TEKS SULUH


Minggu, 29 September 2013

Semua saudara kita

Semua saudara kita, 
Tidak ada ketentuan profesi sastrawan itu harus kelihatan perlente atau berambut gondrong bagi yang laki-laki atau berkesan urakan atau ciri yang lainnya. 
Semua itu hanya penampilan . Cak Nun yang kiyai saja tampil baca puisi apa adanya, sebaliknya ada penyair yang mau tampil di pentas terkesan menyepelekan penonton, berbaju asala-asalan , rambutnya tidak disisir dan mungkin juga belum mandi. Chairil dan Asrul sani adalah penyair yang perlente ketika mudanya dan berkesan biasa ketika dihari tuanya yang slalu hidup kekurangan. Sebagaimana di zamannya, pemuda pergerakan doeloe, pemuda intelek kerap berbaju perlente berlengan panjang dengan kelihatan bekas setrika, sepatu disemir mengkilap, berdasi, dan rambut disisir rapi dengan potongan tempo doeloe. 
Sastrawan yang juga kalangan akademika memang tampak terlihat terpelajar karena memang harus tampil sopan di depan mahasiswanya, namun sastrawan lain yang juga memiliki profesi serabutan, tak sempat memikirkan segi penampilan. Yang berrambut gondrong karena memang kesukaannya, ciri penampilannya. 
Dibalik itu semua, kita tidak boleh memandang bahwa penampilan adah kepribadian.
Ternyata banyak orang yang berpenampilan biasa bahkan terkesan gembel tetapi memiliki kepribadian yang sangat baik, sebaliknya yang terlihat perlente belum tentu pemiliki kepribadian baik. Seorang pemimpin yang terlihat berpenampilan mempesona tetapi kelakuannya buruk, raja tega, buas, rakus uang, dan biasa korupsi.
Yang jelas jika kita mengaku sastrawan mereka yang sastrawan adalah saudara kita, siapa lagi yang akan mengangkat nama baik dan membela kalau bukan seprofesi.