Atek Muslik Hati
Susuri jalan berliku
Ayahku malam, gelap
Ibuku siang, benderang
Kuterlahir di musim panas
Kala mentari terpungguk
Di atas pena langit
Penuh warna
Aku di beri nama
Penziarah berlumur doa
Tanpa dosa
Karena aku bocah
Merah bau setanggi
Ayahku malam,
Ibuku terang... Memberiku makan seonggok tulang
Tulang belulang saudaraku
Yang mati tertikam amarah
Riuh si fulan haus akan darah; giginya tajam menghujam
Menunggu mangsa
Di sana di sudut asa
Si Fulanah berbaju merah darah, nyalang siap menerkam pula
Meski taringnya hampir patah. Cih...Aku mendecih;benci ku naik kelangit!
Tontonan ini bukan tuntunan
Menyeret luka di bisul penuh nanah, bau amis menguar
Basahi tanah leluhur putih suci, semedikan tanya
Salah siapa? Ini salah siapa?
Duhai tuan dan puan
Sejatinya kita tetap berkawan, bukan?
Karena kau dan aku terlahir di bumi yang sama
Meski ayahku gelap dan ibuku terang, telah teronggok di tanah basah bersimpul kesah
Akankah tanya itu menyimpulkan asa?
Dalam kelindan rasa yang entah...?
Pasrah...!
Praya Lombok 29 Desember2020
Atek Muslik Hati, . Namanya dicatat di Lumbung Puisi sastrawan Indonesia dalam beberapa antologi Bersama nasional. penyair ini tinggal di Ambon.