adalah majalah sastra net bagi rakyat Indonesia yang memerlukan sastra sebagai bagian kehidupan indah di Indonesia. Untuk segala umur pecinta sastra di Tanah Air. Pendiri Agus Warsono (Rg Bagus Warsono/Masagus) didirikan 2 Januari 2011, Redaksi Alamanda Merah 6 Citra Dharma Ayu Margadadi, Redaktur sastra Agus Warsono, Koresponden Rusiano Oktoral Firmansyah (Jakarta), Abdurachman M(Yogyakarya).
TEKS SULUH
Senin, 25 Mei 2020
Sabtu, 16 Mei 2020
Aku mencari Mu, Maya Ofifa Kristianti
Maya Ofifa Kristianti
Aku mencari Mu
Tuhan, aku mencari Mu
di gelimang harta orang kaya
yang berebut kuasa
saling pangkas
tindas
tebas
untuk sebuah nama
Aku mencari Mu
di lorong sempit
tumpukan meja kayu berderit
anak anak menjerit
karena perut terlilit , sakit
Masih aku mencari Mu
di hingar bingar keramaian pasar
perempuan tua berjalan terseok
di pundaknya penuh gendongan belanjaan
Aku mencari Tuhan
di hening surau malam ini
malam ganjil
malam ramadhan
malam memeluk Mu
Kalialang, 23 ramadhan 1441H
Maya ofifa kristianti
Ibu rumah tangga, yang senang membaca puisi
Aku mencari Mu
Tuhan, aku mencari Mu
di gelimang harta orang kaya
yang berebut kuasa
saling pangkas
tindas
tebas
untuk sebuah nama
Aku mencari Mu
di lorong sempit
tumpukan meja kayu berderit
anak anak menjerit
karena perut terlilit , sakit
Masih aku mencari Mu
di hingar bingar keramaian pasar
perempuan tua berjalan terseok
di pundaknya penuh gendongan belanjaan
Aku mencari Tuhan
di hening surau malam ini
malam ganjil
malam ramadhan
malam memeluk Mu
Kalialang, 23 ramadhan 1441H
Maya ofifa kristianti
Ibu rumah tangga, yang senang membaca puisi
SURAT DARI RUMAH SAKIT Petrus Nandi
SURAT DARI RUMAH SAKIT
Petrus Nandi
Ada yang hendak kuutarakan padamu saat ini
Bahwa kau dan aku
Bagai dua mata pulau yang tak berkedip
Kita tak dapat beradu pandang
Sebab demi melangkaui kesendirian ini aku tak mampu
Sayang, betapa kuingin mengecup bibirmu yang ranum
Seperti yang pernah kugiati dengan manja
Di atas ranjang kita
Tapi, apalah daya
Tuk melisankan niatku saja
Aku tak dapat
Lagi pula aku tak mau maut ini menderamu
Cukup aku sendiri yang marasakan
Sunyi yang menusuk bilik nadi ruangan ini.
Sayang, betapa aku ingin mengelus
Wajahmu yang berlumuran rupa-rupa keresahan
Tapi, apalah daya
Mengangkat tangan tuk menggapaimu
Aku tak sampai
Lagi pula, dalam masa pelik ini
Adalah haram bila tubuh kita saling menyapa
Dan aku terlanjur terasing di rumah keramat.
Sayang, sebenarnya aku ingin sekali
Menyanyikan lagu Nina Bobo untuk buah hati kita
Seperti suaraku pernah dengan merdu
Mengiringi matanya menuju lelap setiap malam
Tapi, kata dokter
Malam ini aku tak dapat melawati kalian
Lagipula aku mau darahku tak berhenti mengalir
Dalam tubuhnya
Lagi pula, aku tak ingin membawa maut untuknya
Bila aku memaksakan niatku ini.
Sayang, aku mau engkau tenang bersama dia
Jagalah dirinya
Jangan biarkan ia terluka
Bawalah damai
Sepanjang engkau masih dapat memandangnya
Sayang, aku tidak keberatan
Bila pada hari mereka mengusung
Tubuhku yang kaku menuju alam yang kekal
Engkau dan dirinya tak berada di sana
Aku bakal menjadi sangat tenteram
Bila kau tak merintih pilu di samping nisanku
Ketahuilah sayangku, aku menulis surat ini
Saat aku merasa yakin
Bahwa aku benar-benar akan pergi
Meninggalkan kalian
Selamanya.
Selamat tinggal, kurangkai wajah kalian
Di keabadian doa.
Kamar Sunyi, 6 April 2020.
Petrus Nandi, penyair desa. Saat ini menetap di Maumere, Flores. Bergiat di komunitas sastra Djarum Scalabrini.
Petrus Nandi
Ada yang hendak kuutarakan padamu saat ini
Bahwa kau dan aku
Bagai dua mata pulau yang tak berkedip
Kita tak dapat beradu pandang
Sebab demi melangkaui kesendirian ini aku tak mampu
Sayang, betapa kuingin mengecup bibirmu yang ranum
Seperti yang pernah kugiati dengan manja
Di atas ranjang kita
Tapi, apalah daya
Tuk melisankan niatku saja
Aku tak dapat
Lagi pula aku tak mau maut ini menderamu
Cukup aku sendiri yang marasakan
Sunyi yang menusuk bilik nadi ruangan ini.
Sayang, betapa aku ingin mengelus
Wajahmu yang berlumuran rupa-rupa keresahan
Tapi, apalah daya
Mengangkat tangan tuk menggapaimu
Aku tak sampai
Lagi pula, dalam masa pelik ini
Adalah haram bila tubuh kita saling menyapa
Dan aku terlanjur terasing di rumah keramat.
Sayang, sebenarnya aku ingin sekali
Menyanyikan lagu Nina Bobo untuk buah hati kita
Seperti suaraku pernah dengan merdu
Mengiringi matanya menuju lelap setiap malam
Tapi, kata dokter
Malam ini aku tak dapat melawati kalian
Lagipula aku mau darahku tak berhenti mengalir
Dalam tubuhnya
Lagi pula, aku tak ingin membawa maut untuknya
Bila aku memaksakan niatku ini.
Sayang, aku mau engkau tenang bersama dia
Jagalah dirinya
Jangan biarkan ia terluka
Bawalah damai
Sepanjang engkau masih dapat memandangnya
Sayang, aku tidak keberatan
Bila pada hari mereka mengusung
Tubuhku yang kaku menuju alam yang kekal
Engkau dan dirinya tak berada di sana
Aku bakal menjadi sangat tenteram
Bila kau tak merintih pilu di samping nisanku
Ketahuilah sayangku, aku menulis surat ini
Saat aku merasa yakin
Bahwa aku benar-benar akan pergi
Meninggalkan kalian
Selamanya.
Selamat tinggal, kurangkai wajah kalian
Di keabadian doa.
Kamar Sunyi, 6 April 2020.
Petrus Nandi, penyair desa. Saat ini menetap di Maumere, Flores. Bergiat di komunitas sastra Djarum Scalabrini.
Suasana Dalam Istana, Ismail Fathar Makka
Ismail Fathar Makka
Suasana Dalam Istana
Bercengkrama dalam berbagai balutan ras
Saling bergantian dalam memberi tawa
Saling membahu dalam disiplin ilmu
Saling mencubit dikala terlena
Tak ada niat untuk melukai
Saling menghibur kala dihempas duka
Kami tak kenal warna kulitmu putih dan hitam
Kami tak kenal fisikmu gemuk dan kurus
Apa lagi parasmu jelek, ganteng bahkan cantik sekalipun
Kami tak kenal itu
Yang kami tau satu; kita saudara.
Kendari, 28 Oktober 2016
Gubuk '98
- Ismail Fathar Makka
Pagi
rasa rindu mendera pada gubuk sembilan delapan di batas kota
Dihiasi pohon-pohon
tempat camar bermesra ria
Sayang, di gubuk '98 aku dilahirkan
ditimang dan dimanja
merangkak hingga berlari
Sayang, di gubuk '98
sesekali dia marah padaku
berpura dan benar-benar marah
Aku pergi dia mencariku
Aku terkadang acuh dia lemparkan senyum
Terus melambai
Aku pun malu dia merangkulku
Sayang, jika aku nakal suara lembut mendayu membisik di telingaku
Tenang dan tetap semangat
Sayang, jika aku sakit berbondong dia menghiburku
Satu persatu dengan cerita dan tingkah konyolnya
untuk melihat senyum di wajahku
Sayang, aku merindu
Aku menulis ini
Entah puisi
Entah sajak
Mungkin pula surat cinta
Entahlah, aku tak tahu
Bacalah, aku rindu
Pagi menarik lenganku mengajak
Ayo kembali ke gubuk '98
Di gubuk '98 ceritamu penuh warna.
Kendari, 06 Juli 2017
Suasana Dalam Istana
Bercengkrama dalam berbagai balutan ras
Saling bergantian dalam memberi tawa
Saling membahu dalam disiplin ilmu
Saling mencubit dikala terlena
Tak ada niat untuk melukai
Saling menghibur kala dihempas duka
Kami tak kenal warna kulitmu putih dan hitam
Kami tak kenal fisikmu gemuk dan kurus
Apa lagi parasmu jelek, ganteng bahkan cantik sekalipun
Kami tak kenal itu
Yang kami tau satu; kita saudara.
Kendari, 28 Oktober 2016
Gubuk '98
- Ismail Fathar Makka
Pagi
rasa rindu mendera pada gubuk sembilan delapan di batas kota
Dihiasi pohon-pohon
tempat camar bermesra ria
Sayang, di gubuk '98 aku dilahirkan
ditimang dan dimanja
merangkak hingga berlari
Sayang, di gubuk '98
sesekali dia marah padaku
berpura dan benar-benar marah
Aku pergi dia mencariku
Aku terkadang acuh dia lemparkan senyum
Terus melambai
Aku pun malu dia merangkulku
Sayang, jika aku nakal suara lembut mendayu membisik di telingaku
Tenang dan tetap semangat
Sayang, jika aku sakit berbondong dia menghiburku
Satu persatu dengan cerita dan tingkah konyolnya
untuk melihat senyum di wajahku
Sayang, aku merindu
Aku menulis ini
Entah puisi
Entah sajak
Mungkin pula surat cinta
Entahlah, aku tak tahu
Bacalah, aku rindu
Pagi menarik lenganku mengajak
Ayo kembali ke gubuk '98
Di gubuk '98 ceritamu penuh warna.
Kendari, 06 Juli 2017
Berumah Rintik Hujan, Ahmad Kohawan
Ahmad Kohawan
Berumah Rintik Hujan
rintik hujan
larik luka bersenandung
menyimak sembap
aku di daun jendela yang pernah kau sandar
rintik hujan
lirih duka berpeluh
penuh hasrat
pada renjana namamu terukir indah
dan aku menanti
meski musim berganti.
Bacukiki, 2020
Engkau Rumah
hina betala senandung Majnun
sebab rintih harum rembulan
munajat adalah munajat
engkau rumah tempatku pulang
lelah hari menjelma cakrawala
penaka tatap mata mu sembap
yang tak pernah menuntut
engkau rumah tempatku pulang
duhai angan yang menari lembut
kutitip rindu pada kekasih
ia pemilik dekapan dan mimpi.
Bacukiki, 2020
Biodata:
Ahmad Kohawan, lahir dan tinggal di Parepare. Menulis puisi tanpa kaidah dan ia suka.
Berumah Rintik Hujan
rintik hujan
larik luka bersenandung
menyimak sembap
aku di daun jendela yang pernah kau sandar
rintik hujan
lirih duka berpeluh
penuh hasrat
pada renjana namamu terukir indah
dan aku menanti
meski musim berganti.
Bacukiki, 2020
Engkau Rumah
hina betala senandung Majnun
sebab rintih harum rembulan
munajat adalah munajat
engkau rumah tempatku pulang
lelah hari menjelma cakrawala
penaka tatap mata mu sembap
yang tak pernah menuntut
engkau rumah tempatku pulang
duhai angan yang menari lembut
kutitip rindu pada kekasih
ia pemilik dekapan dan mimpi.
Bacukiki, 2020
Biodata:
Ahmad Kohawan, lahir dan tinggal di Parepare. Menulis puisi tanpa kaidah dan ia suka.
Hendra Sukmawan, TADARUS RAMADHAN
Hendra Sukmawan
TADARUS RAMADHAN
Kubaca langit:
Bulan dan bintang
Menuliskan aksara yang tak terbaca
Sepenuhnya
Kuteliti diri:
Nafas dan darah
Isyaratkan sampah yang tak tersapu
Seluruhnya
Semakin jauh ku berlabuh
Kian dalam ku menyelam
Di palung terdalam lautan misteri
SUJUD SELEMBAR DAUN
Biar semua menjadi ada ketika menghela sejuta mimpi
Biar semua menjadi tiada ketika merajut sejuta makna
Biarkan semua mengalir ke muara kehidupan
Kita meraba galaksi di batas kesunyian
Diam segala isyarat. Diam segala tandatanya. Fase demi fase melangkah lelah. Lalu tergolek di ranjang sunyi
Kita adalah gelagat matahari yang masih membakar meski malam dan siang terus berganti
Kita masih merumuskan jawaban
Hingga Diam
Menyapa dengan ramah
Garut, 16 Mei 2020
TADARUS RAMADHAN
Kubaca langit:
Bulan dan bintang
Menuliskan aksara yang tak terbaca
Sepenuhnya
Kuteliti diri:
Nafas dan darah
Isyaratkan sampah yang tak tersapu
Seluruhnya
Semakin jauh ku berlabuh
Kian dalam ku menyelam
Di palung terdalam lautan misteri
SUJUD SELEMBAR DAUN
Biar semua menjadi ada ketika menghela sejuta mimpi
Biar semua menjadi tiada ketika merajut sejuta makna
Biarkan semua mengalir ke muara kehidupan
Kita meraba galaksi di batas kesunyian
Diam segala isyarat. Diam segala tandatanya. Fase demi fase melangkah lelah. Lalu tergolek di ranjang sunyi
Kita adalah gelagat matahari yang masih membakar meski malam dan siang terus berganti
Kita masih merumuskan jawaban
Hingga Diam
Menyapa dengan ramah
Garut, 16 Mei 2020
Rumah Cerita Cinta Roro Sundari
Roro Sundari
Rumah Cerita Cinta
Hangat merapat di setiap penjuru
Desau bisik angin melewat bilik
Mengalun irama nadi nan merdu
Mengiring pelukan kasih sayang terbaik
Sejauh gegas langkah kaki keluar
Untuk menembus dunia hingar bingar
Selalu kembali tegas tak tertukar
Meski daun pintu warnanya memudar
Helainya selalu mampu menampung rindu
Selaksa senyum tergambar
Jelas menghias dinding kalbu
Di bawah teduh atap rumah
Tempat merebah segala resah dan lelah
Melerai gaduh yang erat mengaliri darah
Sejuk, damai merangkai kasih tak usai
Meredam berisik derai ramai tak terberai
Rumah nan indah,rumah cerita
Tentang lukisan jarak dan rindu tak reda
Tentang tenang dan senang terkenang bahagia
Tentang kisah terindah dari harapan dan doa tercipta
Menyimpan sejarah bermula, muda dan menua.
Semarang,16 Mei 2020
12.19
Rumah Cerita Cinta
Hangat merapat di setiap penjuru
Desau bisik angin melewat bilik
Mengalun irama nadi nan merdu
Mengiring pelukan kasih sayang terbaik
Sejauh gegas langkah kaki keluar
Untuk menembus dunia hingar bingar
Selalu kembali tegas tak tertukar
Meski daun pintu warnanya memudar
Helainya selalu mampu menampung rindu
Selaksa senyum tergambar
Jelas menghias dinding kalbu
Di bawah teduh atap rumah
Tempat merebah segala resah dan lelah
Melerai gaduh yang erat mengaliri darah
Sejuk, damai merangkai kasih tak usai
Meredam berisik derai ramai tak terberai
Rumah nan indah,rumah cerita
Tentang lukisan jarak dan rindu tak reda
Tentang tenang dan senang terkenang bahagia
Tentang kisah terindah dari harapan dan doa tercipta
Menyimpan sejarah bermula, muda dan menua.
Semarang,16 Mei 2020
12.19
Jumat, 15 Mei 2020
MENYINGKIRKAH KAU DAJJAL, Nani Tandjung
MENYINGKIRKAH KAU DAJJAL
Aku dengan yang lain bersama
Meski diumumkan kerja di rumah
Kami yakini semua mengolah jiwa
Di rumah sekecil apapun kami punya
Tahun bersama musim semesta
Bulan bersama muslim di buana
Tetes air mata mengingat kerja aneka
Dari tukang sampah hingga kerja pemerintah
Bahkan balita yang bernyanyi gembira
Hingga mahasiswa hampir sarjana
Semua menerima kembali seperti sedia kala
Schulle seperti kata orang eropah
Schulle adalah mengisi waktu bermain
Ditemani penjaga anak bermain dacin
Baca puisi mengenal alam, manusia dan jin
Belajar sopan berbaris serta terpimpin
Teknik mengatur segalanya dari awal
Tampak bagaimana ibu ayah tidak gagal
Masyarakat bersih teratur hindari yang mokal
Termasuk dimana tempat tinggal para dajjal
Nani Tandjung, rawajati , 16 Mei 2020
·
KUSIAPKAN PUISI UNTUKMU
Kuceritakan dalam puisiku
Terjadi ditahun dua ribu dua puluh
Kau belum kelihatan di pandanganku
Entah siapa bapakmu atau ibumu
Semoga masih tersambung alir darahku
Kau temukan buku yang menarik qalbumu
Kau tertarik sejarah masa lalu
Jantungmu berdebar ingin tahu
Ya itu aku itu puisiku kutulis ramadhan syahdu
Entah ibu entah bapakmu yang ikut terharu biru
Mereka berdecak mencari tambahan cerita baru
Ingin jelas siapa aku yang terbawa dalam buku
Mereka cari buku lain yang ada korelasinya
Hingga semua isi perpustakaan di baca
Ah ya mereka membawa sekerat darah
Yang masih tersisa terbawa dalam aorta
Di ramadhan yang kami catat kisahnya
Dalam usia tua renta diujung masa
Kau masih jauh
Kusiapkan puisiku
Untukmu dan keturunanmu
Nani Tandjung, Rawajati 16 Mei 2020
Aku dengan yang lain bersama
Meski diumumkan kerja di rumah
Kami yakini semua mengolah jiwa
Di rumah sekecil apapun kami punya
Tahun bersama musim semesta
Bulan bersama muslim di buana
Tetes air mata mengingat kerja aneka
Dari tukang sampah hingga kerja pemerintah
Bahkan balita yang bernyanyi gembira
Hingga mahasiswa hampir sarjana
Semua menerima kembali seperti sedia kala
Schulle seperti kata orang eropah
Schulle adalah mengisi waktu bermain
Ditemani penjaga anak bermain dacin
Baca puisi mengenal alam, manusia dan jin
Belajar sopan berbaris serta terpimpin
Teknik mengatur segalanya dari awal
Tampak bagaimana ibu ayah tidak gagal
Masyarakat bersih teratur hindari yang mokal
Termasuk dimana tempat tinggal para dajjal
Nani Tandjung, rawajati , 16 Mei 2020
·
KUSIAPKAN PUISI UNTUKMU
Kuceritakan dalam puisiku
Terjadi ditahun dua ribu dua puluh
Kau belum kelihatan di pandanganku
Entah siapa bapakmu atau ibumu
Semoga masih tersambung alir darahku
Kau temukan buku yang menarik qalbumu
Kau tertarik sejarah masa lalu
Jantungmu berdebar ingin tahu
Ya itu aku itu puisiku kutulis ramadhan syahdu
Entah ibu entah bapakmu yang ikut terharu biru
Mereka berdecak mencari tambahan cerita baru
Ingin jelas siapa aku yang terbawa dalam buku
Mereka cari buku lain yang ada korelasinya
Hingga semua isi perpustakaan di baca
Ah ya mereka membawa sekerat darah
Yang masih tersisa terbawa dalam aorta
Di ramadhan yang kami catat kisahnya
Dalam usia tua renta diujung masa
Kau masih jauh
Kusiapkan puisiku
Untukmu dan keturunanmu
Nani Tandjung, Rawajati 16 Mei 2020
Kamis, 14 Mei 2020
RAMADHAN TAK LAGI SEMARAK, Raden Rita Maimunah
36.Raden Rita Maimunah
RAMADHAN TAK LAGI SEMARAK
Mimpi mimpi yang ada dalam kalbu
Adalah mimpi mimpi tahun kemaren
Saat ramadhan datang kita akan selalu berada di mesjid
Seperti di rumah kita sendiri
Jiwa bergelora mendengar azan dan tadarus
Hasrat menggebu mendengar ceramah
Dari satu mesjid ke mesjid lain jalani tarawih dengan gembira
Tahun ini mesjid mesjid sunyi
Teriakan anak anak menunggu tarawih tak lagi terdengar
Bahkan suara suara sholat tarwihpun tak ada
Sunyi..
Membuat luka luka jiwa terbentuk dari kesedihan
Sampai malam datang menjemput kelam
Suasana sepi hingga subuh tiba
Ramadhan tahun ini tak lagi pancarkan senyum dan keceriaan
Kita hanya dapat berdoa
Mengatupkan tangan memohon pada yang Kuasa
Agar ramadhan yang kan datang kembali semarak
Padang, 6 mei 2020
Raden Rita Maimunah, dengan no HP: 082172619207, WA 081266135861, Alamat surat menyurat, Komplek Pemda Blok F2, Sungai lareh kelurahan Lubuk Minturun, Kecamatan Koto Tangah Padang Sumatera Barat . Email maimunahraden@yahoo.co.id, masuk dalam berbagai antologi Puisi dan antologi cerpen, menerbitkan 2 buku antalogi Puisi tunggal dengan nama pena yang juga sering menggunakan nama Raden Rita Yusri
RAMADHAN TAK LAGI SEMARAK
Mimpi mimpi yang ada dalam kalbu
Adalah mimpi mimpi tahun kemaren
Saat ramadhan datang kita akan selalu berada di mesjid
Seperti di rumah kita sendiri
Jiwa bergelora mendengar azan dan tadarus
Hasrat menggebu mendengar ceramah
Dari satu mesjid ke mesjid lain jalani tarawih dengan gembira
Tahun ini mesjid mesjid sunyi
Teriakan anak anak menunggu tarawih tak lagi terdengar
Bahkan suara suara sholat tarwihpun tak ada
Sunyi..
Membuat luka luka jiwa terbentuk dari kesedihan
Sampai malam datang menjemput kelam
Suasana sepi hingga subuh tiba
Ramadhan tahun ini tak lagi pancarkan senyum dan keceriaan
Kita hanya dapat berdoa
Mengatupkan tangan memohon pada yang Kuasa
Agar ramadhan yang kan datang kembali semarak
Padang, 6 mei 2020
Raden Rita Maimunah, dengan no HP: 082172619207, WA 081266135861, Alamat surat menyurat, Komplek Pemda Blok F2, Sungai lareh kelurahan Lubuk Minturun, Kecamatan Koto Tangah Padang Sumatera Barat . Email maimunahraden@yahoo.co.id, masuk dalam berbagai antologi Puisi dan antologi cerpen, menerbitkan 2 buku antalogi Puisi tunggal dengan nama pena yang juga sering menggunakan nama Raden Rita Yusri
Jam-00,Sutarno Sk
35.Sutarno Sk
Jam-00,
adalah tanda waktu di leptop
yang setia menemani
setiap malam
menjelang pagi
Terdengar suara nafas
itidur nyenyak
menambah syahdu
bagaikan musik malam
Dia tidur lelap
disamping meja kerja,
kusempatkan melirik wajahnya
seolah tersenyum
iklas tidur selalu sendiri
Terasa mataku lembab
ingin menetes,
segera aku hampiri
mendekap
membasahi wajahnya
dengan air mata haruku
Dia pun halus memeluk
berbisik lirih
menentramkan hati,
jaga jarak jangan lupa
sabuni muka,tangan dan kaki
Aku senyum tipis sendiri
sejenak kuperhatikan
masih terpejam
kemudian kembali ke leptop
yang hanya selalu ditemani
oleh irama merdu dari yutub
dan perkusi lirih
suara tidur nafas istriku selalu.
, Kalibata-mei-2020.
Sutarno Sk II
KORBAN
Boleh tepuk dada
boleh bangga
terbahak-bahak
merasa menang
Meski kami sekarat
kau betot nyawa
nenek kakek - ibu bapak
istri suami - anak saudara,
relawan - kau belum menang
Tak bisa habisi kami
punya senjata sakti
sabun tak kan habis
menjaga jarak diri
cepatlah pergi
belok kanan dan kiri
Meski nama covid 19
jelmaan korona
baliklah kemajikan
pelindung kami yang Esa
pembela kami maha kuasa
pulanglah ke asal
tak mungkin sanggup melawan
Kami sedang ber-ramadhan
berdialog dengan Tuhan
menjalankan perintah puasa
enyahlah kalian
sebelum alam murka membakar
jangan kembali datang
pelindung kami segala Maha
kami umat terkasih
Allah SubhanaWattaallah.
.....
Sutarno Sk.- Kalibata-mei-2020.
Sutarno Sk II
10 Mei pukul 04.37 ·
Publik
Publik
RAMADHAN
Ramadhan kali ini
mendekatkan hati
suami anak istri
dan sanak familii
Bertarawih di rumah
berjemaah di rumah
tak lagi keluar rumah
mengkaji sekeluarga
tak menuju musolah
Berkat makhluk Allah
korona punya nama
diberi ijin menghajar
pembangkang
anjuran jaga jarak
pakai sabun cuci tangan
Korona membetot nyawa
pembantah perintah
tatapan kasih serumah
kedekatan sanak saudara
saling menyapa yang dekat
kehangatan keluarga
demi keselamatan
Ramadhan kali ini 1441
tak lagi umat berpeluh
tak lagi dekat menjadi jauh
tak lagi mendekat yang jauh
berkat maha Agung
ramadhan nyaman dan sejuk
bagi umat iklas bersujud
menjauh sekalipun hanya makruh
Semua karena kasih-Nya
kapada umat yang amanah
berpasrah menghadap
saat panggilan pulang
bekal siap dipersembah
sebagai ampunan semasa
berkafilah di dunia fana
Alfatihah,
"Bismillahhirrokhmannirrokhim
alhamdhulillah yarobbil allamin
arrohman nirrohim malikiaumiddhin
iyakana buddhu waiya kanastain
hdinas sirotol musthakim
sirotol ladhina an-amta alaihim
ghoiril maghdhubhi allaihim
whallabdho liin aamiin"...
.....
Sutarno Sk, Kalibata-mei-2020.
Jam-00,
adalah tanda waktu di leptop
yang setia menemani
setiap malam
menjelang pagi
Terdengar suara nafas
itidur nyenyak
menambah syahdu
bagaikan musik malam
Dia tidur lelap
disamping meja kerja,
kusempatkan melirik wajahnya
seolah tersenyum
iklas tidur selalu sendiri
Terasa mataku lembab
ingin menetes,
segera aku hampiri
mendekap
membasahi wajahnya
dengan air mata haruku
Dia pun halus memeluk
berbisik lirih
menentramkan hati,
jaga jarak jangan lupa
sabuni muka,tangan dan kaki
Aku senyum tipis sendiri
sejenak kuperhatikan
masih terpejam
kemudian kembali ke leptop
yang hanya selalu ditemani
oleh irama merdu dari yutub
dan perkusi lirih
suara tidur nafas istriku selalu.
, Kalibata-mei-2020.
Sutarno Sk II
KORBAN
Boleh tepuk dada
boleh bangga
terbahak-bahak
merasa menang
Meski kami sekarat
kau betot nyawa
nenek kakek - ibu bapak
istri suami - anak saudara,
relawan - kau belum menang
Tak bisa habisi kami
punya senjata sakti
sabun tak kan habis
menjaga jarak diri
cepatlah pergi
belok kanan dan kiri
Meski nama covid 19
jelmaan korona
baliklah kemajikan
pelindung kami yang Esa
pembela kami maha kuasa
pulanglah ke asal
tak mungkin sanggup melawan
Kami sedang ber-ramadhan
berdialog dengan Tuhan
menjalankan perintah puasa
enyahlah kalian
sebelum alam murka membakar
jangan kembali datang
pelindung kami segala Maha
kami umat terkasih
Allah SubhanaWattaallah.
.....
Sutarno Sk.- Kalibata-mei-2020.
Sutarno Sk II
10 Mei pukul 04.37 ·
Publik
Publik
RAMADHAN
Ramadhan kali ini
mendekatkan hati
suami anak istri
dan sanak familii
Bertarawih di rumah
berjemaah di rumah
tak lagi keluar rumah
mengkaji sekeluarga
tak menuju musolah
Berkat makhluk Allah
korona punya nama
diberi ijin menghajar
pembangkang
anjuran jaga jarak
pakai sabun cuci tangan
Korona membetot nyawa
pembantah perintah
tatapan kasih serumah
kedekatan sanak saudara
saling menyapa yang dekat
kehangatan keluarga
demi keselamatan
Ramadhan kali ini 1441
tak lagi umat berpeluh
tak lagi dekat menjadi jauh
tak lagi mendekat yang jauh
berkat maha Agung
ramadhan nyaman dan sejuk
bagi umat iklas bersujud
menjauh sekalipun hanya makruh
Semua karena kasih-Nya
kapada umat yang amanah
berpasrah menghadap
saat panggilan pulang
bekal siap dipersembah
sebagai ampunan semasa
berkafilah di dunia fana
Alfatihah,
"Bismillahhirrokhmannirrokhim
alhamdhulillah yarobbil allamin
arrohman nirrohim malikiaumiddhin
iyakana buddhu waiya kanastain
hdinas sirotol musthakim
sirotol ladhina an-amta alaihim
ghoiril maghdhubhi allaihim
whallabdho liin aamiin"...
.....
Sutarno Sk, Kalibata-mei-2020.
MENYAKSIKAN SUNYI JIWA, Tri Astoto Kodarie:
34.Tri Astoto Kodarie:
MENYAKSIKAN SUNYI JIWA
Berguru pada tangan yang mengetuk malam menyalami sunyi rumah
menyaksikan kerinduan yang menghilir ke dalam ingatan
debar dari bisik jarum jam menghunjam tubuh
mencari kenangan di ujung sunyi yang menua
merapuh dijahit waktu
Terasa ada yang samar di sudut-sudut ruang
kusam daun-daun jendela serupa cermin mengabur
menyentuh kursi-kursi tanpa sandaran
Lama menunggu di temaram kerinduan
seperti penanggalan tak berjejak
kadang ada tanya: di mana persis menuju jalan pulang
hanya kidung membeku tanpa kata-kata
sebab telah lama rindu tak tumbuh di dada
Marilah sebentar menepi di ujung sunyi, karena yang ada kini
hanya tanda-tanda memaknai usia dengan temaram cahaya
bayang-bayang telah lama rebah di ujung malam
sunyi tak lagi mau mengantarkan menuju istirah
seperti ingatan rumah di bentangan sajadah.
Parepare, 2020
Tri Astoto Kodarie:
MENUJU NUN
Berulangkali jiwa tertegun
terasa tak pernah sampai pada nun
Tubuh terbalut usia
menggaris merah di cakrawala
Kenapa renta selalu disebut
sementara mata mulai mengabut
Juga dulu selalu merindukan rumah
sambil membaca sunyi di ujung lelah
Seperti kisah kedatangan subuh
di atas sprei kusut penuh peluh
Bukan tak ingin sampai nun
sebab sunyi tak pernah menuntun
Semacam kehati-hatian yang setia
mengeja antara ada dan tiada.
Parepare, 2020
Tri Astoto Kodarie lahir di Jakarta, 29 Maret 1961. Buku puisi dan esainya yang sudah terbit, yaitu: Nyanyian Ibunda, Sukma Yang Berlayar, Hujan Meminang Badai, Merajut Waktu Menuai Harapan, Sekumpulan Pantun,: Aku, Kau dan Rembulan, Merangkai Kata Menjadi Api, Kitab Laut. Puisi-puisinya dimuat di beberapa media, berbagai antologi dan diundang di berbagai kegiatan sastra.
MENYAKSIKAN SUNYI JIWA
Berguru pada tangan yang mengetuk malam menyalami sunyi rumah
menyaksikan kerinduan yang menghilir ke dalam ingatan
debar dari bisik jarum jam menghunjam tubuh
mencari kenangan di ujung sunyi yang menua
merapuh dijahit waktu
Terasa ada yang samar di sudut-sudut ruang
kusam daun-daun jendela serupa cermin mengabur
menyentuh kursi-kursi tanpa sandaran
Lama menunggu di temaram kerinduan
seperti penanggalan tak berjejak
kadang ada tanya: di mana persis menuju jalan pulang
hanya kidung membeku tanpa kata-kata
sebab telah lama rindu tak tumbuh di dada
Marilah sebentar menepi di ujung sunyi, karena yang ada kini
hanya tanda-tanda memaknai usia dengan temaram cahaya
bayang-bayang telah lama rebah di ujung malam
sunyi tak lagi mau mengantarkan menuju istirah
seperti ingatan rumah di bentangan sajadah.
Parepare, 2020
Tri Astoto Kodarie:
MENUJU NUN
Berulangkali jiwa tertegun
terasa tak pernah sampai pada nun
Tubuh terbalut usia
menggaris merah di cakrawala
Kenapa renta selalu disebut
sementara mata mulai mengabut
Juga dulu selalu merindukan rumah
sambil membaca sunyi di ujung lelah
Seperti kisah kedatangan subuh
di atas sprei kusut penuh peluh
Bukan tak ingin sampai nun
sebab sunyi tak pernah menuntun
Semacam kehati-hatian yang setia
mengeja antara ada dan tiada.
Parepare, 2020
Tri Astoto Kodarie lahir di Jakarta, 29 Maret 1961. Buku puisi dan esainya yang sudah terbit, yaitu: Nyanyian Ibunda, Sukma Yang Berlayar, Hujan Meminang Badai, Merajut Waktu Menuai Harapan, Sekumpulan Pantun,: Aku, Kau dan Rembulan, Merangkai Kata Menjadi Api, Kitab Laut. Puisi-puisinya dimuat di beberapa media, berbagai antologi dan diundang di berbagai kegiatan sastra.
Sebuah Elegi, Muhammad Rizky Ad'ha,
33.Muhammad Rizky Ad'ha,
Sebuah Elegi
Baru saja aku terbangun dari perantauan mimpi.
Tak kutemukan yang menyejukkan relung hati
Sekarang aku menghardik diri, berteriak sampai puas di padang nestapa
Tak sampai disitu, kenangan lama terukir lagi
Mencabik lembah yang kudaki dengan kesucian
Begitu mudahnya hamparan jiwa tersapu oleh kemunafikan
Untuk sekedar menyelami kesenangan semu belaka
Aku bingung, mengapa untaian kata berubah haluan
Seorang laki-laki bimbang dipergumulan ombak
Terhempas dari teguhnya dinding hati
Meratapi setiap langkah kakinya yang sesat
Lalu ia ingin kembali untuk pergi ke masa lampau
Menjemput mimpi-mimpi kecilnya yang tertinggal
Kemudian ia berkata , aku ingin kembali ke masa itu,
dan selalu dalam lindungan Cahaya-Mu
Sandaran(ku)
Dalam kesendirian senja aku teringat Dia
Meluapkan kegelisahan hati bersama-Nya
Berkeluh kesah akan hari dulu, kini, dan esok
Selalu berada di tempat-Nya, bukan dengan yang lain
Di temani hamparan sajadah, aku merangkai kata untuk-Nya
Hingga raga ini kembali jatuh tersungkur di hadapan-Nya
Kegelisahanku peralahan mulai turun
Setiap kali aku bertemu dengan-Nya
Penawar batin yang terluka,
Pengusir sepi di kala hati sedang rapuh,
Dan mengisi ruang kosong ini
Dengan berjuta makna pencarian
Itulah Dia... Sang Raja Manusia…
Muhammad Rizky Ad'ha, lahir di Banjarmasin, sekarang menetap di Pagatan, Kabupaten Tanah Bumbu. Berprofesi sebagai guru mata pelajaran sejarah di SMA Negeri 1 Kusan Hilir. Semenjak mahasiswa aktif menulis di berbagai media massa di Kalimantan Selatan. Sebagai penikmat sastra beberapa puisinya pernah terpilih dalam antologi puisi.
Sebuah Elegi
Baru saja aku terbangun dari perantauan mimpi.
Tak kutemukan yang menyejukkan relung hati
Sekarang aku menghardik diri, berteriak sampai puas di padang nestapa
Tak sampai disitu, kenangan lama terukir lagi
Mencabik lembah yang kudaki dengan kesucian
Begitu mudahnya hamparan jiwa tersapu oleh kemunafikan
Untuk sekedar menyelami kesenangan semu belaka
Aku bingung, mengapa untaian kata berubah haluan
Seorang laki-laki bimbang dipergumulan ombak
Terhempas dari teguhnya dinding hati
Meratapi setiap langkah kakinya yang sesat
Lalu ia ingin kembali untuk pergi ke masa lampau
Menjemput mimpi-mimpi kecilnya yang tertinggal
Kemudian ia berkata , aku ingin kembali ke masa itu,
dan selalu dalam lindungan Cahaya-Mu
Sandaran(ku)
Dalam kesendirian senja aku teringat Dia
Meluapkan kegelisahan hati bersama-Nya
Berkeluh kesah akan hari dulu, kini, dan esok
Selalu berada di tempat-Nya, bukan dengan yang lain
Di temani hamparan sajadah, aku merangkai kata untuk-Nya
Hingga raga ini kembali jatuh tersungkur di hadapan-Nya
Kegelisahanku peralahan mulai turun
Setiap kali aku bertemu dengan-Nya
Penawar batin yang terluka,
Pengusir sepi di kala hati sedang rapuh,
Dan mengisi ruang kosong ini
Dengan berjuta makna pencarian
Itulah Dia... Sang Raja Manusia…
Muhammad Rizky Ad'ha, lahir di Banjarmasin, sekarang menetap di Pagatan, Kabupaten Tanah Bumbu. Berprofesi sebagai guru mata pelajaran sejarah di SMA Negeri 1 Kusan Hilir. Semenjak mahasiswa aktif menulis di berbagai media massa di Kalimantan Selatan. Sebagai penikmat sastra beberapa puisinya pernah terpilih dalam antologi puisi.
TERJEBAK DIRUMAH SAJA, Aditya Majong
32.Aditya Majong
TERJEBAK DIRUMAH SAJA
Dirumah saja
Raga terjebak dalam realita
Jiwa terjebak dalam cerita derita
Nyawa terjebak didalam raga
Ruhaniah terjebak di alam sana
Dirumah saja
Bait kedua aku ingin bercerita
Pandemi bukanlah penghalang keberkahan-Nya
Masih diberi kesempatan untuk berpuasa
Masih diberi kesempatan untuk menghadap yang maha kuasa
Dirumah saja
Bait ketiga tak lagi sama
Kali ini ku punya versi berbeda
Sudah berapa kali iblis mencoba merayu
Namun imanku takkan pernah layu
Dirumah saja walau tersesat
Sudah masuk bait ke empat
Mari kita berdoa jika kita sempat
Semoga bencana ini segera diangkat
Dan kita semua dipertemukan di waktu yang tepat
TERJEBAK DIRUMAH SAJA
Dirumah saja
Raga terjebak dalam realita
Jiwa terjebak dalam cerita derita
Nyawa terjebak didalam raga
Ruhaniah terjebak di alam sana
Dirumah saja
Bait kedua aku ingin bercerita
Pandemi bukanlah penghalang keberkahan-Nya
Masih diberi kesempatan untuk berpuasa
Masih diberi kesempatan untuk menghadap yang maha kuasa
Dirumah saja
Bait ketiga tak lagi sama
Kali ini ku punya versi berbeda
Sudah berapa kali iblis mencoba merayu
Namun imanku takkan pernah layu
Dirumah saja walau tersesat
Sudah masuk bait ke empat
Mari kita berdoa jika kita sempat
Semoga bencana ini segera diangkat
Dan kita semua dipertemukan di waktu yang tepat
DI RUMAH BERTANDAN-TANDANG, NOK IR
31.NOK IR
DI RUMAH BERTANDAN-TANDANG BERKAH RAMADAN SALING BERGULIRAN
Di rumah bertandan-tandan berkah Ramadan saling berguliran
Datang semenjak sebelum sepertiga malam
Kucurkan embun nan penuh syukur
Di tiap-tiap bilik harap asa mengusik
Lantunan zikir basahi kedua bibir
Siap ditanak bersama buliran bijak
Tangan-tangan terangkat tengadah
Dada nir jumawa menggenggam bongkah pasrah
Hunjukkan doa dengan kata pinta terindah
Bapak menjalin hamparan tikar
Sajadah usang terbentang tak terbatas
Bagi kami sujudkan keterpurukan
Emak lincah merebus dompet yang tergerus
Tembikar-tembikar riuh berjejalan
Lentera bermata cerlang penunjuk saat melanglang
Anak pinak ramai menggali gulali
Melukis kolam taman di garis telapak tangan
Langit-langit rumah penuh bubungan remah
Menjelang Ramadan pulang
Kami menjadi peraung ulung bertangisan
Bila lagi bisa berjumpa lagi
Fajar awal syawal
Seisi dada hanya berupa jelaga
Yang musti terbasuh sepanjang Ramadan berikutnya
Sumenep, 10 Mei 2020
NOK IR
FAJAR KETIGA DI PANDEMI SUNYI
Syahru Ramadan
Ini masaih berupa fajar yang serupa
Dengan denyar yang tiap masa tak berbeda
Rindu penuhi semburat pipi
Gelora wabah tlah berhasil memisah
Aroma shaum yang kerap mengusik banyak kaum
Angin enggan bereratjabatan
Langit sungsang berwajah ketakutan
Rimba-rimba membelukarkan nestapa
Jiwa dengan jiwa saling curiga
Tiap dada dipenuhi luka nganga
Telinga dipenuhi asap sengsara
Mata gerimis lagukan ode ritmis
Azan berkumandang di kejauhan
Lamin kafan tlah lama disiapkan
Tuhan serasa jauh dari rengkuh
Padahal tlah kudirikan rumah-Nya di sini
Sumenep, 26 April 2020
NOK IR, menulis puisi dan cerita sejak usia remaja. Lahir di Demak, 28 Januari, kini tinggal di Sumenep Madura. Puisi dan cerpennya telah terhimpun dalan puluhan antologi bersama kawan penyair maupun penulis di dalam dan luar daerah. Di antaranya adalah 1000 Guru Menulis Puisi, di mana puisinya termasuk dalam nominasai puisi pilihan, Banjarbaru’s Rainy Day Festival’s, Kitab Pentigaraf, Berbisik Pada Dunia, Mata Air Hujan di Bulan Purnama dan lainnya.
DI RUMAH BERTANDAN-TANDANG BERKAH RAMADAN SALING BERGULIRAN
Di rumah bertandan-tandan berkah Ramadan saling berguliran
Datang semenjak sebelum sepertiga malam
Kucurkan embun nan penuh syukur
Di tiap-tiap bilik harap asa mengusik
Lantunan zikir basahi kedua bibir
Siap ditanak bersama buliran bijak
Tangan-tangan terangkat tengadah
Dada nir jumawa menggenggam bongkah pasrah
Hunjukkan doa dengan kata pinta terindah
Bapak menjalin hamparan tikar
Sajadah usang terbentang tak terbatas
Bagi kami sujudkan keterpurukan
Emak lincah merebus dompet yang tergerus
Tembikar-tembikar riuh berjejalan
Lentera bermata cerlang penunjuk saat melanglang
Anak pinak ramai menggali gulali
Melukis kolam taman di garis telapak tangan
Langit-langit rumah penuh bubungan remah
Menjelang Ramadan pulang
Kami menjadi peraung ulung bertangisan
Bila lagi bisa berjumpa lagi
Fajar awal syawal
Seisi dada hanya berupa jelaga
Yang musti terbasuh sepanjang Ramadan berikutnya
Sumenep, 10 Mei 2020
NOK IR
FAJAR KETIGA DI PANDEMI SUNYI
Syahru Ramadan
Ini masaih berupa fajar yang serupa
Dengan denyar yang tiap masa tak berbeda
Rindu penuhi semburat pipi
Gelora wabah tlah berhasil memisah
Aroma shaum yang kerap mengusik banyak kaum
Angin enggan bereratjabatan
Langit sungsang berwajah ketakutan
Rimba-rimba membelukarkan nestapa
Jiwa dengan jiwa saling curiga
Tiap dada dipenuhi luka nganga
Telinga dipenuhi asap sengsara
Mata gerimis lagukan ode ritmis
Azan berkumandang di kejauhan
Lamin kafan tlah lama disiapkan
Tuhan serasa jauh dari rengkuh
Padahal tlah kudirikan rumah-Nya di sini
Sumenep, 26 April 2020
NOK IR, menulis puisi dan cerita sejak usia remaja. Lahir di Demak, 28 Januari, kini tinggal di Sumenep Madura. Puisi dan cerpennya telah terhimpun dalan puluhan antologi bersama kawan penyair maupun penulis di dalam dan luar daerah. Di antaranya adalah 1000 Guru Menulis Puisi, di mana puisinya termasuk dalam nominasai puisi pilihan, Banjarbaru’s Rainy Day Festival’s, Kitab Pentigaraf, Berbisik Pada Dunia, Mata Air Hujan di Bulan Purnama dan lainnya.
Rabu, 13 Mei 2020
SAAT-SAAT BERBUKA, Muhammad Levand
SAAT-SAAT BERBUKA
Hantaman wabah virus korona
Tak mengurangi hikmat puasa
Bersama istri hanya berdua saja
Menjalankan puasa di rumah saja
Saat-saat menjelang berbuka
Rindu kepada ibu meng-adzan
Terbayang dapur dan menu buka
Karena tak bisa mudik lebaran
Saat-saat berbuka bersama istri
Menu buka melukis senyum ibu
Ibu di Madura yang tinggal sendiri
Ibu di Ponorogo yang selalu rindu
Di setiap menu masakan istri
Aromanya seperti dapur mertua
Jarak menjauh karena korona
Tak mengurangi rindu berseri
Korona tak menghapus rasa cinta
Meski tubuh terasa dipenjara sepi
Madura-Ponorogo menjelma mata
Orang-orang tercinta tetap di hati
Saat-saat berbuka kukata ke istri
Kita nikmati makanan yang enak
Bayangkan orangtua kita sendiri
Apa yang sedang mereka tanak?
Ramadhan menjelma rasa cinta
Korona merasa sangat sengsara
Melihat orang-orang yang berbuka
Tak ada rasa takut pada dirinya
Jember, 28 April 2020
Hantaman wabah virus korona
Tak mengurangi hikmat puasa
Bersama istri hanya berdua saja
Menjalankan puasa di rumah saja
Saat-saat menjelang berbuka
Rindu kepada ibu meng-adzan
Terbayang dapur dan menu buka
Karena tak bisa mudik lebaran
Saat-saat berbuka bersama istri
Menu buka melukis senyum ibu
Ibu di Madura yang tinggal sendiri
Ibu di Ponorogo yang selalu rindu
Di setiap menu masakan istri
Aromanya seperti dapur mertua
Jarak menjauh karena korona
Tak mengurangi rindu berseri
Korona tak menghapus rasa cinta
Meski tubuh terasa dipenjara sepi
Madura-Ponorogo menjelma mata
Orang-orang tercinta tetap di hati
Saat-saat berbuka kukata ke istri
Kita nikmati makanan yang enak
Bayangkan orangtua kita sendiri
Apa yang sedang mereka tanak?
Ramadhan menjelma rasa cinta
Korona merasa sangat sengsara
Melihat orang-orang yang berbuka
Tak ada rasa takut pada dirinya
Jember, 28 April 2020
AKU MENCINTAIMU, KETIKA;Kotagu Hayatudin,
AKU MENCINTAIMU, KETIKA;
Aku mencintaimu, ketika;
Lumbung-lumbung padi
dipenuhi bangkai tikus,
Ketika ladang dan pematang
gelanggang banting-tulang hilang,
menjadi sengketa dalih renovasi.
Ketika sekepal nasi kehilangan karbohidrat,
Bening mata air diselami potas.
Aku mencintaimu, ketika;
Ribuan Ibu rela ditinggal anak merantau jauh
ke jantung kota demi sekepal upah,
Ketika gelar dan ijazah menjadi
bungkus gorengan
jajanan tepi jalan,
Ketika tukang becak kehilangan sewa,
terungku dipenuhi para mangsa terka dan kira.
Aku mencintaimu, ketika;
Kopi, teh, dan arak setara dalam keramaian
Ketika berpeluk moksa di muka raya
tanpa peduli sekitar menjadi aib yang wajar
Ketika mengobrol dengan pelacur
dianggap lacur
Sedang kumpul kerbau telah masyhur
Aku mencintaimu, ketika;
Gugu dan tiru mulai jatuh
Ketika bocah Smp belajar meremas payudara
Ketika murid berani aniaya gurunya
Ketika sekolah menjadi gelanggang adu harta
adu rupa, dan adu kuasa.
Aku mencintaimu, ketika;
Berbicara tak lagi saling tatap muka
Ketika bayi-bayi kehilangan ASI
dari payudaya ibunya,
Ketika bayi-bayi menetek pada sapi
Ketika payudara ibu tak bisa dibagi-bagi
Ketika berak dan kencing
setara harga sarapan pagi.
Aku mencintaimu dengan tragedi;
Ketika ratusan bocah berkemah
hanyut di sungai
Ketika alat negara ditembak saat berwudhu
Ketika pelacur dijebak anggota DPR
"dipake dulu, baru dilaporkan".
Ketika ikan-ikan di Natuna
dalam kokangan senjata.
Aku mencintaimu, ketika;
Cermin belajar berbohong
Ketika metafora dijadikan kadar
sebuah hasta karya
Ketika pemabuk peri kencing di celana
Ketika paruh baya diarak, diseret, dimasukan truk-berdesakan, dibariskan di lapangan, dan dipaksa teriak, SATU ATAU DUA tanpa mengerti untuk apa.
Aku mencintaimu, ketika;
Embun jatuh bersama subuh,
Ketika takbir, ketika rukuk, ketika sujud,
Ketika Senin, Ketika Selasa, ketika Rabu,
ketika Kamis, ketika Jumat, di Selandia Baru puluhan mualim berkalang tanah
ditembaki saat beribadah
Ketika Sabtu, ketika Minggu,
ketika saling lempar batu.
Aku mencintaimu, ketika;
Mendung, ketika panas, ketika kemarau
Ketika hutan-hutan terbakar
puluhan ribu orang disekap asap
Ketika separuh Indonesia kehilangan embun
kehilangan oksigen, kehilangan pekerjaan.
Ketika rampang akan rancang undang-undang.
Aku mencintaimu, ketika;
Gerimis, ketika hujan
Ketika banjir hanyutkan ribuan puisi
ke balai kota
Ketika phiton tidur seranjang
dengan warga,
Ketika melati, ketika mawar, anggrek dan matamorry saling silang; hias Balai kota.
Aku mencintaimu hari ini;
Ketika Amerika, Cina, Iran, ketika Indonesia
Ketika 72 negara dijamu pandemi
Ketika dunia dihebohkan
dengan wabah Corona,
Ketika Cina diserang jutaan belalang,
Ketika makkah dan madinah sunyi atas ibadah
Ketika ibadah umroh ditahan sementara,
guna mencegah penularan.
"sekali dalam sejarah!"
Aku mencintaimu,
ketika salam dengan mencium tangan tidak dibolehkan, guna mencegah penularan.
Aku mencintaimu ketika;
Kawanan seumur jagung retakan rembulan,
patahkan gemintang, memarkan senja, bakar pagi demi kado kekasih hati.
Ketika tak sependapat dicap tiri
Ketika berani melawan takkan punya kawan.
Aku mencintaimu, malam ini
Ketika senang, ketika sedih, duka dan lara
Ketika waras, ketika sinting
Ketika gelas kaca, botol martel, ketika beling
ketika bibir, ketika gincu, ketika aku dibilang Tuan para ratu anarki, ketika segala hal rancu
antarkan menuju pelukmu.
Aku mencintaimu, ketika;
Perak tubuhmu dipenuhi rajah ragam metonimia
Ketika repetisi berulang riwayatkan rendahnya makrifat literasi
Ketika kau dijadikan dedahan guna sampai puncak keduniaan.
Ketika tanda tanya hanya retorika dalam penegasan, tanpa jawaban.
Ketika desakan bawah
hanya jadi pentas najis
dengan gong-gong
dari anjung seekor anjing.
Wahai, Puisi.
Aku mencintaimu, ketika aku tahu
cinta tak dimiliki tiap nadi lagi,
Ketika cinta tak singgah di tiap nyawa.
Aku mencintaimu, wahai, Puisi!.
Kotagu Hayatudin, Majalengka, Jawa Barat, 2020
SURAT DARI RANTAU
/1/
Mak, Jika dulu ladang dan pematang
Petak-petak sawah tak hilang
digantikan pabrik kutang
Dan tanggal tua tak harus bayar cicilan hutang
Tidak mungkin aku merantau hijrah jauh ke seberang
mengemis-ngemis demi sekepal upah, Mak.
/2/
Dalam kontrakan yang sudah nunggak dua bulan ini
Dengan penuh isak kutulis surat ini
Bukan karena aku tak lagi punya hati
Bukan pula aku tega sakiti hatimu, Mak.
Tetapi kutulis surat ini, ketika kurasa harapan untuk pulang ke kampung hilang, Mak.
Jalanan sepi, pedagang sepi, Masjid sepi, Gereja sepi, Biara sepi, kota seakan mati
Transfortasi minim beroprasi, tak sedikit yang kehilangan gaji juga gizi.
Kecuali, malam yang diramaikan oleh batuk dan bersin
dari apartement ke apartement, dari kontrakan ke kontrakan, dari dusun ke dusun, dari gang ke gang, dari rumah ke rumah, dan aku di antaranya, Mak.
/3/
Kutulis surat ini, ketika;
mataku jarang lagi melihat pemandangan orang-orang ibadah berjamaah,
Ketika mataku tak lagi melihat
Kawanan seragam ramai di pagi hari,
Ketika pengajian sepi, tongkrongan kopi sepi.
Kecuali media-media beritakan riuh rendah orang-orang berebut masker, berebut vitamin, berebut makanan,
Saling silang ketakutan, dan aku di antaranya, Mak.
/4/
Kutulis surat ini, ketika;
Bibir seorang Jubir berkata seolah kawanan miskin seperti kita yang susah ikuti imbauan pemerintah, Mak.
Seolah kita mata wabah utama yang tularkan corona terhadap orang-orang kaya
Sengaja atau tidak sengaja ia berkata,
Nasi sudah menjadi bubur, Gelas sudah terdorong ke Cina. Dalam pribahasa.
/5/
Mak, sudah sebulan lamanya aku tak kerja
Sisa gaji sudah tak lagi cukupi kebutuhan harian
Kontrakan sudah nunggak dua bulan
Perut lapar harus diisi makanan
dan makanan harus dibeli,
Pandemi ganyang segalanya, Mak.
Sosial, budaya, ekonomi, bahkan sunah, Mak.
Coba dulu aku turuti katamu untuk mengaji,
Mungkin dalam kondisi pandemi seperti ini
Imanku lebih tebal menghadapi ini.
/6/
Mak, dan yang terakhir
Kutulis surat ini dengan air mata, dengan pilek, dengan batuk dan demam.
Tahun ini mungkin aku tak bisa pulang,
Ramdhan ini mungkin aku tak bisa di rumah
Tak bisa temanimu membuat kolak untuk berbuka
tak bisa buka bersama-sama,
tak bisa tarawih bersama-sama,
tak bisa tadarus, membaca Qur'an bergiliran
tak bisa sahur bersama-sama
Dan mungkin,
Tak bisa saling peluk
dan salaman di hari lebaran.
Semoga orang-orang dikampung sehat selalu.
Dari rantau, untuk Emak.
Kotagu Hayatudin, Majalengka, 2020
Aku mencintaimu, ketika;
Lumbung-lumbung padi
dipenuhi bangkai tikus,
Ketika ladang dan pematang
gelanggang banting-tulang hilang,
menjadi sengketa dalih renovasi.
Ketika sekepal nasi kehilangan karbohidrat,
Bening mata air diselami potas.
Aku mencintaimu, ketika;
Ribuan Ibu rela ditinggal anak merantau jauh
ke jantung kota demi sekepal upah,
Ketika gelar dan ijazah menjadi
bungkus gorengan
jajanan tepi jalan,
Ketika tukang becak kehilangan sewa,
terungku dipenuhi para mangsa terka dan kira.
Aku mencintaimu, ketika;
Kopi, teh, dan arak setara dalam keramaian
Ketika berpeluk moksa di muka raya
tanpa peduli sekitar menjadi aib yang wajar
Ketika mengobrol dengan pelacur
dianggap lacur
Sedang kumpul kerbau telah masyhur
Aku mencintaimu, ketika;
Gugu dan tiru mulai jatuh
Ketika bocah Smp belajar meremas payudara
Ketika murid berani aniaya gurunya
Ketika sekolah menjadi gelanggang adu harta
adu rupa, dan adu kuasa.
Aku mencintaimu, ketika;
Berbicara tak lagi saling tatap muka
Ketika bayi-bayi kehilangan ASI
dari payudaya ibunya,
Ketika bayi-bayi menetek pada sapi
Ketika payudara ibu tak bisa dibagi-bagi
Ketika berak dan kencing
setara harga sarapan pagi.
Aku mencintaimu dengan tragedi;
Ketika ratusan bocah berkemah
hanyut di sungai
Ketika alat negara ditembak saat berwudhu
Ketika pelacur dijebak anggota DPR
"dipake dulu, baru dilaporkan".
Ketika ikan-ikan di Natuna
dalam kokangan senjata.
Aku mencintaimu, ketika;
Cermin belajar berbohong
Ketika metafora dijadikan kadar
sebuah hasta karya
Ketika pemabuk peri kencing di celana
Ketika paruh baya diarak, diseret, dimasukan truk-berdesakan, dibariskan di lapangan, dan dipaksa teriak, SATU ATAU DUA tanpa mengerti untuk apa.
Aku mencintaimu, ketika;
Embun jatuh bersama subuh,
Ketika takbir, ketika rukuk, ketika sujud,
Ketika Senin, Ketika Selasa, ketika Rabu,
ketika Kamis, ketika Jumat, di Selandia Baru puluhan mualim berkalang tanah
ditembaki saat beribadah
Ketika Sabtu, ketika Minggu,
ketika saling lempar batu.
Aku mencintaimu, ketika;
Mendung, ketika panas, ketika kemarau
Ketika hutan-hutan terbakar
puluhan ribu orang disekap asap
Ketika separuh Indonesia kehilangan embun
kehilangan oksigen, kehilangan pekerjaan.
Ketika rampang akan rancang undang-undang.
Aku mencintaimu, ketika;
Gerimis, ketika hujan
Ketika banjir hanyutkan ribuan puisi
ke balai kota
Ketika phiton tidur seranjang
dengan warga,
Ketika melati, ketika mawar, anggrek dan matamorry saling silang; hias Balai kota.
Aku mencintaimu hari ini;
Ketika Amerika, Cina, Iran, ketika Indonesia
Ketika 72 negara dijamu pandemi
Ketika dunia dihebohkan
dengan wabah Corona,
Ketika Cina diserang jutaan belalang,
Ketika makkah dan madinah sunyi atas ibadah
Ketika ibadah umroh ditahan sementara,
guna mencegah penularan.
"sekali dalam sejarah!"
Aku mencintaimu,
ketika salam dengan mencium tangan tidak dibolehkan, guna mencegah penularan.
Aku mencintaimu ketika;
Kawanan seumur jagung retakan rembulan,
patahkan gemintang, memarkan senja, bakar pagi demi kado kekasih hati.
Ketika tak sependapat dicap tiri
Ketika berani melawan takkan punya kawan.
Aku mencintaimu, malam ini
Ketika senang, ketika sedih, duka dan lara
Ketika waras, ketika sinting
Ketika gelas kaca, botol martel, ketika beling
ketika bibir, ketika gincu, ketika aku dibilang Tuan para ratu anarki, ketika segala hal rancu
antarkan menuju pelukmu.
Aku mencintaimu, ketika;
Perak tubuhmu dipenuhi rajah ragam metonimia
Ketika repetisi berulang riwayatkan rendahnya makrifat literasi
Ketika kau dijadikan dedahan guna sampai puncak keduniaan.
Ketika tanda tanya hanya retorika dalam penegasan, tanpa jawaban.
Ketika desakan bawah
hanya jadi pentas najis
dengan gong-gong
dari anjung seekor anjing.
Wahai, Puisi.
Aku mencintaimu, ketika aku tahu
cinta tak dimiliki tiap nadi lagi,
Ketika cinta tak singgah di tiap nyawa.
Aku mencintaimu, wahai, Puisi!.
Kotagu Hayatudin, Majalengka, Jawa Barat, 2020
SURAT DARI RANTAU
/1/
Mak, Jika dulu ladang dan pematang
Petak-petak sawah tak hilang
digantikan pabrik kutang
Dan tanggal tua tak harus bayar cicilan hutang
Tidak mungkin aku merantau hijrah jauh ke seberang
mengemis-ngemis demi sekepal upah, Mak.
/2/
Dalam kontrakan yang sudah nunggak dua bulan ini
Dengan penuh isak kutulis surat ini
Bukan karena aku tak lagi punya hati
Bukan pula aku tega sakiti hatimu, Mak.
Tetapi kutulis surat ini, ketika kurasa harapan untuk pulang ke kampung hilang, Mak.
Jalanan sepi, pedagang sepi, Masjid sepi, Gereja sepi, Biara sepi, kota seakan mati
Transfortasi minim beroprasi, tak sedikit yang kehilangan gaji juga gizi.
Kecuali, malam yang diramaikan oleh batuk dan bersin
dari apartement ke apartement, dari kontrakan ke kontrakan, dari dusun ke dusun, dari gang ke gang, dari rumah ke rumah, dan aku di antaranya, Mak.
/3/
Kutulis surat ini, ketika;
mataku jarang lagi melihat pemandangan orang-orang ibadah berjamaah,
Ketika mataku tak lagi melihat
Kawanan seragam ramai di pagi hari,
Ketika pengajian sepi, tongkrongan kopi sepi.
Kecuali media-media beritakan riuh rendah orang-orang berebut masker, berebut vitamin, berebut makanan,
Saling silang ketakutan, dan aku di antaranya, Mak.
/4/
Kutulis surat ini, ketika;
Bibir seorang Jubir berkata seolah kawanan miskin seperti kita yang susah ikuti imbauan pemerintah, Mak.
Seolah kita mata wabah utama yang tularkan corona terhadap orang-orang kaya
Sengaja atau tidak sengaja ia berkata,
Nasi sudah menjadi bubur, Gelas sudah terdorong ke Cina. Dalam pribahasa.
/5/
Mak, sudah sebulan lamanya aku tak kerja
Sisa gaji sudah tak lagi cukupi kebutuhan harian
Kontrakan sudah nunggak dua bulan
Perut lapar harus diisi makanan
dan makanan harus dibeli,
Pandemi ganyang segalanya, Mak.
Sosial, budaya, ekonomi, bahkan sunah, Mak.
Coba dulu aku turuti katamu untuk mengaji,
Mungkin dalam kondisi pandemi seperti ini
Imanku lebih tebal menghadapi ini.
/6/
Mak, dan yang terakhir
Kutulis surat ini dengan air mata, dengan pilek, dengan batuk dan demam.
Tahun ini mungkin aku tak bisa pulang,
Ramdhan ini mungkin aku tak bisa di rumah
Tak bisa temanimu membuat kolak untuk berbuka
tak bisa buka bersama-sama,
tak bisa tarawih bersama-sama,
tak bisa tadarus, membaca Qur'an bergiliran
tak bisa sahur bersama-sama
Dan mungkin,
Tak bisa saling peluk
dan salaman di hari lebaran.
Semoga orang-orang dikampung sehat selalu.
Dari rantau, untuk Emak.
Kotagu Hayatudin, Majalengka, 2020
Senin, 11 Mei 2020
Selamat dan Sukses untuk 111 Penyair Indonesia atas terbitnya Antologi Corona
Penyair :
1.A.Zainuddin Kr, (Pekalongan)
2.Abidi Al-Ba'arifi Al-Farlaqi (Aceh)
3.Ade Sri Hayati, (Indramayu)
4.Aditya Mahdi F, (Depok)
5.Agus Mursalin, (Kebumen)
6.Agus Pramono, (Mojokerto)
7.Agus Sighro Budiono, (Bojonegoro)
8.Agustav Triono, (Purbalingga)
9.Andi Jamaluddin, AR. AK., (Tanah Bumbu)
10.Anisah, (Magelang)
11.Anisah Effendi, (Indramayu)
12.Arif Abdil Bar, (Probolinggo)
13.Arya Setra, (Jakarta)
14.Asep Muhlis , (Serang)
15.Asih Minanti Rahayu, (Jakarta)
16. Asril Arifin(Indramayu)
17.Asro al Murthawy, (Marangin)
18.Azti Kintamani K , (Bandung)
19.Azizah Rifada Muhallima, (Kudus)
20.Bambang Eka Prasetya (Magelang)
21.Beti Novianti, (Bengkulu)
22.Buana KS, (Bungo)
23.Brigita Neny Anggraeni, (Blora)
24.Caridah Hartati, (NN)
25.Dhea Lingkar , (Surabaya)
26.Diah Natalia, (Jakarta)
27.Dian Rusdi, (Bandung)
28.Dwi Wahyu Candra Dewi, (Blora)
29.Dyah Setyawati, (Tegal)
30.Eksan Su, (Malang)
31.Eli Laraswati, (Jakarta)
32.Emby Bharezhy Boleng Metha, (Flores Timur)
33.Eri Syofratmin, (Bungo)
34.Evita Erasari, (Semarang)
35.Firman Wally, (Ambon)
36.Gampang Prawoto, (Bojonegoro)
37.Gilang Teguh Pambudi. (Jakarta)
38.Giyanto Subagio, (Jakarta)
39.Hermawan , (Padang)
40.Hasani Hamzah (Sumenep)
41.Herisanto Boaz, (Bandung)
42.Heru Patria, Pageblug, (Blitar)
43.Heru Mugiarso, (Semarang)
44.Harkoni Madura (Banyuates)
45.I Made Suantha, (Denpasar)
46.Iie Alie (Yusriani), (Jogyakarta)
47.Indri Yuswandari, (Kendal)
48.Irna Ernawati, (Bogor(
49.Is Mugiyarti, (Sragen)
50.Junaidi, (Pati)
51.Kurliyadi, (Cirebon)
52.Kurnia Kaha, (Jakarta)
53M. Johansyah (Tanah Bambu)
54.M.Muchdlorul Faroh, (Pati)
55.Marlin Dinamikanto , (Depok)
56.Meinar Safari Yani, (Klaten)
57.Mohammad Mukarom, (Wonosobo)
58.Mim A Mursyid, (Madura)
59.Muhammad Jayadi , (Balangan)
60.Muhammad Lefand , (Jember)
61.Muhammad Tauhed Supratman, (Pamekasan)
62.Maya Ofifa Kristianti , (Semarang)
63.Nanang R Supriyatin, (Jakarta)
64.Naning Scheid , (Brussel)
65.Nok Ir, (Jakarta)
66.Nuraedah, (Indramayu)
67.Nurinawati Kurnianingsih(Cilacap)
68.Omni Koesnadi (Jakarta)
69.Profijesarino Ubud DH. (Bandung)
70.Pensil Kajoe , (Banyumas)
71.Rg Bagus Warsono, (Indramayu)
72.Rosmita, (Muaro Jambi)
73.Rayako Dekar King, SY, (Aceh)
74.Ryan Aria Arizona, (Pekalongan)
75.Roymon Lemosol, (Ambon)
76.Rut Retno Astuti, (Bandung)
77.Raden Rita Maimunah, (Padang)
78.Sahaya Santayana, (Tasikmalaya)
79.Salimi Ahmad, (Jakarta)
80.Salman Yoga S, (Aceh)
81.Sami’an Adib, (Jember)
82.Sanur Keziandari, (Bandung)
83.Sarwo Darmono, (Lumajang)
84.Silivester Kiik, (Atambua)
85.Siswo Nurwahyudi , (Bojonegoro)
86.Soei Rusli, (Padang)
87.Supianoor , (Kusan Hulu)
88.Sutarso, (Sorong)
89.Sutarno Sk, (Jakarta)
90.Sukma Putra Permana, (Bantul)
91.Sulistyo , (Jakarta)
92.Sugeng Joko Utomo , (Tasikmalaya)
93.Sujudi Akbar Pamungkas, (Tuban)
94.Sudarmono , (Bekasi)
95. Sumrohadi , (Jakarta)
96.Supriyadi Bro (Surabaya)
97.Suyitno Ethexs, (Mojokerto)
98.Syafaruddin Marpaung, (Tanjungbalai)
99.Syahriannur Khaidir, (Sampang)
100.Syamsul Bahri, (Subang)
101.Teguh Ari Prianto, (Bandung)
102.Tjaha Kum, (Hoelea)
103.Uswatun Khasanah, (Gresik)
104.Wadie Maharief, (Jogjakarta)
105.Wanto Tirta, (Banyumas)
106.Wastirah, (Indramayu)
107.Wardjito Soeharso, (Semarang)
108.Wyaz Ibn Sinentang, (Pontianak)
109.Yoe Irawan, (Sukabumi)
110.Yublina Fay ,(NN)
111.Zaeni Boli, (Flores)
1.A.Zainuddin Kr, (Pekalongan)
2.Abidi Al-Ba'arifi Al-Farlaqi (Aceh)
3.Ade Sri Hayati, (Indramayu)
4.Aditya Mahdi F, (Depok)
5.Agus Mursalin, (Kebumen)
6.Agus Pramono, (Mojokerto)
7.Agus Sighro Budiono, (Bojonegoro)
8.Agustav Triono, (Purbalingga)
9.Andi Jamaluddin, AR. AK., (Tanah Bumbu)
10.Anisah, (Magelang)
11.Anisah Effendi, (Indramayu)
12.Arif Abdil Bar, (Probolinggo)
13.Arya Setra, (Jakarta)
14.Asep Muhlis , (Serang)
15.Asih Minanti Rahayu, (Jakarta)
16. Asril Arifin(Indramayu)
17.Asro al Murthawy, (Marangin)
18.Azti Kintamani K , (Bandung)
19.Azizah Rifada Muhallima, (Kudus)
20.Bambang Eka Prasetya (Magelang)
21.Beti Novianti, (Bengkulu)
22.Buana KS, (Bungo)
23.Brigita Neny Anggraeni, (Blora)
24.Caridah Hartati, (NN)
25.Dhea Lingkar , (Surabaya)
26.Diah Natalia, (Jakarta)
27.Dian Rusdi, (Bandung)
28.Dwi Wahyu Candra Dewi, (Blora)
29.Dyah Setyawati, (Tegal)
30.Eksan Su, (Malang)
31.Eli Laraswati, (Jakarta)
32.Emby Bharezhy Boleng Metha, (Flores Timur)
33.Eri Syofratmin, (Bungo)
34.Evita Erasari, (Semarang)
35.Firman Wally, (Ambon)
36.Gampang Prawoto, (Bojonegoro)
37.Gilang Teguh Pambudi. (Jakarta)
38.Giyanto Subagio, (Jakarta)
39.Hermawan , (Padang)
40.Hasani Hamzah (Sumenep)
41.Herisanto Boaz, (Bandung)
42.Heru Patria, Pageblug, (Blitar)
43.Heru Mugiarso, (Semarang)
44.Harkoni Madura (Banyuates)
45.I Made Suantha, (Denpasar)
46.Iie Alie (Yusriani), (Jogyakarta)
47.Indri Yuswandari, (Kendal)
48.Irna Ernawati, (Bogor(
49.Is Mugiyarti, (Sragen)
50.Junaidi, (Pati)
51.Kurliyadi, (Cirebon)
52.Kurnia Kaha, (Jakarta)
53M. Johansyah (Tanah Bambu)
54.M.Muchdlorul Faroh, (Pati)
55.Marlin Dinamikanto , (Depok)
56.Meinar Safari Yani, (Klaten)
57.Mohammad Mukarom, (Wonosobo)
58.Mim A Mursyid, (Madura)
59.Muhammad Jayadi , (Balangan)
60.Muhammad Lefand , (Jember)
61.Muhammad Tauhed Supratman, (Pamekasan)
62.Maya Ofifa Kristianti , (Semarang)
63.Nanang R Supriyatin, (Jakarta)
64.Naning Scheid , (Brussel)
65.Nok Ir, (Jakarta)
66.Nuraedah, (Indramayu)
67.Nurinawati Kurnianingsih(Cilacap)
68.Omni Koesnadi (Jakarta)
69.Profijesarino Ubud DH. (Bandung)
70.Pensil Kajoe , (Banyumas)
71.Rg Bagus Warsono, (Indramayu)
72.Rosmita, (Muaro Jambi)
73.Rayako Dekar King, SY, (Aceh)
74.Ryan Aria Arizona, (Pekalongan)
75.Roymon Lemosol, (Ambon)
76.Rut Retno Astuti, (Bandung)
77.Raden Rita Maimunah, (Padang)
78.Sahaya Santayana, (Tasikmalaya)
79.Salimi Ahmad, (Jakarta)
80.Salman Yoga S, (Aceh)
81.Sami’an Adib, (Jember)
82.Sanur Keziandari, (Bandung)
83.Sarwo Darmono, (Lumajang)
84.Silivester Kiik, (Atambua)
85.Siswo Nurwahyudi , (Bojonegoro)
86.Soei Rusli, (Padang)
87.Supianoor , (Kusan Hulu)
88.Sutarso, (Sorong)
89.Sutarno Sk, (Jakarta)
90.Sukma Putra Permana, (Bantul)
91.Sulistyo , (Jakarta)
92.Sugeng Joko Utomo , (Tasikmalaya)
93.Sujudi Akbar Pamungkas, (Tuban)
94.Sudarmono , (Bekasi)
95. Sumrohadi , (Jakarta)
96.Supriyadi Bro (Surabaya)
97.Suyitno Ethexs, (Mojokerto)
98.Syafaruddin Marpaung, (Tanjungbalai)
99.Syahriannur Khaidir, (Sampang)
100.Syamsul Bahri, (Subang)
101.Teguh Ari Prianto, (Bandung)
102.Tjaha Kum, (Hoelea)
103.Uswatun Khasanah, (Gresik)
104.Wadie Maharief, (Jogjakarta)
105.Wanto Tirta, (Banyumas)
106.Wastirah, (Indramayu)
107.Wardjito Soeharso, (Semarang)
108.Wyaz Ibn Sinentang, (Pontianak)
109.Yoe Irawan, (Sukabumi)
110.Yublina Fay ,(NN)
111.Zaeni Boli, (Flores)
TARIAN ZIKIR, Indri Yuswandari
TARIAN ZIKIR
Pada angin yang bertiup mengawinkan serbuk jantan dan betina
Pada hujan yang menghidupkan tanah gersang
Pada detak jantung sepanjang kehidupan yang kita tempuh
Pada rahmat melimpah setelah kita dihantarkan ke pemakaman dengan ampunannya
Rumahnya selalu terbuka, menunggu kita dengan setia
Ia yang tak pernah mengikat manusia di dalam kesukaran
Ia yang tak pernah membebani manusia di luar batas kemampuan
Ia yang selalu memberikan kemudahan dan pengampunan
Pintunya senantiasa terbuka, menyambut kita dengan cinta
Sementara kita yang begitu angkuh merasa dekat dan mengenalnya, tak pernah mampu mengalahkan kejahatan napsu yang mengeram dalam diri
"Wahai Engkau yang tidak bertabir, ampuni kami yang merentangkan tabir, sebab matabatin kami yang berjelaga tak bisa melihat keindahanmu,
berikami sempat membersihkan daki sebelum nadi berhenti"
09.05.2020
Indri Yuswandari
Pada angin yang bertiup mengawinkan serbuk jantan dan betina
Pada hujan yang menghidupkan tanah gersang
Pada detak jantung sepanjang kehidupan yang kita tempuh
Pada rahmat melimpah setelah kita dihantarkan ke pemakaman dengan ampunannya
Rumahnya selalu terbuka, menunggu kita dengan setia
Ia yang tak pernah mengikat manusia di dalam kesukaran
Ia yang tak pernah membebani manusia di luar batas kemampuan
Ia yang selalu memberikan kemudahan dan pengampunan
Pintunya senantiasa terbuka, menyambut kita dengan cinta
Sementara kita yang begitu angkuh merasa dekat dan mengenalnya, tak pernah mampu mengalahkan kejahatan napsu yang mengeram dalam diri
"Wahai Engkau yang tidak bertabir, ampuni kami yang merentangkan tabir, sebab matabatin kami yang berjelaga tak bisa melihat keindahanmu,
berikami sempat membersihkan daki sebelum nadi berhenti"
09.05.2020
Indri Yuswandari
Minggu, 10 Mei 2020
“Merindukan Ibu Dibulan Ramadhan” Oleh : Vien Rumailay.
“Merindukan Ibu Dibulan Ramadhan”
Oleh : Vien Rumailay.
Ibu…..
Aku merindukanmu
Ditengah bulan yang penuh rahmat ini
Kau cahaya yang selalu menerangiku
Kau pelangi yang selalu memberi warnah bahagia
Ibu….
Dibulan suci ini
Kau tidak bersama denganku
Aku merindukanmu ibu
Belaiyan kasih sayang
Selalu kau tebarkan dibulin suci ini
Ibu…..
Sekarang kau telah tiada
Aku sungguh merasa kehilangan
Aku merindukanmu ibu
Ramadhan tahun 2020
Tak seindah Ramadhan Tahun 2019 bersama ibu
Ibu….
Kau dambaan hatiku
Kau telah tiada
Namun kasihmu bagiku
Selalu aku rasakan disetiap hembusan nafasku
Sungguh indah Bila ibu berada di bulan Ramadhan ini
Segala ampunan ku haturkan bagimu ibu
Segala doa kupanjatkan bagimu
Tetaplah abadi disisi Allah
Merayakan Ramadhan bersama Allah
Aku selalu merindukanmu ibu
Masohi, 29 April 2020
Sukacita Ramadhan
Oleh : Vien Rumailay
Ramadhan Telah Tiba
Seluruh Umat Muslim Bersukacita
Menyambut Bulan Penuh Ampunan
Bulan Penuh Keberkahan
Bulan Penuh Kemuliaan
Sungguh indah Ramadhan
Amalan pahala Allah berikan
Bagi kami umat-Mu
Syukur kepada Allah kami panjatkan
Tanpa Allah hidup kami sia – sia
Oh Ramadhan…
Kau hadir berikan sukacita
Mengobati dan menemani setiap insan
Kau berikan cahaya Ramdhan
Yang terpencar dimana - mana
Oleh : Vien Rumailay.
Ibu…..
Aku merindukanmu
Ditengah bulan yang penuh rahmat ini
Kau cahaya yang selalu menerangiku
Kau pelangi yang selalu memberi warnah bahagia
Ibu….
Dibulan suci ini
Kau tidak bersama denganku
Aku merindukanmu ibu
Belaiyan kasih sayang
Selalu kau tebarkan dibulin suci ini
Ibu…..
Sekarang kau telah tiada
Aku sungguh merasa kehilangan
Aku merindukanmu ibu
Ramadhan tahun 2020
Tak seindah Ramadhan Tahun 2019 bersama ibu
Ibu….
Kau dambaan hatiku
Kau telah tiada
Namun kasihmu bagiku
Selalu aku rasakan disetiap hembusan nafasku
Sungguh indah Bila ibu berada di bulan Ramadhan ini
Segala ampunan ku haturkan bagimu ibu
Segala doa kupanjatkan bagimu
Tetaplah abadi disisi Allah
Merayakan Ramadhan bersama Allah
Aku selalu merindukanmu ibu
Masohi, 29 April 2020
Sukacita Ramadhan
Oleh : Vien Rumailay
Ramadhan Telah Tiba
Seluruh Umat Muslim Bersukacita
Menyambut Bulan Penuh Ampunan
Bulan Penuh Keberkahan
Bulan Penuh Kemuliaan
Sungguh indah Ramadhan
Amalan pahala Allah berikan
Bagi kami umat-Mu
Syukur kepada Allah kami panjatkan
Tanpa Allah hidup kami sia – sia
Oh Ramadhan…
Kau hadir berikan sukacita
Mengobati dan menemani setiap insan
Kau berikan cahaya Ramdhan
Yang terpencar dimana - mana
9 NALIKAN DUNIA TUMBUH, Gilang Teguh Pambudi.
9 NALIKAN DUNIA TUMBUH
1. NALIKA
kulempar
sauh
dari dunia
tumbuh
2. DUNIA
dunia
tumbuh
di kedalaman
jiwa
3. JIWA
jiwaku
malam
terang cahaya
hidup
4. CAHAYA
cahaya
terang
saum Ramadan
kita
5. KEMULIAAN
titian
lurus
bulat cahaya
bumi
6. SEMESTA
kureguk
rindu
cinta semesta
insan
7. ANGGUR RAMADAN
sepetik
dawai
anggur Ramadan
tumpah
8. MANUSIA SEPERTIGA MALAM
melarung
rasa
di sepertiga
akhir
9. HALAL SYAWAL
kusentuh
bulan
membentang halal
Syawal
*) Nalikan adalah puisi pendek empat baris dengan pola bunyi/sukukata 3-2-5-2. Rentetan angka yang mengandung pesan, "kesaksian dan kesungguh-sungguhan menyemai kebaikan yang berkeadilan dalam kehidupan sehari-hari". 3 = zikrullah/tarekat/kesungguh-sungguhan, 2 = syareat/kemuliaan/kebaikan hidup, 5 = penengah/hakekat berkeadilan.
Gilang Teguh Pambudi. Dikenal sebagai Seniman Radio, penyair, dan Pembina Komunitas Seni. Setelah meninggalkan bangku mengajar di kelas, berbekal bakat seni dan sertifikat peserta terbaik nasional pendidikan jurnalistik, Forum Pembinaan Pribadi Muslim, FP2M Jakarta (1991), memilih fokus aktif di radio sebagai jurnalis, penyiar, Programmer dan Kepala Studio. Penyair yang pernah aktif sebagai jurnalis radio di LPS PRSSNI Jawa Barat dan beberapa radio ini, juga dikenal sebagai narasumber acara Apresiasi Seni dan Apresiasi Sastra di radio-radio, terutama karena aktivitasnya sebagai ketua yayasan seni Cannadrama. Menulis di koran sejak kelas 1 SMA/SPGN Kota Sukabumi. Puisi-puisinya telah terbit dalam berbagai buku, baik dalam antologi bersama maupun antologi sendiri. Data diri kepenyairannya bisa dibaca dalam buku Apa Dan Siapa Penyair Indonesia yang diterbitkan oleh Yayasan Hari Puisi Indonesia. Empat buku antologi puisi terbarunya adalah JALAK (Jakarta Dalam Karung),TAGAR (Tarian Gapura), Mendaki Langit, 100 Aksi Puisi Pramuka, dan ZIRA (Planetarium Cinta). Satu buku serba-serbi dunia puisi yang telah terbit, Dinding Puisi Indonesia.
1. NALIKA
kulempar
sauh
dari dunia
tumbuh
2. DUNIA
dunia
tumbuh
di kedalaman
jiwa
3. JIWA
jiwaku
malam
terang cahaya
hidup
4. CAHAYA
cahaya
terang
saum Ramadan
kita
5. KEMULIAAN
titian
lurus
bulat cahaya
bumi
6. SEMESTA
kureguk
rindu
cinta semesta
insan
7. ANGGUR RAMADAN
sepetik
dawai
anggur Ramadan
tumpah
8. MANUSIA SEPERTIGA MALAM
melarung
rasa
di sepertiga
akhir
9. HALAL SYAWAL
kusentuh
bulan
membentang halal
Syawal
*) Nalikan adalah puisi pendek empat baris dengan pola bunyi/sukukata 3-2-5-2. Rentetan angka yang mengandung pesan, "kesaksian dan kesungguh-sungguhan menyemai kebaikan yang berkeadilan dalam kehidupan sehari-hari". 3 = zikrullah/tarekat/kesungguh-sungguhan, 2 = syareat/kemuliaan/kebaikan hidup, 5 = penengah/hakekat berkeadilan.
Gilang Teguh Pambudi. Dikenal sebagai Seniman Radio, penyair, dan Pembina Komunitas Seni. Setelah meninggalkan bangku mengajar di kelas, berbekal bakat seni dan sertifikat peserta terbaik nasional pendidikan jurnalistik, Forum Pembinaan Pribadi Muslim, FP2M Jakarta (1991), memilih fokus aktif di radio sebagai jurnalis, penyiar, Programmer dan Kepala Studio. Penyair yang pernah aktif sebagai jurnalis radio di LPS PRSSNI Jawa Barat dan beberapa radio ini, juga dikenal sebagai narasumber acara Apresiasi Seni dan Apresiasi Sastra di radio-radio, terutama karena aktivitasnya sebagai ketua yayasan seni Cannadrama. Menulis di koran sejak kelas 1 SMA/SPGN Kota Sukabumi. Puisi-puisinya telah terbit dalam berbagai buku, baik dalam antologi bersama maupun antologi sendiri. Data diri kepenyairannya bisa dibaca dalam buku Apa Dan Siapa Penyair Indonesia yang diterbitkan oleh Yayasan Hari Puisi Indonesia. Empat buku antologi puisi terbarunya adalah JALAK (Jakarta Dalam Karung),TAGAR (Tarian Gapura), Mendaki Langit, 100 Aksi Puisi Pramuka, dan ZIRA (Planetarium Cinta). Satu buku serba-serbi dunia puisi yang telah terbit, Dinding Puisi Indonesia.
Jumat, 08 Mei 2020
Air Mata di Bulan Berkat, Silivester Kiik,
Air Mata di Bulan Berkat
Tanpa secangkir mahal yang tersimpan di meja tamu,
sarung mewah yang terlilit pada pinggang,
sejumlah tetesan air mata adalah hadiah,
untuk mengakhiri bulan berkat ini dengan keikhlasan.
Padamu hal duniawi yang sering berkeliaran di tubuh ini,
menyingkirlah bersama debu-debu kotor,
pergi pada ngarai di batas perkampungan,
untuk lenyap bersama catatan senja.
Dan aku akan tetap menatap jejak esok,
dengan puji-pujian ke hadiratMu,
sebagai album dari kisah hari ini,
bahwa tanpa sekeping emas,
aku adalah insan bermartabat di mataMu.
Atambua, 09 Mei 2020
Tanpa secangkir mahal yang tersimpan di meja tamu,
sarung mewah yang terlilit pada pinggang,
sejumlah tetesan air mata adalah hadiah,
untuk mengakhiri bulan berkat ini dengan keikhlasan.
Padamu hal duniawi yang sering berkeliaran di tubuh ini,
menyingkirlah bersama debu-debu kotor,
pergi pada ngarai di batas perkampungan,
untuk lenyap bersama catatan senja.
Dan aku akan tetap menatap jejak esok,
dengan puji-pujian ke hadiratMu,
sebagai album dari kisah hari ini,
bahwa tanpa sekeping emas,
aku adalah insan bermartabat di mataMu.
Atambua, 09 Mei 2020
Kamis, 07 Mei 2020
MERINDU HARI RAYA DITENGAH CORONA, Arya Setra
MERINDU HARI RAYA DITENGAH CORONA
Mudik...
ataukah pulang kampung ?
aku tidak peduli itu sama atau berbeda...
Karena anganku sudah tertunda
diantara sepinya belantara kota
Terhalang kicauan-kicauan yang membingungkan
Sementara rasa rindu yang membuncah di dada
semakin tak tertahankan
Rindu akan riuhnya takbir yg menggema dimana-mana
Rindu wanginya opor ayam dan sambal krecek
Rindu akan eratnya salam-salaman
untuk saling memaafkan
Ingatlah....
Rinduku bukanlah rindumu..
Jakarta , 7 Mei 2020
Mudik...
ataukah pulang kampung ?
aku tidak peduli itu sama atau berbeda...
Karena anganku sudah tertunda
diantara sepinya belantara kota
Terhalang kicauan-kicauan yang membingungkan
Sementara rasa rindu yang membuncah di dada
semakin tak tertahankan
Rindu akan riuhnya takbir yg menggema dimana-mana
Rindu wanginya opor ayam dan sambal krecek
Rindu akan eratnya salam-salaman
untuk saling memaafkan
Ingatlah....
Rinduku bukanlah rindumu..
Jakarta , 7 Mei 2020
Rabu, 06 Mei 2020
OMAH KANG ENDAH, Sarwo Darmono
Urip ing alam wantah
Kang ginayuh para titah
Kedah sanyata gadhah
Omah kang endah
Gawe kempaling simah
Saha putra wayah
Omah kang endah
Papane paring asih asuh asah
Papaning musyawarah
Lampah gesang bungah susah
Papane manembah lan pasrah
Manembah marang kang maha mirah
Ngalap berkah lan hidayah
Betah mapan ing omah endah
Omah kang endah
Kebak barokah
Kangge sadanya titah
Lumajang, Senen Kliwon 04052020
Pangripta Sarwo Darmono
RUMAH NYANYIAN JIWA, Witanul Bulkis
RUMAH NYANYIAN JIWA
Di rumah ini membungkus segenap jiwa menghampar rasa datang seperti bayang segala lara selalu tergantikan dengan riang terasa indah bila nyanyian jiwa mengalun tanpa sumbang
Di rumah ini temukan damai hingga harapan berkembang cinta kasih sayang siang malam selalu terpancar cahaya kasih tanpa halangan ragu menghadapi langkah-langkah sulit
Di rumah ini segala asa tercurah semoga cinta selalu mengalir pada jiwa-jiwa penyejuk
Tanah Bumbu, April 2020
Di rumah ini membungkus segenap jiwa menghampar rasa datang seperti bayang segala lara selalu tergantikan dengan riang terasa indah bila nyanyian jiwa mengalun tanpa sumbang
Di rumah ini temukan damai hingga harapan berkembang cinta kasih sayang siang malam selalu terpancar cahaya kasih tanpa halangan ragu menghadapi langkah-langkah sulit
Di rumah ini segala asa tercurah semoga cinta selalu mengalir pada jiwa-jiwa penyejuk
Tanah Bumbu, April 2020
HADIAH TERINDAH DI ANTARA WABAH Sulistyo
Tuhan
Terima kasih Kau hadiahi aku ramadhan
Walau dalam kegelisahan dan kepedihan
Karena aku tak punya uang untuk membeli kolak pisang
Apalagi nanti baju lebaran
Hanya ada masker seharga sepuluh ribuan
Karena uang di dompet tinggal recehan
Sisa gajian dua bulan lalu hampir habis untuk makan
Ma'af Tuhan
Ramadhan ini mungkin aku hanya bisa menyapa semampuku
Tak ada suara bakiakku melangkah ke rumah-Mu
Aku hanya bisa mengeja alifbata di dalam kamarku
Aku hanya bisa bersujud di hamparan sajadah rumahku
Tuhan
Dekap aku dengan ramadan-Mu
Biarkan tangisku pecah dalam rintih tadarusku
Biarkan mulutku tetap melafal firman-Mu
Walau terbata
Tuhan
Ramadan ini adalah oase terindah walau dia datang bersama wabah yang Kau turunkan
Di antara isak tangis kelaparan
Di antara lagu kematian
Di antara kerinduan bertemu malam seribu bulan
Jakarta, mei 2020
MENGGALAH BULAN SEMPURNA , SUJUDI AKBAR PAMUNGKAS:
MENGGALAH BULAN SEMPURNA
di puncak ketinggian langit
sempurna tubuhmu terhampar
menggelinjang semi sensual
semampai nyiur melambai
berjenjang kemontokan buah
penuh pesona angin membuncah
mengguncang kesintalan bidang
meliuk lekuk sepanjang gairah
elok berkelok selaras kemolekan
tegakkan galah lawan kelelakian
kobarkan hasrat pemabuk surga
menjamah bukit-bukit reronta
menebar kelembutan hasrat
desiskan diksi-diksi persetubuhan
menggalah nikmat bulan sempurna
bulan suci bersimpul pandemi covid
dalam rengkuh ranjang isolasi
(part, 030520)
di puncak ketinggian langit
sempurna tubuhmu terhampar
menggelinjang semi sensual
semampai nyiur melambai
berjenjang kemontokan buah
penuh pesona angin membuncah
mengguncang kesintalan bidang
meliuk lekuk sepanjang gairah
elok berkelok selaras kemolekan
tegakkan galah lawan kelelakian
kobarkan hasrat pemabuk surga
menjamah bukit-bukit reronta
menebar kelembutan hasrat
desiskan diksi-diksi persetubuhan
menggalah nikmat bulan sempurna
bulan suci bersimpul pandemi covid
dalam rengkuh ranjang isolasi
(part, 030520)
5 waktu di rumah. Aditya Mahdi F
Kubuka mata yang masih sayuh
Menjelajah masa lalu dengan sepeda waktu yang kukayuh
Kuingat masa-masa kala itu, riuh gemuruh namun tetap teduh
Bernostalgia dengan sebatang rokok yang tinggal separuh
Tepat disamping air kali rumahku yang sudah keruh
Kutinggalkan kopi ku yang seperempat penuh
Pergi ke kamar mandi, membasuh wudhu pada anggota tubuh
Puisi berhenti sejenak, saatnya waktu Subuh
Terbangun di siang hari setelah bangun setelah sahur
Kulihat ibu ingin membeli sayur mayur
Seketika aku mengucap syukur
Tentu aku hanya ingin duduk, hampir tersungkur
Ingin membaca buku, berkontemplasi dengan para leluhur
Buku-buku ini menyelamatkanku dari kutukan tuan takur
Yang menyebabkan kehidupan manusia menjadi hancur
Namun sebelum itu menjadi hancur, ini sudah masuk waktu Dzuhur
Sore hari, rasa dahaga mulai menjalar
Namun tak sebanding dengan rasa lapar akan pengetahuan nalar
Semua keresahan ku tahan didalam kamar
Rasa resah yang masih samar-samar
Sejujurnya, aku sangat ingin keluar
Namun terhalang, mereka berkata jangan sampai rakyat terpapar
Lagi lagi aku kembali ke kamar, diam terkapar
Hingga terdengar suara Adzan Ashar
Hampir masuk waktu berbuka
Aku masih tak mengerti apa dan kenapa
Terkurung seperti ini mulai membuat jiwa ku menjadi gila
Namun tak apa, ini demi kebaikan bersama
DUG DUG DUG, Adzan Maghrib telah mengudara
Kuambil teh manis untuk melawan rasa dahaga
Dengan beberapa buah es batu tentu saja
Saatnya sholat Maghrib, semoga tuhan mengampuni segala dosa
Malam telah tiba, aku sangat rindu dengan mushola
Aku teringat ketika kecil untuk meminta tanda tangan imam untuk buku sekolah
Sayang sekali, kali ini kurang memungkinkan untuk pergi kesana
Aku tetap dirumah, beribadah, serta memohon ampun kepada-Nya
Setelahnya kupanjatkan doa, semoga dunia kembali ke semestinya
Aku merindukan suasana diluar sana, bercengkrama, mengikuti irama
Sudah cukup, saatnya kembali pada fokus utama
Puisi ini berakhir setelah waktu Isya
FRAGMEN PINTU, YOE IRAWAN
I
Sebutir biji
Sekuncup tunas
Dimatangkan waktu
Menolak sia-sia di piringmu
II
Piring waktu
Tergeletak di meja rumahmu
Kamu sebut ia pintu
Tempat kamu mengunyah usia tanpa jemu
III
Selalu lewat pintu kamu pergi ke ladang
Meninggalkan rumah berbatas petang
Mengolah rindu tak kepalang
Menabur biji menyemai tunas dalam doa-doa kepayang
IV
Waktu selalu membawamu kembali ke pintu itu
Setelah lapar dan dahagamu
Kamu tuntaskan sepenuh gebu
Ar-Rayyan yang dimatangkan ramadhan
V
Beribu-ribu biji
Beribu-ribu tunas
Kian berisi kian bernas
Kamu buka Ar-Rayyan : ladang abadi bertumbuhan
Sukabumi, 1 Mei 2020 M/7 Ramadhan 1441 H
Ar-rahman, Rosmita
Ar-rahman
Rosmita
Duka di langitku
Menambah daftar panjang perih
dan nestapa.Malapetaka menimpa segala ruang titik-titik setiap persinggahan.Silaturahmi hanya tinggal pemanis lisan ,bahkan untuk
Rumah Ibadah sekalipun tertutup sudah , taraweh Ramadhanku
hanya di rumah saja
Haruskah terus saling meyalahkan ?
Sementara azab itu terus bermunculan hingga kita tak mampu lagi banyak bicara
Diam dan memasrahkan diri kepada-Nya ,agar pertolongan mampu membuat syaraf bertahan
Meski virus itu teramat debu
namum mampu menguras nadi hingga napas terkulai lemah
Semua nyata
Tak satupun tersembunyi.Lisan-lisan nyinyir kini tak lagi berucap
Seperti biasanya lantang dan sadis
Bencana itu melesat bagai busur menembus sasaran
Bulu roma merinding di malam paling mencekam
Dan aku harus terus bertahan
dalam doa agar mati hanya dengan keadaan Husnul khatimah
Maka nikmat Tuhanmu yang mana lagi yang engkau dustakan ?
Jambi 2020
Rosmita
Duka di langitku
Menambah daftar panjang perih
dan nestapa.Malapetaka menimpa segala ruang titik-titik setiap persinggahan.Silaturahmi hanya tinggal pemanis lisan ,bahkan untuk
Rumah Ibadah sekalipun tertutup sudah , taraweh Ramadhanku
hanya di rumah saja
Haruskah terus saling meyalahkan ?
Sementara azab itu terus bermunculan hingga kita tak mampu lagi banyak bicara
Diam dan memasrahkan diri kepada-Nya ,agar pertolongan mampu membuat syaraf bertahan
Meski virus itu teramat debu
namum mampu menguras nadi hingga napas terkulai lemah
Semua nyata
Tak satupun tersembunyi.Lisan-lisan nyinyir kini tak lagi berucap
Seperti biasanya lantang dan sadis
Bencana itu melesat bagai busur menembus sasaran
Bulu roma merinding di malam paling mencekam
Dan aku harus terus bertahan
dalam doa agar mati hanya dengan keadaan Husnul khatimah
Maka nikmat Tuhanmu yang mana lagi yang engkau dustakan ?
Jambi 2020
Hakikat Ramadhan , Abdil Arif
Hakikat Ramadhan
Rhamadan dulu…
Syetan dikurung
Rhamadan sekarang...
Semua mahluk dikurung termasuk manusia…
Ramadhan dulu…
Orang rajin taraweh itu shaleh
Ramadhan Sekarang,,
Rajin taraweh itu salah…
Dulu…
Iman harus kuat
Sekarang, imun yang harus kuat
Kata positif sekarang buruk
Kata negatif sekarang baik
Baru terasa,,
Bahwa semua mulai berubah…
Tapi ,,
Tapi tidak untuk hakikat ramadhan…
Dia tetap merajai bulan
Dia tetap penuh ampunan
Dia tetap memberi malam seribu bulan
Dia tetap menjadi sanjungan
Oh, ramadhan…
Tempat bersuci…
Bukan hanya makan dan minum yang aku tahan,,
Bicara busuk aku tahan..
Pandangan aku tahan..
Rasa aku tahan..
Karena bukan perut lapar,,
Bukan gersangnya tenggorokan..
Yang mensucikan…
Tapi,,,
Hakikatmu ,, ramadhan
Sucikan semua jiwa ,,
Berpuasalah...
Rhamadan dulu…
Syetan dikurung
Rhamadan sekarang...
Semua mahluk dikurung termasuk manusia…
Ramadhan dulu…
Orang rajin taraweh itu shaleh
Ramadhan Sekarang,,
Rajin taraweh itu salah…
Dulu…
Iman harus kuat
Sekarang, imun yang harus kuat
Kata positif sekarang buruk
Kata negatif sekarang baik
Baru terasa,,
Bahwa semua mulai berubah…
Tapi ,,
Tapi tidak untuk hakikat ramadhan…
Dia tetap merajai bulan
Dia tetap penuh ampunan
Dia tetap memberi malam seribu bulan
Dia tetap menjadi sanjungan
Oh, ramadhan…
Tempat bersuci…
Bukan hanya makan dan minum yang aku tahan,,
Bicara busuk aku tahan..
Pandangan aku tahan..
Rasa aku tahan..
Karena bukan perut lapar,,
Bukan gersangnya tenggorokan..
Yang mensucikan…
Tapi,,,
Hakikatmu ,, ramadhan
Sucikan semua jiwa ,,
Berpuasalah...
“Merindukan Ibu Dibulan Ramadhan”, Vien Rumailay.
“Merindukan Ibu Dibulan Ramadhan”
Ibu…..
Aku merindukanmu
Ditengah bulan yang penuh rahmat ini
Kau cahaya yang selalu menerangiku
Kau pelangi yang selalu memberi warnah bahagia
Ibu….
Dibulan suci ini
Kau tidak bersama denganku
Aku merindukanmu ibu
Belaiyan kasih sayang
Selalu kau tebarkan dibulin suci ini
Ibu…..
Sekarang kau telah tiada
Aku sungguh merasa kehilangan
Aku merindukanmu ibu
Ramadhan tahun 2020
Tak seindah Ramadhan Tahun 2019 bersama ibu
Ibu….
Kau dambaan hatiku
Kau telah tiada
Namun kasihmu bagiku
Selalu aku rasakan disetiap hembusan nafasku
Sungguh indah Bila ibu berada di bulan Ramadhan ini
Segala ampunan ku haturkan bagimu ibu
Segala doa kupanjatkan bagimu
Tetaplah abadi disisi Allah
Merayakan Ramadhan bersama Allah
Aku selalu merindukanmu ibu
Masohi, 29 April 2020
Ibu…..
Aku merindukanmu
Ditengah bulan yang penuh rahmat ini
Kau cahaya yang selalu menerangiku
Kau pelangi yang selalu memberi warnah bahagia
Ibu….
Dibulan suci ini
Kau tidak bersama denganku
Aku merindukanmu ibu
Belaiyan kasih sayang
Selalu kau tebarkan dibulin suci ini
Ibu…..
Sekarang kau telah tiada
Aku sungguh merasa kehilangan
Aku merindukanmu ibu
Ramadhan tahun 2020
Tak seindah Ramadhan Tahun 2019 bersama ibu
Ibu….
Kau dambaan hatiku
Kau telah tiada
Namun kasihmu bagiku
Selalu aku rasakan disetiap hembusan nafasku
Sungguh indah Bila ibu berada di bulan Ramadhan ini
Segala ampunan ku haturkan bagimu ibu
Segala doa kupanjatkan bagimu
Tetaplah abadi disisi Allah
Merayakan Ramadhan bersama Allah
Aku selalu merindukanmu ibu
Masohi, 29 April 2020
RUMAHKU MUSHOLAKU, SUPIANOOR
RUMAHKU MUSHOLAKU
Di Ramadhan tahun ini
Jauh berbeda dari Ramadhan tahun-tahun yang lewar
Kumandang merdunya azan di rumah sendiri
Niat dan takbir tangan di angkat di rumah sendiri
Lantunan Al-Fatihah bergaung di nrumah sendiri
Ruku menundukkan kan badan di rumah sendiri
Sujud merendah diri di nrumah sendiri
Berdia meminta ampun di rumah sendiri
Semua di rumah sendiri
Ramadhan di tahun ini
Tarawih beramaah bersama keluarga di rumah sendiri
Derai selawat dan lantunan ayat-ayat Al-Quran
Semarak dari nrumah sendiri
Walau jamaah kecil dari keluarga yang kecil
Namun sungguh semarak dengan ebersamaan
Ramadhan tahun ini
Rumahku musholaku
Tanah Bumbu 2020
Di Ramadhan tahun ini
Jauh berbeda dari Ramadhan tahun-tahun yang lewar
Kumandang merdunya azan di rumah sendiri
Niat dan takbir tangan di angkat di rumah sendiri
Lantunan Al-Fatihah bergaung di nrumah sendiri
Ruku menundukkan kan badan di rumah sendiri
Sujud merendah diri di nrumah sendiri
Berdia meminta ampun di rumah sendiri
Semua di rumah sendiri
Ramadhan di tahun ini
Tarawih beramaah bersama keluarga di rumah sendiri
Derai selawat dan lantunan ayat-ayat Al-Quran
Semarak dari nrumah sendiri
Walau jamaah kecil dari keluarga yang kecil
Namun sungguh semarak dengan ebersamaan
Ramadhan tahun ini
Rumahku musholaku
Tanah Bumbu 2020
BAITUL JANNAH, Sugeng Joko Utomo
BAITUL JANNAH
Wahai isteriku
Puasa baru berjalan seminggu
Tetapi kau telah belanja gula telur dan terigu
Juga beberapa macam rempah bumbu
Sibuk pula membuat kue ini itu
Untuk lebaran nanti
Katamu membela diri
Sambil tetap asyik mengolesi
Alat panggang cetakan roti
Sementara makna dari puasa terlewatkan
Engkau bergunjing sambil mengaduk adonan
Mulut tiada henti mengatakan
Si ini atau si anu telat bayar arisan
Rumah berantakan
Di ember bertumpuk cucian
Di teras sampah berserakan
Pekerjaan lain terabaikan
Istriku tersayang
Puasa dan lebaran itu satu pasang
Saling bertautan berbayang
Melengkapi bak angin dan layang-layang
Rusak puasa rusak pula lebaran
Tak berkumandang lagi kemenangan
Terkoyak oleh mudharat kebiasaan
Digerus nafsu buruk keseharian
Maka berhati-hati saja
Tulus menjaga sikap dan bicara
Tuntas menjalani ibadah mulia
Niat bersihkan jiwa raga dari dosa
Tasikmalaya, 14 April 2020
Sugeng Joko Utomo
Wahai isteriku
Puasa baru berjalan seminggu
Tetapi kau telah belanja gula telur dan terigu
Juga beberapa macam rempah bumbu
Sibuk pula membuat kue ini itu
Untuk lebaran nanti
Katamu membela diri
Sambil tetap asyik mengolesi
Alat panggang cetakan roti
Sementara makna dari puasa terlewatkan
Engkau bergunjing sambil mengaduk adonan
Mulut tiada henti mengatakan
Si ini atau si anu telat bayar arisan
Rumah berantakan
Di ember bertumpuk cucian
Di teras sampah berserakan
Pekerjaan lain terabaikan
Istriku tersayang
Puasa dan lebaran itu satu pasang
Saling bertautan berbayang
Melengkapi bak angin dan layang-layang
Rusak puasa rusak pula lebaran
Tak berkumandang lagi kemenangan
Terkoyak oleh mudharat kebiasaan
Digerus nafsu buruk keseharian
Maka berhati-hati saja
Tulus menjaga sikap dan bicara
Tuntas menjalani ibadah mulia
Niat bersihkan jiwa raga dari dosa
Tasikmalaya, 14 April 2020
Sugeng Joko Utomo
RAMADHAN DI TAHUN INI, MUHAMMAD JAYADI
RAMADHAN DI TAHUN INI
Ramadhan datang kembali mengunjungi kita
Masih dengan gema menebar rahmat Allah di segenap penjuru dunia ini
Memanggil setiap orang beriman yang terpatri di dadanya
Walaupun duka masih menyayat hati
Di tengah-tengah wabah yang belum mau pergi
Bagi kami, ramadhan tetaplah cahaya
Menerang keimanan di dada dengan puasa
Hadiah bagi setiap hamba-hamba-Nya
Mengandung nafas keampunan dan realitas keagungan cinta pada-Nya
Menuju puncak takwa
Ramadhan kali ini tetaplah gegap gempita
Meski sederhana secara zahirnya
Namun niat dan tekad tetap menyala
Menghidupkan bulan mulia di antara cobaan yang datang
Kita yakin
Allah punya rahasia di balik segala keadaan yang dijadikan-Nya
Kita jadikan renungan bersama di dalam jiwa.
Balangan 27 April 2020
Ramadhan datang kembali mengunjungi kita
Masih dengan gema menebar rahmat Allah di segenap penjuru dunia ini
Memanggil setiap orang beriman yang terpatri di dadanya
Walaupun duka masih menyayat hati
Di tengah-tengah wabah yang belum mau pergi
Bagi kami, ramadhan tetaplah cahaya
Menerang keimanan di dada dengan puasa
Hadiah bagi setiap hamba-hamba-Nya
Mengandung nafas keampunan dan realitas keagungan cinta pada-Nya
Menuju puncak takwa
Ramadhan kali ini tetaplah gegap gempita
Meski sederhana secara zahirnya
Namun niat dan tekad tetap menyala
Menghidupkan bulan mulia di antara cobaan yang datang
Kita yakin
Allah punya rahasia di balik segala keadaan yang dijadikan-Nya
Kita jadikan renungan bersama di dalam jiwa.
Balangan 27 April 2020
PROTES TENTANG SURGA, TEMPAT PALING BINTANG BAGI KELUARGA, Sutarso
PROTES TENTANG SURGA, TEMPAT PALING BINTANG BAGI KELUARGA
"Di kepala:
Pikiran kotor merajalela
Terjebak otakatik otak,
sampai terbelai andai,
bahwa tanpa pikiran suci
di kemudian hari
kita masuk surga?
Atau, telah kau
pelajari Sunah Nabi tapi
purapura tidak mengerti?
Di bibir:
Kata mangkir
kepada kita mampir
Terlalu yakin masuk
surga, bukankah itu
kesimpulan terburuburu?
Bukankah seharusnya
menabung kebaikan
seribu gunung,
baru menghitung
untung
dari kemungkinan
lolos seleksi
setelah Munkar
setelah Nakir
jalankan tugas dari_Nya
Mengenai catatan tentang
baik buruk perbuatan kita
dari lahir hingga
hembuskan napas terakhir,
ada di Roqib
ada di Atid
Di jemari:
Kekerasan, ringan tangan
Kau tau, tangan
untuk memberi
Mengapa kepada diri
sendiri
mengapa kepada diridiri
di luar diri sendiri,
kaumenyakiti?
Dengan zalim,
mengapa mengklaim diri
alim?
Dengan kejahatan,
pantaskah kita
jadi penghuni surga?
Bukankah masih ada
waktu?
Bukankah rumah kita,
tempat yang tepat
demi
kembalikan keaslian diri
yang terfotokopi
basabasi
bikin jalan ke surga
terportal bengal
mengaku diri
paling handal?
Bukankah rumah,
tempat paling indah,
yang semoga jadi Tempat
Paling Bintang bagi
keluarga kita?"
Bukankah rumah,
adalah surga?
Semoga dari rumah ini,
kita sekeluarga
mencapai surga
Sorong, 25 April 2020
"Di kepala:
Pikiran kotor merajalela
Terjebak otakatik otak,
sampai terbelai andai,
bahwa tanpa pikiran suci
di kemudian hari
kita masuk surga?
Atau, telah kau
pelajari Sunah Nabi tapi
purapura tidak mengerti?
Di bibir:
Kata mangkir
kepada kita mampir
Terlalu yakin masuk
surga, bukankah itu
kesimpulan terburuburu?
Bukankah seharusnya
menabung kebaikan
seribu gunung,
baru menghitung
untung
dari kemungkinan
lolos seleksi
setelah Munkar
setelah Nakir
jalankan tugas dari_Nya
Mengenai catatan tentang
baik buruk perbuatan kita
dari lahir hingga
hembuskan napas terakhir,
ada di Roqib
ada di Atid
Di jemari:
Kekerasan, ringan tangan
Kau tau, tangan
untuk memberi
Mengapa kepada diri
sendiri
mengapa kepada diridiri
di luar diri sendiri,
kaumenyakiti?
Dengan zalim,
mengapa mengklaim diri
alim?
Dengan kejahatan,
pantaskah kita
jadi penghuni surga?
Bukankah masih ada
waktu?
Bukankah rumah kita,
tempat yang tepat
demi
kembalikan keaslian diri
yang terfotokopi
basabasi
bikin jalan ke surga
terportal bengal
mengaku diri
paling handal?
Bukankah rumah,
tempat paling indah,
yang semoga jadi Tempat
Paling Bintang bagi
keluarga kita?"
Bukankah rumah,
adalah surga?
Semoga dari rumah ini,
kita sekeluarga
mencapai surga
Sorong, 25 April 2020
SENJA MENUJU KIBLAT MU, Sudarmono
SENJA MENUJU KIBLAT MU
Ya Allah
Malam seribu bulan selalu tiba
Menjemput umatmu
Memburu ridhomu tiap penjuru
Berbesar hati pada niatan
Meskipun dosa selalu ada
Ya Tuhan
Ramadhan yang datang kali ini
Kau coba dengan berbagai ujian
Percakapan mudlorat mubazir
Masih selalu ada di tubuh kita
Sebagai manusia yang tak peduli
Ya Semesta
Ada kerakusan kami tak kuingat
Wabah Virus cenderung bertambah
Membentang dari segala arah
Hanya engkaulah sang pengarah
Senja menuju tetap ke kiblatmu
Tambun Utara, 24 April 2020
Sudarmono
Ya Allah
Malam seribu bulan selalu tiba
Menjemput umatmu
Memburu ridhomu tiap penjuru
Berbesar hati pada niatan
Meskipun dosa selalu ada
Ya Tuhan
Ramadhan yang datang kali ini
Kau coba dengan berbagai ujian
Percakapan mudlorat mubazir
Masih selalu ada di tubuh kita
Sebagai manusia yang tak peduli
Ya Semesta
Ada kerakusan kami tak kuingat
Wabah Virus cenderung bertambah
Membentang dari segala arah
Hanya engkaulah sang pengarah
Senja menuju tetap ke kiblatmu
Tambun Utara, 24 April 2020
Sudarmono
PULANG, Zaeni Boli
PULANG
Kedamaian adalah tempat kembali
saat doa doa terbang ke langit
mengetuk pintuMu
saat sujud mencium bumiMu
aku adalah hambaMu
yang senantiasa mendamba pulang
Zaeni Boli 2020
BAHAGIA
rumput pagi
senyum bahagia
adalah jumpa bulan penuh berkah
seindah malam seribu malam
bintang gemintang
seolah butiran doa para hamba adalah kerinduan
dan Kau tersenyum wahai pemilik segala indah
Zaeni Boli 2020
Kedamaian adalah tempat kembali
saat doa doa terbang ke langit
mengetuk pintuMu
saat sujud mencium bumiMu
aku adalah hambaMu
yang senantiasa mendamba pulang
Zaeni Boli 2020
BAHAGIA
rumput pagi
senyum bahagia
adalah jumpa bulan penuh berkah
seindah malam seribu malam
bintang gemintang
seolah butiran doa para hamba adalah kerinduan
dan Kau tersenyum wahai pemilik segala indah
Zaeni Boli 2020
USAI PULANG SAHUR, KITA PETUALANGI, Andi Jamaluddin, AR. AK.
Andi Jamaluddin, AR. AK.
USAI PULANG SAHUR, KITA PETUALANGI
Siapa kau bangunkan sahur
menjelang subuh pulang
peraduan berkemas. Ada gerimis hujan
sudah menghadang dengan selimut dingin
Bias cahaya pun bergegas,
berkemas di lipatan sunyi
barangkali ada tertinggal sebiji Ajwa,
bakal bekal berbuka
dengan segelas air putih-Nya
Siapa kau bangunkan sahur
sajadah menjadi terbentang, panjang
sejauh laut, dijelajah oleh 33 zikir
hingga ujung kampung halaman
kita petualangi
ingin bertemu, dan bertempat tinggal
di rumah damai
: rumah kita yang indah
//ajarak/24.04.20/23,37/pgt.tanbu//
USAI PULANG SAHUR, KITA PETUALANGI
Siapa kau bangunkan sahur
menjelang subuh pulang
peraduan berkemas. Ada gerimis hujan
sudah menghadang dengan selimut dingin
Bias cahaya pun bergegas,
berkemas di lipatan sunyi
barangkali ada tertinggal sebiji Ajwa,
bakal bekal berbuka
dengan segelas air putih-Nya
Siapa kau bangunkan sahur
sajadah menjadi terbentang, panjang
sejauh laut, dijelajah oleh 33 zikir
hingga ujung kampung halaman
kita petualangi
ingin bertemu, dan bertempat tinggal
di rumah damai
: rumah kita yang indah
//ajarak/24.04.20/23,37/pgt.tanbu//
Di Bawah Atap Pesantren, Mereka Beri Aku Embun, Roymon Lemosol
Di Bawah Atap Pesantren
di kesunyian pagi
aku mendengar anak-anak merafal doa
berzikir di rumah kehidupan
kata-kata mengalir bersama air
bersama angin jadi tembang surga
aku melihat mereka merentngkan tangan
memberiku secangkir teh hangat dari petikan embun
pagi yang indah saudaraku, ujar mereka
dadaku mengalirkan sungai air mata
menemukan rindu yang panjang
tepat di pertengahan desember
sebab langit kita Satu
dan kita sama-sama menulis waktu
Sukerejo, Desember 2018-Ambon, April 2020
di kesunyian pagi
aku mendengar anak-anak merafal doa
berzikir di rumah kehidupan
kata-kata mengalir bersama air
bersama angin jadi tembang surga
aku melihat mereka merentngkan tangan
memberiku secangkir teh hangat dari petikan embun
pagi yang indah saudaraku, ujar mereka
dadaku mengalirkan sungai air mata
menemukan rindu yang panjang
tepat di pertengahan desember
sebab langit kita Satu
dan kita sama-sama menulis waktu
Sukerejo, Desember 2018-Ambon, April 2020
Puasa Adalah Rumah Indah Di Syurga, M Johansyah
Puasa Adalah Rumah Indah Di Syurga
Arus godaan mulai merambah
semakin kuat mendesak-desak
keseluruh tubuh, ruang gerak
dihari pertama puasa ramadan
takpeduli sedang berjuang
menahan lapar haus dan dahaga
Haus, menggamit mulut dan lidah
pada sebotol sirup manis rasa melon
dicampur coklat lezat
berkawan es serut kelapa muda
beraroma citrus menggugah selera
bagaimana rasa itu takmenggoda
oh, ya Tuhan ~ hamba sedang puasa
mengumpulkan satu demi satu
bilah hitungan hari dengan jeriji jemari
beri hamba kekuatan menahan haus
hingga ke petang
menjadikan puasa hamba yang terbaik, tahun ini
sebab telah Kau cukupkan hamba dengan saur
lapar haus dan dahaga hanya sementara
sedangkan pundi-pundi akhirat abadi
Begitu pun lapar, terus menjalari tubuh
dengan bisiknya
serupa rayu wanita jalang tanpa busana
mengelus-elus dinding perutku
lalu berkata lembut
seperti tetesan keringat sehabis birahi
disekanya berkali-kali, basah kering angin
mengembun, meluapkan sungai ke pembuluh selera
lapar ini menjadikan hari-hari penuh ikhtiar
menggarap sehampar lahan amal dunia
sebagai tanah tandus yang harus ditanami iman
ditanami segala tumbuhan mengandung energi
untuk menggerakkan segenap pikir
agar tiada yang percuma
saat panen tiba, didapatkan semua bahagia
Gerbang keampunan bagi jiwa-jiwa yang mendamba
dibasuh air sejuk ramadan, berkali-kali, berhari-hari
sajadah wangi
menuju ke rangkulan Illahi rabbi
kemarilah, sambutNya. Kerinduan berbalas kasih sayang
reguk nikmat yang dijanjikan, hari itu, berkekalan suka cita
puaskan segala inginmu
Batulicin, 24/04/2020#22.09
Arus godaan mulai merambah
semakin kuat mendesak-desak
keseluruh tubuh, ruang gerak
dihari pertama puasa ramadan
takpeduli sedang berjuang
menahan lapar haus dan dahaga
Haus, menggamit mulut dan lidah
pada sebotol sirup manis rasa melon
dicampur coklat lezat
berkawan es serut kelapa muda
beraroma citrus menggugah selera
bagaimana rasa itu takmenggoda
oh, ya Tuhan ~ hamba sedang puasa
mengumpulkan satu demi satu
bilah hitungan hari dengan jeriji jemari
beri hamba kekuatan menahan haus
hingga ke petang
menjadikan puasa hamba yang terbaik, tahun ini
sebab telah Kau cukupkan hamba dengan saur
lapar haus dan dahaga hanya sementara
sedangkan pundi-pundi akhirat abadi
Begitu pun lapar, terus menjalari tubuh
dengan bisiknya
serupa rayu wanita jalang tanpa busana
mengelus-elus dinding perutku
lalu berkata lembut
seperti tetesan keringat sehabis birahi
disekanya berkali-kali, basah kering angin
mengembun, meluapkan sungai ke pembuluh selera
lapar ini menjadikan hari-hari penuh ikhtiar
menggarap sehampar lahan amal dunia
sebagai tanah tandus yang harus ditanami iman
ditanami segala tumbuhan mengandung energi
untuk menggerakkan segenap pikir
agar tiada yang percuma
saat panen tiba, didapatkan semua bahagia
Gerbang keampunan bagi jiwa-jiwa yang mendamba
dibasuh air sejuk ramadan, berkali-kali, berhari-hari
sajadah wangi
menuju ke rangkulan Illahi rabbi
kemarilah, sambutNya. Kerinduan berbalas kasih sayang
reguk nikmat yang dijanjikan, hari itu, berkekalan suka cita
puaskan segala inginmu
Batulicin, 24/04/2020#22.09
Langganan:
Postingan (Atom)