adalah majalah sastra net bagi rakyat Indonesia yang memerlukan sastra sebagai bagian kehidupan indah di Indonesia. Untuk segala umur pecinta sastra di Tanah Air. Pendiri Agus Warsono (Rg Bagus Warsono/Masagus) didirikan 2 Januari 2011, Redaksi Alamanda Merah 6 Citra Dharma Ayu Margadadi, Redaktur sastra Agus Warsono, Koresponden Rusiano Oktoral Firmansyah (Jakarta), Abdurachman M(Yogyakarya).
TEKS SULUH
Kamis, 10 Maret 2022
Kucing Kampung Tak Menyesal
Begitu datang kucing anggora yang lucu, kucing kampung itu dibuang di sebrang sungai yang tak bisa kembali ke rumah. Kata kucing kampung yang budiman dan tidak dendam itu berujar: "Semoga aku menemukan jodoh baru dan menurunkan anak-anak yang lucu-lucu agar seperti kucing anggora pengganti dirinya di rumah bekas majikanku, agar tak seperti aku nasibnya".
Ikrar sastrawan Indonesia
1). Berkarya untuk menjaga keutuhan NKRI
2). Berideologi Pancasila.
3). Menghormati budaya nusantara serta kearifan lokal.
4). Berkarya untuk Mencerdaskan Bangsa.
5). Menjalin Kebersamaan sesama Sastrawan.
6). Menghargai karya sesama sastrawan
7). Mengecam Plagiasi.
8). Menggelorakan Literasi di Masyarakat.
Ini kata-kata puistis berbau sex yang bisa dibuat puisi, teruskan untuk dijadikan inventaris pelajaran:
belai
cumbu
diraba
digoyang
terbuai
birahi
nafsu
remas
melumat
cium
desah
mulus
peluk
dekap
gerayang
binal
ngos-ngosan
liar
telanjang
kecup
terlentang
geli
menggeliat
dengus
susur
tindih
Jilat
oohhh
gelinjang
rayu
sensual
kulum
muncrat
crot
menggigit
auhhh
Telungkup
Sintal
Turunkan Hasratmu maka hidupmu kau temukan.
Bangga itu boleh untuk memacu semangat, kemudian diturunkan dengan rasa syukur, utuk melihat orang lain di bawah kebanggaan itu, setelah mampu memiliki rasa syukur turunkan lagi dengan miliki rasa peduli agar rasa syukur itu memiliki bukti implementasi, kemudian diturunkan lagi dengan peran menjadi orang yang berkedudukan sangat rendah (belajar merasai menjadi orang kecil) setelah ini bisa lakukan maka hidupmu kau temukan. (rg bagus warsono)
Jumat, 11 Februari 2022
Bangsa Indonesia adalah yang merasai Indonesia sampai pada sudut kecil budaya nusantara.
Waktu aku masih kecil (1970-an) ibuku bernyanyi untuk aku kakak dan adik menjelang tidur, masih ingat dan sampai hafal sampai sekarang, ibuku menyanyi apose, cik-cik periuk, ayam den lapeh, kole-kole , injit-injit semut , potong bebek angsa, yamko rambe yamko dsb padahal ibuku suku Jawa. Betapa Bangsa Indonesia telah disatukan budaya bangsa. Bangsa Indonesia adalah yang merasai Indonesia sampai pada sudut kecil budaya nusantara.
Dulu rakyat kecil merasakan nikmatnya naik kereta api dengan murah
Rasa nasionalisme itu mudah, sudah tertuang di UUD 1945. Salah-satunya yaitu tali antar suku. Yaitu merasakan apa-apa milik negara seperti BUMN yang harus dinikmati seluruh rakyat, meskipun hanya subsidi untuk rakyat semua dengan adil. Dulu rakyat kecil merasakan nikmatnya naik kereta api dengan murah, pemerintah memberikan PJKA dan PELNI sebagai BUMN untuk rakyat. Tak ada kata rugi. Kini naik KA seperti naik pesawat terbang, rakyat kecil mendekat stasiun saja seperti tidak boleh. Padahal itu milik rakyat, perusahaan yang direbut atas pengorbanan rakyat.
Agar antar Propinsi antar daerah suku bangsa itu ada tali kebanggaan. Alat pemersatu bangsa. (Rg Bagus Warsono, sastrawan)
Putra putri keturunan transmigran pasti nasionalis
Contoh lainnya jiwa nasionalisme itu transmigrasi. Putra putri keturunan transmigran pasti nasionalis dan mencintai negara ini. Mereka yang dari Jawa menikmati tanah Sumatra yang juga milik negara Indonesia. Orang Sumatera juga menyadari pulaunya milik Indonesia. Tak ada orang sumatra protes tanahnya diberikan pada orang jawa, karena masih satu saudara. Ratusan ribu transmigran datang dan menempati jutaan hektare tanah Sumatera tak menjadi masalah karena orang Sumatera memiliki jiwa nasionalisme. Begitu juga orang-orang transmigran itu memikili jiwa nasionalis bahwa Jawa dan Sumatera sama saja milik Indonesia. Maka mereka mau ikut program itu, utuk memperbaiki kesulitan ekonomi keluarga dan memiliki tanah tempat bernaung. (Rg Bagus Warsono, sastrawan)
Rasa nasionalis itu ditunjukan oleh Sepakbola
Dulu ada Gelar Juara Perserikatan. Club-club sepakbola atas nama daerah itu dipelihara oleh Pemda. Setiap tahun diselenggarakan kompetisi untuk merebut juara Perserikatan. PSSI berperan sebagai alat pemersatu, dan perekat jiwa nasionalis. Tak ada keributan atau kasus besar antar suku bangsa justru bintang-bintang sepakbola itu menjadi idola suku lain. Meski club sepakbola daerah kami tersisih di turnamen, tetapi mengidolakan juga pemain daerah lain. Meski penulis tak mengenal jauh tentang sepak bola, tetapi membanggakan pemain-pemain dari daerah lain. Meski orang Jawa masih ingat pemain-pemain daerah lain seperti Iwan Karo. Karo, Buyung Ismu, purnomo, Robi Darwis dll.
Pendek kata Persatuan Sepak bola yg mencerminkan sebuah daerah di pelihara oleh pemda dan sponsor perusahaan yang terdapat di daerah itu. Kemudian pada saat final di Istora Senayan semua masyarakat tertuju pada final sepakbola itu. (Rg bagus warsono, sastrawan)