Wadie Maharief
Lima Ekor Merpati Menembus Mendung
Lima ekor merpati menembus mendung
Langit bagai neon sepuluh watt
Cahayanya menguban rambut
di kepala nenek tua
Berjalan di tepi belukar kering
Dunia makin sempit
dan kekurangan oksigen
Lima ekor merpati melesat
Lubang ozon mencairkan es di kutub
Tujuh lapis langit terluka
Lima ekor merpati kehilangan sayap
Jatuh di pulau-pulau terbakar
Api cintamu yang berkobar
------------------ Yogya, 27 Januari 2014
Rindu Sepuntung Rokok
Sepuntung rokok membakar dadamu
di ruang tamu yang pengap
Asapnya melayang-layang mencari bayang
tentang kekasihmu yang jalang
Jarimu mengetuk-ngetuk meja
Mengikuti irama musik jazz
Membuat abu bertebaran di lantai
Lengking saxopon meluapkan birahi malam
Sepuntung rokok lengket di bibirmu
Matamu makin sipit dalam samar
Mengikuti asap terbang langlang
Tak juga tuntas kau teguk kerinduan
------------------ Yogya, 3 Februari 2014
Sayang, Menarilah
Ketika matahari merangkaki pagi
Kau pun menyusul, meluncur bagai penari
naik ke panggung
Tanganmu melenggak-lenggok
Gemulai dengan gemerincing gelang tembaga
Selendang merah melilit di pinggang
Mahkota tiara bergoyang-goyang
Wahai, menarilah engkau pujaanku
Langkahmu seirama dengan simfoni alam
Membuatku terpaku kaku
Nyanyian matahari menggema dari langit
Dibawa angin dari bukit-bukit paling sunyi
Kau ikuti dengan langkah merangkai mimpi
Sayang, terus, teruslah menari
Gemerincing gelangmu membangkitkan gairahku
-------------------- Yogya, 10 Februari 2014
Perempuan di jendela pagi
Perempuan di jendela pagi
Menatap wajah rindunya di bingkai cahaya
Baru saja dia simpan mimpinya
dalam lipatan selimut
Ketika matahari memecah embun
Bunga-bunga tersipu
Jejak-jejak di taman menari
Mimpi itu sudah pindah ke beranda
:Kau! katanya
Perempuan di jendela pagi
Tertegun, mimpinya pergi bersama hujan
Sebelum musim yang lain tiba....
------------------- Yogya, 2 Maret 2014
Tentang penulis: Wadie Maharief, lahir 13 Maret 1955 di Prabumulih, Sumsel. Menulis puisi, cerpen dan essei sejak 1975, dan banyak dimuat di suratkabar Kedaualatan Rakyat, Pelopor Yogya, Minggu Pagi, Bernas, Semangat da Koran Merapi di Yogyakarta, kemudian di Sinar Harapan, Suara Karya, Buana Minggu, Simponi dan lain-lain di Jakarta. Menjadi wartawan sejak 1976, pernah menjadi wartawan di Kedaualatan Rakyat, Yogya Pos dan beberapa tabloid lainnya. Sejumlah puisinya ikut dalam beberapa antologi bersama.
Lima Ekor Merpati Menembus Mendung
Lima ekor merpati menembus mendung
Langit bagai neon sepuluh watt
Cahayanya menguban rambut
di kepala nenek tua
Berjalan di tepi belukar kering
Dunia makin sempit
dan kekurangan oksigen
Lima ekor merpati melesat
Lubang ozon mencairkan es di kutub
Tujuh lapis langit terluka
Lima ekor merpati kehilangan sayap
Jatuh di pulau-pulau terbakar
Api cintamu yang berkobar
------------------ Yogya, 27 Januari 2014
Rindu Sepuntung Rokok
Sepuntung rokok membakar dadamu
di ruang tamu yang pengap
Asapnya melayang-layang mencari bayang
tentang kekasihmu yang jalang
Jarimu mengetuk-ngetuk meja
Mengikuti irama musik jazz
Membuat abu bertebaran di lantai
Lengking saxopon meluapkan birahi malam
Sepuntung rokok lengket di bibirmu
Matamu makin sipit dalam samar
Mengikuti asap terbang langlang
Tak juga tuntas kau teguk kerinduan
------------------ Yogya, 3 Februari 2014
Sayang, Menarilah
Ketika matahari merangkaki pagi
Kau pun menyusul, meluncur bagai penari
naik ke panggung
Tanganmu melenggak-lenggok
Gemulai dengan gemerincing gelang tembaga
Selendang merah melilit di pinggang
Mahkota tiara bergoyang-goyang
Wahai, menarilah engkau pujaanku
Langkahmu seirama dengan simfoni alam
Membuatku terpaku kaku
Nyanyian matahari menggema dari langit
Dibawa angin dari bukit-bukit paling sunyi
Kau ikuti dengan langkah merangkai mimpi
Sayang, terus, teruslah menari
Gemerincing gelangmu membangkitkan gairahku
-------------------- Yogya, 10 Februari 2014
Perempuan di jendela pagi
Perempuan di jendela pagi
Menatap wajah rindunya di bingkai cahaya
Baru saja dia simpan mimpinya
dalam lipatan selimut
Ketika matahari memecah embun
Bunga-bunga tersipu
Jejak-jejak di taman menari
Mimpi itu sudah pindah ke beranda
:Kau! katanya
Perempuan di jendela pagi
Tertegun, mimpinya pergi bersama hujan
Sebelum musim yang lain tiba....
------------------- Yogya, 2 Maret 2014
Tentang penulis: Wadie Maharief, lahir 13 Maret 1955 di Prabumulih, Sumsel. Menulis puisi, cerpen dan essei sejak 1975, dan banyak dimuat di suratkabar Kedaualatan Rakyat, Pelopor Yogya, Minggu Pagi, Bernas, Semangat da Koran Merapi di Yogyakarta, kemudian di Sinar Harapan, Suara Karya, Buana Minggu, Simponi dan lain-lain di Jakarta. Menjadi wartawan sejak 1976, pernah menjadi wartawan di Kedaualatan Rakyat, Yogya Pos dan beberapa tabloid lainnya. Sejumlah puisinya ikut dalam beberapa antologi bersama.