TEKS SULUH


Senin, 10 Mei 2021

Puisi Tadarus Puisi V 1442 H/2021 , Puisi 100-110

 


101. Taba Heriyanto


Sungai 1

Bukit barisan bopeng

Batu bara dikuras

Hutan jadi lapang

Sinar matahari menembus hutan

Tak bercelah

Truk bermuatan berat

Berjalan perlahan

Alangkah angkuh

Batu bara menghitam jalan

Bumi investasi

Sungai berwarna coklat pekat

Mengalir dari hulu

Menuju rumah penduduk

Menyaji keruh

Sampai ke muara

Laut pun berwarna asing

Sungai dangkal di musim kemarau

Meluap di musim hujan

Orang turun ke sungai

Batu bara tercurah dari atas bukit

Pengki

Jaring

Penambang

Penghasilan nyata

Tak perlu alat berat

Batu bara datang menghampiri

Biarlah air semakin keruh

Bagai kopi susu sore hari

Bengkulu 09052021



Tabaheriyanto


Sungai 2


Air sungai yang kental

Penduduk tak perlu meradang

Kepada pemilik tambang

Kabarkan

Ambil dengan mudah

Batu bara di sungai

Lupakanlah air sungai

Yang pernah jernih

Ikan yang manis dagingnya

Berganti renyahnya batu bara

Sungai tak pernah lupa

Mengalir

Berseduh berang

Bengkulu 09052021


Tabaheriyanto, Kelahiran di Curup Bengkulu tahun 1954. Alamat Jalan Enggang nomor 26 Blok I Kelurahan Cempaka Permai Kecamatan Gading Cempaka Kota Bengkulu












102. Elly Azizah,


Tangis

 

1\

Biar tangisku meniti pelangi

Tersembunyi di balik langit

Tuk mengumpulkan serpihan bintang

Buat perhiasan dara rupawan

 

2\

Biar tangisku bermanik-manik

Melilit leher lingkar bumi

Tuk hilang rasa panik

Buat lapang dada ini

 

3\

Biar tangis turun tik-tik

Mendaki lembah menurun bukit

Meratap negeri yang sakit

Pabila akan bangkit

 

4\

Biar tangis ini menggugu

Kepada Allah tempat mengadu

Ampuni dosa terpadu

Lakon sandiwara yang kelu

 

5\

Biarkan tangis berbisik

Mengalun mengusik kelana malam

Membersih hati yang bersisik

Pada malam seribu bulan

Bengkulu 1442 H


Elly Azizah, Pensiunan PNS di Bengkulu.

Sekarang tinggal di Jalan Enggang Nomor 26 Blok I Kelurahan Cempaka Permai Kecamatan Gading Cempaka Kota Bengkulu






























103.Odi Shalahuddin

 

 

Tuhan , Aku Yakin Kau Tiodak Lelah

 

 

bencana demi bencana yang melanda Indonesia

kuyakin bukan adzab darimu, Tuhan

tapi irama alam semesta yang tidak lagi berada dalam putarannya

lantaran ulah manusia dengan keserakahannya yang meraja

atau bahkan mungkin terlena dan larut dalam lupa

kuyakin itu, Tuhan,

sebab ketika semesta tercipta, telah kau lepas ia untuk bekerja

 

pada setiap bencana, selalu saja berulang kebodohan yang sama

tentang orang-orang yang selalu saja berkata-kata

tentang peringatan darimu, kepada para korban yang dinilai menjadi para pendosa

dan ini disiarkan dalam berbagai ruang-ruang agama

tentang ini, aku tidak yakin, Tuhan

walau dalam keyakinan, semuanya adalah atas kehendak-Mu

tapi manusia pulalah yang harus senantiasa menjaga keseimbangan

dan bersikap waspada terhadap berbagai kemungkinan ancaman bencana

 

pada setiap bencana, selalu saja berulang kebodohan yang sama

tentang para penguasa yang masih gagap,

suntuk bermain dalam ruang prosedur dan administrasi

sedang para korban butuh pengungsian yang aman, nyaman,

dan terjamin kelangsungan hidupnya

 

pada setiap bencana, anugrah dariMu, menjelma melalui hati dan sosok

ratusan orang-orang yang ringan bergerak membantu sesamanya

para relawan yang tak henti bekerja, ke dalam wilayah-wilayah bahaya

hingga kematian juga sering membayang-bayangi mereka

 

Tuhan, ketika nama-Mu digemakan, dengan berjuta permintaan

kutahu, kau tak pernah lelah, dan tak akan pernah lelah

karena diri-Mu memanglah tempat meminta

 

 

Odi Shalahuddin

 

Tuhan, Bahagiakanlah Mereka

 

 

Tuhan, maaf lama tak bersapa denganMu

kini aku datang mendekat, bersimpuh di hadapanMu

seperti biasa, aku datang hanya meminta

meminta-minta, tapi aku tak malu, karena hanya pada diriMu-lah layak untuk meminta

dan kau tak pernah marah atau sinis menghujamkan vonis padaku sebagai pengemis

 

Tuhan, pintaku sangat banyak, tak seimbang dengan kedekatanku padaMu

namun aku sangat yakin bahwa tidak ada perhitungan untung-rugi tentang hal ini

 

Tuhan, aku meminta kepada-Mu, sungguh, aku meminta

lepaskanlah dari pikiran dan hati kami tentang kebencian kepada para pelayan dan wakil-wakil kami yang dipercaya mengelola bangsa dan Negeri ini

sebab dengan kebencian, kami tidak bisa melihat, berpikir dan berbicara secara jernih, kecuali suara-suara atau tindakan-tindakan penuh prasangka dan amarah, seolah tiada yang benar dari mereka, walaupun mungkin pula benar adanya 

 

Tuhan, aku meminta kepada-Mu, sungguh aku meminta

sempurnakanlah Rahmat dan Hidayah-Mu kepada para pelayan dan wakil kami,

hingga mereka terjauhkan dari petaka dan bisa melaksanakan amanah membangun negeri ini, menegakkan keadilan dan mensejahterakan segenap warga

jangan jadikan tuli kepada mereka yang berpura-pura tak mendengar

jangan jadikan bisu kepada mereka yang selalu tidur tak bersuara atau kebanyakan bicara

jangan jadikan buta kepada mereka yang selalu memicingkan mata kepada jutaan rakyat yang masih menderita

 

Rahmat dan Hidayah-Mu, ya Tuhan,

biarkan membuka mata-hati agar mereka secara bijak mengambil kebijakan demi semua

menghentikan tangan-tangan ”nakal” yang menggerogoti uang Negara

membuyarkan bayang dan imajinasi tentang kemewahan di tengah kemiskinan mendera

jadikanlah mereka kuat dalam bekerja, agar mereka bisa menjadi pelayan atau wakil yang baik dan terpercaya

 

Tuhan, bahagiakanlah mereka,

dengan kebahagiaan mereka, tentunya diriku dan diri kami pasti akan bahagia pula

 

Amin..


Odi Shalahuddin, sejak tahun 1984 bergiat dalam Organisasi Non Pemerintah. Tulisan-tulisannya, terutama mengenai isu hak anak, terhimpun dalam berbagai buku. Mencoba belajar menulis puisi sejak SD, tapi selalu merasa gagal. Sebagian puisi periode 1987-1991, diterbitkan dalam bentuk foto copy: “APALAGI YANG MASIH TERSISA”. Berikutnya pernah aktif menulis cerpen di berbagai media lokal dan nasional, sebagian terhimpun dalam beberapa buku kumpulan cerpen. Kumpulan cerpen tunggalnya “Cinta di Halte” diterbitkan oleh Magma (2006). Sedangkan untuk puisi, lebih banyak terposting di media sosial dan berbagai blog. Baru pada tahun 2020, memberanikan diri terlibat dalam penerbitan Antologi Puisi Bersama, seperti: “Gambang Semarang”, “Gembok”, “Rendezvous Di layar Maya” dan “Antologi Puisi Asu”. Tinggal di Yogyakarta bersama istri dan dua anaknya.  







104.Asro Almurthawy


Di Atas Lembar Juz’Amma

 

melesat dari ayat ke ayat

berkelindan  antara huruf dan mahroj

edari tetiap harakat fatah kasrah dzumah

milyaran cahaya mungkin melesap

berdenyaran meruang di kepala

aku tergeragap

lembar jiwa tak juga tersibak 

 

selalu saja aku gagal menerjemahkan tanda

sesat di labirin logika. Kata-kata gagap

terpilin tak mampu tereja meski sepatah

tak alif tak nun tak wau

menajam mengirisi ulu hati

~ iqra bismi robbikalladziii...........~

 

terhampar dari juz ke juz

lembar demi lembar membentang kisah

tahun alif yang purba hingga nun di masa depan

ribuan episode mengilat

berpusar bagai topan mengapung di lelangit dada

aku tergugu

belum terbaca tuntas alifbataku

Imaji 1438-1442 H 

 

 

  





Asro Almurthawy


Rahasia Tiga Bongkah Cahaya 

Pada Purnama Ke Delapan


Ada sebongkah cahaya, teramat besar, sayangku, teramat jauh di sisi arsy melayari takdirnya di bawah kun. Tiba-tiba menjelmalah jadi mahluk yang sebenar-benar hidup, mengalir, mengalun menggelombang jadi hamparan luas membiru. Sebenar-benar luas hingga cahaya biasa terasa lambat merambatinya dalam perjalanan teramat panjang. Maa`ul hayat. Ya, air kehidupan itu, sayangku

Lihat! Sebongkah cahaya serupa menceburkan diri dalam samudera yang sedemikian luas bentang horisonnya, melayari takdirnya di bawah kun, maka menjelmalah jadi mahluk yang membetot rasa takjub kita. Berenang, menyelam dan bangkitlah dalam kuyup banyu kauripan itu. Lihatlah sayangku, butiran-butiran air yang menetes dari bulu-bulunya itu, sedemikian banyaknya, bermilyar jumlahnya, mendadak menjelma malaikat berorkestra tasbih irama surgawi: subhanallah wal hamdulillah walaa ilaha illallohu, allohu akbar

Dengarlah doa mereka, sayangku, mereka bayar sorga kita dengan kata-kata

Dengarlah tangis mereka,sayangku, mereka menangis memohon ampun dosa kita.

Maka, segeralah layarkan biduk sholawat: Allohumma sholi alaa Muhammad syafiil anam. Wa aalihi wa shohbihi wa sallim ` alaa dawam. Layarkanlah biduk sholawat, sayangku, pada purnama ke delapan ini. Sebelum bongkah cahaya ketiga, kiamat itu  ya  kiamat itu, sayangku datang menghempas kita menjadi serpih abu ketiadaan.

Imaji 1438-1442 H


105. Ama Kewaman,

 

Piluh 

Sejenak pada perhentian yang paling lelah

Engjau datang padaku dalam rupa ranum senja

dan bias purnama mencekam duka

aku terpaku memangku harap

 

burung-burung melagukan sunyi

awan berarak menghampar sepih

dedaunan menguning dan jatuh terperangah

sebab cinta telah rampung dengan derita

 

kidung kemenangan dicekam musibah

dengan nada-nada piano dan kecapai yang tak lagi merdu

tapi madah kemuliaan berkumandang dengan iringan air mata

“Hendaklah bukakan pintu dan jamulah aku.”

 

(Lembata, April 2020)

Tanah Perjanjian

Di tanah perjanjian ini aku daraskan rintihan,

“Dengan apa aku datang padamu?”

Aakkhhh....

(Lembata, April 2020)

 

Aku Mencintaimu dengan Dendam

Aku mencintaimu dengan dendam, dengan air mata, dengan teriakan pilu

dan dengan segala hal yang tak mampu

aku ucapkan

mungkinkah cinta ini cukup untukmu?

Cukup beri aku kedamaian

(Lembata, April 2020)

 

 

Ama Kewaman, lahir dengan nama lengkap Feliksianus ama. Kehidupan sehari-hari biasa dipanggil Ama. Saya alumni dari SMAN 1 Nubatukan. Setelah tamat dari SMA, hidup di kampung bersama orang tua. Pada pertengahan Januari 2018 penulis merantau ke Jakarta dan tinggal di Jakarta Selatan. Sekarang tinggal di Lembata dan tergabung dalam Komunitas Tula Tolin yang aktif dalam kegiatan sosial pembangunan dan literasi. “Kegelisahan dalam hidup terus menerus mengajak saya untuk menulis, dan menulis bagi saya adalah melepaskan beban kegelisahan”.






















106. Jack Lamurian


Pelayaran Terakhir

 

Perahu retak menebar harapan palsu

Menumpuk sampah jejaring sosial

Membius angan-angan semu

 

Menyobek sisa kejayaan masa lalu

Tumbuh berkutat menjadi kerdil

Nurani jiwa-jiwa sekarat

 

Peta usang terarah membabi buta

Lajur cita-cita tenggelam di gulung ombak

entah menuju pusaran mana?

 

Dunia sedang telanjang

Berharap bahagia di ruang khayal

Lalu berlabuh ke muara yang mana?

                                  Kudus, 26 Oktober 2020

 

Jack Lamurian, lahir di Sekarjalak, aktif di LSWK (Lingkar Study Waroeng Kopie), Teater Lintang Utara, antologi " Bulan di Dada Memerah" bersama Hery Subandy dan Azam Jauhary. Lumbung Sastra - Antologi Puisi Bersama "Sampah Puisi Penyair Indonesia (Indramayu, 2020)., Antologi Puisi ASU, Lumbung Puisi Sastrawan Indonesia edisi Spusial Penyair Indonesia (Indramayu, 2021).

,





107. Sisprili


Dentingan Syahdu

 

Langit mulai berdenting

Sang Pencipta telah menyemarakkan kesyahduan

di bulan suci pada malam istimewa.

 

Bumi pun ikut berkumandang

manusia melantunkan puji-pujian

di masjid pada malam istimewa.

 

Ia berkunjung pada 10 malam terakhir

di bulan suci dengan segala keistimewaannya

dan yang telah menegadahkan tangannya.

 

Makassar, 10 Mei 2021

 

 

 

Sisprili adalah nama pena yang bernama lengkap Siska Aprilia. Lahir di kota Tasikmalaya pada tanggal 17 April. Sedang menempuh pendidikan di Universitas Alma Ata Yogyakarta dan mondok di Pondok Pesantren Ali Maksum – Krapyak. Bisa dihubungi melalui surelnya, sisprilii@gmail.com.

 








108.Herry Abdi Gusti :

 

Sulur-sulur Pohon Tiin


Tiba-tiba Ramadan tiba,  lagi-lagi Ramadan datang lagi

mengunjungiku dan aku tak lagi seperti yang dulu…….

Tahun lalu dan sebelumnya aku melupakanmu Ramadan

: aku tak puasa sebagaimana orang-orang beriman yang diwajibkan

Kalau kali ini kau temui aku masih seperti yang dulu

dan jika kau menangkap basah aku bersantap siang dalam bulan ini

boleh kau cambuk aku seribu kali tepat di mulutku, di perutku…

Kakiku yang dulu bergoyang di bangku panjang warung tepi jalan

menghirup wedang kopi mengepulkan asap slepi

seharian sepanjang malam…

: kini tak lagi

menenggak butiran koplo,  mencecap arak sengak

di bilik sempit pengap remang-remang

seharian sepanjang malam

: pun tak lagi

Hari pertama kau datang Ramadan

mengetok pintu hatiku, memasuki ruang jantungku

duduk di altar limpaku, menggelitik ginjalku

mengiris empeduku, mengoyak usus-ususku…

tak kau temukan nasi pecel, sayur lodeh, soto dan rawon

bakso atau pun mie ayam…

lambungku telah suwung sejak fajar hingga mentari terbenam

: ufuk timur hingga ufuk barat menjadi saksi atas niatku

Aku bergelayutan dari sulur ke sulur pohon tiin yang tumbuh di surga

sulur-sulurnya menjulur, menerobos plafon rumahku

sembari menatap pendar cahaya indah dari lubang atap

aku berayun-ayun dari puasa ke puasa hingga akhir Ramadan

 Bojonegoro, Ramadan 1442 H/2021 M.


wedang : air mendidih untuk menyeduh minuman.

slepi  : lintingan tembakau untuk rokok hasil membuat sendiri (bukan pabrikan).

koplo : istilah untuk pil ekstasi (sejenis narkoba).

sengak : bau menyengat.

suwung : kosong, nihil.

 

Herry Abdi Gusti 


Merindu Takbiran


Penghujung Ramadan kujumpai malam seribu bulan

seonggok amalanku jadi berlipat seribu onggok

’kan kucari nampan besar nan lebar yaa Ramadan

menampung pahala atas limpahan rahmat Illahi Rabbi

 

Kulepas kau dengan lantunan takbir pada malam akhirmu

takbir yang tak sepantasnya diteriakkan di jalanan,

di panggung pemilihan-pemilihan dan comberan

Ya, aku ‘kan mengumandangkan takbir dengan riang

penuh ketenteraman dan kedamaian dalam sanubari

jauh merasuk di lubuk hati insan-insan berbalut kasih-sayang

”Allaahu Akbar… Allaahu Akbar… Allaahu Akbar…

Laa ilaaha Illallaahu Allaahu Akbar,

Allaahu Akbar wa lillaahil hamdu...”

 Bojonegoro, Ramadan 1442 H/2021 M.

 

Herry Abdi Gusti  lahir 14 Agustus 1968 di Bojonegoro (Jawa Timur). Menulis karya sastra sejak SMA kelas 2 (tahun 1985) dimuat majalah berbahasa Jawa Panjebar Semangat, Jaya Baya dan Mekar Sari, juga dalam bahasa Indonesia berupa puisi dan opini di surat kabar harian Jawa Pos dan Radar Bojonegoro serta tabloid Citra Jakarta. Karya-karyanya yang sudah terbit berupa buku antologi bersama yakni ”Kembang Saka Ketintang” (HMJ Bahasa Jawa FPBS IKIP Surabaya, 1990), ”TES...” (Taman Budaya Jawa Timur, 1997), ”Serat Daun Jati” (KSMB, 2010), ”Tunggak Jarak Mrajak” (Sanggar Sastra PSJB, 2010) dan ”Pasewakan” (Panitia Konggres Sastra Jawa III, 2011), ”Epifani Serpihan Duka Bangsa” (Sembilan Mutiara Publishing, 2012), ”Pancawarna” (SAMMIN, 2015), ”Lingkar  Jati” (PSJB, 2015), ”Memo Anti Kekerasan Terhadap Anak”; MAKTA (Forum Sastra Surakarta, 2016), ”Sur Bumi Sor Kukusan” (Sembilan Mutiara Publishing, 2016), ”Cengkir Gadhing Tamparan Sutra” (Sembilan Mutiara Publishing, 2017),”Pengkok” (SAMMIN, 2017),”Kembang Setaman PSJB” (PSJB, 2018),”Rawat Ruwat Bengawan” (Festival Bengawan Bojonegoro, 2018), ”Hari Hari Huru Hara” (Yayasan Putiba, 2020), ”Udhu Klungsu” (PSJB, 2020) serta ”Ibuku Surgaku”, ”Ayahku Jagoanku” dan ”Anakku Permataku” (Kosa Kata Kita, Jakarta, 2020-2021). Satu karyanya lolos kurasi dalam ”Festival Musim Hujan” (Banjarbaru’s Rainy Day Literary Festival) Banjarbaru – Kalimantan Selatan, 2020. Buku antologi tunggalnya berjudul ”CANDRAMAWA” (Sanggar Sastra PSJB, 2017).

Herry Abdi Gusti tinggal bersama isteri Erma Widyastutik serta kedua puterinya - Ardhanareswari Essa Maharsiwi dan Ardhapramesthi Kania Maharsiwi - di padhepokan Sanggar Pakeliran, Bojonegoro .


109. Mita Katoyo


Menhgejarmu di Saat Takut Mati 

 

tiba-tiba aku merintih

mendadak ribuan kata menari -nari di benakku

sementara pijakan kaki serasa menghentak hentak dada

 

aku mengaduh

aku memohon

aku membudaki Tuhan

lupa mana kekhilafan yang dimaklumkan dan mana yang benar benar kealpaan

tak ada satupun terucap kata kesopanan

kupaksa Ia mengabulkan satu permohonan

dan harus diiyakan,

 

“biarkan aku tetap hidup! “

Jakarta, 100521

 Mita Katoyo


 

Hujan di Saat Adzan 

 

lalu bergetarlah bibir pada sebutan namaMu

pada hati yang terketuk

pada hidup yang me-lena-kan

pdklapa,061218

 

 

 

 

Mita Katoyo, Lahir dan dibesarkan di Jakarta,  suka akan menulis, ngemil dan dengar musik. Juga gemar mengamati kisah kehidupan.

Ada hampir 7 buah buku diterbitkan, termasuk yang diterjemahkan dalam bahasa inggris, tapi semua baginya masih dalam proses belajar.

Mita juga ikut dalam beberapa Antologi Bersama




























110.Aisyah Jamela


Janji Yang Dilupakan


Berkoar-koar dengan seribu janji

Demi menarik simpati

Pagi hari

Siang hari

Malam hari

Tak perduli demi ambisi

Hujan panaspun dilalui

Berteman hantupun berani

Penuh semangat berapi-api

Seolah dia pemilik kebaikan yang sejati


Namun

Ketika habis masanya berkoar-koar

Semuanyapun bubar

Bersisa hambar

Lenyap tak berkabar

Meski bendera kemenangannya berkibar

Lupa janji yang pernah terikrar

Langkat, 23 April 2021












Aisyah Jamela


Pura-Pura Amnesia


Ketika langit menangis tiada henti

Ketika laut mengeluarkan amarah penuh emosi

Ketika angin enggan melirik

Maka dalam hitungan detik

Kesengsaraan akan bertilik

Dalam derai menitik

Semua akan hancur porak poranda

Bahkan bisa musnah seketika

Lenyap tiada bersisa


Lalu,

Kenapa selalu bangga  berlimpah harta?

Jikai hartamu bisa musnah tanpa aba-aba

Kenapa masih bisa berjalan penuh kesombongan

Hanya karena kau memiliki jabatan

Jika akhirnya harta dan jabatan hanyalah titipan yang tiada kekal bertahan


Mungkin kau lupa

Bahwa ketika duniamu diisi dengan pesta pora tiada guna

Ketika duniamu diisi dengan penimbunan harta

Ketika duniamu diisi dengan tanpa peduli sesama

Maka kerugian besar berpihak padamu

Penyesalanpun muncul di ujung cerita hidupmu


Mungkin kau lupa atau pura-pura amnesia

Langkat, 04 Mei 2021



Aisyah Jamela bernama lengkap Dra.Hj.Aisyah. Terlahir dari pasangan Alm Bapak H. Ibnu Haidir dan Almh ibu Muzaini S.Pdi. Merupakan Sarjana S1 Fakultas Tarbiyah IAIN Medan Sumatera Utara. 

Penulis buku solo berupa kumpulan puisi yang berjudul “Kumenangis di Bumi Langkat” dan juga beberapa buku antologi  ersama penulis-penulis se-Nusantara yang berjudul : Sepenggal Goresan Garda Terdepan Madrasah, Jalan Terang Guru Pemenang, Di Rumah Aja , The Power Of Kepekso, Mudita Lega, Menyemai Renjana Memendar Senjana, Berpuisi Tanpa Batas, Tilas Sebingkai Desember dan Narasi Bait Waktu,  Edelweis, Japa Lampah dan Setetes Asa di Ranting Aksara, Dari Panca Laku Hingga Webinar dan Kreasi Semaris. 

Bekerja di Yayasan Pendidikan Halimsyah sebagai Kepala Madrasah sekaligus pemilik Yayasan Pendidikan