TEKS SULUH


Kamis, 14 Januari 2016

Penyair Ndeso yang Menasional (5)


Oleh Rg Bagus Warsono

Ukuran penyair bukan penampilan
Sastrawan yang juga kalangan akademika memang tampak terlihat terpelajar karena memang harus tampil sopan di depan mahasiswanya, namun sastrawan lain yang juga memiliki profesi serabutan, tak sempat memikirkan segi penampilan. Yang berrambut gondrong karena memang kesukaannya, ciri penampilannya.

Dari beberapa tokoh penyair yang dikenal menasional ternyata mutu karya lebih dominan mempengaruhi sebuah nama. Puisi-puisi yang mengetengahkan tema dan judul yang belum ada sebelumnya dan memiliki pengaruh di masyarakat serta isi yang memikat membuat sebuahg nama mengiringi karya tersebut dikenal disamping kandungan sastra yang ada didalamnya.

Ada beberapa komunitas sastra tumbuh  di Indonesia bagian timur seperti di Sulawesi. Pada komunitas  sastra inilah lahir penyair berbakat . Karya karya mereka  memperkaya khazanah sastra Indonesia.  Ciri khas mereka adalah Bahasa lokal, kondisi alam, serta lingkungan masyarakat yang tampak melekat pada karya-karya sahabat kita di Indonesia timur itu.
Seperti Aslan Abidin , ringan saja memberi judul antologi tapi mampu menggelitik.

Seperti Aan Mansyur penyair muda yang menasional dari Sulawesi. Ia tenar lewat puisi-puisi dalam film Ada Apa Dengan Cinta (AADC) yang dibintangi Dian Sastrowardoyo.

Begitu juga di Sulawesi ada Syaifuddin Gani, penggerak puisi di Kendari

'Perubahan itu jangan niru orang lain, doeloe Yati Otavia, kalau tidak salah, digundul rambutnya sehingga namanya sebagai artis meroket terkenal. Sekarang digundul rambutnya hal biasa biasa saja. Tetapi perubahan dratis bagi yang sudah dikenal karena memiliki ciri khusus tak perlu dilakukan, tetapi hanya melakukan inovasi. Remy Silado adalah sosok pelaku perubahan sastra itu.
Dari Jan Engelbert Tatengkeng, Wim Umboh,Remy Silado sampai Djemi Tomuka penyair Sulawesi Utara yang terkenal luas menaslonal
Di tempat lain di sulawesi Selatan, penyair muda berbakat telah meroket tinggi dengan karyanya, "Bahaya Laten Malam Pengantin", membawa Aslan Abidin menjadi dikenal di Selawesi Selatan.b Sederet penyair lain yang memiliki nama adalah Nooral Baso, Soneta comberan, Penyair 'ngganteng Muhary Wahyu Nurba,

HB Jassin dan Korrie Layun Rampan, Eka Budianta Dua , Yudiono KS,juga Taufiq Ismail dan kritikus serta kurator lainnya adalah tokoh-tokoh berjasa dalam sastra Indonesia. Mereka adalah saksi sekaligus pelaku sejarah yang sulit dicari bandingnya, terutama hal independesi dalam 'menokohkan sastrawan untuk ditempatkan pada 'jajaran angkatan yang dipertanggungawabkan. Wawasan mereka begitu luas padahal internet belum ada. Mereka tahu semua sastrawan disemua penjuru Nusantara.
Kini perkembangan sangat pesat, peta sastra tak lagi didominasi Sumatera Barat yang memang gudangnya sastrawan dari sejak doeloe tetapi peta sastra itu ada dimana-mana. Bukan hanya di Jawa dan Sumatera tetapi juga di setiap propinsi terdapat penyair-penyair unggul seperti juga di Sulawesi.

Beruntung kita punya kolom sastra puisi di Kompas Minggu, penulis memandang sebagai media yang memiliki kepedulian terhadap perkembangan sastra khususnya puisi sebagai hawana pacu bagi penyair dan bacaan sastra umum, bukan hanya bacaan kalangan sastrawan saja tetapi juga masyarakat umum. Puisi Kompas Minggu dipandang juga sebagai penghargaan terhadap penyair karena seleksinya yang independen dan diasuh wartawan budaya yang berpengalaman.

Pikiran Rakyat dan Kedaulatan Rakyat merupakan media cetak regional nasional yang telah lama menyediakan halaman budaya termasuk puisi. Media ini dianggap memenuhi kreteria seleksi yang bagus dengan sajian mementum yang aktual sehingga merupakan rekam jejak yang dapat dijadikan otobiografi kreatif penyair.

Namun demikian dengan adanya internet yang menyuguhkan online diakui telah 'mematikan usaha media pemberitaan cetak seperti koran/tabloid dan majalah. Langganan mereka kini sebagian besar adalah kantor-kantor, dan langganan perorangan sedikit sekali. Adanya internet dan media online telah memutus 80% langganan perorangan, mengurangi jumlah wartawan di daerah, mengurangi 50 pemasang iklan, termasuk membatasi kolom penulis dsb.

"Pada gilirannya dapatlah diambil sari pati cita-cita penyair itu bukan untuk menjadi terkenal lebih utamanya adalah memelihara sastra Indonesia lestari dan maju serta mengisi tatanan kehidupan di dunia agar lebih baik."
(rg bagus warsono, 8-1-16)