Pengampunan Penyair
Ramadhan adalah juga bulan pengampunan. Digambarkan dengan begitu indah dalam catatan-catatan ibadah yang sangat membuat hati kagum akan kesungguhan umatMu mengisi bulanMu yang suci . Beberapa penyair tersebut menorehnya dalam guratan-guratan puisi yang kadang memiliki kekuatan nafas ibadah dan kemuliaan Ramadhan. Berikut Raden Rita Maemunah dalam puisinya “ Bersujudlah”
//....Kau terbangun saat malam masih pekat
Mengeluh dan kembali nyenyak
Mengapa kau tak bangun bersujud mengucap rasa sukur
Menadahkan tangan sambil tersungkur...//.
Sedang Dwi Wahyu C.D. dalam puinya “ Doaku”
//Di ujung shaf kutundukkan pandangan
Kupasrahkan jiwa dan ragaku
Tuk merengkuh pengharapan ridho-Mu....//. Juga
Syahriannur Khaidir dalam puinya “ PadaMu”
//...PadaMu haruskah kukenali cemburu
Karena kucumbui Kau dengan rayuan semaunya
Dalam jalan pilihan para pendosa
Tak henti-hentinya menggedor pintu-pintu taubat//
Sedang penyair-penyair lainnya tak kalah dalam mengagungkan kebesaran ramadan dengan menggambarkan kekhusuan dalam menjalankan perintah itu, seperti Septiannoor dalam cuplikan puisinya
//Pulang mereka tergesa
Dengan nasi dan sejumlah uang untuk para putra-putri mereka
Pakaian lusuh berjuntai dengan wajah berseri gembira
Ingin segera pulang untuk berbuka
Bersama keluarga meski hanya sedekah hari ini yang mereka terima//, kemudian
Septiannoor melanjutkan dalam puisi lain , berikut cuplikannya:
//....Certia terus berlanjut
Senyum dan tawa akhirnya selesai pada suara bedug disurau desa...//
RB Pramono dalam puisinya “ Di Simpang Jalan Itu”
//kau memanggilku
wajahmu lelah namun berseri
jarak cahaya telah kau tempuh
aku ingin bersimpuh
wahai sang Kekasih Jiwa...//
di puisi lain RB Pramono menulis “ Demi Masa”
//...demi masa, aku tak ingin tumbang
sedang batin masih demikian kerontang
/demi masa, aku ingin bersujud tanpa hitungan
menjelang jemputan pulang//
Akhmad Asyari dalam puisi yang berjudul “ Hahaha”
//...Sadar bila sakit
Istighfar hingga kelangit
Tafakkur bila syukur
Sujudpun sampai mendengkur
Hahaha...
Kau ini, ada-ada saja!//.
(Rg Bagus Warsono, Kurator di HMGM)
Ramadhan adalah juga bulan pengampunan. Digambarkan dengan begitu indah dalam catatan-catatan ibadah yang sangat membuat hati kagum akan kesungguhan umatMu mengisi bulanMu yang suci . Beberapa penyair tersebut menorehnya dalam guratan-guratan puisi yang kadang memiliki kekuatan nafas ibadah dan kemuliaan Ramadhan. Berikut Raden Rita Maemunah dalam puisinya “ Bersujudlah”
//....Kau terbangun saat malam masih pekat
Mengeluh dan kembali nyenyak
Mengapa kau tak bangun bersujud mengucap rasa sukur
Menadahkan tangan sambil tersungkur...//.
Sedang Dwi Wahyu C.D. dalam puinya “ Doaku”
//Di ujung shaf kutundukkan pandangan
Kupasrahkan jiwa dan ragaku
Tuk merengkuh pengharapan ridho-Mu....//. Juga
Syahriannur Khaidir dalam puinya “ PadaMu”
//...PadaMu haruskah kukenali cemburu
Karena kucumbui Kau dengan rayuan semaunya
Dalam jalan pilihan para pendosa
Tak henti-hentinya menggedor pintu-pintu taubat//
Sedang penyair-penyair lainnya tak kalah dalam mengagungkan kebesaran ramadan dengan menggambarkan kekhusuan dalam menjalankan perintah itu, seperti Septiannoor dalam cuplikan puisinya
//Pulang mereka tergesa
Dengan nasi dan sejumlah uang untuk para putra-putri mereka
Pakaian lusuh berjuntai dengan wajah berseri gembira
Ingin segera pulang untuk berbuka
Bersama keluarga meski hanya sedekah hari ini yang mereka terima//, kemudian
Septiannoor melanjutkan dalam puisi lain , berikut cuplikannya:
//....Certia terus berlanjut
Senyum dan tawa akhirnya selesai pada suara bedug disurau desa...//
RB Pramono dalam puisinya “ Di Simpang Jalan Itu”
//kau memanggilku
wajahmu lelah namun berseri
jarak cahaya telah kau tempuh
aku ingin bersimpuh
wahai sang Kekasih Jiwa...//
di puisi lain RB Pramono menulis “ Demi Masa”
//...demi masa, aku tak ingin tumbang
sedang batin masih demikian kerontang
/demi masa, aku ingin bersujud tanpa hitungan
menjelang jemputan pulang//
Akhmad Asyari dalam puisi yang berjudul “ Hahaha”
//...Sadar bila sakit
Istighfar hingga kelangit
Tafakkur bila syukur
Sujudpun sampai mendengkur
Hahaha...
Kau ini, ada-ada saja!//.
(Rg Bagus Warsono, Kurator di HMGM)