TEKS SULUH


Kamis, 14 Mei 2020

MENYAKSIKAN SUNYI JIWA, Tri Astoto Kodarie:

34.Tri Astoto Kodarie:

MENYAKSIKAN SUNYI JIWA

Berguru pada tangan yang mengetuk malam menyalami sunyi rumah
menyaksikan kerinduan yang menghilir ke dalam ingatan
debar dari bisik jarum jam menghunjam tubuh
mencari kenangan di ujung sunyi yang menua
merapuh dijahit waktu

Terasa ada yang samar di sudut-sudut ruang
kusam daun-daun jendela serupa cermin mengabur
menyentuh kursi-kursi tanpa sandaran

Lama menunggu di temaram kerinduan
seperti penanggalan tak berjejak
kadang ada tanya: di mana persis menuju jalan pulang
hanya kidung membeku tanpa kata-kata
sebab telah lama rindu tak tumbuh di dada

Marilah sebentar menepi di ujung sunyi, karena yang ada kini
hanya tanda-tanda memaknai usia dengan temaram cahaya
bayang-bayang telah lama rebah di ujung malam
sunyi tak lagi mau mengantarkan menuju istirah
seperti ingatan rumah di bentangan sajadah.
Parepare, 2020







Tri Astoto Kodarie:

MENUJU NUN

Berulangkali jiwa tertegun
terasa tak pernah sampai pada nun

Tubuh terbalut usia
menggaris merah di cakrawala

Kenapa renta selalu disebut
sementara mata mulai mengabut

Juga dulu selalu merindukan rumah
sambil membaca sunyi di ujung lelah

Seperti kisah kedatangan subuh
di atas sprei kusut penuh peluh

Bukan tak ingin sampai nun
sebab sunyi tak pernah menuntun

Semacam kehati-hatian yang setia
mengeja antara ada dan tiada.
Parepare, 2020

Tri Astoto Kodarie lahir di Jakarta, 29 Maret 1961. Buku puisi dan esainya yang sudah terbit, yaitu: Nyanyian Ibunda, Sukma Yang Berlayar, Hujan Meminang Badai, Merajut Waktu Menuai Harapan, Sekumpulan Pantun,: Aku, Kau dan Rembulan, Merangkai Kata Menjadi Api, Kitab Laut. Puisi-puisinya dimuat di beberapa media, berbagai antologi dan diundang di berbagai kegiatan sastra.