TEKS SULUH


Jumat, 10 April 2015

Apa Kata Penyair Hasan Bisri BFC tentang Lumbung Puisi Jilid III



Hasan Bisri BFC
Adakah yang lebih menarik dari lekuk dada perempuan sehabis mandi di sungai? Ataukah betis kaki yang menyerupai ranum batang padi yang menyembul dari kain batik? Ataukah bulir keringat yang mengalir dari pipi dan meleleh hingga ke jenjang  leher putih?
Adakah yang lebih mengundang simpati dari keramahan, ketekunan dan ketabahan perempuan yang menjaring matahari di sawah-ladang dan pasar setiap pagi? Atau yang menyunggi harapan dan cita-cita di kepalanya karena fitrah sebagai manusia yang tak bisa dielakinya? Atau perempuan yang kehilangan sebagian peran suami sehingga di lengannya bergayut beban kerja bagi buah hati?
Perempuan desa, ia sebagai personal ataupun makhluk sosial senantiasa menjadi sumber inspirasi dan obyek puisi yang tak habis-habisnya. Apalagi dalam perspektif kekinian: peran perempuan gampang bergeser, atau bahkan keluar dari jalur yang sudah berakar. Dari sektor domestik ke sektor publik. Adakah itu sebuah kesadaran ataukah hasil dari keterpaksaan? Maka  kita akan segera membaca: bondongan perempuan urban. Ramai-ramai menjadi tki. Tak malu-malu merambah dunia prostitusi. Tak heran menjadi perempuan di simpang jalan: perempuan desa yang berubah penampilan menjadi perempuan kota.
Maka, betapa penting dan mendesak, ketika panitia Himpunan Masyarakat Gemar Membaca Indonesiaa mengusung tema “Perempuan Desa”. Ia akan menjadi semacam deteksi atau bahkan peringatan dini, sejauh mana kiprah sosial perempuan desa kiwari. Fenomena yang patut disukuri ataukah justru harus diwaspadai! Wallaahu a’lam bishshowab
Jakarta, 10 April 2015