Adalah Sami'an Adib, penyair asal Bangkalan berbicara tentang negeri ini ibarat Membaca Ulang Puisimu puisi Indonesia ini. Kebosanan dan kelakuan negeri yg terus menjadi perbincangan sinis seakan tak pernah henti. bahkan kadang kemunafikan. Sebuah puisi yang enak dibaca bagi penikmat sastra Indonesia sebagai pengobat rasa ;kekecewaan terhadap tingkah polah negeri ini. Sami'an Adib membawakannya dengan perkasa. Nantikan di antologimu Kita Dijajah Lagi.
Sami’an Adib
Membaca Ulang Puisimu
Entah mengapa aku selalu merinding setiap membaca ulang puisimu
tentang kanibal di sekitar kita
:negeri ini dipenuhi lelaki kanibal
rakus memangsa anak gadisnya
padahal aku tak pernah yakin hal itu ada
Entah mengapa hatiku selalu teriris setiap membaca ulang puisimu
tentang robohnya nurani para kesatria pemangku negeri
:dengan dalih kemakmuran bersama
jutaan kubik pasir terus-menerus digerus
dikirim untuk reklamasi pantai negara tetangga
meski belum habis bumi ini terkikis
tapi perlahan teritorial hidup kita terpangkas
padahal tak pernah terkalkulasi dalam ritus niagaku
Entah mengapa hatiku selalu tersayat setiap membaca ulang puisimu
tentang sebentang negeri yang tergadai
:para cukong berlidah lihai
menjajakan pesona alam
beserta jengkal-jengkal tanahnya
kaum pribumi terusir dari pukau pulau rintisan leluhurnya
menjadi manusia perahu
hidup terempas di rentang pasang gelombang
padahal tak pernah terbenak dalam tafakur sosialku
Entah mengapa bopeng wajah negeriku tak hilang-hilang
meski telah mencoba bersolek berulang-ulang
barangkali sudah terlalu kronis
atau memang sengaja tak digubris
Jember, 2015-2017
Sami’an Adib, lahir di Bangkalan tanggal 15 Agustus 1971. Antologi puisi bersama antara lain: Requiem Buat Gaza (Gempita Biostory, Medan, 2013), Mendekap Langit (Gempita Biostory, Medan, 2013) Menuju Jalan Cahaya (Javakarsa Media, Jogjakarta, 2013), Ziarah Batin (Javakarsa Media, Jogjakarta, 2013), Cinta Rindu dan Kematian (Coretan Dinding Kita, Jakarta, 2013), Ensiklopegila Koruptor, Puisi Menolak Korupsi 4 (Forum Sastra Surakarta, 2015), Memo untuk Wakil Rakyat (Forum Sastra Surakarta, 2015) tinggal di Jember.
Sami’an Adib
Membaca Ulang Puisimu
Entah mengapa aku selalu merinding setiap membaca ulang puisimu
tentang kanibal di sekitar kita
:negeri ini dipenuhi lelaki kanibal
rakus memangsa anak gadisnya
padahal aku tak pernah yakin hal itu ada
Entah mengapa hatiku selalu teriris setiap membaca ulang puisimu
tentang robohnya nurani para kesatria pemangku negeri
:dengan dalih kemakmuran bersama
jutaan kubik pasir terus-menerus digerus
dikirim untuk reklamasi pantai negara tetangga
meski belum habis bumi ini terkikis
tapi perlahan teritorial hidup kita terpangkas
padahal tak pernah terkalkulasi dalam ritus niagaku
Entah mengapa hatiku selalu tersayat setiap membaca ulang puisimu
tentang sebentang negeri yang tergadai
:para cukong berlidah lihai
menjajakan pesona alam
beserta jengkal-jengkal tanahnya
kaum pribumi terusir dari pukau pulau rintisan leluhurnya
menjadi manusia perahu
hidup terempas di rentang pasang gelombang
padahal tak pernah terbenak dalam tafakur sosialku
Entah mengapa bopeng wajah negeriku tak hilang-hilang
meski telah mencoba bersolek berulang-ulang
barangkali sudah terlalu kronis
atau memang sengaja tak digubris
Jember, 2015-2017
Sami’an Adib, lahir di Bangkalan tanggal 15 Agustus 1971. Antologi puisi bersama antara lain: Requiem Buat Gaza (Gempita Biostory, Medan, 2013), Mendekap Langit (Gempita Biostory, Medan, 2013) Menuju Jalan Cahaya (Javakarsa Media, Jogjakarta, 2013), Ziarah Batin (Javakarsa Media, Jogjakarta, 2013), Cinta Rindu dan Kematian (Coretan Dinding Kita, Jakarta, 2013), Ensiklopegila Koruptor, Puisi Menolak Korupsi 4 (Forum Sastra Surakarta, 2015), Memo untuk Wakil Rakyat (Forum Sastra Surakarta, 2015) tinggal di Jember.