43.
Supi El-Bala
Ku rindu genangan air di
perutmu
Kecipak
mulutmu membangkitkan kejugalan
Dua
musim hujan telah kulewati
Tapi
entahlah hujan bersamamu
Menyimpan
banyak catatan kepenasaran
Malam
ini gemuruh itu mengawani mataku
Terasa
ekor matamu mematai rebahku
Sepi
di tepi hening di kelambu
Rerintik
rintih menyiprat ke jantung
Melengkung...
Dan
bangkit menghapit tubuh
Ringkihkan
malam
Dan
kubanganmu tetap menjadi rindu
Rindu
di saat hujan turun malam
Kresek,
25/01/2017
Supi El-Bala
Balada Rangda Bengsrat*
Siang
itu seperti kilat menerjang hari
Kendang
telinga pengak...
Lamaran
pemuda yang tak kukenal
Diterima
sang rama tanpa tanda tanya
“Aku
tak kenal, bagaimana aku cinta, Ayahanda?”
Jeritan
itu hanya bisa membelah dada dan mengiris hatiku...
Begitu
hari pelaminanku diketuk palu.
***
Hiruk
pikuk selang seling orang menyalamiku
Mengucapkan
selamat kiamat atas seluruh hidupku.
Dan
malam Jahanam itu mulai temaram....
Dengan
sigap kulepas semua dandanan pelaminan
5
menit.
Kakiku
sudah di atas jendela berlari mengejar angin utara
Ku
susuri jalan desa memasuki jalan berkendara
124
menit.
Aku
telah sampai di pinggir pantai memasuki rumah reyot bergeribik lusuh.
Dan
sosok renta yang dulu menjadi tempat keluh kesah lagi-lagi menjadi angel
Simbok.
Ya simbok pengasuh kanakku.
Sosok
ringkih yang dilupakan keluarga besar.
Entahlah...
Dia langsung memeluk dan menangis menumpahkan kerinduan
Seperti
menemukana gendongannya yang lama hilang.
Di
sanalah babak lamaku kembali menjadi buaian.
***
60
hari aku mendiami gubuk itu.
Entah
suamiku, lupa ayah-bundaku, hilang kekasihku,
MELUPAKAN
teman-teman yang komporiku untuk menjadi pemberontak memenuhi ego cinta!
Aku
Heppy di pinggir pantai. Itu saja !
***
Saat
bundaku dengan tersedu datang mengadu
Dengan
segala janji itu ini
Aku
kembali ke rumah besar itu menaiki teras-terasnya yg kaku
Kekasihku
telah menikah pilihan bapaknya !
Suamiku
yang tak sempat menikmati malam pertamaku sudah bahagia dengan istrinya.
Sementara
aku berstatus Janda.
Kata
Sastrawan Sunda: “Aku Rangda Bengsrat !”
Hanya
satu yang diketahui orang yang jelalatan di pinggir jalan
Yang
ku dengar “ada Jahe, Jahe... Janda Herang** !”
Mereka
buta atas kejadian malam saat mereka tertawa,
Saat
bicara asyiknya belah duren. Atau malam berdarah perawan. Di tenda biru
pelaminan.
Mungkin
hembusan isue suami yang sakit hati.
Jadilah
aku wanita tak dicerai berstatus janda masih perawan!
***
Diam
membisu di pertengahan malam
Saat
darah perawan ku tercecer di atas sprei
Lelaki
duda beranak banyak.
Bersama
lelaki yang dulu mengisi hati, yang baru ditinggal istrinya ke alam baka...
*Janda
yang belum diperawani
**Janda
bening: janda yang masih cantik rupawan