TEKS SULUH


Sabtu, 01 Juni 2019

Tadarus Puisi III 1440 H / 2019 no. 6-10

6
Muhammad Lefand.

SELAMAT DATANG BULAN RAMADHAN

Rajab mengabarkanmu
Sebelum sya'ban merindu
Kedatanganmu kutunggu

Marhaban ya ramadhan
Semesta raya merayakan
Kedatanganmu telah dinantikan

Seluruh badan berdoa
Berdzikir dengan cinta
Di bulanmu yang penuh cahaya

Seperti pagi dan daun
Hari-hari penuh embun
Senyum-senyum kembali rimbun

Jember, 6 Mei 2019
1 Ramadhan 1440










7.
Pensil Kajoe

WAKTU RAMADHAN

Waktu Ramadhan tigapuluh hari
Seolah lama padahal begitu cepat
Diri sendiri, masih terlalu asik dengan lupa
Meski sedang puasa, tapi nafsu jalan terus

Waktu Ramadhan segera berakhir
Di pengujung baru terasa
Bulan ini benar-benar nikmat
Untuk munajat padaNya

Waktu Ramadhan bukan sekadar puasa
Menahan lapar dan dahaga itu tak aneh
Ada yang lebih lapar dan tak pernah tahu nikmatnya buka
Tajil hanya berupa mimpi

Waktu Ramadhan di mana kita
Asik terus dengan gejolak dosa
Manusia-manusia, jangan jadikan lupa
Sebagai alasan pembenaran ulahmu




Waktu Ramadhan segera berakhir
Ah menyesal kemudian tiada guna
Padahal mungkin ini waktu Ramadhan terakhir.

Tumiyang, 26052019
Pensil Kajoe

BEDUG YANG DITUNGGU

seperti menunggu kekasih datang
berkali-kali melongok detak jam
detiknya terasa berjalan lambat
tak sabar ingin segera bertemu

segala macam makanan terhidang
tertata rapi di meja
sebagai jamuan kekasih yang akan datang
begitukah
begitukah yang kau pahami
suara bedug  begitu merdu
seperti suara kekasih, berbisik
terdengar di telinga
rindumu tertumpah
terlampiaskan.

Tumiyang, 26052019
PENSIL KAJOE, lahir di Banyumas, 27 Januari 1983. Beberapa tulisannya baik cerpen atau puisi pernah dimuat di berbagai koran lokal dan regional. Selain itu puisi-puisinya juga sudah dibukukan menjadi 11 antologi tunggal dan 11 antologi bersama. Saat ini laki-laki berkacamat minus ini menjadi penjaga gawang rubric Banyumasan di Majalah berbahasa jawa, Djaka Lodang, Yogyakarta.
Alamat rumahnya: Jl. Raya Tumiyang No. 13, RT 01 RW 1, Kec. Pekuncen –Kab. Banyumas 53164
Fb: Pensil Kajoe
WA: 0856-4089-6929
IG: Pensil Kajoe
8

Gilang Teguh Pambudi

YANG DITUNGGU WAKTU

siapa yang akan kau datangi
saat rindu memuncaki hati
kecuali yang tercinta saja
yang alamatnya paling surga
kepada siapa kau akan kembali
saat rindu mengenang perjalanan diri
tentu tak perlu membelah hampa dunia
mencari siapa paling rakus kuasa
hidup cuma mendermakan diri
kalau berarti kita bisa mengerti
begitulah guna pertemuan-pertemuan
menyemai keselamatan kesejahteraan
kalau kesetiaan tak ada yang menemui
tenang damailah, sampai ada yang kembali
kita teruskan saja memintal cahaya
menghangati malam
karena setiap jiwa-jiwa terkasih
seluruhnya sudah terpilih
bahkan waktu pun setia menunggu
sampai api asmara berpadu sumbu
tumpah-ruah rasa saudara
harubiru mensyukuri rindu
seluruh hati kasih berkasih
tak ada nyawa yang sia-sia
malaikat-malaikat meminang siang
meminang malam
bulan, bintang, dan matahari disulam
pada luasnya semesta sajadah
Kemayoran, 26 05 2019 Ramadan 1440-H





Catatan: malam hari puisi ini saya tulis. Pagi harinya, di kantor ada yang ngirim puluhan sajadah, spontan saya bersyukur, itu untuk sedekah Ramadan. Subhanallah. Bebinar hati menjadi saksi.





















Gilang Teguh Pambudi

CUMA MENDERMA
anak-anak pada jantung waktu itu
kelak juga mengerti
mengapa hidup mendetak pada takdirnya
mengapa manusia menghiba cinta?
sebab sudah putus kalimatnya
di atas perbukitan
saat Allah kasih sejuk udara
dan kita terang melihat jalan ke utara
cinta saja yang menumbuhkan
akal sehat dan daging perjalanan
rasa tanah dan kepekaan sosial
sampai ke terminal kota dan pasar
ketika keagungan Allah
menjadi syair atau lagu
yang menemani penjual sayur dan ikan
lalu di balik tembok-tembok rumah malam
seorang muda di atas sajadah
selalu menjanjikan keselamatan tetangganya
sampai hidup cuma menderma
dengan menempatkan diri
yang tidak melukai apalagi membunuh
dan dengan segala ada, segala bisa
segala doa
Kemayoran, 27 05 2019 Ramadan, 1440-H
Catatan: puisi ini saya tuntaskan siang hari di bula Ramadan. Semalam ada yang menelpon, "Kiriman sudah sampai ke runah saya, terimakasih banyak". Saya malah jadi merenung, "Ingin rasanya membagi lebaran ribuan jutaan potong, tapi orang lemah mana bisa? Semoga mereka yang kuat dan hebat bisa"

Gilang Teguh Pambudi, lahir di Curug Sewu, Kendal, Jawa Tengah. Tetapi sejak usia anak-anak sudah domisili di Sukabumi, Jawa Barat. Lalu setelah meninggalkan bangku mengajar di kelas, sebagai Orang Radio Indonesia pindah ke Bandung, Purwakarta, dan Jakarta. Penyair yang jurnalis radio di LPS PRSSNI Jawa Barat dan beberapa radio ini juga dikenal sebagai narasumber acara Apresiasi Seni dan Apresiasi Sastra di radio-radio. Menulis di koran sejak kelas 1 SMA/SPG. Puisi-puisinya telah terbit dalam beberapa buku, baik dalam antologi bersama maupun antologi sendiri. Selain aktif sebagai penyelenggara berbagai event seni, juga aktif membina Komunitas Seni Aula Radio, Yayasan Seni Cannadrama, Wisata Sastra, Teater, dan Sanggar Gambar Minggu Anak Berwarna. Putra dari alm. Soetoyo Madyo Saputro yang biasa menyebut dirinya Orang Hutan atau Wong Alas karena bekerja di perkebunan kopi dan cengkeh (Kendal-Sukabumi), dan aktivis dakwah DDII Pusat, Ustajah Hj. Dra. Siti Djalaliyah (Jogja-Jakarta). Ayah dari Nurulita Canna Pambudi (Lita, yang dua kali juara lomba puisi Kuntum Mekar Surat Kabar Pikiran Rakyat) dan Findra Adirama Pambudi (Kevin), buah cintanya dengan Wihelmina Mangkang, wanita Bandung asal Manado. Data diri kepenyairannya juga bisa dibaca dalam buku Apa Dan Siapa Penyair Indonesia yang diterbitkan oleh Yayasan Hari Puisi Indonesia.







9.
Anisah

Rutinitas di Bulan Suci


Gelisahku pada pukul 1 dinihari
Kuterbangun lalu ke belakang
Itu sudah pasti
Lalu tidur lagi sambil memikirkan
Apa yang akan dihidangkan untuk makan sahur
Sesuai rencana di siang hari
Tak perlu tambahan
Biar tidak gelisah lagi
Ayo bangun suamiku
Ayo sahur anak-anakku
Semua terhidang di meja
Sayur oseng menjadi rutinitas
Bacem tahu menjadi hobi
Telur goreng itu yang murah meriah
Teh manis dan panas
itu menjadi penutup sahur kami
Hidup sederhana
Itu yang utama
Biar
Dunia tidak terbalik
            Borobudur, Mei 2019





10.
Dyah Setyawati
MUKENA IBU
lirik mataku terpaku pada jemuran baju tetangga
mukena baru sambut Ramadhan
penuh renda sana-sini
embun mata netes
melihat robek mukena ibu
penuh tambalsulam jahitan tangan
ibu yang sahaja
bening airwudhu
menajam tawadhu
ramadhan ya ramadhan
semoga sampai ke gerbang kemenangan
ibu langitkan doa sembari natap wajah buah tubuhnya
aku cuma bisa menguntit angan
kapan mukena baru bisa terbeli
ibu seribu maafku
lantaran baru bisa menuang ingin
anganku
yang berkelebat
semoga celengan recehku cepat penuh
untuk mengganti mukenamu
bidadari lah kau dimataku ibu
Asahmanah 27/05/2019.