(21)
Sajak Klimaks
Ini
negara kau lihat merdeka
saat tersimpan tangis bayi dalam bejana
lalu tergadaikan di bumi-bumi perdagangan
bertukar nominal, satu bayi bergerak
menyusu dari dadamu hingga dada buatan
bagaimana bisa? bisa!
karena negara ini telah merdeka
kau bebas jual nyawa buah sengketa
dari kekasihmu yang menidurimu sepanjang sabtu
lalu dari kekasihmu yang lain menunggangimu sepanjang minggu
dan berpuluh-puluh lainnya masih menunggu jatah dari bibirmu
hingga entah siapa yang sudi membelikan misoprostol untukmu?
agar anakmu tak lahir
agar tunas bangsa darimu tak lahir
agar nyawa buah sengketa tak lahir
nyatanya tak ada!
sekedar menengok atau hendak mengakuinya
di hari-hari ia mentahtai rahimmu, hingga
terbidang jalan lapang menatap dunia, dan
bila kau tumbuhkan dengan kasih sayang
kelak racau mulutnya menggugat tanya
“Ibu, mana bapakku?”
“Ibu, siapa bapakku?”
“Ibu, matikah bapakku?”
saat tersimpan tangis bayi dalam bejana
lalu tergadaikan di bumi-bumi perdagangan
bertukar nominal, satu bayi bergerak
menyusu dari dadamu hingga dada buatan
bagaimana bisa? bisa!
karena negara ini telah merdeka
kau bebas jual nyawa buah sengketa
dari kekasihmu yang menidurimu sepanjang sabtu
lalu dari kekasihmu yang lain menunggangimu sepanjang minggu
dan berpuluh-puluh lainnya masih menunggu jatah dari bibirmu
hingga entah siapa yang sudi membelikan misoprostol untukmu?
agar anakmu tak lahir
agar tunas bangsa darimu tak lahir
agar nyawa buah sengketa tak lahir
nyatanya tak ada!
sekedar menengok atau hendak mengakuinya
di hari-hari ia mentahtai rahimmu, hingga
terbidang jalan lapang menatap dunia, dan
bila kau tumbuhkan dengan kasih sayang
kelak racau mulutnya menggugat tanya
“Ibu, mana bapakku?”
“Ibu, siapa bapakku?”
“Ibu, matikah bapakku?”
Cileunyi, 2016