TEKS SULUH


Senin, 10 April 2017

Puisi-puisi Karya Supi El Bala di Lumbung Puisi Jilid V



43.
Supi El-Bala

Ku rindu genangan air di perutmu
Kecipak mulutmu membangkitkan kejugalan
Dua musim hujan telah kulewati
Tapi entahlah hujan bersamamu
Menyimpan banyak catatan kepenasaran
Malam ini gemuruh itu mengawani mataku
Terasa ekor matamu mematai rebahku
Sepi di tepi hening di kelambu
Rerintik rintih menyiprat ke jantung
Melengkung...
Dan bangkit menghapit tubuh
Ringkihkan malam
Dan kubanganmu tetap menjadi rindu
Rindu di saat hujan turun malam

Kresek, 25/01/2017














Supi El-Bala
Balada Rangda Bengsrat*

Siang itu seperti kilat menerjang hari
Kendang telinga pengak...
Lamaran pemuda yang tak kukenal
Diterima sang rama tanpa tanda tanya
“Aku tak kenal, bagaimana aku cinta, Ayahanda?”
Jeritan itu hanya bisa membelah dada dan mengiris hatiku...
Begitu hari pelaminanku diketuk palu.
***
Hiruk pikuk selang seling orang menyalamiku
Mengucapkan selamat kiamat atas seluruh hidupku.
Dan malam Jahanam itu mulai temaram....
Dengan sigap kulepas semua dandanan pelaminan
5 menit.
Kakiku sudah di atas jendela berlari mengejar angin utara
Ku susuri jalan desa memasuki jalan berkendara
124 menit.
Aku telah sampai di pinggir pantai memasuki rumah reyot bergeribik lusuh.
Dan sosok renta yang dulu menjadi tempat keluh kesah lagi-lagi menjadi angel
Simbok. Ya simbok pengasuh kanakku.
Sosok ringkih yang dilupakan keluarga besar.
Entahlah... Dia langsung memeluk dan menangis menumpahkan kerinduan
Seperti menemukana gendongannya yang lama hilang.
Di sanalah babak lamaku kembali menjadi buaian.
***
60 hari aku mendiami gubuk itu.
Entah suamiku, lupa ayah-bundaku, hilang kekasihku,
MELUPAKAN teman-teman yang komporiku untuk menjadi pemberontak memenuhi ego cinta!
Aku Heppy di pinggir pantai. Itu saja !
***
Saat bundaku dengan tersedu datang mengadu
Dengan segala janji itu ini
Aku kembali ke rumah besar itu menaiki teras-terasnya yg kaku
Kekasihku telah menikah pilihan bapaknya !
Suamiku yang tak sempat menikmati malam pertamaku sudah bahagia dengan istrinya.
Sementara aku berstatus Janda.
Kata Sastrawan Sunda: “Aku Rangda Bengsrat !”
Hanya satu yang diketahui orang yang jelalatan di pinggir jalan
Yang ku dengar “ada Jahe, Jahe... Janda Herang** !”
Mereka buta atas kejadian malam saat mereka tertawa,
Saat bicara asyiknya belah duren. Atau malam berdarah perawan. Di tenda biru pelaminan.
Mungkin hembusan isue suami yang sakit hati.
Jadilah aku wanita tak dicerai berstatus janda masih perawan!
***
Diam membisu di pertengahan malam
Saat darah perawan ku tercecer di atas sprei
Lelaki duda beranak banyak.
Bersama lelaki yang dulu mengisi hati, yang baru ditinggal istrinya ke alam baka...

*Janda yang belum diperawani
**Janda bening: janda yang masih cantik rupawan