21.Wawan Hamzah Arfan
MENGAJI HIDUP
Antara berita, cerita, dan derita
pasti ada getar
yang bermuara pada air mata
menenggelamkan suasana
yang bertahta di kedalaman jiwa
Dunia kini telah renta
tapi kita masih terlena
lupa diri
tak peduli bencana terus melanda
Mari kita berbenah bersama
menata kembali puing-puing rasa
yang masih tersisa
di antara kebengalan hati
walau hanya sebatas peduli
dalam mengaji hidup
dan kehidupan semesta.
Cirebon, April 2021
Wawan Hamzah Arfan
ADA APA DENGAN SEMESTA INI
Adalah sesuatu
yang tak bisa kubaca
apalagi kupahami
sejak corona hadir bersama kita
dunia seperti mengadakan syukuran
pesta pora di mana-mana
petir bersahutan serupa petasan
hujan deras
banjir bandang
angin puting beliung
gempa dan tanah longsor
gunung memuntahkan lahar
rumah-rumah dan hutan terbakar
seperti api unggun
Ada apa dengan semesta ini
apa sedang mengadakan resepsi
sebuah pernikahan langit dan bumi
dan para malaikat sebagai saksinya?
Sementara kita hanya terpaku
sebagai tamu tanpa undangan
karena kita telah hilang akal
lupa bersyukur dan berdoa
lupa berbagi dan koreksi diri
hanya bisa melenggang
di persimpangan jalan
penuh keangkuhan
Subhanallah!
Cirebon, April 2021
Wawan Hamzah Arfan, lahir di Cirebon, 8 Juni 1963. Pendidikan terakhir Pasca Sarjana Universitas Pakuan (Umpak) Bogor, Jurusan Manajemen Pendidikan. Sejak tahun 80- an karya-karyanya berupa puisi, cerpen, artikel, dan esai tersebar di berbagai media, seperti koran maupun majalah.
Beberapa puisinya terhimpun dalam Antologi Puisi Mega Mendung (1989), Kebangkitan Nusantara I (1994), Kebangkitan Nusantara II (1995), Kebangkitan Nusantara III (1996), Antologi Puisi HP3N " Nuansa Tata warna Batin" (2002). Puisi Menolak Korupsi (2013), Cinta Mengubah Segalanya (2013), Antologi Puisi & Apresiasi "Mendekap Langit" (2013)., Antologi Parsel ( Maret 2021), dan Merenda Hati (April 2021). Kegiatan sehari-harinya sebagai PNS di Dinas Pendidikan Kabupaten Cirebon.
22.MUHAMMAD JAYADI
SEBENTUK KASIH-NYA
Sebentuk kasih-Nya bisa berupa apa saja
bencana kesedihan juga kegetiran
bagaimana kita bercermin pada tiap keadaan
membaca tanda-tanda
memetik hikmah, bersadar diri
sebab kita memang sering lalai, terlalu sering lupa
Sebentuk kasih-Nya bisa saja hal yang menyayat dari nyanyian paling duka
mengingatkan kita agar jangan terlalu lena dalam buai tawa
ada saat-saat kita mesti mengakui salah dan dosa
menangisi jejak-jejak kelam kehidupan kita di bumi-Nya
menambah rasa malu dan keimanan pada-Nya
Sebentuk kasih-Nya berarti rahmat berupa hikmah di dada
mengerti hal-hal yang paling terasa membuat kecewa
bahwasanya setiap tanda ada pada tiap sudut dunia
bertopeng bala, berwujud luka-luka
untuk direnungkan kembali
apa yang mesti kita perbaiki dalam kehidupan ini
kita semua ini
Balangan, 23 April 2021
Muhammad Jayadi tinggal di Balangan, suka membaca dan menulis puisi.
23.Ali Imron
Hamba Bengal
Si fulan hamba bengal
Yang selalu saja menghujat Tuhan
Berontak akan takdir, seolah Tuhan tidak adil
Merasa paling menderita, ingkar akan nikmatNYA.
Entah apa yang ada di benak fulan
Hingga sedemikian murka terhadap Tuhan
Mungkin dia sedang lupa
Atau sudah lama menyimpan dendam pada Tuhannya.
( Pekalongan, 23 April 2021 )
Budi Riyoko Al Kubro
Nak, Maafkan Kami yang Lupa
Nak maafkan kami yang lupa, mengajarimu arti jalan ndelosor di depan yang lebih tua
Karena itu mungkin budaya
Nak maafkan kami yang lupa, menasihatimu untuk selalu berbagi kepada tetangga
Karena mungkin mereka sudah kaya dan kita tetap kere juga
Nak maafkan kami yang lupa, mewasiatkanmu membantu yang terkena bencana
Karena kadang masih ada yang tega mengambil untung darinya
Nak maafkan kami yang lupa, dengan segala tetek bengek nasehat untukmu
Karena kau sudah dewasa dan mengerti hidup harus dijalani dengan kekuatanmu sendiri
Kami tidak marah jika kau kebut-kebutan, berambut punk. Ngerock n Roll, Mabar.
Karena itu cara zamanmu mencari jati diri
Tapi ingatlahlah nak, ingat dan ingat sekali lagi. Ingat
Kami selalu mengingatkanmu untuk tidak korupsi
Kau akan aku gantung di Tugu Monas
Saat ku tahu kau korupsi. Kucoret namamu dari daftar penerima waris Kartu Keluarga kita
Banyuasin, 23 April 2021
Budi Riyoko Al Kubro
Sekedar Lupa Kepada Mereka
Nenek, maafkan aku yang lupa. Pada Mbah Juminten, Mbah Poniyem, Mbah Pardiyem, Mbah Parijem tetangga kita . Sebab cucu mereka bernama Zaskiyah, Zamarxaxa, Zoulezaha, satunya aku lupa. Sulit mengingat namanya. Lebih mudah terkenang ayu wajahnya.
Nenek, maafkan aku yang lupa. Dengan tiwul, getuk lidri, oyek, makanan kesukaan nenek, sebab kini makanku telah berganti. Piza, donat, hamburger. Meski keuanganku ora seger
Pak Polisi maafkan aku yang lupa, sering memakai helm di dengkul tinimbang di kepala, karena lututku lebih berharga, bermodal dengkul lebih ngaya ketimbang modal kepala.
Oh, ibu yang hamil, pengamen bis kota, maafkan aku yang kadang lupa berpartisipasi saat kau mengulurkan kantong untuk diisi, Aku pura-pura tertidur.
Oh, para Muadzin, para pengkotbah, maafkan aku yang lupa, sering ku cuekan nasehatmu
Oh, Mbah Bejo. Tukang Pempek Sepeda, padamu lah aku tak bisa lupa, selalu aku berkata, “ Habis lima mbah,!.”. meski yang kumakan cuma dua.
Tiga bonus untukmu yang tak pernah korupsi uang Negara
Padamu Mbah Bejo aku tak bisa pura-pura lupa
Banyuasin 23 April 2021
25. Rosyidi Aryadi
Katakan Lupa Katakan
Melupakan luka dunia dalam dosa melarung bencana berujukah musibah sambil membaca marabahaya.
Kesadaran tumbuh dalam jiwa, menyesali pada kalimat taubat namun cuma hiasan bibir sembari menyungging senyum manis. Dosa meledak dalam menara waktu menerawang pada lorong gelap, apa mau di kata semua pada lupa akan lumuran darah muda cair di ubun ubun batok kepala menyala pada tegangan tinggi kebenaran membaca arah cuaca dalam nyanyian nasib memancar cahaya iman mengurai sembahyang diri menghadap ke arah rumahMu tanpa memandang usia karena lupa merupakan kenikmatan manusia yang diambil pelan tanpa bisa berbuat apa apa.
Kita cuma makhluk lemah tak berdaya sambil membaca zikir akhir hayat.
Kita melupakan lupa padahal pura pura lupa malaikat mencatat melaporkan pada pemilik alam semesta.
Palangka Raya, 16 April 2021
26. Syahryan Khamary
Sah 'urung'
Nawaitu sauma ghodin
beduk shubuh berleha-leha
dalam kepulan asap Muadzin
sendu!
satu dua ditarik
Ssssssssh
Seperti mendesis
'an adhai' fardli
beduk Shubuh pulang
tidur seranjang hangat
berpeluh-peluh
timang menu berbuka
muadzin masih saja mengepul asap rokok
Sssssshhh
sendu
yang penting nawaitu
meski hari terang
asap tak pudarkan Saum
sedangkan Atid terus mencatat
dari debu kita pulang
Sahuuuuur
Syahryan Khamary ( Tidore-Maluku Utara)
27.Emby B.Metha
Sendu di Tanah Ina
tampak jelas di wajah
ada duka berkisah
terlukis terang di mata
ada luka tersisa
aku masih membaca
butir-butir air mata
dari kelopak mata-mata
yang membasahi tubuh Ina
mengalir deras
bersama bebatuan yang terbawa bebas
serta pepohonan dihempas
hingga meluluhlantakkan tanah Ina
puing-puing duka
jiwa-jiwa terluka
merunduk penuh haru
pun menenun sendu memilu
anak-anak kecil kehilangan mimpi
disebabkan oleh petaka
menelan segala impian
hingga tak tersisa
aku masih membaca
butir-butir air mata
dari kelopak mata-mata
yang membasahi tubuh Ina
beribu tanya
terngiang di kepala
kepada siapa harus bertanya
dan harus bagaimana
oh...Tuhan
inikah ketentuan-Mu
inikah murka-Mu
yang tersirat di singgasana semesta
yang tertulis dalam sabda-sabda
maka biarkan badai ini berlalu
sebab, ku ingin melihat senyum
yang sempat hilang
dari tanah Ina
Emby B.Metha, Nama Pena : @MataKata.MB
Tempat dan Tanggal Lahir : Lamahala, 29 Oktober 1995
Alamat : Adonara
28.Indon Wahyudin
Damaio Dalam Senyuman
Tak ada ucapan
Tak ada kata-kata
Tak ada bingkisan
Tak ada pula kejutan
Hanya doa
Selalu bahagia
Selalu sehat
Selalu tersenyum
Keindahan Bunga
Rindangnya Pohon
Luasnya Lautan
Riuhnya Ombak
Sahdunya senja
Damainya rembulan
Lelapnya bulan
Sejuknya angin
Selama itu,
Engkau tersenyum
Engkau tertawa
Mereka akan tetap bahagia
Makassar, 09/09/2014
SUNNATULLAH DI DALAM RODA KEHIDUPAN, ADAKALANYA SUSAH ADAKALANYA SENANG
Dunia ini bukan surga,
lantas jika hidup senang bersyukurlah,
jika hidup susah bersabarlah.
Senang-susah tetap ada usaha untuk tawadhu,
seperti warna senja pada pantai,
yang berbaris beriringan
dengan pohon kelapa muda
di kelilingi cuit-cuitan suara merdu burung
lalu biarkan sepasang telingamu
yang telah lama merona
untuk sekedar mencicipinya
Muara Badak, 04/04/2016
Indon Wahyudin ialah pemakan puisi dan cerita pendek, ia juga peminum air putih yang taat. Kelahiran Muara Badak, Kutai Kartanegara, Kaltim. Beberapa antologi puisinya Warna-Warni Indah (Rasibook, Bandung), A Skyful of Rain (Banjarbaru's Rainy Day Internasional Literary Festival 2018), Menghitung Kelahiran Bintang (Forum Lingkar Pena Makassar), Terbanglah Dengan Deen Assalam (Antologi puisi sebuku bersama Nissa Sabyan), Menenun Rinai Hujan (Antologi puisi sebuku bersama Sapardi Djoko Damono), When The Days Were Raining (Banjarbaru's Rainy Day Internasional Literary Festival 2019), Banjarbaru Rain (Banjarbaru's Rainy Day Internasional Literary Festival 2020), Aksara Pesisir (Antologi puisi bersama penulis Muara Badak). Puisinya juga dipublikasikan di media massa, seperti Samarinda Pos, Harian Cakrawala, Ambau.com, dan lainnya. Kerap mengikuti perhelatan sastra seperti Makassar International Writer Festival, Festival Sastra Basabasi, Kampus Fiksi Emas, Sastra Tugu Jogja, Studio Pertunjukan Sastra di TBY, FKKH UGM. Ia pernah bergabung di komunitas Forum Lingkar Pena Sulsel, kini aktif di komunitas Sindikat Lebah Berpikir Universitas Mulawarman, dan komunitas Ladang (Jaring Penulis Kaltim) bersama Amien Wangsitalaja dan kawan-kawan
29..Khalid Alrasyid
Sebab Bumi Kehilangan
Diamdiam Tuhan memberi kita arah jalan
Agar tetap tafakkur dan merenung dalam diam
Tak ada kesombongan dan suara lantang
Tak ada tubuh liar dan jalang
Karena kita hanya setitik debu
Yang diombang-ambing angin tiap waktu
: Bukti sudah datang
Dalam terang dan kelam
Berapa banyak hutang kita pada alam
Kejadiankejadian adalah cerita alam
Resah pada manusia
Yang selalu cuci muka
Bersorak sorai pada katakata
: Semoga Tuhan beri ampun senantiasa
Mojokerto, 240421
Khalid Alrasyid
AMUK ANGIN
Beribu-ribu tanda
Meraung-raung dalam duka
Tak dapat kita baca
Menatap pandang, menatap hidup
Angin datang memberi gelombang kalut
Kota menjadi lautan dari sebuah pembangkangan
Kita hanya seonggok daging berjalan
Membakar jiwa
Menjadi percik-percik cahaya
Lupa pada semesta yang memberi makna
Hanya lolongan dan jeritan tersisa
Ketika angin menyapa seketika
Adakah kita bertanya ?
: Bahwa Tuhan maha kuasa.
Mojokerto, 160421
Khalid Alrasyid, Terlahir dari pasangan M. Sikkri dan Ma'ani di Blumbungan-Pamekasan, anak ke 6 dari 8 berasudara. Saat ini tinggal di Desa Mojorejo, Kemlagi-Mojokerto.. Instruktur GFR (Gunnery Firing Range) di Kodikopsla-Kodiklatal, Pendiri Komunitas Kopi & Diksi. Penggagas Puisi Semaris (Sembilan Baris) bersama Nurul Swandari. Karya-karyanya bisa dilihat di Kitab Putiba Indonesia Takziah Bulan Tujuh. Segugus sajak Suara-Suara Gagak. Sehimpun Putiba Biji-Biji Waktu Rangkaian sajak pilihan Meneroka Jiwa-jiwa Puisi. Antologi Putiba Wajah Semusim. Antologi puisi Delapan Penjuru Mata Angin. Sehimpun Puisi & Pentigraf Lelaki Berdada Puisi. Antologi "GEMBOK" Lumbung Puisi Sastrawan Indonesia. Saat ini aktif di Komunitas Teras Putiba Indonesia dan Komunitas Desa Tatika Indonesia
30.Nanik Utarini
Terpasung Rasa
Terik matahari membuat berkunang mata memandang Tak gentar menghadapi segala tantangan yang menghadang Peluh mengalir deras bagai anak sungai saat musim penghujan Terkadang air mata turut serta meleleh tanpa sengaja, beginikah beratnya perjuangan? Ketika renta mulai menyapa tak terhenti Tangan dan kaki mulai menggigil tak terkendali Tawa riuh pelipur lara senyap tak pernah menyapa Yang tersisa hanya harapan yang tak pernah sirna karna terpasung rasa Maafkan kami yang terlalu berharap banyak padamu nak! Kami yang lupa jika pekerjaanmu tak dapat kau tinggalkan Kami yang lupa jika anak-anakmu harus ikut les ini dan itu agar menjadi pintar dan membanggakan Maafkan jika rindu kami terlalu dalam padamu nak! Teruslah kepakkan sayapmu, arungi luasnya cakrawala biru Teruslah dayung semangatmu, arungi luasnya samudera biru Namun jangan lupa pada Sang Pencipta Agar hidupmu berbuah syurga
Jambi, 23 April 2021
Nanik Utarini, Pacitan 02 Maret 1979 Guru Sosiologi di SMAN 5 Merangin Jambi