Suatu Sore di Antara Sisa Gerimis
Bocah-bocah kecil berlarian dikejar bayangnya
yang tak juga lelah meski genangan air
dan lumpur berulangkali menyergapnya
masih saja digulung canda
Mimpi apa saat bianglala sandar di kaki langit?
setelah layang-layang tinggal kerangka di kawat telepon
yang sudah tidak sanggup lagi menari-nari
setiap angin dengan beringas melepas syahwatnya
Bocah-bocah kecil berlarian dikejar bayangnya
yang tak juga lelah meski genangan air
dan lumpur berulangkali menyergapnya
masih saja digulung canda
* Kedunggalar, 3 Juni 2008
Menatap Lengkungan
Akhir sujud ketika keluh telah menjelma uap
yang berterbangan ke celah-celah langit
kalian masih saja mencoba meretasnya
lewat kesiur serapah yang sengau
memantul di tebing sunyi
gagal jadi sebait katayang rintih janin doa
* Kedunggalar, 20 Nopember 2009
Ketika Merenda Bianglala
Waktu demi waktu pergi entah ke mana
setelah terekam sebagian perjalanannya
di pergelangan tangan yang lemah
berdetak
tanpa suara tanpa kata
sekadar sapa
Kau masih saja setia meniup kelopak puisi
setiap angin menggoyang daun-daun di pepohonan
katamu biar nenek yang meniup canting tidak kesepian
setelah kucing yang selama ini mengaku karib
ternyata diam-diam meninggalkan
rembulan
Di pergelangan tangan yang lemah
berdetak
kau masih saja terekam menggiring
waktumeski tanpa suara tanpa kata
atau sekadar sapa
pada bianglala ada bayang meongnya
* Kedunggalar, 6 Juni 2008
Kuncup Daun
Selembar daun bergetar di ujung ranting
saat angin bukit berlari menuju hutan cemara
di pelataran sekubang air masih
beriak
ketika bayang-bayang mencoba mengaca
di likat lumpur setengah berjelaga
"Berilah daku kesempatan menimang waktu,"
ajuknya setelah puas menyerahkan
kehijauannya
dan semikan putik-putik penanda jejaknya
sebelum lewati perjalanan busurnya
Selembar daun bergetar seperti berdansa
sebelum dari jauh terdengar gemuruh suara
dan mentari sore yang letih
tersangkut di jendela
ketika sebait sajak meluncur dari arasyNya
serta sangsai pelahan menguraikan belitannya
* Kedunggalar, 20 Nopember 2009
Kerinduan
Berulang kali mencoba retas bentangan sepi
tetapi selalu gagal setiap terengah menyibaknya
gelisah demi gelisah luruh bersama titik embun
tak pupus walau angin suka rela menghapus
nyatak peduli matahari yang kelu ikut membakarnya
Mencari jejakmu di antara warna bayangtak
jemu betapa keterbatasan memasung juga
padahal betapa keinginan selalu ingin menjamah
mengapa selalu ganggang dan ikan mendahuluinya?
Berulang kali menyingkap tabir yang tergerai
tetapi selalu saja enggan berlipat di luar hendak
padahal kesendirian selalu tak henti gapai
menghapus bercak lewat larik-larik noktah
yang rakus melahap jalinan mimpi-mimpinya
* Kedunggalar, 20 Nopember 2009
adalah majalah sastra net bagi rakyat Indonesia yang memerlukan sastra sebagai bagian kehidupan indah di Indonesia. Untuk segala umur pecinta sastra di Tanah Air. Pendiri Agus Warsono (Rg Bagus Warsono/Masagus) didirikan 2 Januari 2011, Redaksi Alamanda Merah 6 Citra Dharma Ayu Margadadi, Redaktur sastra Agus Warsono, Koresponden Rusiano Oktoral Firmansyah (Jakarta), Abdurachman M(Yogyakarya).