Untuk bahan penelitian bagi mahasiswa fakultas Bahasa dan Sastra
Indonesia pada bidang penelitian sastra modern hendakya diberikan
kebebasan memilih sorotan jenisnya, misalnya puisi yang berkaitan erat
dengan penyairnya itu. Kebebasan itu bisa pada sorotan genre baru, karya
salah satu penyair, komunnitas penyair, atau penyair yang muncul
terkini di suatu daerah. Para dosen hendaknya melihat perkembangan dunia
kepenyairan terkini yang setiap hari semakin maju, berkembang dan
tersebar di setiap pelosok nusantara dan tidak hanya tertuju pada buku
lama di perpustakaan yang penuh buku proyek anggaran dari karya pujangga
lama sampai angkatan 66.
Minimnya pilihan mahasiswa fakultas Bahasa dan Sastra Indonesia pada bidang penelitian sastra terkini dikarenakan berbagai hal. Salah satunya adalah kurangnya buku-buku karya penyair terkini masuk perguruan tinggi. Saya sering kali mendengar upaya mahasiswa sebuah unv. di fakultas sastra yang akan meninggalkan fakultas itu beramai-ramai menyumbangkan buku buku bagi perpustakaan di universitas almamaternya.
Penelitian sastra yang dilakukan para mahasiswa itu lagi-lagi meneliti objek yang sama. Kebanyakan pada karya-karya angkatan pujangga baru hingga angkatan'66 sehingg banyak menghasilkan temuan 'kembar dari penelitian sebelumnya. Sangat disayangkan apabila terjadi justru di fakultas pendidikan.
Jika mau banyak pilihan objek penelitan sastra terkini, misalnya puisi menolak korupsi itu bagaimana sih?, sastra negeri poci itu seperti apa?, Sartra mbeling itu seperti apa? karya-karya penyair seperti Acep Zamzam Noor II, Gola Gong, Soni Farid Maulana, Radar Panca Dahana, Isbedy ZS Stiawan, Sosiawan Leak, Jamal D. Rahman II, Seno Gumbira Adjidarma, Ahmad Syahbudin Alwi, dll itu seperti apa? Atau genre-genre puisi terkini. Sebuah pilihan penelitian yang sebetulnya enak dilakukan karena objek yang dapat memberi manfaat muatan ilmu baru bagi mahasiswa.
Sejak 2010 internet makin memasyarakat di Tanah Air. Potret sastra kita semakin marak di internet. Situs-situs sastra banyak bermunculan melalui websait atau akunn lainnya. Sastra kita subur hingga pelosok Tanah Air. Aneka warna puisi Indonesia semakin beragam rasa bak bumbu dapur, yang bentuk dan rasa berbeda. Sebuah gairah masyarakat yang tinggi terhadap sastra khususnya puisi. Diantara aneka tumbuhan di hutan sastra kita, maka banyak ditemukan yang indah, bermanfaat, bahkan berbuah lebat.
Dari semua perkembangan itu peminat sastra khusunya para mahasiswa fakultas bahasa dan sastra Indonesia dapat terlibat langsung mempelajari perkembagan sastra Indonesia yang tak lagi klasik.
(rg bagus warsono 1-4-16)
Minimnya pilihan mahasiswa fakultas Bahasa dan Sastra Indonesia pada bidang penelitian sastra terkini dikarenakan berbagai hal. Salah satunya adalah kurangnya buku-buku karya penyair terkini masuk perguruan tinggi. Saya sering kali mendengar upaya mahasiswa sebuah unv. di fakultas sastra yang akan meninggalkan fakultas itu beramai-ramai menyumbangkan buku buku bagi perpustakaan di universitas almamaternya.
Penelitian sastra yang dilakukan para mahasiswa itu lagi-lagi meneliti objek yang sama. Kebanyakan pada karya-karya angkatan pujangga baru hingga angkatan'66 sehingg banyak menghasilkan temuan 'kembar dari penelitian sebelumnya. Sangat disayangkan apabila terjadi justru di fakultas pendidikan.
Jika mau banyak pilihan objek penelitan sastra terkini, misalnya puisi menolak korupsi itu bagaimana sih?, sastra negeri poci itu seperti apa?, Sartra mbeling itu seperti apa? karya-karya penyair seperti Acep Zamzam Noor II, Gola Gong, Soni Farid Maulana, Radar Panca Dahana, Isbedy ZS Stiawan, Sosiawan Leak, Jamal D. Rahman II, Seno Gumbira Adjidarma, Ahmad Syahbudin Alwi, dll itu seperti apa? Atau genre-genre puisi terkini. Sebuah pilihan penelitian yang sebetulnya enak dilakukan karena objek yang dapat memberi manfaat muatan ilmu baru bagi mahasiswa.
Sejak 2010 internet makin memasyarakat di Tanah Air. Potret sastra kita semakin marak di internet. Situs-situs sastra banyak bermunculan melalui websait atau akunn lainnya. Sastra kita subur hingga pelosok Tanah Air. Aneka warna puisi Indonesia semakin beragam rasa bak bumbu dapur, yang bentuk dan rasa berbeda. Sebuah gairah masyarakat yang tinggi terhadap sastra khususnya puisi. Diantara aneka tumbuhan di hutan sastra kita, maka banyak ditemukan yang indah, bermanfaat, bahkan berbuah lebat.
Dari semua perkembangan itu peminat sastra khusunya para mahasiswa fakultas bahasa dan sastra Indonesia dapat terlibat langsung mempelajari perkembagan sastra Indonesia yang tak lagi klasik.
(rg bagus warsono 1-4-16)