudah berapa kali iblis mencoba merayu
Namun imanku takkan pernah layu

Dirumah saja walau tersesat

Sudah masuk bait ke empat
Mari kita berdoa jika kita sempat
Semoga bencana ini segera diangkat
Dan kita semua dipertemukan di waktu yang tepat




DI RUMAH BERTANDAN-TANDANG, NOK IR

31.NOK IR

DI RUMAH BERTANDAN-TANDANG BERKAH RAMADAN SALING BERGULIRAN

Di rumah bertandan-tandan berkah Ramadan saling berguliran
Datang semenjak sebelum sepertiga malam
Kucurkan embun nan penuh syukur

Di tiap-tiap bilik harap asa mengusik
Lantunan zikir basahi kedua bibir
Siap ditanak bersama buliran bijak

Tangan-tangan terangkat tengadah
Dada nir jumawa menggenggam bongkah pasrah
Hunjukkan doa dengan kata pinta terindah

Bapak menjalin hamparan tikar
Sajadah usang terbentang tak terbatas
Bagi kami sujudkan keterpurukan

Emak lincah merebus dompet yang tergerus
Tembikar-tembikar riuh berjejalan
Lentera bermata cerlang penunjuk saat melanglang

Anak pinak ramai menggali gulali
Melukis kolam taman di garis telapak tangan
Langit-langit rumah penuh bubungan remah

Menjelang Ramadan pulang
Kami menjadi peraung ulung bertangisan
Bila lagi bisa berjumpa lagi

Fajar awal syawal
Seisi dada hanya berupa jelaga
Yang musti terbasuh sepanjang Ramadan berikutnya
Sumenep, 10 Mei 2020
NOK IR

FAJAR KETIGA DI PANDEMI SUNYI

Syahru Ramadan
Ini masaih berupa fajar yang serupa
Dengan denyar yang tiap masa tak berbeda
Rindu penuhi semburat pipi

Gelora wabah tlah berhasil memisah
Aroma shaum yang kerap mengusik banyak kaum
Angin enggan bereratjabatan
Langit sungsang berwajah ketakutan
Rimba-rimba membelukarkan nestapa

Jiwa dengan jiwa saling curiga
Tiap dada dipenuhi luka nganga
Telinga dipenuhi asap sengsara
Mata gerimis lagukan ode ritmis

Azan berkumandang di kejauhan
Lamin kafan tlah lama disiapkan
Tuhan serasa jauh dari rengkuh
Padahal tlah kudirikan rumah-Nya di sini
Sumenep, 26 April 2020
NOK IR, menulis puisi dan cerita sejak usia remaja. Lahir di Demak, 28 Januari, kini tinggal di Sumenep Madura. Puisi dan cerpennya telah terhimpun dalan puluhan antologi bersama kawan penyair maupun penulis di dalam dan luar daerah. Di antaranya adalah 1000 Guru Menulis Puisi, di mana puisinya termasuk dalam nominasai puisi pilihan, Banjarbaru’s Rainy Day Festival’s, Kitab Pentigaraf, Berbisik Pada Dunia, Mata Air Hujan di Bulan Purnama dan lainnya.



Rabu, 13 Mei 2020

SAAT-SAAT BERBUKA, Muhammad Levand

SAAT-SAAT BERBUKA

Hantaman wabah virus korona
Tak mengurangi hikmat puasa
Bersama istri hanya berdua saja
Menjalankan puasa di rumah saja

Saat-saat menjelang berbuka
Rindu kepada ibu meng-adzan
Terbayang dapur dan menu buka
Karena tak bisa mudik lebaran

Saat-saat berbuka bersama istri
Menu buka melukis senyum ibu
Ibu di Madura yang tinggal sendiri
Ibu di Ponorogo yang selalu rindu

Di setiap menu masakan istri
Aromanya seperti dapur mertua
Jarak menjauh karena korona
Tak mengurangi rindu berseri

Korona tak menghapus rasa cinta
Meski tubuh terasa dipenjara sepi
Madura-Ponorogo menjelma mata
Orang-orang tercinta tetap di hati

Saat-saat berbuka kukata ke istri
Kita nikmati makanan yang enak
Bayangkan orangtua kita sendiri
Apa yang sedang mereka tanak?

Ramadhan menjelma rasa cinta
Korona merasa sangat sengsara
Melihat orang-orang yang berbuka
Tak ada rasa takut pada dirinya

Jember, 28 April 2020

AKU MENCINTAIMU, KETIKA;Kotagu Hayatudin,

AKU MENCINTAIMU, KETIKA;

Aku mencintaimu, ketika;
Lumbung-lumbung padi
dipenuhi bangkai tikus,
Ketika ladang dan pematang
gelanggang banting-tulang hilang,
menjadi sengketa dalih renovasi.
Ketika sekepal nasi kehilangan karbohidrat,
Bening mata air diselami potas.

Aku mencintaimu, ketika;
Ribuan Ibu rela ditinggal anak merantau jauh
ke jantung kota demi sekepal upah,
Ketika gelar dan ijazah menjadi
bungkus gorengan
jajanan tepi jalan,
Ketika tukang becak kehilangan sewa,
terungku dipenuhi para mangsa terka dan kira.

Aku mencintaimu, ketika;
Kopi, teh, dan arak setara dalam keramaian
Ketika berpeluk moksa di muka raya
tanpa peduli sekitar menjadi aib yang wajar
Ketika mengobrol dengan pelacur
dianggap lacur
Sedang kumpul kerbau telah masyhur

Aku mencintaimu, ketika;
Gugu dan tiru mulai jatuh
Ketika bocah Smp belajar meremas payudara
Ketika murid berani aniaya gurunya
Ketika sekolah menjadi gelanggang adu harta
adu rupa, dan adu kuasa.

Aku mencintaimu, ketika;
Berbicara tak lagi saling tatap muka
Ketika bayi-bayi kehilangan ASI
dari payudaya ibunya,
Ketika bayi-bayi menetek pada sapi
Ketika payudara ibu tak bisa dibagi-bagi
Ketika berak dan kencing
setara harga sarapan pagi.

Aku mencintaimu dengan tragedi;
Ketika ratusan bocah berkemah
hanyut di sungai
Ketika alat negara ditembak saat berwudhu
Ketika pelacur dijebak anggota DPR
"dipake dulu, baru dilaporkan".
Ketika ikan-ikan di Natuna
dalam kokangan senjata.

Aku mencintaimu, ketika;
Cermin belajar berbohong
Ketika metafora dijadikan kadar
sebuah hasta karya
Ketika pemabuk peri kencing di celana
Ketika paruh baya diarak, diseret, dimasukan truk-berdesakan, dibariskan di lapangan, dan dipaksa teriak, SATU ATAU DUA tanpa mengerti untuk apa.

Aku mencintaimu, ketika;
Embun jatuh bersama subuh,
Ketika takbir, ketika rukuk, ketika sujud,
Ketika Senin, Ketika Selasa, ketika Rabu,
ketika Kamis, ketika Jumat, di Selandia Baru puluhan mualim berkalang tanah
ditembaki saat beribadah
Ketika Sabtu, ketika Minggu,
ketika saling lempar batu.

Aku mencintaimu, ketika;
Mendung, ketika panas, ketika kemarau
Ketika hutan-hutan terbakar
puluhan ribu orang disekap asap
Ketika separuh Indonesia kehilangan embun
kehilangan oksigen, kehilangan pekerjaan.
Ketika rampang akan rancang undang-undang.

Aku mencintaimu, ketika;
Gerimis, ketika hujan
Ketika banjir hanyutkan ribuan puisi
ke balai kota
Ketika phiton tidur seranjang
dengan warga,
Ketika melati, ketika mawar, anggrek dan matamorry saling silang; hias Balai kota.

Aku mencintaimu hari ini;
Ketika Amerika, Cina, Iran, ketika Indonesia
Ketika 72 negara dijamu pandemi
Ketika dunia dihebohkan
dengan wabah Corona,
Ketika Cina diserang jutaan belalang,
Ketika makkah dan madinah sunyi atas ibadah
Ketika ibadah umroh ditahan sementara,
guna mencegah penularan.
"sekali dalam sejarah!"
Aku mencintaimu,
ketika salam dengan mencium tangan tidak dibolehkan, guna mencegah penularan.

Aku mencintaimu ketika;
Kawanan seumur jagung retakan rembulan,
patahkan gemintang, memarkan senja, bakar pagi demi kado kekasih hati.
Ketika tak sependapat dicap tiri
Ketika berani melawan takkan punya kawan.

Aku mencintaimu, malam ini
Ketika senang, ketika sedih, duka dan lara
Ketika waras, ketika sinting
Ketika gelas kaca, botol martel, ketika beling
ketika bibir, ketika gincu, ketika aku dibilang Tuan para ratu anarki, ketika segala hal rancu
antarkan menuju pelukmu.

Aku mencintaimu, ketika;
Perak tubuhmu dipenuhi rajah ragam metonimia
Ketika repetisi berulang riwayatkan rendahnya makrifat literasi
Ketika kau dijadikan dedahan guna sampai puncak keduniaan.
Ketika tanda tanya hanya retorika dalam penegasan, tanpa jawaban.
Ketika desakan bawah
hanya jadi pentas najis
dengan gong-gong
dari anjung seekor anjing.

Wahai, Puisi.
Aku mencintaimu, ketika aku tahu
cinta tak dimiliki tiap nadi lagi,
Ketika cinta tak singgah di tiap nyawa.
Aku mencintaimu, wahai, Puisi!.

Kotagu Hayatudin, Majalengka, Jawa Barat, 2020





SURAT DARI RANTAU



/1/

Mak, Jika dulu ladang dan pematang

Petak-petak sawah tak hilang

digantikan pabrik kutang

Dan tanggal tua tak harus bayar cicilan hutang

Tidak mungkin aku merantau hijrah jauh ke seberang

mengemis-ngemis demi sekepal upah, Mak.





/2/

Dalam kontrakan yang sudah nunggak dua bulan ini

Dengan penuh isak kutulis surat ini

Bukan karena aku tak lagi punya hati

Bukan pula aku tega sakiti hatimu, Mak.



Tetapi kutulis surat ini, ketika kurasa harapan untuk pulang ke kampung hilang, Mak.

Jalanan sepi, pedagang sepi, Masjid sepi, Gereja sepi, Biara sepi, kota seakan mati

Transfortasi minim beroprasi, tak sedikit yang kehilangan gaji juga gizi.

Kecuali, malam yang diramaikan oleh batuk dan bersin

dari apartement ke apartement, dari kontrakan ke kontrakan, dari dusun ke dusun, dari gang ke gang, dari rumah ke rumah, dan aku di antaranya, Mak.





/3/

Kutulis surat ini, ketika;

mataku jarang lagi melihat pemandangan orang-orang ibadah berjamaah,

Ketika mataku tak lagi melihat

Kawanan seragam ramai di pagi hari,

Ketika pengajian sepi, tongkrongan kopi sepi.

Kecuali media-media beritakan riuh rendah orang-orang berebut masker, berebut vitamin, berebut makanan,

Saling silang ketakutan, dan aku di antaranya, Mak.





/4/

Kutulis surat ini, ketika;

Bibir seorang Jubir berkata seolah kawanan miskin seperti kita yang susah ikuti imbauan pemerintah, Mak.

Seolah kita mata wabah utama yang tularkan corona terhadap orang-orang kaya

Sengaja atau tidak sengaja ia berkata,

Nasi sudah menjadi bubur, Gelas sudah terdorong ke Cina. Dalam pribahasa.



/5/

Mak, sudah sebulan lamanya aku tak kerja

Sisa gaji sudah tak lagi cukupi kebutuhan harian

Kontrakan sudah nunggak dua bulan

Perut lapar harus diisi makanan

dan makanan harus dibeli,

Pandemi ganyang segalanya, Mak.

Sosial, budaya, ekonomi, bahkan sunah, Mak.

Coba dulu aku turuti katamu untuk mengaji,

Mungkin dalam kondisi pandemi seperti ini

Imanku lebih tebal menghadapi ini.



/6/

Mak, dan yang terakhir

Kutulis surat ini dengan air mata, dengan pilek, dengan batuk dan demam.

Tahun ini mungkin aku tak bisa pulang,

Ramdhan ini mungkin aku tak bisa di rumah

Tak bisa temanimu membuat kolak untuk berbuka

tak bisa buka bersama-sama,

tak bisa tarawih bersama-sama,

tak bisa tadarus, membaca Qur'an bergiliran

tak bisa sahur bersama-sama

Dan mungkin,

Tak bisa saling peluk

dan salaman di hari lebaran.



Semoga orang-orang dikampung sehat selalu.

Dari rantau, untuk Emak.



Kotagu Hayatudin,  Majalengka, 2020

Senin, 11 Mei 2020

Selamat dan Sukses untuk 111 Penyair Indonesia atas terbitnya Antologi Corona

Penyair :

1.A.Zainuddin Kr, (Pekalongan)
2.Abidi Al-Ba'arifi Al-Farlaqi (Aceh)
3.Ade Sri Hayati, (Indramayu)
4.Aditya Mahdi F, (Depok)
5.Agus Mursalin, (Kebumen)
6.Agus Pramono, (Mojokerto)
7.Agus Sighro Budiono, (Bojonegoro)
8.Agustav Triono, (Purbalingga)
9.Andi Jamaluddin, AR. AK., (Tanah Bumbu)
10.Anisah, (Magelang)
11.Anisah Effendi, (Indramayu)
12.Arif Abdil Bar, (Probolinggo)
13.Arya Setra, (Jakarta)
14.Asep Muhlis , (Serang)
15.Asih Minanti Rahayu, (Jakarta)
16. Asril Arifin(Indramayu)
17.Asro al Murthawy, (Marangin)
18.Azti Kintamani K , (Bandung)
19.Azizah Rifada Muhallima, (Kudus)
20.Bambang Eka Prasetya (Magelang)
21.Beti Novianti, (Bengkulu)
22.Buana KS, (Bungo)
23.Brigita Neny Anggraeni, (Blora)
24.Caridah Hartati, (NN)
25.Dhea Lingkar , (Surabaya)
26.Diah Natalia, (Jakarta)
27.Dian Rusdi, (Bandung)
28.Dwi Wahyu Candra Dewi, (Blora)
29.Dyah Setyawati, (Tegal)
30.Eksan Su, (Malang)
31.Eli Laraswati, (Jakarta)
32.Emby Bharezhy Boleng Metha, (Flores Timur)
33.Eri Syofratmin, (Bungo)
34.Evita Erasari, (Semarang)
35.Firman Wally, (Ambon)
36.Gampang Prawoto, (Bojonegoro)
37.Gilang Teguh Pambudi. (Jakarta)
38.Giyanto Subagio, (Jakarta)
39.Hermawan , (Padang)
40.Hasani Hamzah (Sumenep)
41.Herisanto Boaz, (Bandung)
42.Heru Patria, Pageblug, (Blitar)
43.Heru Mugiarso, (Semarang)
44.Harkoni Madura (Banyuates)
45.I Made Suantha, (Denpasar)
46.Iie Alie (Yusriani), (Jogyakarta)
47.Indri Yuswandari, (Kendal)
48.Irna Ernawati, (Bogor(
49.Is Mugiyarti, (Sragen)
50.Junaidi, (Pati)
51.Kurliyadi, (Cirebon)
52.Kurnia Kaha, (Jakarta)
53M. Johansyah (Tanah Bambu)
54.M.Muchdlorul Faroh, (Pati)
55.Marlin Dinamikanto , (Depok)
56.Meinar Safari Yani, (Klaten)
57.Mohammad Mukarom, (Wonosobo)
58.Mim A Mursyid, (Madura)
59.Muhammad Jayadi , (Balangan)
60.Muhammad Lefand , (Jember)
61.Muhammad Tauhed Supratman, (Pamekasan)
62.Maya Ofifa Kristianti , (Semarang)
63.Nanang R Supriyatin, (Jakarta)
64.Naning Scheid , (Brussel)
65.Nok Ir, (Jakarta)
66.Nuraedah, (Indramayu)
67.Nurinawati Kurnianingsih(Cilacap)
68.Omni Koesnadi (Jakarta)
69.Profijesarino Ubud DH. (Bandung)
70.Pensil Kajoe , (Banyumas)
71.Rg Bagus Warsono, (Indramayu)
72.Rosmita, (Muaro Jambi)
73.Rayako Dekar King, SY, (Aceh)
74.Ryan Aria Arizona, (Pekalongan)
75.Roymon Lemosol, (Ambon)
76.Rut Retno Astuti, (Bandung)
77.Raden Rita Maimunah, (Padang)
78.Sahaya Santayana, (Tasikmalaya)
79.Salimi Ahmad, (Jakarta)
80.Salman Yoga S, (Aceh)
81.Sami’an Adib, (Jember)
82.Sanur Keziandari, (Bandung)
83.Sarwo Darmono, (Lumajang)
84.Silivester Kiik, (Atambua)
85.Siswo Nurwahyudi , (Bojonegoro)
86.Soei Rusli, (Padang)
87.Supianoor , (Kusan Hulu)
88.Sutarso, (Sorong)
89.Sutarno Sk, (Jakarta)
90.Sukma Putra Permana, (Bantul)
91.Sulistyo , (Jakarta)
92.Sugeng Joko Utomo ,  (Tasikmalaya)
93.Sujudi Akbar Pamungkas, (Tuban)
94.Sudarmono , (Bekasi)
95. Sumrohadi , (Jakarta)
96.Supriyadi Bro (Surabaya)
97.Suyitno Ethexs, (Mojokerto)
98.Syafaruddin Marpaung, (Tanjungbalai)
99.Syahriannur Khaidir, (Sampang)
100.Syamsul Bahri, (Subang)
101.Teguh Ari Prianto, (Bandung)
102.Tjaha Kum, (Hoelea)
103.Uswatun Khasanah, (Gresik)
104.Wadie Maharief, (Jogjakarta)
105.Wanto Tirta, (Banyumas)
106.Wastirah, (Indramayu)
107.Wardjito Soeharso, (Semarang)
108.Wyaz Ibn Sinentang, (Pontianak)
109.Yoe Irawan, (Sukabumi)
110.Yublina Fay ,(NN)
111.Zaeni Boli, (Flores)



TARIAN ZIKIR, Indri Yuswandari

TARIAN ZIKIR

Pada angin yang bertiup mengawinkan serbuk jantan dan betina
Pada hujan yang menghidupkan tanah gersang
Pada detak jantung sepanjang kehidupan yang kita tempuh
Pada rahmat melimpah setelah kita dihantarkan ke pemakaman dengan ampunannya

Rumahnya selalu terbuka, menunggu kita dengan setia

Ia yang tak pernah mengikat manusia di dalam kesukaran
Ia yang tak pernah membebani manusia  di luar batas kemampuan
Ia  yang selalu memberikan kemudahan dan pengampunan

Pintunya senantiasa terbuka, menyambut kita dengan cinta

Sementara kita yang begitu angkuh merasa  dekat dan mengenalnya, tak pernah mampu mengalahkan kejahatan napsu yang mengeram dalam diri

"Wahai Engkau yang tidak bertabir, ampuni kami yang merentangkan tabir, sebab matabatin kami yang berjelaga tak bisa melihat keindahanmu,
berikami sempat membersihkan daki sebelum nadi berhenti"

09.05.2020
Indri Yuswandari

Minggu, 10 Mei 2020

“Merindukan Ibu Dibulan Ramadhan” Oleh : Vien Rumailay.

“Merindukan Ibu Dibulan Ramadhan”

Oleh : Vien Rumailay.



Ibu…..

Aku  merindukanmu

Ditengah  bulan  yang  penuh  rahmat  ini

Kau cahaya  yang  selalu  menerangiku

Kau  pelangi  yang  selalu  memberi  warnah  bahagia



Ibu….

Dibulan suci ini

Kau tidak  bersama  denganku

Aku merindukanmu  ibu

Belaiyan  kasih  sayang

Selalu kau  tebarkan  dibulin  suci  ini



Ibu…..

Sekarang  kau  telah tiada

Aku sungguh merasa  kehilangan

Aku merindukanmu  ibu

Ramadhan  tahun   2020

Tak  seindah  Ramadhan  Tahun  2019 bersama ibu



Ibu….

Kau  dambaan  hatiku

Kau  telah tiada

Namun  kasihmu  bagiku

Selalu  aku  rasakan  disetiap  hembusan  nafasku



Sungguh indah  Bila ibu berada di bulan  Ramadhan  ini

Segala ampunan ku  haturkan  bagimu  ibu

Segala doa  kupanjatkan  bagimu

Tetaplah  abadi  disisi  Allah

Merayakan  Ramadhan  bersama  Allah

Aku  selalu  merindukanmu  ibu



Masohi,  29 April  2020

















Sukacita  Ramadhan

Oleh : Vien Rumailay



Ramadhan Telah Tiba

Seluruh Umat Muslim Bersukacita

Menyambut Bulan Penuh Ampunan

Bulan Penuh Keberkahan

Bulan Penuh Kemuliaan



Sungguh indah Ramadhan

Amalan pahala Allah berikan

Bagi kami umat-Mu

Syukur kepada Allah kami panjatkan

Tanpa Allah hidup kami sia – sia



Oh Ramadhan…

Kau hadir berikan sukacita

Mengobati dan menemani setiap insan

Kau berikan cahaya Ramdhan

Yang terpencar dimana - mana

9 NALIKAN DUNIA TUMBUH, Gilang Teguh Pambudi.

9 NALIKAN DUNIA TUMBUH

1. NALIKA

kulempar
sauh
dari dunia
tumbuh

2. DUNIA

dunia
tumbuh
di kedalaman
jiwa

3. JIWA

jiwaku
malam
terang cahaya
hidup

4. CAHAYA

cahaya
terang
saum Ramadan
kita

5. KEMULIAAN

titian
lurus
bulat cahaya
bumi

6. SEMESTA

kureguk
rindu
cinta semesta
insan

7. ANGGUR RAMADAN

sepetik
dawai
anggur Ramadan
tumpah

8. MANUSIA SEPERTIGA MALAM

melarung
rasa
di sepertiga
akhir

9. HALAL SYAWAL

kusentuh
bulan
membentang halal
Syawal


*) Nalikan adalah puisi pendek empat baris dengan pola bunyi/sukukata 3-2-5-2. Rentetan angka yang mengandung pesan, "kesaksian dan kesungguh-sungguhan menyemai kebaikan yang berkeadilan dalam kehidupan sehari-hari". 3 = zikrullah/tarekat/kesungguh-sungguhan, 2 = syareat/kemuliaan/kebaikan hidup, 5 = penengah/hakekat berkeadilan.

Gilang Teguh Pambudi. Dikenal sebagai Seniman Radio, penyair, dan Pembina Komunitas Seni. Setelah meninggalkan bangku mengajar di kelas, berbekal bakat seni dan sertifikat peserta terbaik nasional pendidikan jurnalistik, Forum Pembinaan Pribadi Muslim, FP2M Jakarta (1991), memilih fokus aktif di radio sebagai jurnalis, penyiar, Programmer dan Kepala Studio. Penyair yang pernah aktif sebagai jurnalis radio di LPS PRSSNI Jawa Barat dan beberapa radio ini, juga dikenal sebagai narasumber acara Apresiasi Seni dan Apresiasi Sastra di radio-radio, terutama karena aktivitasnya sebagai ketua yayasan seni Cannadrama. Menulis di koran sejak kelas 1 SMA/SPGN Kota Sukabumi. Puisi-puisinya telah terbit dalam berbagai buku, baik dalam antologi bersama maupun antologi sendiri. Data diri kepenyairannya bisa dibaca dalam buku Apa Dan Siapa Penyair Indonesia yang diterbitkan oleh Yayasan Hari Puisi Indonesia. Empat buku antologi puisi terbarunya adalah JALAK (Jakarta Dalam Karung),TAGAR (Tarian Gapura), Mendaki Langit, 100 Aksi Puisi Pramuka, dan ZIRA (Planetarium Cinta). Satu buku serba-serbi dunia puisi yang telah terbit, Dinding Puisi Indonesia. 

Jumat, 08 Mei 2020

Air Mata di Bulan Berkat, Silivester Kiik,

Air Mata di Bulan Berkat



Tanpa secangkir mahal yang tersimpan di meja tamu,

sarung mewah yang terlilit pada pinggang,

sejumlah tetesan air mata adalah hadiah,

untuk mengakhiri bulan berkat ini dengan keikhlasan.

Padamu hal duniawi yang sering berkeliaran di tubuh ini,

menyingkirlah bersama debu-debu kotor,

pergi pada ngarai di batas perkampungan,

untuk lenyap bersama catatan senja.

Dan aku akan tetap menatap jejak esok,

dengan puji-pujian ke hadiratMu,

sebagai album dari kisah hari ini,

bahwa tanpa sekeping emas,

aku adalah insan bermartabat di mataMu.

Atambua, 09 Mei 2020

Kamis, 07 Mei 2020

MERINDU HARI RAYA DITENGAH CORONA, Arya Setra

MERINDU HARI RAYA DITENGAH CORONA

Mudik...
ataukah pulang kampung ?
aku tidak peduli itu sama atau berbeda...
Karena anganku sudah tertunda
diantara sepinya belantara kota
Terhalang kicauan-kicauan yang membingungkan
Sementara rasa rindu yang membuncah di dada
semakin tak tertahankan
Rindu akan riuhnya takbir yg menggema dimana-mana
Rindu wanginya opor ayam dan sambal krecek
Rindu akan eratnya salam-salaman
untuk saling memaafkan
Ingatlah....
Rinduku bukanlah rindumu..

Jakarta , 7 Mei 2020

Rabu, 06 Mei 2020

DI RUANG HIJAU, SUJUDI AKBAR PAMUNGKAS

DI RUANG HIJAU



mengenang badai

dalam diri

membentur alif

di ruang hijau masjid

memedar kepingan

ke dinding zat

dan mengkristal



menggenang tafakur

dalam gelombang suci

romantik

menghunus ruh

ke sekujur sajadah

ke keranda ramadhan

nun jauh terlepas

fastabiqul khoiroots





(masjid'at, 14-20)

OMAH KANG ENDAH, Sarwo Darmono




Urip ing alam wantah

Kang ginayuh para titah

Kedah sanyata gadhah

Omah kang endah

Gawe kempaling simah

Saha putra wayah



Omah kang endah

Papane paring asih asuh asah

Papaning musyawarah

Lampah gesang bungah susah

Papane manembah lan pasrah

Manembah marang kang maha mirah

Ngalap berkah lan hidayah

Betah mapan ing omah endah

Omah kang endah

Kebak barokah

Kangge sadanya titah



Lumajang, Senen Kliwon 04052020

Pangripta Sarwo Darmono

RUMAH NYANYIAN JIWA, Witanul Bulkis

RUMAH NYANYIAN JIWA



Di rumah ini membungkus segenap jiwa menghampar rasa datang seperti bayang segala lara selalu tergantikan dengan riang terasa indah bila nyanyian jiwa mengalun tanpa sumbang







Di rumah ini temukan damai hingga harapan berkembang cinta kasih sayang siang malam selalu terpancar cahaya kasih tanpa halangan ragu menghadapi langkah-langkah sulit







Di rumah ini segala asa tercurah semoga cinta selalu mengalir pada jiwa-jiwa penyejuk











Tanah Bumbu, April 2020

HADIAH TERINDAH DI ANTARA WABAH Sulistyo



Tuhan

Terima kasih Kau hadiahi aku ramadhan

Walau dalam kegelisahan dan kepedihan

Karena aku tak punya uang untuk membeli kolak pisang

Apalagi nanti baju lebaran

Hanya ada masker seharga sepuluh ribuan

Karena uang di dompet tinggal recehan

Sisa gajian dua bulan lalu hampir habis untuk makan



Ma'af Tuhan

Ramadhan ini mungkin aku hanya bisa menyapa semampuku

Tak ada suara bakiakku melangkah ke rumah-Mu

Aku hanya bisa mengeja alifbata di dalam kamarku

Aku hanya bisa bersujud di hamparan sajadah rumahku



Tuhan

Dekap aku dengan ramadan-Mu

Biarkan tangisku pecah dalam rintih tadarusku

Biarkan mulutku tetap melafal firman-Mu

Walau terbata



Tuhan

Ramadan ini adalah oase terindah walau dia datang bersama wabah yang Kau turunkan

Di antara isak tangis kelaparan

Di antara lagu kematian

Di antara kerinduan bertemu malam seribu bulan



Jakarta, mei 2020

MENGGALAH BULAN SEMPURNA , SUJUDI AKBAR PAMUNGKAS:

MENGGALAH BULAN SEMPURNA



di puncak ketinggian langit

sempurna tubuhmu terhampar

menggelinjang semi sensual

semampai nyiur melambai

berjenjang kemontokan buah

penuh pesona angin membuncah

mengguncang kesintalan bidang

meliuk lekuk sepanjang gairah

elok berkelok selaras kemolekan

tegakkan galah lawan kelelakian

kobarkan hasrat pemabuk surga

menjamah bukit-bukit reronta

menebar kelembutan hasrat

desiskan diksi-diksi persetubuhan

menggalah nikmat bulan sempurna

bulan suci bersimpul pandemi covid

dalam rengkuh ranjang isolasi





(part, 030520)

5 waktu di rumah. Aditya Mahdi F




Kubuka mata yang masih sayuh



Menjelajah masa lalu dengan sepeda waktu yang kukayuh



Kuingat masa-masa kala itu, riuh gemuruh namun tetap teduh



Bernostalgia dengan sebatang rokok yang tinggal separuh



Tepat disamping air kali rumahku yang sudah keruh



Kutinggalkan kopi ku yang seperempat penuh



Pergi ke kamar mandi, membasuh wudhu pada anggota tubuh



Puisi berhenti sejenak, saatnya waktu Subuh







Terbangun di siang hari setelah bangun setelah sahur



Kulihat ibu ingin membeli sayur mayur



Seketika aku mengucap syukur



Tentu aku hanya ingin duduk, hampir tersungkur



Ingin membaca buku, berkontemplasi dengan para leluhur



Buku-buku ini menyelamatkanku dari kutukan tuan takur



Yang menyebabkan kehidupan manusia menjadi hancur



Namun sebelum itu menjadi hancur, ini sudah masuk waktu Dzuhur







Sore hari, rasa dahaga mulai menjalar



Namun tak sebanding dengan rasa lapar akan pengetahuan nalar



Semua keresahan ku tahan didalam kamar



Rasa resah yang masih samar-samar



Sejujurnya, aku sangat ingin keluar



Namun terhalang, mereka berkata jangan sampai rakyat terpapar



Lagi lagi aku kembali ke kamar, diam terkapar



Hingga terdengar suara Adzan Ashar







Hampir masuk waktu berbuka



Aku masih tak mengerti apa dan kenapa



Terkurung seperti ini mulai membuat jiwa ku menjadi gila



Namun tak apa, ini demi kebaikan bersama



DUG DUG DUG, Adzan Maghrib telah mengudara



Kuambil teh manis untuk melawan rasa dahaga



Dengan beberapa buah es batu tentu saja



Saatnya sholat Maghrib, semoga tuhan mengampuni segala dosa







Malam telah tiba, aku sangat rindu dengan mushola



Aku teringat ketika kecil untuk meminta tanda tangan imam untuk buku sekolah



Sayang sekali, kali ini kurang memungkinkan untuk pergi kesana



Aku tetap dirumah, beribadah, serta memohon ampun kepada-Nya



Setelahnya kupanjatkan doa, semoga dunia kembali ke semestinya



Aku merindukan suasana diluar sana, bercengkrama, mengikuti irama



Sudah cukup, saatnya kembali pada fokus utama



Puisi ini berakhir setelah waktu Isya

FRAGMEN PINTU, YOE IRAWAN





I

Sebutir biji

Sekuncup tunas

Dimatangkan waktu

Menolak sia-sia di piringmu


II

Piring waktu

Tergeletak di meja rumahmu

Kamu sebut ia pintu

Tempat kamu mengunyah usia tanpa jemu


III

Selalu lewat pintu  kamu pergi ke ladang

Meninggalkan rumah berbatas petang

Mengolah rindu tak kepalang

Menabur biji menyemai tunas dalam doa-doa kepayang


IV

Waktu selalu membawamu kembali ke pintu itu

Setelah lapar dan dahagamu

Kamu tuntaskan sepenuh gebu

Ar-Rayyan yang dimatangkan ramadhan

V

Beribu-ribu biji

Beribu-ribu tunas

Kian berisi kian bernas

Kamu buka Ar-Rayyan : ladang abadi bertumbuhan

Sukabumi, 1 Mei 2020 M/7 Ramadhan 1441 H





Ar-rahman, Rosmita

Ar-rahman

Rosmita



Duka di langitku

Menambah daftar panjang perih

dan nestapa.Malapetaka menimpa segala ruang titik-titik setiap persinggahan.Silaturahmi hanya tinggal pemanis lisan ,bahkan untuk

Rumah Ibadah sekalipun tertutup sudah , taraweh Ramadhanku

hanya di rumah saja



Haruskah terus saling meyalahkan ?

Sementara azab itu terus bermunculan hingga kita tak mampu lagi banyak bicara

Diam dan memasrahkan diri kepada-Nya ,agar pertolongan mampu membuat syaraf bertahan

Meski virus itu teramat debu

namum mampu menguras nadi hingga napas terkulai lemah



Semua nyata

Tak satupun tersembunyi.Lisan-lisan nyinyir kini tak lagi berucap

Seperti biasanya lantang dan sadis

Bencana itu melesat bagai busur menembus sasaran



Bulu roma merinding di malam paling mencekam

Dan aku harus terus bertahan

dalam doa agar mati hanya dengan keadaan Husnul khatimah

Maka nikmat Tuhanmu yang mana lagi yang engkau dustakan ?



Jambi 2020

Hakikat Ramadhan , Abdil Arif

Hakikat Ramadhan







Rhamadan dulu…



Syetan dikurung



Rhamadan sekarang...



Semua mahluk dikurung termasuk manusia…





Ramadhan dulu…



Orang rajin taraweh itu shaleh



Ramadhan Sekarang,,



Rajin taraweh itu salah…





Dulu…



Iman harus kuat



Sekarang, imun yang harus kuat





Kata positif sekarang buruk



Kata negatif sekarang baik





Baru terasa,,



Bahwa semua mulai berubah…





Tapi ,,



Tapi tidak untuk hakikat ramadhan…





Dia tetap merajai bulan



Dia tetap penuh ampunan



Dia tetap memberi malam seribu bulan



Dia tetap menjadi sanjungan





Oh, ramadhan…



Tempat bersuci…



Bukan hanya makan dan minum yang aku tahan,,



Bicara busuk aku tahan..



Pandangan aku tahan..



Rasa aku tahan..



Karena bukan perut lapar,,



Bukan gersangnya tenggorokan..



Yang mensucikan…





Tapi,,,



Hakikatmu ,, ramadhan



Sucikan semua jiwa ,,



Berpuasalah...

“Merindukan Ibu Dibulan Ramadhan”, Vien Rumailay.

“Merindukan Ibu Dibulan Ramadhan”







Ibu…..



Aku  merindukanmu



Ditengah  bulan  yang  penuh  rahmat  ini



Kau cahaya  yang  selalu  menerangiku



Kau  pelangi  yang  selalu  memberi  warnah  bahagia







Ibu….



Dibulan suci ini



Kau tidak  bersama  denganku



Aku merindukanmu  ibu



Belaiyan  kasih  sayang



Selalu kau  tebarkan  dibulin  suci  ini







Ibu…..



Sekarang  kau  telah tiada



Aku sungguh merasa  kehilangan



Aku merindukanmu  ibu



Ramadhan  tahun   2020



Tak  seindah  Ramadhan  Tahun  2019 bersama ibu







Ibu….



Kau  dambaan  hatiku



Kau  telah tiada



Namun  kasihmu  bagiku



Selalu  aku  rasakan  disetiap  hembusan  nafasku







Sungguh indah  Bila ibu berada di bulan  Ramadhan  ini



Segala ampunan ku  haturkan  bagimu  ibu



Segala doa  kupanjatkan  bagimu



Tetaplah  abadi  disisi  Allah



Merayakan  Ramadhan  bersama  Allah



Aku  selalu  merindukanmu  ibu







Masohi,  29 April  2020



RUMAHKU MUSHOLAKU, SUPIANOOR

RUMAHKU MUSHOLAKU



Di Ramadhan tahun ini



Jauh berbeda dari Ramadhan tahun-tahun yang lewar



Kumandang merdunya azan di rumah sendiri



Niat dan takbir tangan di angkat di rumah sendiri



Lantunan Al-Fatihah bergaung di nrumah sendiri



Ruku menundukkan kan badan di rumah sendiri



Sujud merendah diri di nrumah sendiri



Berdia meminta ampun di rumah sendiri



Semua di rumah sendiri







Ramadhan di tahun ini



Tarawih beramaah bersama keluarga di rumah sendiri



Derai selawat dan lantunan ayat-ayat Al-Quran



Semarak dari nrumah sendiri



Walau jamaah kecil dari keluarga yang kecil



Namun sungguh semarak dengan ebersamaan



Ramadhan tahun ini



Rumahku musholaku







Tanah Bumbu 2020



















BAITUL JANNAH, Sugeng Joko Utomo

BAITUL JANNAH







Wahai isteriku



Puasa baru berjalan seminggu



Tetapi kau telah belanja gula telur dan terigu



Juga beberapa macam rempah bumbu



Sibuk pula membuat kue ini itu







Untuk lebaran nanti



Katamu membela diri



Sambil tetap asyik mengolesi



Alat panggang cetakan roti







Sementara makna dari puasa terlewatkan



Engkau bergunjing sambil mengaduk adonan



Mulut tiada henti mengatakan



Si ini atau si anu telat bayar arisan







Rumah berantakan



Di ember bertumpuk cucian



Di teras sampah berserakan



Pekerjaan lain terabaikan







Istriku tersayang



Puasa dan lebaran itu satu pasang



Saling bertautan berbayang



Melengkapi bak angin dan layang-layang







Rusak puasa rusak pula lebaran



Tak berkumandang lagi kemenangan



Terkoyak oleh mudharat kebiasaan



Digerus nafsu buruk keseharian







Maka berhati-hati saja



Tulus menjaga sikap dan bicara



Tuntas menjalani ibadah mulia



Niat bersihkan jiwa raga dari dosa







Tasikmalaya, 14 April 2020



Sugeng Joko Utomo







RAMADHAN DI TAHUN INI, MUHAMMAD JAYADI

RAMADHAN DI TAHUN INI



Ramadhan datang kembali mengunjungi kita

Masih dengan gema menebar rahmat Allah di segenap penjuru dunia ini

Memanggil setiap orang beriman yang terpatri di dadanya

Walaupun duka masih menyayat hati

Di tengah-tengah wabah yang belum mau pergi



Bagi kami, ramadhan tetaplah cahaya

Menerang keimanan di dada dengan puasa

Hadiah bagi setiap hamba-hamba-Nya

Mengandung nafas keampunan dan realitas keagungan cinta pada-Nya

Menuju puncak takwa



Ramadhan kali ini tetaplah gegap gempita

Meski sederhana secara zahirnya

Namun niat dan tekad tetap menyala

Menghidupkan bulan mulia di antara cobaan yang datang



Kita yakin

Allah punya rahasia di balik segala keadaan yang dijadikan-Nya

Kita jadikan renungan bersama di dalam jiwa.



Balangan 27 April 2020

PROTES TENTANG SURGA, TEMPAT PALING BINTANG BAGI KELUARGA, Sutarso

PROTES TENTANG SURGA, TEMPAT PALING BINTANG BAGI KELUARGA



"Di kepala:

 Pikiran kotor merajalela

 Terjebak otakatik otak,

 sampai terbelai andai,

 bahwa tanpa pikiran suci

 di kemudian hari

 kita masuk surga?

 Atau, telah kau

 pelajari  Sunah Nabi tapi

 purapura tidak mengerti?

 Di bibir:

 Kata mangkir

 kepada kita mampir

 Terlalu yakin masuk

 surga, bukankah itu

 kesimpulan terburuburu?

 Bukankah seharusnya

 menabung kebaikan

 seribu gunung,

 baru menghitung

 untung

 dari kemungkinan

 lolos seleksi

 setelah Munkar

 setelah Nakir

 jalankan tugas dari_Nya

 Mengenai catatan tentang

 baik buruk perbuatan kita

 dari lahir hingga

 hembuskan napas terakhir,

 ada di Roqib

 ada di Atid

 Di jemari:

 Kekerasan, ringan tangan

 Kau tau, tangan

 untuk memberi

 Mengapa kepada diri

 sendiri

 mengapa kepada diridiri

 di luar diri sendiri,

 kaumenyakiti?

 Dengan zalim,

 mengapa mengklaim diri

 alim?

 Dengan kejahatan,

 pantaskah kita

 jadi penghuni surga?

 Bukankah masih ada

 waktu?

 Bukankah rumah kita,

 tempat yang tepat

 demi

 kembalikan keaslian diri

 yang terfotokopi

 basabasi

 bikin jalan ke surga

 terportal  bengal

 mengaku diri

 paling handal?

 Bukankah rumah,

 tempat paling indah,

 yang semoga jadi Tempat

 Paling Bintang bagi

 keluarga kita?"



Bukankah rumah,

adalah surga?

Semoga dari rumah ini,

kita sekeluarga

mencapai surga

Sorong, 25 April 2020

SENJA MENUJU KIBLAT MU, Sudarmono

SENJA MENUJU KIBLAT MU



Ya Allah

Malam seribu bulan selalu tiba

Menjemput umatmu

Memburu ridhomu tiap penjuru

Berbesar hati pada niatan

Meskipun dosa selalu ada



Ya Tuhan

Ramadhan yang datang kali ini

Kau coba dengan berbagai ujian

Percakapan mudlorat mubazir

Masih selalu ada di tubuh kita

Sebagai manusia yang tak peduli



Ya Semesta

Ada kerakusan kami tak kuingat

Wabah Virus cenderung bertambah

Membentang dari segala arah

Hanya engkaulah sang pengarah

Senja menuju tetap ke kiblatmu



Tambun Utara, 24 April 2020

Sudarmono

PULANG, Zaeni Boli

PULANG



Kedamaian adalah tempat kembali

saat doa doa terbang ke langit

mengetuk pintuMu

saat sujud mencium bumiMu

aku adalah hambaMu

yang senantiasa mendamba pulang



Zaeni Boli 2020



BAHAGIA



rumput pagi

senyum bahagia

adalah jumpa bulan penuh berkah

seindah malam seribu malam

bintang gemintang

seolah butiran doa para hamba adalah kerinduan

dan Kau tersenyum wahai pemilik segala indah



Zaeni Boli 2020

USAI PULANG SAHUR, KITA PETUALANGI, Andi Jamaluddin, AR. AK.

Andi Jamaluddin, AR. AK.





USAI PULANG SAHUR, KITA PETUALANGI



Siapa kau bangunkan sahur



menjelang subuh pulang



peraduan berkemas. Ada gerimis hujan



sudah menghadang dengan selimut dingin







Bias cahaya pun bergegas,



berkemas di lipatan sunyi



barangkali ada tertinggal sebiji Ajwa,



bakal bekal berbuka



dengan segelas air putih-Nya







Siapa kau bangunkan sahur



sajadah menjadi terbentang, panjang



sejauh laut, dijelajah oleh 33 zikir



hingga ujung kampung halaman



kita petualangi



ingin bertemu, dan bertempat tinggal



di rumah damai



: rumah kita yang indah



//ajarak/24.04.20/23,37/pgt.tanbu//

Di Bawah Atap Pesantren, Mereka Beri Aku Embun, Roymon Lemosol

 Di Bawah Atap Pesantren


di kesunyian pagi

aku mendengar anak-anak merafal doa

berzikir di rumah kehidupan

kata-kata mengalir bersama air

bersama angin jadi tembang surga



aku melihat mereka merentngkan tangan

memberiku secangkir teh hangat dari petikan embun



pagi yang indah saudaraku, ujar mereka

dadaku mengalirkan sungai air mata

menemukan rindu yang panjang

tepat di pertengahan desember



sebab langit kita Satu

dan kita sama-sama menulis waktu



Sukerejo, Desember 2018-Ambon, April 2020

Puasa Adalah Rumah Indah Di Syurga, M Johansyah

Puasa Adalah Rumah Indah Di Syurga



Arus godaan mulai merambah



semakin kuat mendesak-desak



keseluruh tubuh, ruang gerak



dihari pertama puasa ramadan



takpeduli sedang berjuang



menahan lapar haus dan dahaga



Haus, menggamit mulut dan lidah



pada sebotol sirup manis rasa melon



dicampur coklat lezat



berkawan es serut kelapa muda



beraroma citrus menggugah selera



bagaimana rasa itu takmenggoda



oh, ya Tuhan ~ hamba sedang puasa



mengumpulkan satu demi satu



bilah hitungan hari dengan jeriji jemari



beri hamba kekuatan menahan haus



hingga ke petang



menjadikan puasa hamba yang terbaik, tahun ini



sebab telah Kau cukupkan hamba dengan saur



lapar haus dan dahaga hanya sementara



sedangkan pundi-pundi akhirat abadi



Begitu pun lapar, terus menjalari tubuh



dengan bisiknya



serupa rayu wanita jalang tanpa busana



mengelus-elus dinding  perutku



lalu berkata lembut



seperti tetesan keringat sehabis birahi



disekanya berkali-kali, basah kering angin



mengembun, meluapkan sungai ke pembuluh selera



lapar ini menjadikan hari-hari penuh ikhtiar



menggarap sehampar lahan amal dunia



sebagai tanah tandus yang harus ditanami iman



ditanami segala tumbuhan mengandung energi



untuk menggerakkan segenap pikir



agar tiada yang percuma



saat panen tiba, didapatkan semua bahagia







Gerbang keampunan bagi jiwa-jiwa yang mendamba



dibasuh air sejuk ramadan, berkali-kali, berhari-hari



sajadah wangi



menuju ke rangkulan Illahi rabbi



kemarilah, sambutNya. Kerinduan berbalas kasih sayang



reguk nikmat yang dijanjikan, hari itu, berkekalan suka cita



puaskan segala inginmu



Batulicin, 24/04/2020#22.09