31.Arya Setra
MURKAMU...KASIHMU
Menunggu Cinta
Menanti kasih
Berharap pada mentari yang selalu mengasihi dan tak pernah ingkar janji.
Ketulusan angin
Kejujuran bumi dan rendah hatinya air yg selalu bisa beradaftasi
mengisi celah kosong dalam lembah sampai alur ter bawah.
Setiap langkah yang penuh dengan harap akan diri
Berusaha mengikuti jejak jejak pudar dan samar
Namun semerbak wanginya menusuk sampai ke ulu hati.
Betapa besar cinta kasihmu
Api....Air.... Angin... dan Tanah
Namun kami sering lupa
Sehingga engkau murka untuk menyadarkan kami atas kealfaan diri.....
Keangkuhan kesombongan
Ke Aku-an
Yang menutupi nurani
Untuk menjamah kelestarian dan keindahan bumi
MurkaMU ... adalah KasihMU
Jakarta, 24 April 2021
32.Yus Harris
Ramadhan Bukan Toko Busana
Ramadhan bukan toko busana yang setiap tahun dipadati pembeli baju dan celana. Orang berpuasa menahan lapar tapi tak sanggup menahan dahaga untuk berbelanja. Memborong baju model terbaru meski harga setinggi tiang lampu.
Di etalase toko
manekin-manekin berwajah kelabu tak tahu diri
berpose layaknya peragawati
Menawarkan harga diri
berbaju bergaya gamis nan sexi
Tak kau lihatkah di luar etalase kaca
bocah-bocah korban bencana kelaparan dan bertelanjang dada
Mereka bukan manekin seperti yang terpajang di toko busana
Bukan pula tontonan topeng monyet yang dipermainkan layaknya hewan melata
Apakah ini roti pahit
Sebagai santapan saat berbuka puasa
Yang kau tawarkan gratisan di tepi-tepi jalan
Mereka menerima pahitnya dan kalian y…
Yus Harris
Ramadhan Di tengah Bencana
Sebuah kampung nampak seperti gadis berwajah murung
Sungainya mengalirkan air mata
Bukit dan gunungnya memuntahkan raungnya.
Lahan yang dulu sesubur mbakyu penjual bubur
sekarang jadi lahan tanah kubur
Tak ada bunyi kentongan saur.
Mengapa Ramadhan tahun ini mesti diiringi bencana yang sepi dari belasungkawa.
Semenjak kampung jauh itu digulung longsoran gunung
Malam pekat bagai ampas kopi mencekam digerogoti sepi
Di corong masjid tak ada tadarus, hanya ada ratap tangis yang tak kunjung putus
Hiruk pikuk lelaki dan perempuan melantunkan tahlil bagi anak cucu dan leluhur yang telah terkubur
Sungguh Ramadhan tahun ini tak sempurna jika berpuasa cuma menahan lapar dan dahaga
Masih adakah belasungkawa dan empati
Bukan hanya hiasan lipstik dan iklan berjalan di televisi hitam putih 14 inci.
2021
YUSTINUS HARRIS atau Yusharris tinggal di Jombang Jawa Timur, lahir di Surabaya tgl.14 April 1968 . Bergiat di Terminal sastra Mojokerto dan Sela Sastra Boenga Ketjil Jombang. Pernah menjadi dewan juri baca puisi tk SD/ MI Se Kab Jombang yg diadakan Dinas Perpus kab.Jombang th 2019. Buku puisi tunggalnya ;Bulan merindukan Anak ikan, selendang bianglala, mengenang teman kantor, Surga KW1, Surga KW2. Cintaku di atas perahu,
33.Hari Yono
Maafkan Kami Tuhan
Kalau dulu kami bermunajad kepadaMu
Meminta tanpa ada jeda
Mencari di mana letak kami yang keliru
Menapaki dalam lingkaran taubat
Namun, sering kami lupa
Berbicara yang tak seharusnya
Memakan daging saudara layaknya kambing
Mencecar pada upaya pengerdilan pribadi
Jauh dari itikad Ilahi
Menjambak segala nurani kekeliruan
Berteman dengan dosa
Menambah jeratan kerusakan atma
Maafkan kami Tuhan
Atas segala khilaf ini
Memecahkan sendimen diksi positif
Tanpa menatanya jadi bait kebaikan
Kami sadari kami lupa
Akan goresan kebaikanMu
Menambah daftar gelap dalam harsa
Tanpa peduli uluran tanganmu menjamah selalu
Blitar, 24 April 2021
Hari yono. Beralamatkan di Kabupaten Blitar. Pekerjaaan sebagai pedagang. Bermain dalam facebook akun ary shikamaru, bernomokan ponsel 085645708216. Semoga kau terhibur.
34. Hendra Sukmawan
SURAT CINTA DARI LANGIT
aku kian lupa jika waktu
terus berjalan tanpa jeda
aku sering lupa jika malam
dan siang terus saling berganti
meski doa-doa sering dipanjatkan
tak membuatku kian peka
: disapa gempa,
ditegur amuk gunung yang letus,
diingatkan hutan yang terbakar (atau entah dibakar),
dikutuk laut yang sering melabrak daratan,
lalu banjir dan kekeringan
mencibir
sebab aku tak mau berpikir
“dzaharal fasadu fil barri wal bahri bimaa kasabat aidinnaasi”
aku bercermin di riak gelombang
rasanya aku malu terus mengadu
sementara tangan serakah ini terus menjadi musabab penghancur
keseimbangan semesta
duhai jiwa, haruskah kuwariskan kelupaan ini
pada anak-anakku nanti?
Garut, 23 April 2021
Hendra Sukmawan. Lahir di Garut, Jawa Barat. Sempat kuliah di Institute of Arabic and Islamic Studies Al-Imarat Bandung. Lulus kuliah di STAI SABILI Bandung. Pendiri KTT (Komunitas Teater Tandatanya) dan inisiator bedirinya Rumah Budaya Sunda Galuh Pakuan.
35. Sulistyo
LEBARAN DALAM INTAIAN PANDEMI
Lebaran datang
apa yang terhidang di meja makan?
segelas air mata
sepiring rasa lapar
opor ayam hanya cerita masa silam
tak ada irisan empal menemani sarapan
sayur ketupat hanya mampir dalam kenangan
kisah pandemi sudah cukup mengenyangkan perut-perut kami
Lebaran datang
hati dag dig dug bergantian dengan suara bedug
kekhawatiran dan kegelisahan mengunyah kami saban hari
wajah-wajah sembunyi dari intaian pandemi
Gema takbir seperti isyarat kematian
ajal bagai menanti di pintu-pintu rumah
nyanyian bocah menghilang dari keriuhan
kembang api menguncup redup
petasan terdiam bungkam
Gema takbir menyayat dari kejauhan
mengiris kepongahan
memaksa air mata menyesali kedurhakaan dan dosa
sekian lama terlena
sekian lama terlupa
Lebaran datang bersama pandemi
nengabarkan janji
meninabobokan nyawa-nyawa kami
Jakarta, 21.05.2020
AKU TAK PERNAH MELUPAKAN-MU
Apakah hari ini aku melupakan-Mu, Tuhan?
tidak!
aku tak pernah melupakan-Mu
saat aku sibuk mencumbu bidadari di lokalisasi, aku justru ingat Engkau
saat aku asyik ngibing di kafe pinggir rel sambil menenggak topi miring, sedikipun aku tak melupakan Engkau
saat rupiah hasil nyolong duit kantor mengalir deras mengisi dompetku, berkali-kali aku berterima kasih kepada-Mu
Aku selalu mengingat-Mu
sepanjang tarikan nafasku
sebanyak hembusan nafasku
dalam maksiatku
dalam kebejatanku
Bahkan ketika istriku melempar kursi ruang tamu ke wajahku, aku teriak menyebut nama-Mu
Aku selalu mengingat nama-Mu, di manapun kakiku menuju
tapi Tuhan, ada satu yang kulupa
aku tak tahu lagi jalan menuju rumah-Mu
Jakarta, 24 april 2021
*Topi miring adalah merk minuman beralkohol/ minuman keras.
Sulistyo, Lahir 11 September di Kudus. Tinggal di Jakarta. Menyukai sastra dan semua yang berkaitan dengan seni. Berprofesi sebagai Disc Joekey.
36. Herry Lamongan
PERKENANKAN KIRANYA
Mohon kiranya maafMu, Gusti
Nyata sekali
Kami tak cermat mewiridkan rasa terima kasih
Atas anugerah iman, usia serta
berkah ilmu dan kehidupan
Kami selalu bersombong diri
setiap kali hadir dalam masarakat bumi
Manusia
Tumbuhan
Margasatwa
Dan alam raya.
Mohon kiranya maafMu, Gusti
Atas tingkah laku kami
semena-mena melayani alam dan budaya selama ini.
Lantas ketika semua umur beringsut tak seimbang
Air
Tanah
Udara
Api
Tertatih sempoyongan merampungkan waktu
Barulah kami hiruk pikuk melawan alpa
Riuh rendah mengeluh bersama
Sesambat menyalahkan seluruh akibat khianat diri terhadap cuaca.
Duh, Gusti cahaya agung semesta
karenaMu kami tiada, ada, kemudian tiada
Jalan puisi membenturkan kendi persulangan, selugut ingatan
menegur sesat kiblat kami
Maka sebisa-bisa kami memohon maaf yang sungguh
Akan arang kranjang luka sejarah yang sudah kami perbuat.
Perkenankan kiranya.
24.04.2021
Herry Lamongan
POHON AKING
Dari tangan
Jejak zaman
Melahirkan banjir
Memojokkan garing
Pohon-pohon aking
Lantas luasan tanah
Membiar lembah bukit luruh
Bumi terlunta diam merana
Tangan kami telah lama rontok
Bersama daun-daun
Kepada hutan yang sendiri
Burung-burung pulang
Ke sarang tanpa musim semi
Kepada tangan
Kami hanya membilang umur
Kemudian tidur dalam puisi
24.04.2021
Herry Lamongan, nama aslinya Djuhaeri. Lahir di Bondowoso, 8 Mei. Mulai bersajak dengan serius tahun 1983, dalam ersam Indonesia dan Jawa. Karya puisinya pernah dimuat berbagai media cetak pusat dan daerah. Terhimpun dalam lebih dari 50 antologi puisi ersama. Terkumpul pula dalam antologi tunggal Lambaian Muara (1989), Gunem Suwung (2004), Latar Ngarep (2008), Surat Hening (cetakan ke-2 2020), Rahasia Hujan (puisi anak 2020), dan Berbalas Pantun (2020).
37. Raeditya Andung Susanto
RIUH
Malam telah ditutup, pintu rumah
Sedang dibuka untuk gemuruh pulang.
Marah, kecewa, kesepian dan putus asa
Semuanya sempat menyanyikan sebuah tembang
Dan berpelukan denganku.
Tuan Tuhan datang berkunjung, mengetuk
Sajadah yang sudah digelar sejak riuh
Menggelegar.
Selamat datang, terima kasih
Sudah mampir di tubuhku yang compang
Camping dan sendu, kataku.
Cikarang, 2021
NYALA
Tuhan yang Budiman
Kamarku gelap gulita
Malam ini bulan tidak datang
Sepi
Gigil
Angin berdesir
Aku kehilangan nomormu dalam
Lima waktu. Pertemukan aku dengan
Banyak nyala
Dekatkan aku pada cahaya
Cikarang, 2021
Raeditya Andung Susanto, penyair kelahiran Bumiayu Brebes. Anggota Bumiayu Creative City Forum (BCCF). Penulis Puisi Anak Balai Bahasa Jawa Tengan dan Kemdikbud, Konferensi Penyair Dunia (KONPEN) di Malaysia, Kemah Sastra Nusantara 2018. Buku pertamanya berjudul, Sorai (FAM Publishing, 2019)
38. Dyah Nkusuma
DARI MANA ASAP?
Demo marak menghias berita di media massa
Berbondong-bondong orang menuju pusat kota
Kebijakan dipertanyakan?
Oknum memanfaatkan keadaan?
Peserta demo bayaran yang butuh pendapatan?
Ceteknya penalaran, mudahnya tersulut, ribut tak tahu yang diributkan?
Atau uforia, seiring viral jadi dambaan?
Dari mana muasal keadaan?
Pengambil keputusan lupa bawa nurani?
Birokrasi yang konon dipangkas, penyederhanaan regulasi
Nyatanya, pada pelayanan satu pintu, tak kenal, mengantre dulu
Sahabat, kerabat, baju licin berdasi, sepatu kilap bergegas dihampiri
Santun bersambut sepenuh hati
Apalah arti janji-janji, rupanya angin lewat semata, ih..., cuma mimpi
Pandemi kembangkan empati?
Lupa, makin asyik sendiri
Pikirkan stok kecukupan kebutuhan berjangka
Gerbang-gerbang semakin rapat terkunci
Si papa sibuk memikirkan hidup esok hari
Jangan heran mengendap, melompat sekedar sekerat roti
Berkeruman tak hirau prokes, mengais rezeki, tanpa pikir apa 'kan terjadi
Bantuan langsung tunai dikucurkan
Terlupa pula bagaimana memutar dan bertahan
Habis sesaat dibelanjakan
Budaya menadah yang memalukan
Memanjakan yang melenakan
Kaillah diperlukan, bukan ikan sekali telan
Asap tak mungkin membumbung gelap
Bila tiada api yang jadi penyebab
Akan selalu ada tanya yang harus terjawab
Bukan melulu lupa, lupa, dan lupa hingga berlaksa akibat
Tobat tobat dan tobat, esok kumat
Asap, asap, asap, mengangkasa semakin gelap
Sampit, 25 04 2021
Dyah Nkusuma, terlahir pada 17 Mei 1975, dengan nama Dyah Nur Kusumawati.
Ibu rumahtangga, istri purnawira perwira polisi, mengelola Rumah Jahit Kin dan Sudut Baca Kin.
Domisili Sampit Kalimantan Tengah. Hobby menulis dan berpuisi sejak sekolah. Menulis di laman gawai sejak Oktober 2019. Ada beberapa antologi bersama kawan kawan.
39. Wyaz Ibn Sinentang
SAUM DI TANAH BANUA
Sahur sahur sahur
mata terkatup impi berbunga
waktu bergulir di tengah persimpangan
antara rindu yang menahun
Sejuk mendekap manja
selimut enggan bergeser
mata setengah terpejam
rindu padamu terus menggeliat
Sahur sahur sahur
sepi mendulang detik berlalu
di tanah banua berbalut peluh
rindu padamu menggebu lintasi waktu terbenam
Banjarbaru, 14 April 2021
SADRAH
Tetes embun lekat
Aroma cemas rajut waktu
Hampa menatap
Langkah kita ada batasnya
Sinyal kehidupan mulai menepi
Bumi Ale-Ale, 25 April 2021
WYAZ (Wahyudi Abdurrahman Zaenal) IBN SINENTANG lahir di kota Pontianak tanggal 24 April 1966. Karyanya pernah dimuat di beberapa media lokal, nasional/luar pulau, negeri jiran, baik cetak maupun online. Karyanya juga terangkum dalam beberapa antologi dan cerpen bersama; IJE JELA (DKK Batola, 2016), RINDU RENDRA (2019), DANDANI LUKA-LUKA TANAH AIR ( Numera, 2020), dll. Antologi puisi tunggalnya, antara lain; BERSAMA HUJAN (2011), HIJRAH (2012), NYANYIAN LILIN PUTIH (2012), PERJALANAN SAJAK BULAN KOSONG (2013), REKAH CAMELIA DI LANGIT DESEMBER (2014), TIGA IBU (2016), SANG PENYAJAK (2021). Kumpulan cerpen tunggalnya PUING (2014). Menetap di kota Ketapang (Kalimantan Barat),