41. Muhammad Levand
Kami Yang Lupa Kepada Luka
Kami yang lupa kepada luka
Akan mengingat selalu rahasia
Menjadi kenangan sepanjang usia
Ibarat menjadi sebuah penanda rasa
Yang abadi bukan luka
Adakah ingatan mendusta?
Nasib bukan untuk ditangisi mata
Gelisah hanya godaan yang fatamorgana
Lupa membuat kami dewasa
Usia memilih kehidupan bahagia
Padahal luka terus menyayat di dada
Air mata semakin khusuk mengucap doa
Kepada setiap luka
Erat kami dekap dada
Pandangan hati percaya
Akan harapan serupa cinta
Dan bencana yang penuh rupa
Akan membawa pergi setiap duka
Luka bukan suatu yang hina
Usah sesalkan ingatan melupa
Karena hidup sudah diatur oleh-Nya
Apapun yang terjadi, bahagia itu niscaya
Jember, 19 April 2021
Kami Yang Lupa Setiap Waktu
Kami yang lupa setiap waktu
Adalah hamba yang selalu rindu
Mengucap doa istighfar tiap waktu
Ingatan agar kembali menemu cumbu
Yang fana adalah kami
Akan kembali kepada Ilahi
Nasib lupa tak bisa dipungkiri
Gelisah ingatan menjelma sunyi
Lupa menjadikan kami luka
Usia menjadi banyak prasangka
Pada setiap kejadian yang kami lupa
Ada pelajaran hidup yang tak bisa didusta
Setiap luka jadi debar
Entah itu nyata atau kabar
Tak ada penafsiran yang benar
Isak tangis dan kegetiran terdengar
Air mata membuat lupa semakin nanar
Pada kami ingatan masih meremang samar
Waktu memilih dzikir
Agar lupa tak lagi hadir
Kami yang percaya takdir
Tak putus asa sampai akhir
Untuk mendapat ingatan lahir
Jember, 7 Ramadan 2021
Muhammad Lefand, penulis yang lahir di Sumenep Madura dengan nama Muhammad, sekarang tinggal di Ledokombo Jember. Lulusan MA An-Nawari Seatengah Bluto Sumenep dan Universitas Islam Jember. Salah satu pendiri dan pegiat Forum Sastra Pendhalungan Jember, pendiri dan pegiat Forum Sastra Jember, pegiat Forum Sastra Timur Jawa, Malam Puisi Jember dan Penggerak Lesbumi Jember. Antologi puisi tunggal terbarunya “Penyair dan Orang-orang Kecil” (FAM Publishing: 2019) dan “Pesan Laut kepada Perahu” (Buku Inti: 2020).
Alamat tinggal: Jl. Pojok barat kecamatan no 03 rt02 rw02 Dusun Krajan Sumberlesung Ledokombo Jember 68196
42. Eliviya Kusumawati
RENUNGAN 1
Tuhan
Doaku terbang
Entah kemana
Gerangan
Doaku terlalu serakah
Hingga hujan tak berkah
Menjadi api
Di dada ini
Dan kau beri
Pengingat diri
Muntah api
Dari perut bumi
Patutkah kita busungkan dada
Lupa pada catatan yang Tuhan berikan
Tuhan …
Maafkan negeri ini
Mojopahit, 26 April 2021
RENUNGAN 2
Tuhan
Puisiku terbang
Mengitari awan
Berputar-putar
Lalu hilang
Menjadi angin
Dan berang
Menjadi gelombang
Menghantam daratan
Dalam-dalam
Semua mengutuk diri
Tinggalkan luka sunyi
Penuh ratap
Menggetarkan bumi
Yang tertinggal hanya doa
Dari semua cerita yang terjadi
Semoga Tuhan selalu mengerti. Jadi pelarian saat kita sudah dikebiri, anehnya selalu mengulangi
Oh, Tuhan …
Mojopahit, 24 April 2021
Eliviya Kusumawati, Seorang Ibu rumah tangga yang suka tinggal di desa. Pernah menjadi seorang guru tapi tidak pernah Merdeka. Karya termaktub di Teras Putiba Indonesia Takziah Bulan Tujuh. Antologi Menunggu. Antologi Guru dan Corona. Serta beberapa antologi lainnya.
43. Gilang Teguh Pambudi
PUASAMU TELAH
puasamu telah
memasang kacamatamu
puasamu telah
mengikat tali sepatumu
puasamu telah
memakaikan jilbab dan topimu
puasamu telah
menguatkan ikat pinggangmu
puasamu telah
mengancingkan kancing bajumu
puasamu telah
menyisir rambutmu
puasamu telah
mengamankan kemanusiaanmu
puasamu telah
membelah beribu berjuta tubuhmu
Kemayoran, 04 2021 / Ramadan 1442 H
TIDAK BENAR
tidak benar Ramadan tenggelam
tidak benar Indonesia karam
tidak benar kapal selam ditikam dalam
tidak benar!
Ramadan hidup dalam kesemestaan
Indonesia berkabung dalam sangsaka kemenangan
setiap pejuang ke dalam hati menyelam
setiap pejuang!
tak ada yang tenggelam kelam
juga Nanggala 402
ia dukacita dan cinta mendalam
Kemayoran, 04 2021/ Ramadan 1442 H
Gilang Teguh Pambudi, anak perkebunan dan orang radio yang seorang penyair (penulis). Saat ini tinggal di Kemayoran. Lahir di perkebunan kopi di Jawa Tengah, tetapi dari masa kanak-kanak domisili di perkebunan cengkeh Jawa Barat. Setelah meninggalkan kegiatan mengajar di kelas, dari tahun 1992 aktif sebagai Orang Radio Indonesia. Sebagai penyiar, jurnalis, programmer, kepala studio dan narasumber acara Apresiasi Sastra sampai menerbitkan buku tips sukses, Orang Radio. Puisi-puisi dan cerpennya termuat dalam berbagai buku antologi bersama selain antologi tunggal. Beberapa buku antologi puisi tunggalnya adalah, Syair Wangi, Jakarta Dalam Karung, Tarian Gapura, Zira, Mendaki Langit, Bumi Cintaku, dan Hari Kesaktian Kopi. Juga menulis buku catatan harian Dinding Puisi Indonesia (Serba-Serbi Dunia Puisi). Sebagai pembina komunitas banyak terlibat dalam berbagai kegiatan seni, termasuk Wisata Sastra Mingguan. Namanya termuat dalam buku Apa & Siapa Penyair Indonesia (YHPI).
44. Ence Sumirat
Ketika Alam Berbicara
Banjir,longsor,gunung meletus dan gempa
Tiap kali datang manyapa kita
Bukanlah bencana apalagi petaka
Mereka hanya bahasa lain cinta
Yang dikirim kemurahan semesta
Ke setiap dada
Sebab kerinduan telah lenyap
Seiring kesombangan dan keserakahan menggeriap
Di sungai tercemar,di gunung gersang
Dan di ladang pengerukan kekayaan
Eksploitasi menjadi-jadi mengotori bumi
Tuhan, kini kami sadar
Atas segala kesalahan
Semoga kau tak bosan terus mengingatkan
Kepada kami yang sering melupakan
Amin
Cianjur 264021
Mengingat Lupa
Kuingat 99 asma-Mu
Dari rupa kehilafanku
Lalu ku langitkan beribu cinta
Sebagai nyanyian syarat doa
Kuingat 99 asma-Mu
Dari lupa kealpaanku
Lalu ku rapalkan rindu pada semesta
Dzikir tak henti menggema
Kuingat 99 asma-Mu
Dari lupa kelalaianku
Lalu kurangkai menjadi sebuah jembatan
Penyabrangan orang-orang menuju keselamatan
Cianjur 264021
Ence Sumirat lahir tanggal 29 november 1971.menulis puisi secara otodidak.karyanya
dimuat dalam antologi bersama.antologi puisi tunggalnya “berjalan dalam kenyerian” kini
tinggal di perum kota baru blok c3 no 32 kecamatan cilaku kabupaten cianjur,jawa barat
45.Selamat Said Sanib
Pada Jiwa-jiwa
Tuhan memanggilmu
Datanglah !
Dengan lumuran dosa
Bersimpuh meski dengan hati yang kotor
Mendekatlah !
Dengan ampunan dari segala dosa seluas langit dan bumi
Wahai Jiwa jiwa rapuh
temui TuhanMu
Pagi dan petang
Siang dan malam
Menggapai cahaya Ilahi
Pada jiwa jiwa kering kerontang
Mengpa engkau menjauh ?
Mencari perlindungan pada hujan yang jatuh ke bumi menyuburkan tanah-Nya
Pada buliran airmatamu melalaikan perintah
menyuburkan hati dari mengingat Titah-Nya
Tadarus Sabda alam ayat ayat Kauniyah Agungkan Asma-Nya
Tarian bumi meluluhlantahkan peringatan Tuhan bukti Kuasa-Nya
Tiada tempat kau bersembunyi semua dalam Pengawasan-Nya
Pada ruang hati yang selalu merasa super
Pada lisan yang selalu ghibah
Fikiran yang berprasangka
Perbuatan yang lalim semua dalam catatan-Nya
Ramadhan mengingatkan jalan kembali pulang
Asalmu dari tanah agar kembali pada tanah jiwa jiwa yang fitri tatkala terpilih menghadap-Nya
Samarinda,25 April 2021
46. Che Aldo Kelana
Masih pantaskah kau sebut
dirimu hamba ?
Sementara cintamu masih
mendua.
Bahkan dalam setiap perjalanan pun
kau harus memilih arah dan tujuan ?
Ambigu menyesatkanmu dalam
keraguan.
Jika kau benar-benar hamba,
pastikanlah cintamu untuk siapa !
Atambua, NTT 2021
PERJALANAN
Di seberang sana
Di kaki bukit
Di sebelah sungai
Rintihan itu tergerus hujan,
tertimbun lumpur,
tersisih di ruang sepi.
Hingga waktu mempertemukan kita
Saling berjabat tangan
Membasuh luka yang basah
Memeluk erat cinta yang tulus
atas nama kemanusiaan.
Atambua NTT 2021
47. Sugeng Joko Utomo
Jerat Lupa Belantara Kota
Di kota ini, kawan
Gedung-gedung nyaris mirip belantara hutan
Saban hari tumbuh tiada patuh aturan
Sesubur cendawan berspora di musim hujan
Menjulang tinggi tanpa dedaun
Kokoh besar tapi tak rimbun
Di kota ini, sahabat
Langitnya sesak berjaring kawat
Kabel listrik dan telepon melilit rapat
Terjulur dari atap ke atap
Mencekik jiwa-jiwa berpesta umpat
Menghimpit dada bernafas pengap
Tersuruk-suruk memintal pilinan laknat
Menenggelamkan benih ribuan harap
Di kota ini, sayang
Jalan-jalan aspal bak sungai kerontang
Mengalirkan pusaran debu roda-roda jalang
Bersicepat berebut nyalang
Menyemaikan geriap saling menghadang
Padat bergilir mengubur pandang
Dengus-dengus birahi para kurcaci
Digerus syahwat tanpa penetrasi
Adakah kau terselip di sana, kekasih
Di antara ribuan dendang lagu risih
Lantang menyeru gubuk-gubuk kumuh letih
Tergencet aroma congkak pembangunan menindas perih
Adakah kau terselip di sana, adinda
Merentang jerat sepanjang cakrawala
Menabur lupa tanpa lika-liku kekata
Memasung nalar di kegagapan makna
Tasikmalaya, 19 April 2021
Nanggala Empat Kosong Dua
Entah siapa yang telah lupa
Bahwa paus besi itu kian renta
Walau ternampak perkasa bak dewa Baruna
Atau seperti siluman buaya
Namun yang biasanya menyelam ke dasar samudera
Kini tenggelam tiada daya
Entah siapa yang salah
Hingga paus tua hancur sudah
Kepingan-kepingan yang muncul ke permukaan
Pertanda nyata satu kealpaan
Walau dikerahkan segala usaha
Berbagai alat canggih berebut upaya
Namun telah menyadi kehendak Ilahi
Lima puluh tiga patriot berpulang ke pangkuan bumi
Entah siapa yang lupa
Entah siapa yang salah
Mari tunduk sejenak menghaturkan khidmat do'a
Untuk 53 syuhada Nanggala yang berpulang ke pangkuan Allah
Sebaiknya kita sadarkan diri
Bahwa samudera angkasa bumi matahari milik Ilahi
Jangan pula saling melempar salah
Kita semua khilaf atas peringatan Allah
Tugas hidup harus segera diselesaikan
Mengharap pengampunan dari Tuhan
Tasikmalaya 26 April 2021
Sugeng Joko Utomo, kelahiran Gombong Kebumen, saat ini menjadi guru Biologi di SMA Bina Insan Mandiri Bantarkalong, juga guru Kimia, Fisika dan Rekayasa Perangkat Lunak di SMK Riyadul Ulum Cisempur Tasikmalaya
48. Amini
Kami Lupa Ada Kedalaman Cinta
Kami tak pernah tahu ada hujan yang turun
Jika tidak pada musimnya
Kami tak pernah tahu kalau ada aniaya di sekitar kota
Jika tak ada berita yang terhembus dari sudut-sudutnya
Entah karena kami yang tak tahu
Ataukah kami yang tak mau tahu
Di tengah gelimang sibuk beragam perkara
Selalu menyelipkan senandung lupa
Bahwa di sana ada kedalaman cinta
Yang belum mampu kami selami
Ada berjuta nikmat yang justru kami tangisi
Satu persatu nikmat di bumi ini Kau ambil kembali
Dengan cara yang hanya Engkau yang bisa
Semeronta apapun kami
Hujan tetap turun di awal dan akhir Januari
Inilah yang membuat kami sering lupa
Bahwa selalu ada cinta-Mu di setiap lini perkara
Tercabik-cabiknya kami adalah bukti cinta-Mu
Agar kami tak lupa untuk kembali
Nganjuk, 27/04/2021
Kami Lupa Ramadan
Kata orang bulan Ramadan adalah penuh berkah
Banyak orang menuliskan bahwa setiap kata jadi ibadah
Setiap tarikan napas jadi indah
Namun kami lupa kalau hari ini adalah bulan mulia itu
Dari jatah waktu yang diberikan
Semua mendapat bagian yang sama
Dari ujung sini sampai sana
Tak peduli hewan tumbuhan dan manusia
Sungguh Allah maha kaya
Namun kami sering lupa
Jatah waktu yang kami terima tak bisa kami isi dengan yang semestinya
Masih ada yang menggunakannya dengan asyik bercanda
Dengan kawan lama maupun kawan baru lewat WA
Masih ada yang nikmat dengan berbagai link adegan yang tersedia
Beragam game yang merajalela
Barang-barang konsumtif lainnya yang tak boleh terlewatkan sebentar saja
Kata hati semakin jauh dari menyebut indah nama-Nya
Ampuni kami yang telah lupa
Bahwa Ramadan adalah bulan termulia
Nganjuk, 27/04/2021
Amini, S.S. adalah guru mata pelajaran Bahasa Indonesia di SMP Negeri 1 Nganjuk. Kesukaannya pada tulis-menulis dia abadikan dalam karya. Sudah beberapa buku yang dia hasilkan baik buku tunggal maupun antologi ersama penulis yang lain. Untuk bisa mengenalnya lebih jauh bisa melalui alamat email aminiparwoto76@gmail.com.
49.Nur Khofifah
Tafakur
Subuh menjala
Melangit doa
Tangan-tangan bergumul resah
Membuka tabir sembunyi entah
Titah
Lembar-lembar Titah terdengar patah
Pantaskah diri ini menengadah
Sementara berhala-berhala menumpuk di hati
Bersembunyi atas nama Tuhan Suci
Bagaimana Engkau menilai islam kami ya Rabb
Setiap waktu pintu Kau buka
Setiap waktu pula kami alpa
Lebih terbuai pada malam gemerlap
tapi beraroma nikmat
Ya Tuhan
Tercecer dosa kami di setiap sela
Hilang terhanyut
Bersujud pada Engkau yang Maujud
BWI, 270421
Viefa
Duka Lautan
Kuiring kepergianmu wahai duka mendalam
Nanggala 402
Duka ramadan membelah lautan
Menambah deret panjang luka Nusantara
Di bawah kedalaman 850
Pusara gelombang menyerap
Lintas perjalanan
Banyuwangi - Bali mengunci
Lelaki setangkas alun menggelung
Tunaikan janji
72 jam saja kau hirup tanpa berita
Tersengal di batas napas
Berlari di alam samudera
Terseret
Tergulung
Tergerus
Tenggelam
Karam
Ramadan kali ini duka Lautan
Pecah gelombang sedahsyat tangis bocah
Tangannya memeluk pundak
"Ayah, jangan pergi!"
Rengekan manja kekasih
Langkah tak surut dihenti
Kusuma bangsa
Kukirim puja puji gending Kamboj
Pulanglah pulang
Berkawan angin buritan
Lelaki setangkas alun menerjang
Tidurlah berselimut relung karang
Bertabur ganggang dan bunga-bunga impian
Jiwa tenang menuju Zat keheningan
Tuhan
Ramadan duka Lautan
Lelaki pujaan hilang tenggelam
Berkeping rindu mencacah
Kau ksatria
Lautmu pecah
Bwi, 250421
Nur Khofifah dengan nama pena Viefa kelahiran Banyuwangi, Jawa Timur. Menembus padang kata dengan menuangkan pengalaman dalam bingkai kalimat mengolah rasa. Viefa aktif dalam berbagai komunitas penulis untuk mengembangkan diri. Memandang Lumbung Puisi bukan saja tempat unjuk kreasi, tetapi lebih menjadi tempat belajar dan bersilaturrahmi. Terakhir mengikuti antologi Gembok bersama penyair nusantara dari Lumbung Puisi, antologi Puisi ke VII Para Penuai Makna dari Dapur Sastra Jakarta, dan antologi puisi lainnya yang masih dalam proses penerbitan.
50. Iwang nirwana
Iblis menjadi peluk
Gemuruh bermain di sela bayang
Mentari memoles gincu di bibir hari
Menikmati belaian angin diatas kapal usang
Sementar takbir sibuk mengais jiwa datang
Manusia manusia lain merias takwa
Manusia lain diam saja
Manusia ini duduk manis menikmati merahnya senja pada ronanya
Yang asik mencumbu riak dalam geliat ombak
Orang orang lain sibuk mencari baik
Menamai ikhlas dengan pahala
Orang yang lain ramai mencari angka dan lupa pada nyata
Orang ini hadir dalam ribuan dosa untuk Kau balur dalam gincu senja
Ini hari begitu sepoi
Manusia manusia lupa menjadi srigala
Iblis iblis lupa menjadi peluk
Pemalang.jawa tengah