Mencipta Puisi itu untuk siapa. Sebuah pertanyaan menggelitik yang jawabannya adalah kata ganti orang. Untuk aku (sendiri) kau (seseorang) dan kalian ( semua) dan kami (semua termasuk penulisnya). Pada jawaban-jawaban pertanyaan itu melekat erat dengan maksud si penyairnya.
Jika puisi itu ditulis untuk sendiri , sekadar iseng misalnya , tetapi karya penyair tetap menjadi incaran publik jika penyair itu dibutuhkan sebagai figur publik. Jadi bahwa penyair menulis puisi untuk diri sendiri tetap saja menjadi incaran publik . Dengan kata lain puisi itu sebetulnya untuk diapresiasi semua.
Kemudian menulis puisi untuk seseorang, seolah istimewa, kekasih misalnya. Jika puisi itu lahir dari tangan penyair maka tetap saja puisi itu akan menjadi puisi untuk publik pembaca dimana saja.
Begitu juga mencipta puisi untuk orang banyak dan tidak untuk diri sendiri tetap saja menjadi untuk semuanya karena ketika penyair dalam posisi sebagai bagian anggota masyarakat ia akan merasa bahwa puisi yang sengaja diciptakan untuk orang lain juga memiliki makna bagi dirinya sendiri.
Demikian alangkah hebatnya puisi manfaat sebagai sebuah bacaan untuk siapa saja bahkan dirinya sendiri atau sebaliknya. Adalah Nia Samsihono seorang penyair yang mencatat sejarah hidupnya dalam bentuk puisi dengan sangat apik. Mula mungkin tak tahu nasib puisi itu. Juga diperuntukan untuk prasasti keluarganya. Namun puisi justru memiliki pancar luar biasa, puisi itu akhirnya menjadi terkenal dan orang ingin membacanya.
Berikut Nia Samsihono dalam Selembar Daun yang mengisahkan kematian putrinya :
Selembar Daun*)
Selembar daun melayang-layang jatuh,
Bumi luruh memeluknya penuh
Ada bisikan yang disampaikan
Membuat nyaman
Daun itu menyerahkan seluruh keindahannya
Tanah merengkuhnya penuh ketulusan
Ada selembar daun
Tergeletak pasrah
Dalam dekapan persada
Yang telah menghidupinya
Penuh cinta dan kesetiaan
Abadi
Jakarta, 21 Feb 2015
*) Puisi di atas didedikasikan untuk Alm Putrinya yang meninggal dunia 8 tahun lalu, akibat serangan demam berbarah (DB) dalam usia 20 tahun.
Demikian apabila puisi yang dilahirkan oleh seorang penyair , karya itu slalu memiliki kandungan sastra tinggi dan menjadi sorotan publik. Itulah tangan penyair.
(Rg Bagus Warsono, 16-07-2016)