Ali Syamsudin
Arsi
MONUMEN KATA
anak-anak riang ceria melingkari alas kaki monumen
minggu pagi
ini untuk yang kesekian kali datang ke mari
berkali-kali untuk coba memahami, apa semua arti
ada tiang lurus tegak berdiri ada juntai tali ada
jerat di ujung sendi kaki;
kaki seorang lelaki kemeja setengah rapi
lelaki bergelantung; kepala di bawah, di atas kaki dalam sekap
jerat untai tali dengan tatap mata yang tajam
mencoba lanjutkan
rangkai kata-kata “ di sini, di tanah subur ini,
kata-kata kehilangan ...
anak-anak riang ceria melingkari alas kaki monumen
minggu pagi
ini untuk yang kesekian kali datang ke mari
berkali-kali untuk coba memahami, apa semua arti
berlembar kertas sebagai alas tepat jumpa ujung mata
pena
anak-anak mencoba berani dekatkan tubuh mereka
“Sungguh unik bentuknya, pasti banyak kandungan
cerita,”
terdengar kata dari mereka, “Hebat !! Dia bisa
menulis seraya badan terbalik
seperti pemain sirkus yang pernah aku saksikan di
tengah-tengah keramaian saat musim libur tiba, sungguh, dia sungguh-sungguh hebat,” salah seorang anak
berseru kepada teman-temannya, yang lain hanya diam
tak bersuara,
bingung, dan tak paham, sungguh tak paham
atau lebih tepatnya
belum paham:
tiang lurus
tegak berdiri ada juntai tali jerat di ujung sendi kaki;
kaki seorang
lelaki dengan kemeja setengah rapi
“Getirkah,” ucap yang lain tiba-tiba
/asa,
banjarbaru, januari 2014
Ali Syamsudin
Arsi
PERPUSTAKAAN
GERIMIS
Gerimis mengejar kita tanpa menghiraukan nafas
tertahan antara batu kerikil dan udara keruh tak bersahabat tak ada yang
meluruskan bahkan semua selalu ingin meluruhkan selalu ingin memporakpondakan
di bumi tanpa catatan tertulis karena semua tersimpan dalam ingatan dari
banyaknya ucapan langsung kini terasa apa tentang tanda-tanda gerimis mengejar
di kalungan duri dari ragam bunga atas nama keterpurukan tanah pijak ini
selayaknya sudah mencoba laju deru gerimis pun membeku, mencoba beku
/asa, banjarbaru, januari 2014
Ali Syamsudin
Arsi
DAUN-DAUN DI
JENDELA PERPUSTAKAAN GERIMIS
Daun-daun melintas dalam deru – sang waktu – tipis
senyum bibirmu kelu setelah percintaan kita di hamparan debu-debu – dosa turun
di daun jendela – ada libasan bayang-bayang ketika orang-orang berduyun di
belakang berebut saling mencengkeram denga jari-jari tajam – kami hilang
catatan – negeri ini semakin menuju arah ke curam-curam ketika tebing dengan
setia menelentangkan tubuhnya atas keluh dan semua macam resahnya retak-retak
embun sampai pecah-pecah cuaca, retak embun dan pecah cuaca
/asa, banjarbaru, januari 2014
Ali Syamsudin
Arsi
PATUNG TANDA
TANGAN
Sebagai patung tentu saja ia tak dapat berbuat
apa-apa ia hanyalah sebuah tanda tangan menempel di selembar kertas walau kita
sangatlah paham bahwa dengan tanda tangan itu pula perjalanan sebuah peristiwa
ke peristiwa lainnya sangat ditentukan oleh adanya tanda tangan sebab bila
tidak dengan tanda tangan maka betapa sulitnya peristiwa itu terjadi betapa
rumitnya agenda itu terjkadi ini bukan tanda tangan biasa karena ini sebuah
tanda tangan yang diabadikan untuk sebuah catatan sejarah besar sebuah bangsa
besar karena ada peristiwa besar di balik patung tanda tangan tersebut
Boleh jadi sebab sebuah tanda tangan itu maka
tidaklah aneh si pemilik tanda tangan dengan lemas gontai dan tak punya
semangat melangkahkan kakinya memasuki pintu jeruji berkunci dan tak bisa lari
Tak aneh bila di balik tanda tangan itu sebenarnya
penulis tak pernah melakukan apa yang semua dituduhkan kepadanya tetapi karena
ada tanda tangan itu maka tak bisa mengelak walau rekan lain di luar ketok palu tertawa berbahak-bahak
Patung tanda tangan itu telah mengubah segalanya,
telah mengubah arah perjalanan sebuah negeri dengan melakukan perampasan
terhadap catatan sejarah
/asa,
banjarbaru, januari 2014
Ali Syamsudin
Arsi
MONUMEN ANGKA DI
PERPUSTAKAAN GERIMIS
Angka-angka telah kita tangkap – sebelumnya mereka
berhamburan, bergelantungan, bahkan berserak di hamparan-hamparan – di saat
mereka bergerak ke semua arah tak bertujuan begitu cepat; angka-angka
bertubrukan saling sikut saling kunyah saling cambuk, angka kecil berkelindan
mengarahkan dirinya kepada tarik-menarik di kepung-kepung duri, angka besar
semakin tak mau mengerti bahkan menengok pun enggan, tak ada kepedulian atas
jerit dan runtuhnya batu bata monumennya sendiri, angka-angka saling tikam
/asa, banjarbaru, januari 2014
Biodata penulis
Ali Syamsudin Arsi
lahir di Barabai, Kab. Hulu Sungai Tengah, Prov. Kalimantan Selatan. Kini
tinggal di kota Banjarbaru, Prov. Kalsel. Pendiri dan Ketua Forum Taman Hati,
diskusi sastra dan lingkungan, bersama M. Rifani Djamhari. Pendiri dan Pembina
Sanggar Sastra Satu Satu Banjarbaru.
Menerbitkan 4
buku ‘Gumam Asa’ yang berjudul: 1. Negeri Benang Pada Sekeping Papan (Tahura
Media, Banjarmasin, Januari 2009). 2.
Tubuh di Hutan Hutan (Tahura Media, Banjarmasin, Desember 2009). 3. Istana Daun
Retak (Framepublishing, Yogyakarta, April 2010). 4. Bungkam Mata Gergaji
(Framepublishing, Yogyakarta, Februari 2011). Menerbitkan buku kumpulan esai
tentang Aruh Sastra Kalimantan Selatan (buku kumpulan esai bersama rekan-rekan:
HE. Benyamine, Arsyad Indradi, Harie Insani Putra, Farurraji Asmuni, Tajuddin
Noor Ganie): 1.Gagasan Besar, himpunan tulisan Aruh Sastra Kalimantan
Selatan (Kelompok Studi Sastra Banjarbaru, September, 2011). Buku
puisi pribadi yang telah diterbitkan: 1. ASA (1986), 2. Seribu Ranting
Satu Daun (1987), 3. Tafsir Rindu (1989 dan 2005), 4. Anak Bawang (2004), 5.
Bayang-bayang Hilang (2004), 6. Pesan Luka Indonesiaku (2005), 7. Bukit-bukit
Retak (2006).
Buku kumpulan
puisi bersama, di Kalsel, yaitu: 1. Banjarmasin (1986), 2. Bias Puisi dalam
Al-Qur’an (1987), 3. Banjarmasin dalam Puisi (1987), 4. Festival Poeisi
se-Kalimantan (1992), 5. Jendela Tanah Air (1995), 6. Tamu Malam (1996), 7.
Kesaksian (1998), 8. Wasi (1999), 9. Bahana (2002), 10. Narasi Matahari (2002),
11. Refortase (2004), 12. Dimensi (2005), 13. Taman Banjarbaru (2005), 14. 142
Penyair Menuju Bulan (2006), 15. Seribu Sungai Paris Berantai (2006), 16. Ronce
Bunga-bunga Mekar (2007), 17. Tarian Cahaya di Bumi Sanggam (2008), 18.
Bertahan di Bukit Akhir (2008), 19. Menyampir Bumi Leluhur (2010), 20. Kambang
Rampai, puisi anak banua (2010) 21. Seloka Bisu Batu Benawa (2011), 21. Bentara
Bagang (KSI Tanah Bumbu, 2012). Tadarus Rembulan (ASKS, 2013).
Buku-buku
terbitan di luar Kalsel, adalah: 1.Ragam Jejak
Sunyi Tsunami (Medan, 2005), 2. Komunitas Sastra Indonesia, catatan perjalanan
(Kudus, 2008), 3. Kenduri Puisi, buah hati untuk Diah Hadaning (Yogyakarta,
2008), 4. Tanah Pilih (Jambi, 2008), 5. Pedas Lada Pasir Kuarsa (Bangka
Belitung, 2009), 6. Mengalir di Oase (Tangerang Selatan, 2010), 7. Percakapan Lingua
Franca (Tanjung Pinang, Kepri, 2010), 8. Beranda Senja, setengah abad Dimas
Arika Mihardja (Jakarta, 2010), 9. Senja di Batas Kata, beranda rumah cinta
(Bengkel Puisi Swadaya Mandiri Jambi, 2011), 10. Kalimantan dalam Puisi
Indonesia (Panitia Dialog Borneo-Kalimantan XI, Samarinda Kalimantan Timur
(2011), 11. Kalimantan dalam Prosa Indonesia (Panitia Dialog Borneo-Kalimantan
XI, Samarinda, Kalimantan Timur 2011), 12.
Akulah Musi (Palembang, 2011). 13. Sauk Seloko (Jambi, 2013), 14. Puisi
Menolak Korupsi (Forum Sastra Surakarta, 2013), 15. Kepada Sahabat (Dewan
Bahasa dan Pustaka, Cawangan Sabah, 2013). 16. Indonesia dalam Titik 13
(Penyair Lintas Daerah Indonesia, 2013), 17. Senandung Syair Cinta (Cilacap, 2A
Dream Publishing, September 2013), 18. Puisi Menolak Korupsi 2a (Forum Sastra Surakarta, 2013). 19. Puisi
buat Gus Dur “Dari Dam Sengon ke Jembatan Panengel” (Dewan Kesenian Kudus,
Agustus, 2013). 20. “Dari Bumi Yang Sama” Kado puisi bagi Thomas Budi Santoso,
Penyunting : Yudhi Ms, Penerbit: Pustaka KPK, Mlatikidul Gang Nyai Dasimah 6,
Kudus, cet 1, Oktober 2013. “Tifa Nusantara” bunga rampai puisi dan kreasi
cerita rakyat (temu karya sastrawan nusantara , desember 2013= 70 tahun Kabupaten Tangerang)
Sebagai editor pada buku-buku: 1.
Bahana (Kilang Sastra Batu Karaha, Banjarbaru, 2002), 2. Darah Penanda,
antologi pemenang lomba cipta puisi dan cerpen (Dewan Kesenian Kota Banjarbaru,
2008), 3. Taman Banjarbaru (Forum Taman Hati, Banjarbaru, 2005), 4. Di Jari
Manismu Ada Rindu (Kumpulan puisi Hamami Adaby, 2008), 5. Bertahan di Bukit
Akhir (Kumpulan puisi penulis Hulu Sungai Tengah, 2008), 6. Bunga-bunga Lentera
(Kumpulan puisi siswa SD dan SMP seKota Banjarbaru, 2009), 7. Tugu Bundaran
Kota (Kumpulan puisi, cerpen dan dramatisasi puisi siswa SD dan SMP Kota
Banjarbaru, 2010), 8. Badai 2011 (kumpulan sajak mutiara Hamami Adaby, 2011),
9. Pendulang, Hutan Pinus, dan Hujan (kumpulan puisi Sastrawan Kalsel : Ahmad
Fahrawi dan M. Rifani Djamhari, 2011).
Menerbitkan buku
kumpulan cerpen “Menolak Bayang” (September, 2013). Tulisan berupa pengantar
diskusi Malam Sabtu sekali sebulan di Pustarda Kota Banjarbaru berjudu “Cung
!!!”, Oktober 2013. Menerbitkan buku “Gumam Desau dan Esai” Desember 2013, buku
berisi sebuah gumam panjang; kumpulan esai-esai Ali Syamsudin Arsi; dan
esai-esai berupa tanggapan rekan penulis-penulis lain tentang Gumam Asa (ada 13
tulisan).
Tahun 1999 menerima hadiah sastra dari Bupati
Kabupaten Kotabaru. Tahun 2005 menerima
hadiah seni bidang sastra dari Gubernur Kalimantan Selatan. Tahun 2007 menerima
hadiah sastra bidang puisi dari Kepala Balai Bahasa Banjarmasin. Tahun 2012
menerima penghargaan pada acara Tadarus Puisi & Silaturrahmi Sastra,
Pemerintah Kota Banjarbaru melalui Dinas Pariwisata, Budaya dan Olah Raga.
Alamat rumah: Jalan
Perak Ujung nomor 16, Loktabat Utara, Banjarbaru, 70712. Hp : 081351696235