(10)
Nana Sastrawan
Sebuah Malam di Pesta Penyair
Tiga kelas kopi
berbatang puntung rokok
di dalam asbak
kau, menjelma sebuah malam
tertawa dalam temaram bulan
seolah hidup memang harus
ditertawakan
seperti klimak politik sebuah komedi
tetapi sejarah punya cerita
selama masih tersimpan
dalam ingatan
tertera pada angka dalam kalender
tampak pada tugu peringatan
mungkin mencipta
sebuah sedih pada kesepian
dari air mata
orang-orang yang dilupakan
selepas mereka pergi
ke dalam tenda-tenda waktu
kau, datang pada pesta penyair
untuk menertawakan hidup
dan diri sendiri
tidak untuk membacakan puisi
atau ber-selfi untuk dokumentasi
apalagi saling caci
pesta para kurcaci
"Na, kau tahu sentot? Dia punya senapan. Kepalamu akan
pecah ditembaknya!"
tanganmu mengepal
meremas puisi
lalu membuangnya ke tong sampah
wajah gelisah
mata yang merah
seperti menyimpan api
"Jika Sentot punya senjata, apa guna diksi!"
malam pesta penyair yang ramai
di sebuah warung
yang dijaga tentara
dan kau berdiri
berteriak lantang
:sakarepmu!
Nana Sastrawan