Tarni Kasanpawiro, Lahir
di Kebumen 01 Desember 1971, Suka menulis puisi dan cerpen sejak bangku SMP,
hobby menari. Beberapa puisinya tergabung dalam antologi puisi bersama
"Pinangan(Dapur Sastra Jakarta) , Mendekap Langit(Gempita Biostory) dan
Puisi Menolak Korupsi jilid 2. Tinggal di Perumahan Taman Wanasari Indah Blok B
03 No 03 Rt 09 Rw 08 Kel. Wanasari Kec. Cibitung Bekasi Jawa Barat Kode Pos
17520
Tarni Kasanpawiro
Berebut Piring,
Jari
saling tuding
Gigi
menjelma taring
Semua
terlihat miring
Saling
berebut paling
Kaki
dihentak-hentak
Injak-menginjak
diinjak
Kecebong
bukan lagi bayi katak
Terlahir
dari kumpulan dahak
Bumi
tak lagi bulat
Langit
kehilangan atap
Tuhankulah
yang paling kuat
Bukan,
tuhankulah yang terkuat
Kamu
salah, tidak
Kamu
yang salah
Lihat
tuhanku berwarna merah
Lihat
tuhanku berwarna hijau
Lihat
tuhanku berwarna kuning
Lihat
tuhanku berwarna biru
Apakah
tuhan kita beda
Entahlah
Lidah
telah kehilangan rasa
Tuli
telinga buta sebelah mata
Tapi
tak satupun ada yang merasa
Seakan
semuanya sempurna
Inilah
dunia kita
Tempat
yang terlihat indah
Namun
penuh dengan sampah
Berebut
gelas dan piring pecah
Dari
sebab lapar dahaga
Yang
tak pernah ada habisnya
Bekasi
14 September 2017
Tkp.
Tarni Kasanpawiro
DARI SUDUT BERANDA
Aku
takut bicara walau tanpa suara
Karena
dinding tak hanya bermata tapi juga bertelinga
Kini
kata bisa menjelma apa saja
Bunga
yang indah, pisau yang tajam bahkan binatang pemangsa
Aku
terkurung di dapur dengan pisau di tangan
Apa
yang bisa aku lakukan
Sementara
di luar sana
Lembaga
swadaya masyarakat tak lagi ramah
Para
preman berlomba menjadi penguasa
Menang
kalah adalah pesta, berebut jatah
Hukum
telah berubah menjadi rimba
Jarah
menjarah adalah biasa
Tangisku
kering sudah air mata
Memikirkan
nasib generasi selanjutnya
Jika
kita saja tak mampu menghalau gelombang kata
Bagaimana
nanti dengan anak cucu kita
Oh
cinta tetaplah bersemayam dalam dada
Aku
ingin sejenak mendinginkan rasa
Tarni Kasanpawiro
Berebut Piring,
Jari saling tuding
Gigi menjelma taring
Semua terlihat miring
Saling berebut paling
Kaki dihentak-hentak
Injak-menginjak diinjak
Kecebong bukan lagi bayi katak
Terlahir dari kumpulan dahak
Bumi tak lagi bulat
Langit kehilangan atap
Tuhankulah yang paling kuat
Bukan, tuhankulah yang terkuat
Kamu salah, tidak
Kamu yang salah
Lihat tuhanku berwarna merah
Lihat tuhanku berwarna hijau
Lihat tuhanku berwarna kuning
Lihat tuhanku berwarna biru
Apakah tuhan kita beda
Entahlah
Lidah telah kehilangan rasa
Tuli telinga buta sebelah mata
Tapi tak satupun ada yang merasa
Seakan semuanya sempurna
Inilah dunia kita
Tempat yang terlihat indah
Namun penuh dengan sampah
Berebut gelas dan piring pecah
Dari sebab lapar dahaga
Yang tak pernah ada habisnya
Bekasi 14 September 2017
Tkp.
Tarni Kasanpawiro
DARI SUDUT BERANDA
Aku takut bicara walau tanpa suara
Karena dinding tak hanya bermata tapi juga bertelinga
Kini kata bisa menjelma apa saja
Bunga yang indah, pisau yang tajam bahkan binatang pemangsa
Aku terkurung di dapur dengan pisau di tangan
Apa yang bisa aku lakukan
Sementara di luar sana
Lembaga swadaya masyarakat tak lagi ramah
Para preman berlomba menjadi penguasa
Menang kalah adalah pesta, berebut jatah
Hukum telah berubah menjadi rimba
Jarah menjarah adalah biasa
Tangisku kering sudah air mata
Memikirkan nasib generasi selanjutnya
Jika kita saja tak mampu menghalau gelombang kata
Bagaimana nanti dengan anak cucu kita
Oh cinta tetaplah bersemayam dalam dada
Aku ingin sejenak mendinginkan rasa
Bekasi, 19 Januari 2017