TEKS SULUH


Sabtu, 24 April 2021

Tadarus Puisi Ramadan V 1442 H /2021, 21-30

 21.Wawan Hamzah Arfan

 MENGAJI HIDUP

 Antara berita, cerita, dan derita

pasti ada getar

yang bermuara pada air mata

menenggelamkan suasana

yang bertahta di kedalaman jiwa

 

Dunia kini telah renta

tapi kita masih terlena

lupa diri

tak peduli bencana terus melanda

 

Mari kita berbenah bersama

menata kembali puing-puing rasa

yang masih tersisa

di antara kebengalan hati

walau hanya sebatas peduli

dalam mengaji hidup

dan kehidupan semesta.

 

Cirebon, April 2021

 

 

Wawan Hamzah Arfan


ADA APA DENGAN SEMESTA INI

 

Adalah sesuatu

yang tak bisa kubaca

apalagi kupahami

sejak corona hadir bersama kita

dunia seperti mengadakan syukuran

pesta pora di mana-mana

petir bersahutan serupa petasan

hujan deras

banjir bandang

angin puting beliung

gempa dan tanah longsor

gunung memuntahkan lahar

rumah-rumah dan hutan terbakar

seperti api unggun

 

Ada apa dengan semesta ini

apa sedang mengadakan resepsi

sebuah pernikahan langit dan bumi

dan para malaikat sebagai saksinya?

 

Sementara kita hanya terpaku

sebagai tamu tanpa undangan

karena kita telah hilang akal

lupa bersyukur dan berdoa

lupa berbagi dan koreksi diri

hanya bisa melenggang

di persimpangan jalan

penuh keangkuhan

Subhanallah!

Cirebon, April 2021

Wawan Hamzah Arfan, lahir di Cirebon, 8 Juni 1963. Pendidikan terakhir Pasca Sarjana Universitas Pakuan (Umpak) Bogor, Jurusan Manajemen Pendidikan. Sejak tahun 80- an karya-karyanya berupa puisi, cerpen, artikel, dan esai tersebar di berbagai media, seperti koran maupun majalah.

Beberapa puisinya terhimpun dalam Antologi Puisi Mega Mendung (1989), Kebangkitan Nusantara I (1994), Kebangkitan Nusantara II (1995), Kebangkitan Nusantara III (1996), Antologi Puisi HP3N " Nuansa Tata warna Batin" (2002). Puisi Menolak Korupsi (2013), Cinta Mengubah Segalanya (2013),  Antologi Puisi & Apresiasi "Mendekap Langit" (2013)., Antologi Parsel ( Maret 2021), dan Merenda Hati (April 2021). Kegiatan sehari-harinya sebagai PNS di Dinas Pendidikan Kabupaten Cirebon.


22.MUHAMMAD JAYADI

 

SEBENTUK KASIH-NYA

 

Sebentuk kasih-Nya bisa berupa apa saja

bencana kesedihan juga kegetiran

bagaimana kita bercermin pada tiap keadaan

membaca tanda-tanda

memetik hikmah, bersadar diri

sebab kita memang sering lalai, terlalu sering lupa

 

Sebentuk kasih-Nya bisa saja hal yang menyayat dari nyanyian paling duka

mengingatkan kita agar jangan terlalu lena dalam buai tawa

ada saat-saat kita mesti mengakui salah dan dosa

menangisi jejak-jejak kelam kehidupan kita di bumi-Nya

menambah rasa malu dan keimanan pada-Nya

 

Sebentuk kasih-Nya berarti rahmat berupa hikmah di dada

mengerti hal-hal yang paling terasa membuat kecewa

bahwasanya setiap tanda ada pada tiap sudut dunia

bertopeng bala, berwujud luka-luka

untuk direnungkan kembali

apa yang mesti kita perbaiki dalam kehidupan ini

kita semua ini

Balangan, 23 April 2021

 

Muhammad Jayadi tinggal di Balangan, suka membaca dan menulis puisi. 

 

 23.Ali Imron


Hamba Bengal


Si fulan hamba bengal

Yang selalu saja menghujat Tuhan

Berontak akan takdir, seolah Tuhan tidak adil

Merasa paling menderita, ingkar akan nikmatNYA.


Entah apa yang ada di benak fulan

Hingga sedemikian murka terhadap Tuhan

Mungkin dia sedang lupa

Atau sudah lama menyimpan dendam pada Tuhannya.

( Pekalongan, 23 April 2021 )


Budi Riyoko Al Kubro


Nak, Maafkan Kami yang Lupa


Nak maafkan kami yang lupa, mengajarimu arti jalan ndelosor di depan yang lebih tua

Karena itu mungkin budaya

Nak maafkan kami yang lupa, menasihatimu untuk selalu berbagi kepada tetangga

Karena mungkin mereka sudah kaya dan kita tetap kere juga

Nak maafkan kami yang lupa, mewasiatkanmu membantu yang terkena bencana

Karena kadang masih ada yang tega mengambil untung darinya

Nak maafkan kami yang lupa, dengan segala tetek bengek nasehat untukmu

Karena kau sudah dewasa dan mengerti hidup harus dijalani dengan kekuatanmu sendiri

Kami tidak marah jika kau kebut-kebutan, berambut punk. Ngerock n Roll, Mabar.

Karena itu cara zamanmu mencari jati diri

Tapi ingatlahlah nak, ingat dan ingat sekali lagi. Ingat

Kami selalu mengingatkanmu untuk tidak korupsi

Kau akan aku gantung di Tugu Monas

Saat ku tahu kau korupsi. Kucoret namamu dari daftar penerima waris Kartu Keluarga kita

Banyuasin, 23 April 2021

 

Budi Riyoko Al Kubro


Sekedar Lupa Kepada Mereka


Nenek, maafkan aku yang lupa. Pada Mbah Juminten, Mbah Poniyem, Mbah Pardiyem, Mbah Parijem tetangga kita . Sebab cucu mereka bernama Zaskiyah, Zamarxaxa, Zoulezaha, satunya aku lupa. Sulit mengingat namanya. Lebih mudah terkenang ayu wajahnya.

Nenek, maafkan aku yang lupa. Dengan tiwul, getuk lidri, oyek, makanan kesukaan nenek, sebab kini makanku telah berganti. Piza, donat, hamburger. Meski keuanganku ora seger

Pak Polisi maafkan aku yang lupa, sering memakai helm di dengkul tinimbang di kepala, karena lututku lebih berharga, bermodal dengkul lebih ngaya ketimbang modal kepala.

Oh, ibu yang hamil, pengamen bis kota, maafkan aku yang kadang lupa berpartisipasi saat kau mengulurkan kantong untuk diisi, Aku pura-pura tertidur.

Oh, para Muadzin, para pengkotbah, maafkan aku yang lupa, sering ku cuekan nasehatmu

Oh, Mbah Bejo. Tukang Pempek Sepeda, padamu lah aku tak bisa lupa, selalu aku berkata, “ Habis lima mbah,!.”. meski yang kumakan cuma dua.

Tiga bonus untukmu yang tak pernah korupsi uang Negara

Padamu Mbah Bejo aku tak bisa pura-pura lupa

Banyuasin 23 April 2021

 

25. Rosyidi Aryadi 


Katakan Lupa Katakan


Melupakan luka dunia dalam dosa melarung bencana berujukah musibah sambil membaca marabahaya.

Kesadaran tumbuh dalam jiwa, menyesali pada kalimat taubat namun cuma hiasan bibir sembari menyungging senyum manis. Dosa meledak dalam menara waktu menerawang pada lorong gelap, apa mau di kata semua pada lupa akan lumuran darah muda cair di ubun ubun batok kepala menyala pada tegangan tinggi kebenaran membaca arah cuaca dalam nyanyian nasib memancar cahaya iman mengurai sembahyang diri menghadap ke arah rumahMu tanpa memandang usia karena lupa merupakan kenikmatan manusia yang diambil pelan tanpa bisa berbuat apa apa.

Kita cuma makhluk lemah tak berdaya sambil membaca zikir akhir hayat.

Kita melupakan lupa padahal pura pura lupa malaikat mencatat melaporkan pada pemilik alam semesta.

Palangka Raya, 16 April 2021


26. Syahryan Khamary


Sah 'urung'

Nawaitu sauma ghodin

beduk shubuh berleha-leha 

dalam kepulan asap Muadzin

sendu!

satu dua ditarik 

Ssssssssh

Seperti mendesis

'an adhai' fardli

beduk Shubuh pulang

tidur seranjang hangat

berpeluh-peluh 

timang menu berbuka

muadzin masih saja mengepul asap rokok

Sssssshhh

sendu

yang penting nawaitu

meski hari terang

asap tak pudarkan Saum

sedangkan Atid terus mencatat

dari debu kita pulang

Sahuuuuur

Syahryan Khamary ( Tidore-Maluku Utara)


27.Emby B.Metha


Sendu di Tanah Ina


tampak jelas di wajah

ada duka berkisah 

terlukis terang di mata

ada luka tersisa


aku masih membaca

butir-butir air mata

dari kelopak mata-mata

yang membasahi tubuh Ina


mengalir deras

bersama bebatuan yang terbawa bebas

serta pepohonan dihempas

hingga meluluhlantakkan tanah Ina


puing-puing duka

jiwa-jiwa terluka

merunduk penuh haru

pun menenun sendu memilu 


anak-anak kecil kehilangan mimpi

disebabkan oleh petaka 

menelan segala impian 

hingga tak tersisa


aku masih membaca

butir-butir air mata

dari kelopak mata-mata

yang membasahi tubuh Ina


beribu tanya 

terngiang di kepala

kepada siapa harus bertanya 

dan harus bagaimana 


oh...Tuhan 

inikah ketentuan-Mu

inikah murka-Mu 

yang tersirat di singgasana semesta

yang tertulis dalam sabda-sabda 


maka biarkan badai ini berlalu

sebab, ku ingin melihat senyum 

yang sempat hilang

dari tanah Ina 



Emby B.Metha, Nama Pena : @MataKata.MB

Tempat dan Tanggal Lahir : Lamahala, 29 Oktober 1995

Alamat : Adonara 


28.Indon Wahyudin


Damaio Dalam Senyuman


Tak ada ucapan

Tak ada kata-kata

Tak ada bingkisan

Tak ada pula kejutan

Hanya doa

Selalu bahagia

Selalu sehat

Selalu tersenyum

Keindahan Bunga

Rindangnya Pohon

Luasnya Lautan

Riuhnya Ombak

Sahdunya senja

Damainya rembulan

Lelapnya bulan

Sejuknya angin

Selama itu,

Engkau tersenyum

Engkau tertawa

Mereka akan tetap bahagia

Makassar, 09/09/2014


SUNNATULLAH DI DALAM RODA KEHIDUPAN, ADAKALANYA SUSAH ADAKALANYA SENANG


Dunia ini bukan surga, 

lantas jika hidup senang bersyukurlah, 

jika hidup susah bersabarlah.

Senang-susah tetap ada usaha untuk tawadhu, 

seperti warna senja pada pantai, 

yang berbaris beriringan 

dengan pohon kelapa muda 

di kelilingi cuit-cuitan suara merdu burung 

lalu biarkan sepasang telingamu 

yang telah lama merona 

untuk sekedar mencicipinya

Muara Badak, 04/04/2016


Indon Wahyudin ialah pemakan puisi dan cerita pendek, ia juga peminum air putih yang taat. Kelahiran Muara Badak, Kutai Kartanegara, Kaltim. Beberapa antologi puisinya Warna-Warni Indah (Rasibook, Bandung), A Skyful of Rain (Banjarbaru's Rainy Day Internasional Literary Festival 2018), Menghitung Kelahiran Bintang (Forum Lingkar Pena Makassar), Terbanglah Dengan Deen Assalam (Antologi puisi sebuku bersama Nissa Sabyan), Menenun Rinai Hujan (Antologi puisi sebuku bersama Sapardi Djoko Damono), When The Days Were Raining (Banjarbaru's Rainy Day Internasional Literary Festival 2019), Banjarbaru Rain (Banjarbaru's Rainy Day Internasional Literary Festival 2020), Aksara Pesisir (Antologi puisi bersama penulis Muara Badak). Puisinya juga dipublikasikan di media massa, seperti Samarinda Pos, Harian Cakrawala, Ambau.com, dan lainnya. Kerap mengikuti perhelatan sastra seperti Makassar International Writer Festival, Festival Sastra Basabasi, Kampus Fiksi Emas, Sastra Tugu Jogja, Studio Pertunjukan Sastra di TBY, FKKH UGM. Ia pernah bergabung di komunitas Forum Lingkar Pena Sulsel, kini aktif di komunitas Sindikat Lebah Berpikir Universitas Mulawarman, dan komunitas Ladang (Jaring Penulis Kaltim) bersama Amien Wangsitalaja dan kawan-kawan


29..Khalid Alrasyid


Sebab Bumi Kehilangan

 

Diamdiam Tuhan memberi kita arah jalan

Agar tetap tafakkur dan merenung dalam diam

Tak ada kesombongan dan suara lantang

Tak ada tubuh liar dan jalang

Karena kita hanya setitik debu

Yang diombang-ambing angin tiap waktu

: Bukti sudah datang

 

Dalam terang dan kelam

Berapa banyak hutang kita pada alam

Kejadiankejadian adalah cerita alam

Resah pada manusia

Yang selalu cuci muka

Bersorak sorai pada katakata

: Semoga Tuhan beri ampun senantiasa

Mojokerto, 240421

 Khalid Alrasyid


AMUK ANGIN

 

Beribu-ribu tanda

Meraung-raung dalam duka

Tak dapat kita baca

Menatap pandang, menatap hidup

Angin datang memberi gelombang kalut

Kota menjadi lautan dari sebuah pembangkangan

 

Kita hanya seonggok daging berjalan

Membakar jiwa

Menjadi percik-percik cahaya

Lupa pada semesta yang memberi makna

Hanya lolongan dan jeritan tersisa

Ketika angin menyapa seketika

Adakah kita bertanya ?

: Bahwa Tuhan maha kuasa.

Mojokerto, 160421

 

 

Khalid Alrasyid, Terlahir dari pasangan M. Sikkri dan Ma'ani di Blumbungan-Pamekasan, anak ke 6 dari 8 berasudara. Saat ini tinggal di Desa Mojorejo, Kemlagi-Mojokerto.. Instruktur GFR (Gunnery Firing Range) di Kodikopsla-Kodiklatal, Pendiri Komunitas Kopi & Diksi. Penggagas Puisi Semaris (Sembilan Baris) bersama Nurul Swandari. Karya-karyanya bisa dilihat di Kitab Putiba Indonesia Takziah Bulan Tujuh. Segugus sajak Suara-Suara Gagak. Sehimpun Putiba Biji-Biji Waktu Rangkaian sajak pilihan Meneroka Jiwa-jiwa Puisi. Antologi Putiba Wajah Semusim. Antologi puisi Delapan Penjuru Mata Angin. Sehimpun Puisi & Pentigraf Lelaki Berdada Puisi. Antologi "GEMBOK" Lumbung Puisi Sastrawan Indonesia. Saat ini aktif di Komunitas Teras Putiba Indonesia dan Komunitas Desa Tatika Indonesia

               

30.Nanik Utarini  

Terpasung Rasa


Terik matahari membuat berkunang mata memandang Tak gentar menghadapi segala tantangan yang menghadang Peluh mengalir deras bagai anak sungai saat musim penghujan Terkadang air mata turut serta meleleh tanpa sengaja, beginikah beratnya perjuangan?  Ketika renta mulai menyapa tak terhenti Tangan dan kaki mulai menggigil tak terkendali Tawa riuh pelipur lara senyap tak pernah menyapa Yang tersisa hanya harapan yang tak pernah sirna karna terpasung rasa  Maafkan kami yang terlalu berharap banyak padamu nak! Kami yang lupa jika pekerjaanmu tak dapat kau tinggalkan Kami yang lupa jika anak-anakmu harus ikut les ini dan itu agar menjadi pintar dan membanggakan Maafkan jika rindu kami  terlalu dalam padamu nak!  Teruslah kepakkan sayapmu, arungi luasnya cakrawala biru Teruslah dayung semangatmu, arungi luasnya samudera biru Namun jangan lupa pada Sang Pencipta Agar hidupmu berbuah syurga 

Jambi, 23 April 2021

 Nanik Utarini, Pacitan 02 Maret 1979 Guru Sosiologi di SMAN 5 Merangin Jambi