Dasyatnya pena penyair
Satu puisi cukup buat Sony Farid Maulana menggetarkan Indonesia puisinya yang dimuat dalam HU Pikiran Rakyat, Sabtu 28 Juli 2007
sastra koran yang paling top tahun itu.
SOP BUNTUT
“Tuan, di buncit perutmu apa ada padang rumput?”
sepasang sapi jantan dan betina bertanya demikian kepadaku.
Hujan kembali membaca akar tumbuhan yang kering digarang kemarau.
Kota disergap demam ribuan buruh pabrik gulung tikar.
Sepasang sapi jantan dan betina membayang di kuah sop buntut di restoran hotel bintang lima yang sering dipajak para pecundang.
Dan aku terkejut.
Mana mungkin di perutku yang buncit ada padang rumput selain hijau padang golf?
Begitulah.
Maut mengirim isyarat.
Dunia menggeliat dalam kobaran api hutan bakar kepala si mislkin dipenggal begal digelap malam raungnya lenyap ditelan lembut alun musik jazz di restoran hotel bintang lima.
“Tuan apa ada menu terakhir yang ingin anda santap?”
2006
Satu puisi cukup buat Sony Farid Maulana menggetarkan Indonesia puisinya yang dimuat dalam HU Pikiran Rakyat, Sabtu 28 Juli 2007
sastra koran yang paling top tahun itu.
SOP BUNTUT
“Tuan, di buncit perutmu apa ada padang rumput?”
sepasang sapi jantan dan betina bertanya demikian kepadaku.
Hujan kembali membaca akar tumbuhan yang kering digarang kemarau.
Kota disergap demam ribuan buruh pabrik gulung tikar.
Sepasang sapi jantan dan betina membayang di kuah sop buntut di restoran hotel bintang lima yang sering dipajak para pecundang.
Dan aku terkejut.
Mana mungkin di perutku yang buncit ada padang rumput selain hijau padang golf?
Begitulah.
Maut mengirim isyarat.
Dunia menggeliat dalam kobaran api hutan bakar kepala si mislkin dipenggal begal digelap malam raungnya lenyap ditelan lembut alun musik jazz di restoran hotel bintang lima.
“Tuan apa ada menu terakhir yang ingin anda santap?”
2006