adalah majalah sastra net bagi rakyat Indonesia yang memerlukan sastra sebagai bagian kehidupan indah di Indonesia. Untuk segala umur pecinta sastra di Tanah Air. Pendiri Agus Warsono (Rg Bagus Warsono/Masagus) didirikan 2 Januari 2011, Redaksi Alamanda Merah 6 Citra Dharma Ayu Margadadi, Redaktur sastra Agus Warsono, Koresponden Rusiano Oktoral Firmansyah (Jakarta), Abdurachman M(Yogyakarya).
TEKS SULUH
Rabu, 25 Desember 2013
Selasa, 24 Desember 2013
DISKUSI NASIB SASTRAWAN 2014
foto Dwi Klik Santosa
Diskusi Sastrawan Indonesia tidak hanya tentang tulis menulis, namun juga memcahkan masalah nasib sastrawan Indonesia. Seperti yang diketengahkan sastrawan asal Indramayu , Rg Bagus Warsono, dalam Temu Karya Sastrawan Nusantara 21-23 Desember lalu di Tangerang. Nasib sastrawan sangat kurang diperhatikan pemerintah, padahal sastra merupakan sesuatu yang sangat penting dalam sebuah negara. Ia bukan hanya memberikan bacaan wacana semata namun sastra juga memberikan ruh jiwa bangsa ini sebab satra tidak pernah mengajarkan pada bangsa sesuatu yang kotor, justru sastra selalu memberikan suara kepribadian bangsa yang luhur, budaya luhur dan cinta Tanah Air.
Dalam diskusi itu, nasib sastrawan diperlukan keberanian untuk dapat memperoleh jobnya yang khusus yakni menulis buku-buku sastra. Kesadaran ini diperlukan berkenaan dengan Kementrian Pendidikan Nasional telah menyediakan prosentasenya anggaran pembelian buku dari anggran pendidikan yang telah ditetapkan. Namun ada yang perlu diperjelas tentang anggran pembelian buku ini kepada masyarakat termasuk para sastrawan. Berapa prosen pada tiap jenis dan jenjangnya serta siapa pelaksana penguna anggran itu, apakah APBD kabupaten/kota, APBD propinsi, atau APBD Pusat. Dan mengharapkan pemerintah memberikan keterangan jelas berapa buku fiksi yang diperlukan sehingga sastrawan Indonesia bisa hidup.
(rg.bagus warsono 24-12-2013)
Diskusi Sastrawan Indonesia tidak hanya tentang tulis menulis, namun juga memcahkan masalah nasib sastrawan Indonesia. Seperti yang diketengahkan sastrawan asal Indramayu , Rg Bagus Warsono, dalam Temu Karya Sastrawan Nusantara 21-23 Desember lalu di Tangerang. Nasib sastrawan sangat kurang diperhatikan pemerintah, padahal sastra merupakan sesuatu yang sangat penting dalam sebuah negara. Ia bukan hanya memberikan bacaan wacana semata namun sastra juga memberikan ruh jiwa bangsa ini sebab satra tidak pernah mengajarkan pada bangsa sesuatu yang kotor, justru sastra selalu memberikan suara kepribadian bangsa yang luhur, budaya luhur dan cinta Tanah Air.
Dalam diskusi itu, nasib sastrawan diperlukan keberanian untuk dapat memperoleh jobnya yang khusus yakni menulis buku-buku sastra. Kesadaran ini diperlukan berkenaan dengan Kementrian Pendidikan Nasional telah menyediakan prosentasenya anggaran pembelian buku dari anggran pendidikan yang telah ditetapkan. Namun ada yang perlu diperjelas tentang anggran pembelian buku ini kepada masyarakat termasuk para sastrawan. Berapa prosen pada tiap jenis dan jenjangnya serta siapa pelaksana penguna anggran itu, apakah APBD kabupaten/kota, APBD propinsi, atau APBD Pusat. Dan mengharapkan pemerintah memberikan keterangan jelas berapa buku fiksi yang diperlukan sehingga sastrawan Indonesia bisa hidup.
(rg.bagus warsono 24-12-2013)
Minggu, 22 Desember 2013
'Dialog Calon Arang dan Bagawat Barada' karya Raka Mahendra meriahkan peluncuran buku kumpulan puisi Sastrawan Nusantara "Bunga Rampai Puisi dan Kreasi Cerita rakyat" pada Temu Karya Sastrawan Nusantara 2013.
Raka Mahendra dramawan asal pulau Dewata yang kini menetap di Jakarta kembali menggebrak seni teater Indonesia yang mulai lesu di Tanah Air. Lewat " Dialog Calon Arang dan Bagawat Barada" , Raka yang kerap mempertahankan dan mempopulairkan seni klasik Bali di Jakarta menuturkan pada pagelaran berdururasi 3o menit akan nilai sastra dalam cerita Calon Arang . Menurutnya ada sepenggal tutur dialog kisah Calon Arang yang berisi pentingnya sastra bagi kehidupan.
Dengan dibantu oleh Putu Swatini, I Wayan, dan Ketut, Raka Mahendra mampu memberikan suguhan yang terbaik dalam acara Temu Karya Sastrawan Nusantara 2013 yang diselenggrakan di Tangerang pada 21-23 Desember 2013 .
RATNA M ROHIMAS BINTANG SASTRAWAN PADA TEMU KARYA SASTRAWAN NUSANTARA 2013 .
RATNA M ROHIMAS BINTANG SASTRAWAN PADA TEMU KARYA SASTRAWAN NUSANTARA 2013 . Ratna tampil paling memukau penonton, dengan 'Asmarandana'-nya.
Sastrawan langsing nan cantik ini bak menghipnotis penonton ketika tampil membacakan puisi. Ratna yang berasal dari kebun Sastra Bandung ini adalah penyair sekaligus seniman panggung yang telah menekuni bidangnya sejak tahun 1997. Ia dikenal sebagai perempuan multi talenta.
Sastrawan Indramayu, Rg Bagus warsono wakili Indramayu dalam Temu Karya sastrawan Nusantara Tangerang 2013
Sastrawan Indramayu Rg Bagus warsono (Agus Warsono, SPd.MSi) pengasuh sanggar satra Meronte Jaring Indramayu mewakili Sastrawan Indramayu dalam Temu sastrawan Nusantara yang akan diselenggarakan di Tangerang , Banten, 21-23 desember ini. Rg Bagus Warsono mewakili sastrawan Indramayu tersebut berkenaan dengan karya sastranyanya tyermasuk dalam Antologi Bunga Rampai Sastrawan Nusantara yang diterbitkan/diselenggarakan oleh dewan Kesenian Kabupaten Tangerang yang bekerjasama dengan Disporabudpar Kabupaten Tangerang.
Rabu, 11 Desember 2013
UNDANGAN BERGABUNG DALAM ANTOLOGI PUISI “120 PUISI PENYAIR BOGOR”
Dengan bangga Komunitas Pasar Sastra Leuwiliang (KPSL) mengajak dan mengundang para penyair Bogor untuk bergabung dalam penyusunan sebuah buku antologi puisi “120 Puisi Penyair Bogor” dan sekaligus memperingati 1 tahun KPSL berdiri. Antologi ini direncanakan terbit pada April 2014 bertepatan dengan Bulan Sastra.
- Syarat dan Ketentuan:
1. Siapa saja, segala usia, pria/wanita, berdomisili di Bogor Raya.
2. Setiap penyair dipersilakan mengirim hanya 5 naskah puisi, puisi akan diseleksi oleh kurator (sastrawan Indonesia: Mugya Syahreza Santosa).
3. Tema puisi: “Bogor, Budaya, dan Cinta”.
4. Puisi harus ditulis dengan Bahasa Indonesia, karya asli buatan sendiri, terbaru, belum pernah dimuat dalam media apapun, belum pernah diterbitkan, dan tidak sedang diikutkan dalam lomba.
5. Saat dikirim, puisi dalam bentuk lampiran (attachment) bukan ditulis di badan email. Serta harus dilengkapi dengan biodata penyair: Nama, Tempat Tanggal Lahir, Alamat Lengkap, No Telp, Akun FB, Twitter.
6. Sertakan juga file foto diri close-up terbaru.
7. Puisi dikirim ke email: office.kpsl@yahoo.com atau office.kpsl@gmail.com, paling lambat sudah harus diterima pada 1 Februari 2014 pukul 23:50 WIB.
8. Email harus menggunakan Subjek: Puisi Antologi Bogor– [nama penyair].
Contoh: Puisi Antologi Bogor– Alanwari.
9. Untuk kepentingan update informasi tentang 120 PPB, Anda harus bergabung di Fans page FB (https://www.facebook.com//pasarsastraleuwiliang)
- Apresiasi:
1. Puisi yang lolos seleksi oleh dewan kurator, akan diterbitkan dalam buku Antologi 120 Puisi Penyair Bogor.
2. Penyair yang mengirimkan karyanya akan secara otomatis menjadi anggota dari Komunitas Pasar Sastra Leuwiliang (KPSL).
3. Mengingat penerbitan buku ini tidak untuk keperluan komersial dan karena akan diterbitkan secara Indie, para penyair yang karyanya dimuat tidak memperoleh honorarium/royalti. Namun akan diberi apresiasi khusus berupa 1 (satu) buku sebagai bukti dan akan diundang pada saat launching buku 120 Puisi Penyair Bogor.
- Lain-lain:
Segala pertanyaan mengenai 120 Puisi Penyair Bogor silakan dilayangkan ke:
1. Facebook : https://www.facebook.com/pasarsastraleuwiliang atau Yuna Zahrotunnisa.
2. Twitter : @kpsl_bobar / @anugrahpena (Betta Anugrah Setiani)
3. Blog : berandapasarsastra.blogspot.com
4. Ponsel : Yuna Zahrotunnisa (0858-9086-4135)
Fahmi Reza (0897-976-1088)
PJ.: Betta Anugrah Setiani
Salam hormat, salam jabat sastra!
Penyelenggara:
Selasa, 10 Desember 2013
Wahyu Cipta: Membakar Sampah Mie Instan
Wahyu Cipta:
Membakar Sampah Mie Instan
Di tempat kami berdiri
Ratusan pabrik dan ribuan orang Bekasi
Menjadi ibu kost bagi buruh Indonesia
Lalu macet sore hari jelang mesin pabrik
berhenti
Di tempat kami berdiri corong pabrik berasap dan suara mesin
Yang dijaga satpam pembela majikan
Lalu kami melihat kesengsaraan buruh pabrik dengan keringat air mata
Memohon sewa kost ditunda
Karena gaji tak kunjung tiba
Dan mie instan mulai menipis
Di tempat kami berdiri
Berbondong-bondong manusia,
Teriak ribuan spanduk menutup papan nama jalan
Menuntut keadilan majikan
Di tempat kami berdiri
Corong pabrik menjulang dan asap tebal
Membakar sampah mie instan
Cikarang 2010
Membakar Sampah Mie Instan
Di tempat kami berdiri
Ratusan pabrik dan ribuan orang Bekasi
Menjadi ibu kost bagi buruh Indonesia
Lalu macet sore hari jelang mesin pabrik
berhenti
Di tempat kami berdiri corong pabrik berasap dan suara mesin
Yang dijaga satpam pembela majikan
Lalu kami melihat kesengsaraan buruh pabrik dengan keringat air mata
Memohon sewa kost ditunda
Karena gaji tak kunjung tiba
Dan mie instan mulai menipis
Di tempat kami berdiri
Berbondong-bondong manusia,
Teriak ribuan spanduk menutup papan nama jalan
Menuntut keadilan majikan
Di tempat kami berdiri
Corong pabrik menjulang dan asap tebal
Membakar sampah mie instan
Cikarang 2010
Wahyu Cipta, perempuan penyair asal Cikarang ini memulai menulis sejak anak-anak dan
gemar membaca, menulis puisi untuk murid-muridnya yang dibacakannya di depan
kelas, tinggal di Cikarang Bekasi.
Jumat, 06 Desember 2013
semua pamong pakai lencana karya hartati
Hartati
semua pamong pakai lencana
kantor pemerintahanku
kursi tamu dan senyum satpam
panggilan meja satu
bertumpuk map menutupi daun meja kaca
perlu apa?
cepat aku tandatangani
kalau ibu cepat
kami juga cepat
ibu menolak hanya sampai meja satu
dan kembali di ruang tunggu
kawan sesama langsung meja lima
keluar masuk dari pintu ruang tanpa panggilan
pelayanan cepat selesai
ibu menunggu
masih ada pamong jujur di kantor ini
tapi dia cuti hari ini
Kantor pemerintahanku
layar monitor di meja menyajikan data
hanya ada pesuruh
maaf hari ini bapak dinas luar
besok pagi boleh ibu kembali
kantor pemerintahanku
bendera berkibar
paman nama berukuran besar
agar rakyat mudah menemukan
pelayanan semakin cepat
kalau ibu cepat
kantor pemerintahanku
ada ramai dan sepi
ramai bukan banyak layanan
sepi bukan hari libur
di kantor pemerintahan
semua pamong pakai lencana
meniru pucuk pimpinan
semua pamong pakai lencana
kantor pemerintahanku
kursi tamu dan senyum satpam
panggilan meja satu
bertumpuk map menutupi daun meja kaca
perlu apa?
cepat aku tandatangani
kalau ibu cepat
kami juga cepat
ibu menolak hanya sampai meja satu
dan kembali di ruang tunggu
kawan sesama langsung meja lima
keluar masuk dari pintu ruang tanpa panggilan
pelayanan cepat selesai
ibu menunggu
masih ada pamong jujur di kantor ini
tapi dia cuti hari ini
Kantor pemerintahanku
layar monitor di meja menyajikan data
hanya ada pesuruh
maaf hari ini bapak dinas luar
besok pagi boleh ibu kembali
kantor pemerintahanku
bendera berkibar
paman nama berukuran besar
agar rakyat mudah menemukan
pelayanan semakin cepat
kalau ibu cepat
kantor pemerintahanku
ada ramai dan sepi
ramai bukan banyak layanan
sepi bukan hari libur
di kantor pemerintahan
semua pamong pakai lencana
meniru pucuk pimpinan
Rabu, 04 Desember 2013
Suatu hari di Kantor Pos Besar
Tasinah
Suatu hari di Kantor Pos Besar
Hari ini perangko habis
Kilat dan tercatat
Atau khusus kiriman luar negeri
Ada juga paket
Per ons
Senyum pagi salam satpam dipintu
Dan gaya pak pos mengetok stempel tanggal
Kilat dan tercatat
Ribuan orang berkumpul di halaman
Menerjang masuk kantor pos besar
Lalu melompat pagar
Satu-satu mereka dipanggil , senyum si miskin dalam desakan
Kilat dan tercatat
Terik mulai membakar keringat
Apalagi panggilan belum kurun tiba
Haus menelan air liur belaka
Nama tak ada dalam data
Nenek-nenek itu pingsan seketika
Kilat dan tercatat
Kakek melompat pagar antrian
Menyerbu petugas dalam kepanikan
Per ons akan ditimbang
Untuk kiriman paket khusus reformasi kita
Lalu pak pos pun mengetok palu stempel dengan irama rock
Memang hari ini perangko habis.
Indramayu , 2008
Suatu hari di Kantor Pos Besar
Hari ini perangko habis
Kilat dan tercatat
Atau khusus kiriman luar negeri
Ada juga paket
Per ons
Senyum pagi salam satpam dipintu
Dan gaya pak pos mengetok stempel tanggal
Kilat dan tercatat
Ribuan orang berkumpul di halaman
Menerjang masuk kantor pos besar
Lalu melompat pagar
Satu-satu mereka dipanggil , senyum si miskin dalam desakan
Kilat dan tercatat
Terik mulai membakar keringat
Apalagi panggilan belum kurun tiba
Haus menelan air liur belaka
Nama tak ada dalam data
Nenek-nenek itu pingsan seketika
Kilat dan tercatat
Kakek melompat pagar antrian
Menyerbu petugas dalam kepanikan
Per ons akan ditimbang
Untuk kiriman paket khusus reformasi kita
Lalu pak pos pun mengetok palu stempel dengan irama rock
Memang hari ini perangko habis.
Indramayu , 2008
Tasinah lahir di Indramayu 7 Oktober 1966, menulis
puisi juga puisi anak , ceren anak. Sambil menjadi guru sekolah dasar di
Indramayu.
Minggu, 01 Desember 2013
PUISI MENOLAK KORUPSI Jilid 3, Pelajar Indonesia
Penerbitan Buku
Kumpulan PUISI MENOLAK KORUPSI Jilid 3, Pelajar Indonesia
Salam,
Mencermati berbagai informasi serta menyerap banyak respon menyoal Gerakan PUISI MENOLAK KORUPSI (PMK) utamanya dari kalangan pelajar, kami berencana menerbitkan Buku Kumpulan PMK Jilid 3 yang memuat karya para pelajar dari seluruh pelosok Indonesia.
Penerbitan tersebut mendesak dilakukan sebab makin maraknya tindak korupsi (hingga kasus-kasus terkini), di samping karena korupsi tidak bisa dihentikan dalam waktu singkat serta cenderung membutuhkan perjuangan yang lama dan panjang. Dari sudut pandang inilah pelajar sebagai generasi masa depan memiliki peran penting dan mendasar dalam membangun perikehidupan berbangsa & bernegara yang lebih bermartabat di jaman mendatang.
Proses penerbitan PMK Jilid 3 tersebut akan mengutamakan azas kemandirian berdasar manajemen yang transparan, guna mengawal fungsi & kedudukan puisi (karya sastra) sebagai pembangun watak dan moral manusia ke arah kehidupan yang lebih beradab dan berkebudayaan.
Penerbitan tersebut bersifat nirlaba, tanpa biaya dan terbuka bagi siapa pun yang berstatus Pelajar Indonesia dari tingkat SD, SMP, SMA, dan yang sederajat. Oleh karena itu kami memohon dukungan konkret kawan-kawan pelajar untuk mengirimkan puisi dengan syarat:
1. Puisi adalah karya asli, bukan jiplakan atau saduran (dikuatkan dengan surat pernyataan).
2. Puisi bertema korupsi, ditulis dalam gaya bebas (sesuai ekspresi masing-masing penulisnya).
3. Setiap pelajar diperbolehkan mengirimkan lebih dari 1 judul puisi.
4. Puisi disertai data diri, alamat (rumah & sekolah), copy kartu pelajar serta foto close up dikirim ke:
email: sosiawan.leak@yahoo.com
atau inbox FB: Leak Sosiawan
atau alamat: Sosiawan Leak, Jl. Pelangi Utara III, No 1, Perumnas Mojosongo, Solo 57127.
5. Puisi berikut perlengkapannya dapat dikirim sejak 1 Desember 2013 hingga 1 Pebruari 2014.
6. Puisi yang masuk akan diseleksi secara obyektif, serta diterbitkan pada 31 Maret 2014.
7. Pelajar yang puisinya lolos seleksi akan mendapatkan Buku Kumpulan PMK Jilid 3 masing-masing 2 eksemplar secara cuma-cuma.
8. Setelah perencanaan matang, Buku Kumpulan PMK Jilid 3 tersebut akan di launching secara mandiri & nirlaba di sejumlah kota di Indonesia dengan melibatkan penulisnya.
9. Ketentuan lain yang belum tercantum dalam edaran ini dapat dikomunikasikan langsung kepada kami.
Terima kasih, kami tunggu respon kawan-kawan pelajar. Semoga tuhan selalu melindungi kita.
Salam hangat, doa kuat!
Sosiawan Leak
(Koordinator Gerakan Puisi Menolak Korupsi)
Kumpulan PUISI MENOLAK KORUPSI Jilid 3, Pelajar Indonesia
Salam,
Mencermati berbagai informasi serta menyerap banyak respon menyoal Gerakan PUISI MENOLAK KORUPSI (PMK) utamanya dari kalangan pelajar, kami berencana menerbitkan Buku Kumpulan PMK Jilid 3 yang memuat karya para pelajar dari seluruh pelosok Indonesia.
Penerbitan tersebut mendesak dilakukan sebab makin maraknya tindak korupsi (hingga kasus-kasus terkini), di samping karena korupsi tidak bisa dihentikan dalam waktu singkat serta cenderung membutuhkan perjuangan yang lama dan panjang. Dari sudut pandang inilah pelajar sebagai generasi masa depan memiliki peran penting dan mendasar dalam membangun perikehidupan berbangsa & bernegara yang lebih bermartabat di jaman mendatang.
Proses penerbitan PMK Jilid 3 tersebut akan mengutamakan azas kemandirian berdasar manajemen yang transparan, guna mengawal fungsi & kedudukan puisi (karya sastra) sebagai pembangun watak dan moral manusia ke arah kehidupan yang lebih beradab dan berkebudayaan.
Penerbitan tersebut bersifat nirlaba, tanpa biaya dan terbuka bagi siapa pun yang berstatus Pelajar Indonesia dari tingkat SD, SMP, SMA, dan yang sederajat. Oleh karena itu kami memohon dukungan konkret kawan-kawan pelajar untuk mengirimkan puisi dengan syarat:
1. Puisi adalah karya asli, bukan jiplakan atau saduran (dikuatkan dengan surat pernyataan).
2. Puisi bertema korupsi, ditulis dalam gaya bebas (sesuai ekspresi masing-masing penulisnya).
3. Setiap pelajar diperbolehkan mengirimkan lebih dari 1 judul puisi.
4. Puisi disertai data diri, alamat (rumah & sekolah), copy kartu pelajar serta foto close up dikirim ke:
email: sosiawan.leak@yahoo.com
atau inbox FB: Leak Sosiawan
atau alamat: Sosiawan Leak, Jl. Pelangi Utara III, No 1, Perumnas Mojosongo, Solo 57127.
5. Puisi berikut perlengkapannya dapat dikirim sejak 1 Desember 2013 hingga 1 Pebruari 2014.
6. Puisi yang masuk akan diseleksi secara obyektif, serta diterbitkan pada 31 Maret 2014.
7. Pelajar yang puisinya lolos seleksi akan mendapatkan Buku Kumpulan PMK Jilid 3 masing-masing 2 eksemplar secara cuma-cuma.
8. Setelah perencanaan matang, Buku Kumpulan PMK Jilid 3 tersebut akan di launching secara mandiri & nirlaba di sejumlah kota di Indonesia dengan melibatkan penulisnya.
9. Ketentuan lain yang belum tercantum dalam edaran ini dapat dikomunikasikan langsung kepada kami.
Terima kasih, kami tunggu respon kawan-kawan pelajar. Semoga tuhan selalu melindungi kita.
Salam hangat, doa kuat!
Sosiawan Leak
(Koordinator Gerakan Puisi Menolak Korupsi)
Sabtu, 30 November 2013
Nieranita
Nieranita nama pena dari Erni Rahmayunita. Lahir dan menghabiskan masa kecilnya di Lampung Barat. Menyukai filateli dan sastra. Semasa SMA ia sangat aktif di organisasi Karya Ilmiah Remaja dan pernah menjadi juari pertama Lomba KIR tingkat SLTA se Kab Lebak dengan tema "Peranan Pemuda Dalam Mencegah Disintregasi Bangsa"
Kumpulan puisi-puisinya di dalam buku antologi tunggalnya "Diary Hujan" (Sembilan Mutiara Publishing, 2013) dan di buku antologi bersama "Wakil Rakyat" ( Javakarsa Media, 2013)
Nieranita
Antologi Puisi " Ibu Indonesia"
_Puisi Untuk Anak Bangsa_
Oleh : Nieranita
Ketika aku menulis puisi ini
Mungkin kau sedang bersemedi di dalam kaleng-kaleng soda,
sedang bersembahyang di kolong-kolong jembatan
Atau mungkin sedang pulas ditumpukan papan iklan
Lantas siapa yang akan membaca sajak keluh kesah negeri ini ?
Ketika aku menulis puisi ini
Kau mungkin sedang ketakutan
Menyaksikan kebakaran hutan,
sedangkan di warung pojok sebakul nasi hanya diasapi puntung rokok
Bahan bakar hanya membakar dada demonstran
Aku menulis puisi ini
Mungkin kau sedang gelisah dalam kecemasan
Ketika tiang listrik lebih tinggi daripada tiang bendera
Merah putih menjadi warna hitam di limbah-limbah pabrik yang lupa jalan pulang
Aku menulis puisi ini
Mungkin kau sedang terheran-heran
Para pembesar memperbesar kuak saku mereka
Gedung-gedung raksasa dihuni rakyat-rakyat sengsara
Rumah-rumah kardus mendengus
Oh Nak, aku takut puisiku hangus
Kuwait 3 November 2013
Putri Akina
TERIAKAN
LIRIH
Sengit mentari
memancar di atas awan
Sepasang mata
menyipit
Di tenggah
arus kemacetaan jalan
Memantau
derasnya keegoisan
Tak ada senyum
hangat menyapa
Manusia
menggila dengan hidupnya
Tercabik
kenyamanan hidup
Berlinag air
mata sang ibu
Malu lihat
kebusungan dada para buntutnya
Wajah
terpasang memelas
Di belakang
seringai sinis mulai Nampak
Menghina tanpa
merajuk
Suara lirih
menggema
Tak terima
dengan apa yang didapatkan
Meminta supaya
disanjung
TakHenti
Waktutakberhentiberdetak
Jumat, 29 November 2013
Mariyana Hanafi profile
Mariyana,lahir di Marabahan,25 mei 1989.Tinggal
di Jalan Anggrek No.22B kelurahan kebun bunga,Banjarmasin. Mulai menulis sejak
masih remaja. Beberapa puisinya terangkum dalam antologi bersama diantaranya
Balian Jazirah Anak Ladang,Puisi Menolak Korupsi jilid 2,Kepak Sayap satra
Banua untuk Kemanusiaan(Aruh Sastra Kalimantan Selatan X,2013),dan Tadarus
Rembulan (Aruh Sastra Kalimantan Selatan X,2013). Membaca,travelling dan
mendengarkan musik adalah kesenangannya di waktu senggang. Sementara waktu
sibuknya dihabiskan sebagai staff administrasi di salah satu perusahaan
ekspedisi.
Mariyana Hanafi
Elegi
kekosongan ibu
ibu
menatap kosong
terdiam
di depan kain yang masih berayun
dia
mencari putranya
yang
dulu sempat ditimang kebersahajaan
tapi
kini,entah dimana
oh
ibu,tak perlu menunggu anakmu
mungkin
dia berpesta di geliat waktu
merayakan
titik-titik kemenangan
atau
sedang larut pada euphoria reformasi
sudahlah,lebih
baik lelap saja pada malam yang masih setia menemanimu
ibu
menatap kosong
hatinya
pilu,lumpuh
tak
lagi mampu mengenali anaknya
dia
lupa cara disayangi tapi mampu mengasihi
meski
kini keriput menghampirinya
oh
ibu,senjamu kini menanti
Banjarmasin,29
November 2013
Ibu
di balik rindu
nak,duduklah
di sini
kita
mengeja senja lagi,seperti dulu
ketika
kau merangkak dan terus menatapku
seakan
kau meminta restu untuk bergerak
nak,
aku rindu memangkumu
menyenandungkan
romantisme burung-burung
diantara
lirih detak juang yang kau dendangkan
aku
rindu kamu ,nak
kini
aku tak lagi mengenalimu
mana
senayan yang dulu kita agungkan,sayang?
aku
melihatnya hingar bingar tanpa sepakat
inikah
wajah reformasi yang kau banggakan?
nak,
mendekatlah
aku
ingin mengecupmu dengan hangat
dengan
semangat yang dulu berkibar gagah
seperti
kibar sang saka di ujung langit
kemarilah
nak,ibu menunggumu
Banjarmasin,29
November 2013
ARSYAD INDRADI RAJA PUJANGGA KALIMANTAN, PAK TUA YANG RAJIN BERSYAIR
ARSYAD INDRADI RAJA PUJANGGA KALIMANTAN,
PAK TUA YANG RAJIN BERSYAIR
Arsyad Indradi lahir di Barabai, 31 Desember 1949. Arsyad Indradi termasuk penyair generasi 1970-an. Menulis puisi baik dalam bahasa Indonesia maupun bahasa Banjar. Kumpulan puisi tunggalnya dalam bahasa Indonesia yang sudah terbit, antara lain, Nyanyian Seribu Burung ( 2006a ), Romansa Setangkai Bunga ( 2006b ), Narasi Musafir Gila ( 2006c ),Anggur Duka (2009). Kumpulan puisi tunggalnya dalam bahasa Banjar dan terjemahan dalam bahasa Indonesia yang sudah terbit, antara lain Kalalatu ( 2006 ) dan Burinik (2009).
Puisi Arsyad Indradi juga dimuat dalam beberapa antologi bersama, antara lain, Jejak Berlari (1970 ), Panorana (1972), Tamu Malam (1992), Jendela Tanah Air (1995), Rumah Hutan Pinus (1996), Gerbang Pemukiman (1997 ), Bentang Bianglala (1998), Cakrawala (2000 ), Bahana (2001 ), Tiga Kutub Senja (2001 ), Bulan Ditelan Kutu ( 2004 ), Bumi Menggerutu ( 2004 ), Baturai Sanja ( 2004 ), Anak Jaman ( 2004 ), Dimensi ( 2005 ), Puisi Penyair Nusantara : “ 142 Penyair Menuju Bulan (2006), Seribu Sungai Paris Barantai (2006),Penyair Kontemporer Indonesia dalam Bhs China (2007),Kenduri Puisi Buah Hati Untuk Diah Hadaning (2008),Tarian Cahaya Di Bumi Sanggam (2008),Bertahan Di Bukit Akhir (2008),Pedas Lada Pasir Kuarsa (2009),Konser Kecemasan (2010), Akulah Musi (2011), Doa Pelangi di Tahun Emas (2010), Kambang Rampai Puisi Anak Banua (2010), Kalimantan dalam Puisi Indonesia (2011), dan Seloka Bisu Batu Benawa (2011).
Dari empat kumpulan puisi Arsyad Indradi yang ditulisnya dalam bahasa Indonesia sejak 1970 hingga 2010 Nyanyian Seribu Burung ( 2006a ), Romansa Setangkai Bunga ( 2006b ), Narasi Musafir Gila ( 2006c ),Anggur Duka (2009), suatu hal menarik, melalui puisinya dapat diketahui rangkaian kehidupan yang barangkali memang dekat dengan kehidupan penyair,. Pertama, melalui puisinya dapat diketahui mengenai kota yang dipilih penyair sebagai tempat tinggalnya. Melalui puisi “Aku Suka Kota Ini (2006a:61) penyair mengatakan bahwa kota yang dipilihnya sebagai tempat tinggal yaitu kota Banjarbaru. Mengapa penyair memilih Banjarbaru sebagai tempat tinggal ? Menurut penyair “ tidak seperti kota lain/kota ini mungil/hutan karamunting di sanasini/waktu pagi aku berada di surga burungburung/kala malam sejuta kunangkunang bertebaran/banjarbaru sebuah kota lahir dari rahim gunung apam/di ranahnya kutanam bungabunga cinta”.
AKU SUKA KOTA INI
tidak seperti kota lain
kota ini mungil
hutan karamunting di sanasini
tak ada untung rugi
kubangun rumah di sini
dengan keringat sendiri
waktu pagi aku berada di surga burungburung
kala malam sejuta kunangkunang bertebaran
di wajahmu mengantarkan s’luruh mimpimimpiku
kusenandungkan lagulagu rindu buat sang kekasih
lewat derai dedaunan pinus
banjarbaru sebuah kota lahir dari rahim gunung apam
di ranahnya kutanam bungabunga cinta
banjarbaru, 1978
Melalui puisi “Banjarbaru Kotaku Sayang” (2006a.62) penyair juga mengemukakan beberapa pernyataan mengapa ia memilih Banjarbaru sebagai kota tempat tinggalnya. Penyair mengatakan “jika kau beri aku seribu kota”,katanya “kupilih banjarbaru”. Bahkan penyair mengatakan “jika kau beri aku surga”,katanya “kupilih banjarbaru”. Kemudian penyair mengemukakan alasannya mengapa ia memilih Banjarbaru sebagai kota tempat tinggalnya. Menurut penyair “banjarbaru kota idaman” dan penyair mengatakan “kupersembahkan bungabunga cinta/buat kotaku sayang”.
BANJARBARU KOTAKU SAYANG
jika kau beri aku seribu kota
kupilih banjarbaru
jika kau beri aku surga
kupilih banjarbaru
banjarbaru kota idaman
kupersembahkan bungabunga cinta
buat kotaku sayang
banjarbaru,1978
Khusus mengenai pernyataan seorang penyair mengenai sebuah kota, jauh sebelum puisi di atas ditulis. sebenarnya pernah juga dikemukakan oleh penyair Kalimantan Selatan lainnya. Misalnya D.Zauhidhi melalui puisi “ Kandangan Kotaku Manis” (2004:i).
KANDANGAN KOTAKU MANIS
Roma atau Paris
Indah Kandangan kotaku manis
Di Kandangan aku dilahirkan
Dibelai timang sang matahari
Dipeluk cium sang rembulan
Di Kandangan aku kenal diri dan cinta
Susah senang seluruh duka
Roma atau Paris
Indah Kandangan kotaku manis
1960
Kembali kepada puisi Arsyad Indradi, sehubungan dengan kota yang dipilihnya sebagai tempat tingggalnya, pada puisi “Taman di Tengah Kota” (2006a:112) penyair menghendaki bahwa pada kota tempat tinggalnya tersebut (Banjarbaru) ada sebuah taman. Melalui taman tersebut, antara lain anak-anak dapat bermain dan bersuka ria. Taman tersebut juga diharapkan sebagai tempat bagi anak-anak untuk mengasah kreativitasnya dan mengembangkan bakat serta minatnya, misalnya melalui melukis.
TAMAN DI TENGAH KOTA
Ada taman di tengah kota
Sejuta impian siapa
Yang tumbuh di sana
Kota tak pernah diam
Dari pesona
Kota melahirkan
Bocahbocahnya dahaga
Taman adalah ranah
Sejuta bunga
Pesta hari anak se dunia
Bocahbocah melukis
Kota idamannya
Di dinding menara
Ada bocah melukis menara
Yang kehilangan madu lebah
Dari bungabunga
Yang susahpayah ditanamnya
Ada taman di tengah kota
Ada sejumlah impian
Yang tumbuh di sana
Banjarbaru,1997
Selain mengemukakan mengenai kota tempat tinggalnya, melalui puisinya Arsyad Indradi juga mengemukakan mengenai rumah yang dihuninya. Hal tersebut dapat dibaca melalui puisi “Rumah Kecilku” (2006a:17) berikut :
RUMAH KECILKU
rumah kecil pohon bergoyang berlagu duka
pintu dan jendela menghadap matahari terbit
lampu berkedip pada dunia berpaut sempit
bulan kecil tiga beranak di dalamnya
angin menyerahkan diri di gorden jendela
segala berderak bila dibuka
bapa terkapar di kaki malambuta
peluh mengucur sepanjang senyum kota
rumah kecil, rumah kecilku
bila kita cerita tentang esok pagi
betapa kejangnya urat nadi
serta kecilnya langit biru di lorong buntu
segala melaju, segala berlagu
pelabuhan siul pelaut
bapa, ibu kita berpacu
biar kita dirajuk mimpi enggan berpaut
banjarmasin, 1970
Membaca puisi di atas, mengenai rumah kecil yang dihuni oleh beberapa jiwa, barangkali mengingatkan pembaca pada puisi Chairil Anwar (1996:50). Meskipun melalui puisinya tersebut Chairil Anwar mengemukakan mengenai sebuah kamar yang sempit yang dihuni oleh beberapa jiwa.
SEBUAH KAMAR
Sebuah jendela menyerahkan kamar ini
pada dunia. Bulan yang menyinar ke dalam
mau lebih banyak tahu
“Sudah lima anak bernyawa di sini,
Aku salah satu!”
Ibuku tertidur dalam tersedu
Keramaian penjara sepi selalu
Bapakku sendiri terbaring jemu
Matanya menatap orang tersalib di batu!
Sekeliling dunia bunuh diri!
Aku minta adik lagi pada
Ibu dan Bapakku, karena mereka berada
di luar hitungan :Kamar begini
3 x 4 m, terlalu sempit buat meniup nyawa!
1946
Terlepas dari “Rumah Kecil”. di kota idamannya dan di rumah yang dihuninya, selain melalukan aktivitas, Arsyad Indradi juga melaksanakan ibadah sekaligus mendekatkan kepada Tuhan terutama pada malam hari. Salah satu puisinya yang mengemukakan mengenai pendekatan dirinya kepada Tuhan, dapat diketahui melalui puisi “Malam Hening” (2006a:71). Bahkan melalui puisi tersebut, dalam beribadah sekaligus mendekatkan diri kepada Tuhan, penyair mengatakan “setiap untai zikir/sukma sejatiku/tak letih menunggu-Mu”.
MALAM HENING
lilin merah berkalikali dipadamkan angin
entah apa setiap kunyalakan
aku ingin dekat denganMu
dedaunan pinus berdesir
kusembunyikan degup jantungku
dalam hamparan sajadahMu
setiap untai zikir
sukma sejatiku
tak letih menungguMu
banjarbaru,1979
Melalui puisi di atas dapat diketahui bahwa waktu yang dipilih penyair dalam beribadat sekaligus mendekatkan diri. Mengapa penyair memilih waktu malam hari ?
Melalui puisi “Pintu Doa” (2009:35) penyair memberikan alasannya. Kata penyair”Mengapa aku memilih malam menemuimu/Agar aku leluasa mencurahkan isihatiku”. Penyair juga mengatakan “ Di tengah malam yang sunyi yang maha gulita/ Tapi maha bercahya di mataku/ Kurebahkan rinduku di pangkuanmu/ menumpahkan airmataduka/Yang terperangkap dalam dusta dunia”.
PINTU DOA
Mengapa aku memilih malam menemuimu
Agar aku leluasa mencurahkan isihatiku
Begitu ramah membuka pintu setiap aku mengetuk
Di tengah malam yang sunyi yang maha gulita
Tapi maha bercahya di mataku
Kurebahkan rinduku di pangkuanmu
Menumpahkan airmataduka
Yang terperangkap dalam dustadunia
Berkalikali aku datang padamu
Agar aku kaulahirkan kembali
Merindukan tangisan bayi
Yang tak pernah dusta menyerumu
Bbaru, 2008
Melalui puisi di atas, Arsyad Indradi juga mengemukakan mengenai harapannya kepada Tuhan. Sebagaimana ditulisnya pada bait terakhir, ”Berkalikali aku datang padamu/ Agar aku kaulahirkan kembali/ Merindukan tangisan bayi/ Yang tak pernah dusta menyerumu”. Secara tersirat penyair berharap agar ia kembali suci seperti ”bayi yang baru dilahirkan”. Sementara melalui puisi ”
AKU LARON YANG MENCARIMU
DALAM CAHAYA ITU
JANGAN KAU PADAMKAN LAMPU
gerimis semakin menebarkan sepi
semakin jauh ke perut bumi dan
impian yang digantungkan pada diri
bergetar dalam lindap bayangbayang
di sudutsudut ruang yang gelisah
dan memaya ujudnya tapi terasa
menyentaknyentak tak henti
membiarkan rinduku menggelepar
pada sayapsayap luka dalam perjalanan
yang teramat panjang dan betapa letih
dan beribu bisik yang teramat asing
lalu seketika terbaring dengan
kerongkongan kering
dan sampaikah menggapai kendi itu :
aku laron yang mencariMu
dalam cahaya itu
jangan Kau padamkan lampu
banjarbaru, 1999
Mengenai harapan penyair melalui doanya kepada Tuhan, juga dikemukakan penyair melalui puisi “Tuhan Jangan Kau Sembunyikan Doaku” (2009:8). Lewat puisi tersebut penyair mengatakan “Duhai jagat, aku tak pernah mau terajal sedikitpun/Pada sekalian dusta semesta/ Sebab aku pada diri sendiri/ Selamat tinggal pada Fatamorgana”. Kemudian, puisi tersebut ditutup penyair dengan suatu harapan, sebagaimana judul puisi tersebut, “Tuhan jangan kau sembunyikan doaku”.
TUHAN JANGAN KAU SEMBUNYIKAN DOAKU
Darahku seperti alapalap bersayapangin
Begitu isak kecil membuka pintu yang lama terkunci
Jemputlah anganmu yang terbengkalai
Aku tumpah dari perjalananmu yang panjang
Tumpah dari lukalukarindumu
Setiap jalan bersimpang kau bergumul dengan bimbang
Di batubatu kehidupan kau tulis riwayat impian
Sebelum matahari keburu terbenam
Duhai jagat,aku tak pernah mau terajal sedikitpun
Pada sekalian dusta semesta
Sebab aku lahir pada diriku sendiri
Selamat tinggal pada fatamorgana
Kubaca isak dis’luruh tapaktapakkakiku
Dan tak letihletih menulis aksaranamamu
Tuhan jangan kau sembunyikan doaku
Serpong – Tangerang, 2007
Puisi Arsyad Indradi juga dimuat dalam beberapa antologi bersama, antara lain, Jejak Berlari (1970 ), Panorana (1972), Tamu Malam (1992), Jendela Tanah Air (1995), Rumah Hutan Pinus (1996), Gerbang Pemukiman (1997 ), Bentang Bianglala (1998), Cakrawala (2000 ), Bahana (2001 ), Tiga Kutub Senja (2001 ), Bulan Ditelan Kutu ( 2004 ), Bumi Menggerutu ( 2004 ), Baturai Sanja ( 2004 ), Anak Jaman ( 2004 ), Dimensi ( 2005 ), Puisi Penyair Nusantara : “ 142 Penyair Menuju Bulan (2006), Seribu Sungai Paris Barantai (2006),Penyair Kontemporer Indonesia dalam Bhs China (2007),Kenduri Puisi Buah Hati Untuk Diah Hadaning (2008),Tarian Cahaya Di Bumi Sanggam (2008),Bertahan Di Bukit Akhir (2008),Pedas Lada Pasir Kuarsa (2009),Konser Kecemasan (2010), Akulah Musi (2011), Doa Pelangi di Tahun Emas (2010), Kambang Rampai Puisi Anak Banua (2010), Kalimantan dalam Puisi Indonesia (2011), dan Seloka Bisu Batu Benawa (2011).
Dari empat kumpulan puisi Arsyad Indradi yang ditulisnya dalam bahasa Indonesia sejak 1970 hingga 2010 Nyanyian Seribu Burung ( 2006a ), Romansa Setangkai Bunga ( 2006b ), Narasi Musafir Gila ( 2006c ),Anggur Duka (2009), suatu hal menarik, melalui puisinya dapat diketahui rangkaian kehidupan yang barangkali memang dekat dengan kehidupan penyair,. Pertama, melalui puisinya dapat diketahui mengenai kota yang dipilih penyair sebagai tempat tinggalnya. Melalui puisi “Aku Suka Kota Ini (2006a:61) penyair mengatakan bahwa kota yang dipilihnya sebagai tempat tinggal yaitu kota Banjarbaru. Mengapa penyair memilih Banjarbaru sebagai tempat tinggal ? Menurut penyair “ tidak seperti kota lain/kota ini mungil/hutan karamunting di sanasini/waktu pagi aku berada di surga burungburung/kala malam sejuta kunangkunang bertebaran/banjarbaru sebuah kota lahir dari rahim gunung apam/di ranahnya kutanam bungabunga cinta”.
AKU SUKA KOTA INI
tidak seperti kota lain
kota ini mungil
hutan karamunting di sanasini
tak ada untung rugi
kubangun rumah di sini
dengan keringat sendiri
waktu pagi aku berada di surga burungburung
kala malam sejuta kunangkunang bertebaran
di wajahmu mengantarkan s’luruh mimpimimpiku
kusenandungkan lagulagu rindu buat sang kekasih
lewat derai dedaunan pinus
banjarbaru sebuah kota lahir dari rahim gunung apam
di ranahnya kutanam bungabunga cinta
banjarbaru, 1978
Melalui puisi “Banjarbaru Kotaku Sayang” (2006a.62) penyair juga mengemukakan beberapa pernyataan mengapa ia memilih Banjarbaru sebagai kota tempat tinggalnya. Penyair mengatakan “jika kau beri aku seribu kota”,katanya “kupilih banjarbaru”. Bahkan penyair mengatakan “jika kau beri aku surga”,katanya “kupilih banjarbaru”. Kemudian penyair mengemukakan alasannya mengapa ia memilih Banjarbaru sebagai kota tempat tinggalnya. Menurut penyair “banjarbaru kota idaman” dan penyair mengatakan “kupersembahkan bungabunga cinta/buat kotaku sayang”.
BANJARBARU KOTAKU SAYANG
jika kau beri aku seribu kota
kupilih banjarbaru
jika kau beri aku surga
kupilih banjarbaru
banjarbaru kota idaman
kupersembahkan bungabunga cinta
buat kotaku sayang
banjarbaru,1978
Khusus mengenai pernyataan seorang penyair mengenai sebuah kota, jauh sebelum puisi di atas ditulis. sebenarnya pernah juga dikemukakan oleh penyair Kalimantan Selatan lainnya. Misalnya D.Zauhidhi melalui puisi “ Kandangan Kotaku Manis” (2004:i).
KANDANGAN KOTAKU MANIS
Roma atau Paris
Indah Kandangan kotaku manis
Di Kandangan aku dilahirkan
Dibelai timang sang matahari
Dipeluk cium sang rembulan
Di Kandangan aku kenal diri dan cinta
Susah senang seluruh duka
Roma atau Paris
Indah Kandangan kotaku manis
1960
Kembali kepada puisi Arsyad Indradi, sehubungan dengan kota yang dipilihnya sebagai tempat tingggalnya, pada puisi “Taman di Tengah Kota” (2006a:112) penyair menghendaki bahwa pada kota tempat tinggalnya tersebut (Banjarbaru) ada sebuah taman. Melalui taman tersebut, antara lain anak-anak dapat bermain dan bersuka ria. Taman tersebut juga diharapkan sebagai tempat bagi anak-anak untuk mengasah kreativitasnya dan mengembangkan bakat serta minatnya, misalnya melalui melukis.
TAMAN DI TENGAH KOTA
Ada taman di tengah kota
Sejuta impian siapa
Yang tumbuh di sana
Kota tak pernah diam
Dari pesona
Kota melahirkan
Bocahbocahnya dahaga
Taman adalah ranah
Sejuta bunga
Pesta hari anak se dunia
Bocahbocah melukis
Kota idamannya
Di dinding menara
Ada bocah melukis menara
Yang kehilangan madu lebah
Dari bungabunga
Yang susahpayah ditanamnya
Ada taman di tengah kota
Ada sejumlah impian
Yang tumbuh di sana
Banjarbaru,1997
Selain mengemukakan mengenai kota tempat tinggalnya, melalui puisinya Arsyad Indradi juga mengemukakan mengenai rumah yang dihuninya. Hal tersebut dapat dibaca melalui puisi “Rumah Kecilku” (2006a:17) berikut :
RUMAH KECILKU
rumah kecil pohon bergoyang berlagu duka
pintu dan jendela menghadap matahari terbit
lampu berkedip pada dunia berpaut sempit
bulan kecil tiga beranak di dalamnya
angin menyerahkan diri di gorden jendela
segala berderak bila dibuka
bapa terkapar di kaki malambuta
peluh mengucur sepanjang senyum kota
rumah kecil, rumah kecilku
bila kita cerita tentang esok pagi
betapa kejangnya urat nadi
serta kecilnya langit biru di lorong buntu
segala melaju, segala berlagu
pelabuhan siul pelaut
bapa, ibu kita berpacu
biar kita dirajuk mimpi enggan berpaut
banjarmasin, 1970
Membaca puisi di atas, mengenai rumah kecil yang dihuni oleh beberapa jiwa, barangkali mengingatkan pembaca pada puisi Chairil Anwar (1996:50). Meskipun melalui puisinya tersebut Chairil Anwar mengemukakan mengenai sebuah kamar yang sempit yang dihuni oleh beberapa jiwa.
SEBUAH KAMAR
Sebuah jendela menyerahkan kamar ini
pada dunia. Bulan yang menyinar ke dalam
mau lebih banyak tahu
“Sudah lima anak bernyawa di sini,
Aku salah satu!”
Ibuku tertidur dalam tersedu
Keramaian penjara sepi selalu
Bapakku sendiri terbaring jemu
Matanya menatap orang tersalib di batu!
Sekeliling dunia bunuh diri!
Aku minta adik lagi pada
Ibu dan Bapakku, karena mereka berada
di luar hitungan :Kamar begini
3 x 4 m, terlalu sempit buat meniup nyawa!
1946
Terlepas dari “Rumah Kecil”. di kota idamannya dan di rumah yang dihuninya, selain melalukan aktivitas, Arsyad Indradi juga melaksanakan ibadah sekaligus mendekatkan kepada Tuhan terutama pada malam hari. Salah satu puisinya yang mengemukakan mengenai pendekatan dirinya kepada Tuhan, dapat diketahui melalui puisi “Malam Hening” (2006a:71). Bahkan melalui puisi tersebut, dalam beribadah sekaligus mendekatkan diri kepada Tuhan, penyair mengatakan “setiap untai zikir/sukma sejatiku/tak letih menunggu-Mu”.
MALAM HENING
lilin merah berkalikali dipadamkan angin
entah apa setiap kunyalakan
aku ingin dekat denganMu
dedaunan pinus berdesir
kusembunyikan degup jantungku
dalam hamparan sajadahMu
setiap untai zikir
sukma sejatiku
tak letih menungguMu
banjarbaru,1979
Melalui puisi di atas dapat diketahui bahwa waktu yang dipilih penyair dalam beribadat sekaligus mendekatkan diri. Mengapa penyair memilih waktu malam hari ?
Melalui puisi “Pintu Doa” (2009:35) penyair memberikan alasannya. Kata penyair”Mengapa aku memilih malam menemuimu/Agar aku leluasa mencurahkan isihatiku”. Penyair juga mengatakan “ Di tengah malam yang sunyi yang maha gulita/ Tapi maha bercahya di mataku/ Kurebahkan rinduku di pangkuanmu/ menumpahkan airmataduka/Yang terperangkap dalam dusta dunia”.
PINTU DOA
Mengapa aku memilih malam menemuimu
Agar aku leluasa mencurahkan isihatiku
Begitu ramah membuka pintu setiap aku mengetuk
Di tengah malam yang sunyi yang maha gulita
Tapi maha bercahya di mataku
Kurebahkan rinduku di pangkuanmu
Menumpahkan airmataduka
Yang terperangkap dalam dustadunia
Berkalikali aku datang padamu
Agar aku kaulahirkan kembali
Merindukan tangisan bayi
Yang tak pernah dusta menyerumu
Bbaru, 2008
Melalui puisi di atas, Arsyad Indradi juga mengemukakan mengenai harapannya kepada Tuhan. Sebagaimana ditulisnya pada bait terakhir, ”Berkalikali aku datang padamu/ Agar aku kaulahirkan kembali/ Merindukan tangisan bayi/ Yang tak pernah dusta menyerumu”. Secara tersirat penyair berharap agar ia kembali suci seperti ”bayi yang baru dilahirkan”. Sementara melalui puisi ”
AKU LARON YANG MENCARIMU
DALAM CAHAYA ITU
JANGAN KAU PADAMKAN LAMPU
gerimis semakin menebarkan sepi
semakin jauh ke perut bumi dan
impian yang digantungkan pada diri
bergetar dalam lindap bayangbayang
di sudutsudut ruang yang gelisah
dan memaya ujudnya tapi terasa
menyentaknyentak tak henti
membiarkan rinduku menggelepar
pada sayapsayap luka dalam perjalanan
yang teramat panjang dan betapa letih
dan beribu bisik yang teramat asing
lalu seketika terbaring dengan
kerongkongan kering
dan sampaikah menggapai kendi itu :
aku laron yang mencariMu
dalam cahaya itu
jangan Kau padamkan lampu
banjarbaru, 1999
Mengenai harapan penyair melalui doanya kepada Tuhan, juga dikemukakan penyair melalui puisi “Tuhan Jangan Kau Sembunyikan Doaku” (2009:8). Lewat puisi tersebut penyair mengatakan “Duhai jagat, aku tak pernah mau terajal sedikitpun/Pada sekalian dusta semesta/ Sebab aku pada diri sendiri/ Selamat tinggal pada Fatamorgana”. Kemudian, puisi tersebut ditutup penyair dengan suatu harapan, sebagaimana judul puisi tersebut, “Tuhan jangan kau sembunyikan doaku”.
TUHAN JANGAN KAU SEMBUNYIKAN DOAKU
Darahku seperti alapalap bersayapangin
Begitu isak kecil membuka pintu yang lama terkunci
Jemputlah anganmu yang terbengkalai
Aku tumpah dari perjalananmu yang panjang
Tumpah dari lukalukarindumu
Setiap jalan bersimpang kau bergumul dengan bimbang
Di batubatu kehidupan kau tulis riwayat impian
Sebelum matahari keburu terbenam
Duhai jagat,aku tak pernah mau terajal sedikitpun
Pada sekalian dusta semesta
Sebab aku lahir pada diriku sendiri
Selamat tinggal pada fatamorgana
Kubaca isak dis’luruh tapaktapakkakiku
Dan tak letihletih menulis aksaranamamu
Tuhan jangan kau sembunyikan doaku
Serpong – Tangerang, 2007
Kamis, 28 November 2013
Wulan Ajeng Fitriani
Rindu Ibu dan Setia Negaraku
Dan aku masih merindu
Ketika Bapak Indonesiaku mengadu
Menggeluti akal dengan krisisnya jiwamu
Berfikir untuk maju
Meski otak telah menjadi abu
Dan aku masih merindu
Ketika Presidenku dulu
Menyeberangkanku
Dari era demokrasi terpimpin
Menuju zaman orde baru
Dan aku masih merindu
Saat Bapak menyelimutiku
Menggenggam dan mendekap negaraku
Sembunyi dari mentari yang menyengatku
Sembunyi dari badai yang merapuhkanku
Dan aku masih merindu
Walaupun ku tak melihat dalam tatapan mataku
Aku tau semua yang kau tau
Dari saksi jiwa yng mengasihiku
Dari saksi mata yang membesarkanku
Oh bapak, daku masih merindumu
Rindu indonesiaku yang dulu
Meski ku tak pernah melihat dengan mata hatiku
Pun! Aku rindu ibuku
Yang menjadi saksi berkembangnya Indonesiaku
Yang menorehkan cerita masa lalu
Melalui tinta hitam di atas secarik kertas layu
Aku merindu setiaku
Jiwa ibu dan raga Indonesiaku
Jujur Tlah Dikubur
Ibupun ternganga
Tak menyangka
Hidup seberapakah kita di alam fana?
Mengapa tikus-tikus liar itu masih berdiri tegak disana?
Bagai pembantu yang menilap uang majikannya
Nampak kacang yang lupa kulitnya
Mengendap – endap mengambil jatah rakyat
Menilap rizki umat
Dan ibu masih termangu
Patahnya:
Dulu di era Rezim Soeharto
Kita tentram makmur, sejahtera selalu
Serasa angin di udara yang mengalun merdu
Berseok-seok bersama mentari yang mungil
Di bawah purnama yang rindang
Jauh dari masa ini
Tekanan dari pemerintah yang otoriter
Dan kondisi ekonomi yang krisis
Membuat tikus-tikus berkeliaran dimana-mana
Hukum tak membuat mereka jera
Bahkan tikus semakin merajalelara
Kebohongan dipelihara dan dibangga
Kejujuran sia-sia dikubur masa
Sungguh, ibu turut berduka
Indonesia tak lagi mengenal kita
Indonesiaku yang dulu, dimana?
Biodata
Nama : Wulan Ajeng Fitriani
Usia : 14 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Sekolah : MA NU Miftahul Falah Cendono Dawe Kudus
Alamat : Lau Dawe Kudus
Tempat/Tanggal Lahir :Kudus/18 Januari 1999
Langganan:
Postingan (Atom)