TEKS SULUH


Sabtu, 09 Juni 2018

Sedekah Puisi , Tadarus Puisi 2 , No. 01-10



1.

RB Pramono
di simpang jalan itu

kau memanggilku
wajahmu lelah namun berseri
jarak cahaya telah kau tempuh
aku ingin bersimpuh
wahai sang Kekasih Jiwa
aku teduh pada sosokmu
saat keluh melusuh
tangan kokohmu membelaikan sutra
di wajahku
termangu
di simpang jalan itu
terseok rinduku
debu meliat di batinku
sekian waktu kujalani
mengikuti bayang jejakmu
langkahku tercecer
hatiku terserak
aku tersesat
suaramu menggema memanggilku
aku bergegas
penuh rindu
aihh, layakkah aku merindu
sedang sambat pujaku
tak menentu?





2.
Akhmad Asyari

Bukan Puisi Bukan

Gerbong yang berderet di rel itu
Muatannya adalah luka berdarah-darah
Yang berkibar di negeri tercinta

Kulihat satu gerbong adalah tangisan
Rakyat miskin berlabel kesejahteraan
Makan dari buah keringatnya yang resah
Satu persatu tercecer diantara bajak sawah
Tukang becak dan petik dawai trotoar disana

Mari kita lihat bersama,
Raskin hanya berisi beras busuk
Ayampun enggan makan, kecuali dimasak dengan tepung bubuk
Subsidi BBM hanya untuk kendaraan bermotor
Sedangkan aku lebih suka naik kerbau
Meski larinya tak sekencang Phanter atau Jaguar
(Phanter dan Jaguar, kan binatang juga!)

Kulihat satu gerbong adalah jeritan
Rakyat yang dikebiri perlahan-lahan
Kartu pintar, untuk orang yang bodoh
Sedangkan aku sudah bisa membaca, menulis
Bahkan mengarang puisi dan cerita mistis

Jalan raya dibuat licin dan cling
Menganga sedikit, pengendara banyak jatuh
(Makanya kalau jalan liat-liat !
Enakan jalan rusak, karena mesti ada papan peringatan)
“Awas hati-hati, jalan rusak/bergelombang”

Satu gerbong diatasnya rel
Setumpuk buku yang diberi nama kurikulum
Yang berubah-ubah sesuai dengan selera
Ada yang idealis, ada yang fundamentalis
Sama sebenarnya rasa dan baunya
Cuma beda masak dan penyajiannya
Akhirnya sekolah hanya Kolonialisme
Yang terstruktur dan tidak merdeka

Anak-anak sudah bingung
Tidak bisa membedakan antara tahu dan tempe
Karena bahannya sama dari kedele

Ssttt!!!...
Berhentilah menghina penguasa
Karena bisa dipidana
(KUHP warisan Belanda)
Lebih baik menghina diri sendiri
Bebas, tak akan dipenjara !











Akhmad Asyari

Hahaha
Kau ciptakan,
Bumi yang tertawa
Susah, senang dan bahagia
Berpeluh hingga lupa dahaga
Gedung bertingkat hingga dasi berkelebat
Tipu, lugu, mangu, apapun mauku

Kami akan nikmati
Bumi yang berkah tergadai benci
Berselimut salah
Tiba-tiba minta maaf,
Berbusa-busa dosa
Pura-pura duduk tak berdaya,
Hahaha...

Kau rupakan,
Anak kecil bertangisan,
Dengan peluk dan mainannya
Ibu menghampar sajadah,
Dengan sorga dibawah kakinya
Ayah bekerja keras,
Dengan keyakinan tercukupi hidupnya

Sadar bila sakit
Istighfar hingga kelangit
Tafakkur bila syukur
Sujudpun sampai mendengkur
Hahaha...
Kau ini, ada-ada saja!
Batuputih Kenek, 11 Februari 2018
Akhmad Asyari, Puisi dan Sajaknya pernah dimuat Majalah Muara, Santri, Horison, Kuntum, Mimbar Pembangunan Agama, Sumekar. Menjuarai Penulisan Cerita Rakyat Sumenep 2017 dan dibukukan dalam "MUTIARA YANG TERSERAK", Rumah Literasi Sumenep (2018), Nominator Temu Penyair Asia Tenggara dan dibukukan dalam Antologi Puisi "EPITAF KOTA HUJAN" FPL dan Dinas Perpustakaan Kota Padang Panjang (2018). Tinggal di Jl. Toghur Billah, MTs. Darul Ulum, Dusun Pondok Laok RT. 04 / RW. 2 Desa Batuputih Kenek, Kec. Batuputih Kab. Sumenep Madura Propinsi Jawa Timur 69453. HP/WA 08175249599.





















3.

Raden Rita Maemunah

Kasig di Bulan Ramadhan

Taman kasih mulai mekar
Saat Ramadhan datang,Allah Maha Besar
Takbir bersahutan menyambut Ramadhan
Kita akan mulai merenda bulan suci. Memperbanyak ibadah
Sadakah dan menebar kebaikan, mengharap Ridho Allah
Anak piatu bersukacita, kan banyak orang datang undang berbuka
Nuansa damai mulai mengalun merdu
Anak piatu akan makan enak,
Cahaya akan terangi jiwa yang pelit sedekah
Mulai suci ini berebutlah mencari pahala
Hati yang sering menimbun dosa
Malam ini dan 30 hari kedepan
Bukalah hati, kikis maksiat, dan timbunlah Iman

Padang, 29 Mei 2018










Raden Rita Maemunah

Bersujudlah

Malam tak pernah selesai bercerita tentang gelap
Sementara jangkrik bernyanyi dengan riang
Binatang malam itu begitu ria menyambut kegelapan
Sementara kita lena dalam mimpi yang jauh
Tak ada keluh saat binatang malam mengulum kelam
Kau terbangun saat malam masih pekat
Mengeluh dan kembali nyenyak
Mengapa kau tak bangun bersujud mengucap rasa sukur
Menadahkan tangan sambil tersungkur
Menghiba pada sang khalik
Padang, 31 Mei 2018

















Raden Rita Maimunah

Menyesal

Kisah sunyi yang lenggang, menyambut ramadhan dengan duka
Tanpa siapa, sayup ingat cerita yang telah usai
Tak lagi ada pekik riang, menyambut beduk
Tak ada suara kecil menatap pabukoan dengan semangat
Aku nahkoda yang telah di hantam ombak nafsu
Tak dapat memenjarakan cinta, yang ada dalam rongga dada
Tak lagi dapat membedakan embun pagi dan lembab malam
Aku tualang yang gagal mengejar cinta
Dan membuang mangkuk indah yag disebut keluarga
Ingin kembali, tak ada pintu terbuka
Hingga berbuka di bulan ramadhan dalam kesendirian
Suara cadel anak anak mengaji, terdengar pilu
Buah hati telah kutinggal pergi
Meski asa kini mulai bangkit, tak lagi dapat berbalik pulang
Tinggal sesal yang datang
Padang 29 Mei 2018







4.

Gilang Teguh Pambudi

9 Puisi Pendek Di Atas Tisu

1. MEMBUKA RAMADAN
hujan jam sembilan
menyentuh touchscreen
aku menulis keajaiban Ramadan
2. KEPADA SEORANG ANAK
teringat sebuah puisi
yang kuberikan kepada seorang anak
suatu kali
tentang hujan menyentuh daun
membaca ayat-ayat suci
3. PUISI DI ATAS TISU
puisi di atas tisu
tipis rahasianya
sebab tak guna penyair
menyembunyikan makna
4. KUTULIS PUISI
pada tisu
kutulis puisi
lembut
dan wangi
5. BASAH LANGIT RAMADAN SAMPAI KE RAMBUTMU
coba selalu bayangkan ada di Ramadan
hari ke tiga
hujan
bacaan-bacaan langitpun basah
sampai ke rambutmu
6. BAGAIMANA SAMPAI RAMADAN
bagaimana Ramadan sampai hari ke tujuh
kalau tubuhmu tak menemui hujan
di situ?
7. RAMADAN YANG SELALU PUASA
sebab kamulah Ramadan yang selalu puasa
sampai hujan tak mengatakan, tidak!
8. RAMADAN ITU
basah siangnya
basah malamnya
tak berkesudahan
9. RAMBU MALAIKAT
malaikat memasang rambu Ramadan
"hati-hati dalam perjalanan"
aspal yang basah hujan
selalu cinta dan persetubuhan
nanti keringnya, melulu penantian
Kemayoran, Ramadan 1439H - 2018



Gilang Teguh Pambudi putra Wong Alas, pimpinan perkebunan, Soetoyo Madyo Saputro dan Ustj. Hj. Dra. Siti Djalaliyah, aktivis Dewan Dakwah Pusat. Lahir di Curug Sewu Kendal, Jawa Tengah. Tetapi sejak kelas 4 SD sudah domisili di Sukabumi, Jawa Barat. Lalu seiring aktivitasnya sebagai jurnalis radio, penyiar, narasumber senibudaya di radio, dan manajer radio, dari Sukabumi lanjut domisili di Bandung, lalu ke Purwakarta, dan terakhir ke Jakarta. Aktif juga sebagai pembina Yayasan Seni, komunitas seni, penyelenggara berbagai even seni, pelatih gambar dan teater (juga Kelompok Drama Radio), serta menjadi juri seni. Belakangan ini banyak menulis di cannadrama.blogspot.com.
5.

Dzul Halim

Aku ingin mengecup keningmu.

Tadarus dan dahaga,
Ku lakukan agar bisa rasakanmu,
Ku rendahkan hati dan seluruh diri,
dalam sepertiga malam nan sunyi.
.
Bait-bait diri melayang menerjang mega-mega,
Tergantung pada doa yang entah kemana singgah.
.
Rabku, aku sadar, aku tahu,
Menyentuh ujung kakimupun aku tak mampu,
tapi,
bolehkah dengan linangan air mata ini aku berharap jauh?
Untuk bisa mengecup keningmu.
Kuningan,462018.













Dul Halim

Rindu.

Seperti menemu jalan tak berujung.
Sulit kudapati walau setitik cerlang.
Bahkan samar berjelaga.
Hanya gulita berselimut fatamorgana dalam diam
Yang terus membungkam
Ada tawa yang menawan, ada binar yang merantai,
Semua tak mau lerai,
Terus bergelumit penuhi seisi imaji yang berasian.
Berharap khayal bertemu tuan
Lalu bisukan sebuah ungkapan,
Aku rindu..
Kuningan,1062018.


















Dul Halim

Rindu.

Seperti menemu jalan tak berujung.
Sulit kudapati walau setitik cerlang.
Bahkan samar berjelaga.
Hanya gulita berselimut fatamorgana dalam diam
Yang terus membungkam
Ada tawa yang menawan, ada binar yang merantai,
Semua tak mau lerai,
Terus bergelumit penuhi seisi imaji yang berasian.
Berharap khayal bertemu tuan
Lalu bisukan sebuah ungkapan,
Aku rindu..
Kuningan,1062018.

Dulhalim, kelahiran Indramayu, 22 desember 1997, sekarang sedang menempuh pendidikan di program studi pendidikan bahasa dan sastra indonesia Universitas kuningan, sekarang saya tinggal di ds. Kadugede kab. kuningan.













6.
M Sapto Yuwono

Fitrah Hati

Sebait saja kulambaikan padamu
Saat renung tuai rasa, saat jiwa putus asa
Kutuangkan bentuk tulus
Fitrah hati
Menyerdehanakan keinginan
Dan hanya pada Ramadan itu khusyukan jiwa
Tetes air mata
Menyambut keinginan
Hanya ini yang bisa
Muara Bungo, 4 Juni 2018

M Sapto Yuwono, penyair ini Tinggal di Bungo Jambi
Bekerja sebagai petani.
















7.
Sami’an Adib

Di Malam ke-21 Ramadan
:kenangan puasa di bawean

irama gambus lembut mengalun
mengiringi liuk gemulai nyala lilin
di ambang remang malam selepas maghrib

seorang bocah berdiri di samping meja perjamuan
yang telah disiapkan ibunya dengan ragam rupa jajanan
menyambut tamu sebaya yang hendak bertukar keriangan

“assalamualaikum, salam bahagia dan kesejahteraan
kami hantarkan bersama sejinjing remah persaudaraan”

rekah senyum bocah itu seketika terbias tulus
seakan lega melepas diri dari dendam dan rakus
saling berbagi kasih dalam hangat sekejap rangkulan

demikian kenangan indah malam ke-21 Ramadan
ribuan bintang seakan berarak menuju taman impian
tempat favorit bebocah menabur kenangan juga keriangan
Jember, 2018




Sami’an Adib

Puasa Puisiku


Marhaban ya Ramadan
Kuapikan gairah dan harapan

Demikian puisi menyambut bulan suci
Sederhana, tapi tanpa basa-basi

Kubentangkan sepasang larik yang lempang
Agar semua orang melintasinya tanpa terpelanting

Demikian puisi membuka jalan di bulan keberkahan
Sederhana, tapi penuh kesahajaan

Tak ada kata-kata bernada kasar
Yang sering membuat orang gusar

Demikian puisi merawat bulan ampunan
Sederhana, tapi tetap menjaga kesantunan

Setiap nada terangkai menjadi satu
Perbedaan berkelindan dalam harmoni paling padu

Demikian puisi merajut cita di bulan persaudaraan
Sederhana, tapi tetap dalam keselarasan

Kuhembuskan aroma diksi yang kesturi
Sebagai rubaiat rindu bagi para bidadari

Demikian puisi menabur rindu di bulan kasih sayang
Sederhana, tapi dalam setiap kata ada asa terbentang

Marhaban ya Ramadan
Kulesakkan doa dan pertobatan

Demikian puisi merimbunkan kenangan
Sepanjang bulan demi indahnya kemenangan
Jember, 2018

Sami’an Adib, lahir di Bangkalan tanggal 15 Agustus 1971. Alumni Fakultas Sastra Unej. Antologi puisi bersama antara lain: Memo Anti Kekerasan terhadap Anak (Forum Sastra Surakarta, 2016), Ije Jela Tifa Nusantara 3 (2016), Malam-malam Seribu Bulan (2016),  Requiem Tiada Henti (Dema IAIN Purwokerto, 2017),  Negeri Awan (DNP 7, 2017), PMK 6 (2017), Lebih Baik Putih Tulang daripada Putih Mata (2017), Lumbung Puisi VI:Rasa Sejati (2017), Menderas Sampai Siak (2017), Timur Jawa: Balada Tanah Takat (2017), Hikayat Secangkir Robusta (Krakatau Awards 2017), Perjalanan Sunyi (Jurnal Poetry Prairie 2017), Negeri Bahari (DNP 8, 2018), Lumbung Puisi VII:Indonesia Lucu (2018), dan lain-lain. Aktivitas sekarang selain sebagai tenaga pendidik di sebuah Madrasah di Jember.








8.
Dwi Wahyu C.D.

Doaku

Di ujung shaf kutundukkan pandangan
Kupasrahkan jiwa dan ragaku
Tuk merengkuh pengharapan ridho-Mu
Ya Allah
Ya Rahman
Ya Rahim
Tak pernah luput hamba dari kilaf
Tak pernah luput hamba dari salah
dan tak pernah hamba memuja selain Engkau ya Allah.
Engkau penuh kasih
Engkau pun penyayang
Engkau pemberi ampunan.
Berkahilah,
karuniakanlah
limpahkanlah
rahmat-Mu ya Allah.
Tunjukkanlah jalan yang benar
Kuatkanlah hati hamba yang bimbang
Jauhkanlah dari kesesatan.
Betekan, 22 Mei 2018

Dwi Wahyu C.D., Lahir di Blora dan kerja di Banjarmasin. Sebagai penikmat sastra dalam hal ini puisi, saya berharap melalui sastra maka terbentuklah pola santun berbahasa baik untuk diri sendiri maupun orang lain. Melalui sedekah puisi ini pula, saya mencoba meyakinkan diri bahwa sedekah tak lagi tentang uang.
9.
Syahriannur Khaidir

Ramadhan

Hanya sebulan saja
Tak ingin kuhabiskan rasa di sebiji kurma
Tergesa-gesa lalu beringaskan lupa
Saat senja menghapus luapan haus dahaga
Meninggikan kubah-kubah doa
Rindu ini telah dipenuhi segala
Cinta takkan purna
Dalam pembelaan jiwa raga
Ramadhan di pintu taubat
Kutunggu sua di bentang usia
Sampang,  20 Mei 2018


















Syahriannur Khaidir

PadaMu

PadaMu haruskah kukenali cemburu
Bahkan membutakan mata dalam sayu
Tak ingin kepetik sembilu ragu
Kiat melekatkanMu padaku
Seperti mereka yang hafal segala bentuk rafal
Kupas hadas hadits lalu meluapkan was-was
Seperti mereka yang jatuh bangun menyogokMu
Membuatkan simbolis kebesaran amal dan pahala
PadaMu haruskah kukenali cemburu
Karena kucumbui Kau dengan rayuan semaunya
Dalam jalan pilihan para pendosa
Tak henti-hentinya menggedor pintu-pintu taubat
Sampang, 25 Mei 2018
















SYAHRIANNUR KHAIDIR lahir di Sampit tanggal 26/09/1975 provinsi Kalimantan Tengah, pendidikan terakhir Universitas Islam Malang 1999. Baginya menulis puisi merupakan proses pembelajaran yang unik/rumit dan memerlukan banyak pemahaman tentang kata/diksi dalam upaya menyampaikan tema/pesan yang tersurat/tersirat untuk disampaikan kepada pembaca. Di samping menulis hobi yang melekat adalah bermain musik dan memancing,  aktivitas sehari-hari sebagai tenaga pengajar di SMKN 1 Sampang jalan Suhadak 11 A Sampang_Madura 69212 Jawa Timur.
Antologi bersama:
- Antologi Puisi Membaca Kartini oleh : Komunitas Joebawi 2016
- Antologi Arus Puisi Sungai oleh : Tuas Media, April 2016
- Antologi Puisi Peduli Hutan oleh : Tuas Media, Agustus 2016
- Antologi Puisi Rasa Sejati oleh : Lumbung Puisi Jilid V 2017 Penebar Media Pustaka
- Antologi Puisi Kita Dijajah Lagi oleh : Lumbung Puisi/HMGM/Penebar Media Pustaka 2017
- Antologi Puisi Tadarus Puisi oleh : Lumbung Puisi/ Penebar Media Pustaka 2017
- Antologi Puisi Indonesia Masih ada Bulan yang akan Menyinari oleh : D3M KAIL 2017
- Kumpulan Puisi Mencari Ikan Sampai Papua oleh : Penebar Media Pustaka 2018





10.
Septiannoor

Sejak matahari terbit hingga terbentang terik memapar kulit bumi
Masih setia para peminta didudukan lampu merah bertahan diri
Menengadah dengan lusuh serta turut meminta belas
Perlahan kaca mobil terbuka
Uang jatuh ketangan peminta
Rasa terimakasih terucap tangis tiada terkira
Ratusan ribu serta bahan makanan pokok ia terima
Juga pada para peminta yang lain

Sedekah di bulan ramadhan
Berbagi nikmat pada yang membutuhkan
Dan bersilaturahmi kepada mereka yang terlupakan
Yang meminta kasih di jalan-jalan tol menafkahi kehidupan

Sedekah di bulan ramadhan
Menambah erat tali persaudaraan
Antara sesama insan
Yang senantiasa selalu ingin tegur sapa dalam kebaikan
Saling memaaf-maafkan
Serta saling mengingatkan
Memberi bagi yang membutuhkan

Mobil itu berlalu
Meninggalkan mereka yang kini mengucap syukur
Pulang mereka tergesa
Dengan nasi dan sejumlah uang untuk para putra-putri mereka
Pakaian lusuh berjuntai dengan wajah berseri gembira
Ingin segera pulang untuk berbuka
Bersama keluarga meski hanya sedekah hari ini yang mereka terima
Kotabaru, 9 Ramadhan 1439 H / 25 Mei 2018 M


























10.
Septiannoor

Senyum dan Tawa

Menunggu bedug di surau desa
Sekumpulan anak riang gembira
Seakan lupa penat dan jerih setelah bermain bola
Pakaian koko dan kopiah dikepala
Juga sarung dikenakan mereka

Sang ustadz mulai bercerita
Sambil menunggu waktu berbuka katanya
Kami terkesima
Dengan serangkaian peristiwa dalam cerita
Tentang perjalanan mulia sang nabi Muhammad SAW tercinta
Yang dengan teguh mensyiarkan perintah dalam agama
Agar lurus jalan hidup para pendosa
Dan suci bersih diri mereka

Sang ustadz kembali bercerita
Kali ini dengan ayat-ayat suci ia bergema
Tentang malam suci dibulan ramadhan
Lailatul qadar namanya malam seribu bulan
Dimana setiap amal ibadah saat itu
Berlipat ganda balasan untuk mereka yang taat beribadah

Certia terus berlanjut
Senyum dan tawa akhirnya selesai pada suara bedug disurau desa
Waktu sudah berbuka
Dan tiba kini adzan magrib yang bergema
Setelah selesai takjil berbuka kami santap bersama
Dengan senyum dan tawa mewarnai hari kami di bulan ramadhan penuh berkah
Kotabaru, 9 Ramadhan 1439 H / 25 Mei 2018 M