TEKS SULUH


Rabu, 03 November 2021

PERJALANAN PUISI (4, Tamat) oleh Nanang R Supriyatin

 PERJALANAN PUISI (4, Tamat)

Seperti juga Rg. Bagus Warsono, penyair wanita Indri Yuswandari juga tak mau berlelah-lelah berjalan kaki hanya sekadar menemukan kuliner khas Pekalongan. Pagi (minggu, 24/10-2021), sebelum berangkat ke Jakarta; Ade Novi, Eddy Pramduane, Omni S. Koesnadi dan saya jalan-jalan ke sebuah lokasi kuliner. Kami seperti berada di MH Tamrin, Cijantung, Kampung Melayu (Jakarta), dimana setiap hari minggu kami temukan Car Free Day. Sempat juga mata melirik penjual tanaman hias, bubur spesial khas Pekalongan. Meskipun kaki kami lebih mendekati pedagang susu sapi murni. Terakhir kami mampir juga untuk sarapan, dimana tersedia ‘Nasi Megono’, ‘Tauto’, ‘Garang Asam’ dan ‘Lontong Sayur’, termasuk juga sayur sup dan tempe orek. Terasa nikmatnya pagi dengan cuaca yang agak mendung.

Pukul 09.00 wib, kaki-kaki kami melangkah, setelah turun dari grab mobil, menuju terminal Pekalongan. Petugas (mungkin juga calo, karena pakaian tak berseragam) memberi kepastian, bus menuju Jakarta baru bisa berangkat sekitar pukul 14.00 wib atau ada juga pukul 17,00 wib. Wah!

Setelah tanya sana tanya sini, akhirnya kami dapat kepastian bus Nusantara siap berangkat pukul 10.20 menit dengan bus transit ke Terminal Tegal dan berakhir di Terminal Cirebon, padahal tujuan kami ke Terminal Kampung Rambutan. Tak apa.

Dalam bus ternyata sudah penuh penumpang. Sisa kursi 1 khusus untuk salah satu teman kami. Sisanya 3 orang cukup lesehan dan berdiri, sambil menunggu penumpang lain turun di jalan. Dalam percakapan saya dan supir. Supir memperingatkan untuk hati-hati dalam perjalanan, karena calo terminal akan selalu menguntit. Akhirnya sang supir memberi rekomendasi pada kami sebelum kami menaiki bus Cirebon-Jakarta. Beliau menelpon salah seorang temannya yang sudah menunggu di terminal Cirebon.

Sesampaikan di Cirebon, kami diturunkan di seberang jalan terminal. Tak berapa lama seorang lelaki melambaikan tangan kepada kami. O, mungkin rekomendasi ke beliau, ucap saya dalam hati. Ternyata benar. Setelah kami berempat turun dari bus. Menyeberang jalan. Yang diberi rekomendasi dan para calo terminal mendekati kami, menjual jasa. Orang yang dapat rekomendasi segera menyilahkan kami masuk bus jurusan Cirebon-Bekasi. Alamak! Lagi-lagi kami terkecoh. Terik matahari+hati yang tak keruan, membuat kami berempat kian panik, benci dan marah. Entah, ditujukan pada siapa. Hingga Ade Novi mencolek saya sambil berkata, “Bang, kok lenggang? Tas Abang mana?” Ohh… ya, ya, ya saya gelisah, juga Eddy Pram dan Omni. 

Akhirnya orang yang diberi rekomendasi sang supir, melalui hp yang di loud speaker, mengontak sang supir bus Nusantara. Terdengar jawaban dari sang supir. “Ya ada, ada tas warna biru kan?” Alhamdulillah. Hati saya agak tenang. Dan lebih tenang lagi hp, uang serta identitas lain ada di tas pinggang. Yang namanya kehilangan sesuatu, tentulah panik meskipun yang hilang hanya kaca mata, celana, pakaian, charger, masker. Yang berharga adalah buku “T” dan “Perjalanan Berkarat”. 

Singkat cerita, atas bantuan kawan Wawan Hamzah Arfan yang asli Cirebon, benda yang hilang sudah bisa dikondisikan. Ini juga karena jasa mantunya yang bekerja sebagai Reskrim di Polres Cirebon. “Tunggu saja di Jakarta, tas besok segera sampai ke agen bus Nusantara yang ada di Cikini!” Ahai, informasi yang sedap. Cikini memang dekat rumah.

Tapi, apakah permasalahan selesai sampai di situ? Tidak juga. Bus tumpangan kami terakhir, Cirebon-Kampung Rambutan ternyata tidak ber-AC. Nego dengan kondektur bus dan calo cukup alot. Dari harga 600K untuk berempat, turun menjadi 250K. dalam bus tanpa ac tersebut, terasa perut mual lantaran sang supir cukup kencang mengendarai mobil. Dari penumpang sekitar 6 orang, terus bertambah. Bus selalu berhenti di pinggir tol dimana ada calon penumpang melambai.

Kami terasa asing di negeri sendiri, seperti juga puisi terasa asing bergerak di tengah hiruk-pikuk kehidupan. Saya hanya mengambil hikmahnya saja atas kejadian itu. Persisnya, keesokkan harinya tas sudah bisa saya ambil di agen bus Nusantara Cikini. Ucapan terima kasih pada Panitia acara di Pekalongan yang telah mengakomodir kami. Terima kasih juga pada teman-teman pegiat literasi yang membawa kami pada kebahagiaan saat silaturahim. Terima kasih juga pada Lumbung Puisi Sastrawan Indonesia, pada penyair Wawan Hamzah Arfan. Terima kasih yang tak berkesudahan pada ‘Bang Ghanes’, mantunya WHA yang selalu meluangkan waktu untuk bicara via Hand Phone. Terima kasih khusus pada teman-teman seperjalanan. Susah senang kita berbagi. Salam. (NRS).