Rachmad
Basuni
Aku
Gundikmu
Dalam bilik
sepi Aku merenung,
tepat di
depanku sebuah meja rias terpampang,
dengan aneka
rupa bedak dan gincu,
juga maskara
yang mengharuskanku bersolek rindu,
padahal Aku
tak ingin melakukannya,
Aku sudah
lelah bersembunyi,
pada topeng
rias ini Aku menangis,
bibirku
nampak merekah,
walaupun Aku
sedang murung,
Aku
dipaksanya tersenyum,
tok ! tok !
suara pintu
diketuk,
membuyarkan
lamunanku,
seorang
berwajah Barat nampak tak asing,
di depanku Ia berdiri,
Ia hanya
berkata dengan sedikit tegas,
"bolehkah
Aku masuk ?"
Aku
tak sempat merapikan diri,
hanya sehelai jarik menutup
tubuhku,
dari dada
hingga atas lutut,
Aku gugup
sementara Aku tertegun melihatnya,
lirih Aku
berkata,
"masuklah"
tiada kursi
yang dapat Aku persilahkan,
untuk Ia
duduk dan menceritakan maksud kedatangannya,
tiada
hidangan yang bisa Aku sajikan,
kecuali hanya
air putih dari kendi yang kapanpun bisa pecah,
"maaf",
kataku,
untuk
mengungkapkan kegelisahanku,
Ia berjalan
mendekat,
sepersekian senti
dadanya berada di depan mukaku,
tangannya
bergerak,
memegang
pundakku,
Aku
dipaksanya mendongak memandanginya,
supaya
Ia bisa menunduk melihat wajahku,
beberapa
detik kita saling beradu pandang,
tak
lama bibirnya mengisyaratkan kata,
membentuk
kalimat,
permintaan
maafnya,
"Aku
hanya pegawai rendahan,
dari
sebuah rezim Hindia Belanda,
bagi
kaumku,
Kau
hanya kesenangan,
bagiku,
Kau adalah istriku"
"maafkan
Aku,
Aku
dipulangkan ke Negeriku,
Belanda,
Aku tak bisa
membawamu serta,
karena Kau
hanyalah gundik ku,
kini Aku
kembali",
mataku
tergenang,
tangisku
hampir pecah,
dalam hatiku,
"kata mu
Aku adalah istrimu,
tapi Aku
hanya gundik mu,"
Plesungan, 6 maret 2017