Dr. Gabriel Possenti Sindhunata, S.J., atau lebih dikenal dengan nama pena Sindhunata (lahir di Kota Batu, Jawa Timur, Indonesia, 12 Mei 1952; umur 66 tahun) dan juga dikenal dengan panggilan populernya Rama Sindhu (atau dibaca "Romo Sindhu" dalam bahasa Jawa) adalah seorang imam Katolik,anggota Yesuit, redaktur majalah kebudayaan "BASIS". Sejak masa kecilnya hingga tamat SMA ia hidup di kampungnya di kaki Gunung Panderman.
adalah majalah sastra net bagi rakyat Indonesia yang memerlukan sastra sebagai bagian kehidupan indah di Indonesia. Untuk segala umur pecinta sastra di Tanah Air. Pendiri Agus Warsono (Rg Bagus Warsono/Masagus) didirikan 2 Januari 2011, Redaksi Alamanda Merah 6 Citra Dharma Ayu Margadadi, Redaktur sastra Agus Warsono, Koresponden Rusiano Oktoral Firmansyah (Jakarta), Abdurachman M(Yogyakarya).
TEKS SULUH
Minggu, 30 Desember 2018
Sindhunata,
Dr. Gabriel Possenti Sindhunata, S.J., atau lebih dikenal dengan nama pena Sindhunata (lahir di Kota Batu, Jawa Timur, Indonesia, 12 Mei 1952; umur 66 tahun) dan juga dikenal dengan panggilan populernya Rama Sindhu (atau dibaca "Romo Sindhu" dalam bahasa Jawa) adalah seorang imam Katolik,anggota Yesuit, redaktur majalah kebudayaan "BASIS". Sejak masa kecilnya hingga tamat SMA ia hidup di kampungnya di kaki Gunung Panderman.
Anak Bajang Menggiring Angin
Anak Bajang Menggiring Angin
Anak Bajang Menggiring Angin adalah sebuah novel fantasi pewayangan berbahasa Indonesia karya Sindhunata (atau "Rama Sindhu") yang diterbitkan tahun 1983 oleh Gramedia Jakarta.Dengan beberapa perbaikan dan tambahan oleh Sindhunata, serial tersebut diterbitkan dalam bentuk buku ini.
Dengan gaya bahasa sastra Sindhunata yang khas, penuh diwarnai imajinasi simbolik, dan dengan penggalian makna-makna filosofis yang dalam, buku ini menyajikan versi Jawa kisah Ramayana, menjadi sebuah penciptaan kembali kisah tradisional Ramayana ke dalam bentuk sebuah kisah sastra. Cerita dalam buku ini menampilkan suatu kisah yang mengandung sesuatu kemustahilan dan asing bagi pengalaman biasa, sesuatu impian kosong bila dipandang dari kenyataan keseharian manusia. Dengan kekuatan tersendiri kisah ini menampilkan impian-impian itu menjadi suatu jalinan kisah insani, yang membuat impian-impian itu tampil sebagai cita-cita yang dirindukan manusia. Siapa dapat memastikan apakah sebuah kenyataan itu sesungguhnya impian dan sebuah impian itu justru sesungguhnya kenyataan? Dengan menggugah pembaca, buku ini merujuk pada harga yang mahal dan nilai yang tinggi yang dimiliki impian manusia.
Sekutip dari kisah buku: "Terimalah perhiasanku ini, Nak," kata Dewi Sukesi. Dan perempuan tua ini pun mengalungkan untaian kembang kenanga di dada Kumbakarna. Mendadak alam pun membalik ke masa lalu. Tanpa malu-malu. Jeritan kedukaan menjadi madah syukur sukacita. Bermain-main anak-anak bajang di tepi pantai, padahal kematian sedang berjalan mengintai-intai. Gelombang lautan hendak menelan anak-anak bajang, tapi dengan kapal kematian anak-anak bajang malah berenang-renang menyelami kehidupan. Hujan kembang kenanga di mana-mana, dan Dewi Sukesi pun tahu, penderitaan itu ternyata demikian indahnya. Di dunia macam ini, kebahagiaan seakan hanya keindahan yang menipu. Sukesi terbang ke masa lalunya, ke pelataran kembang kenanga. Ia tahu kegagalannya untuk memperoleh Sastra Jendra ternyata disebabkan oleh ketaksanggupannya untuk menderita. Ia rindu akan kebahagiaan yang belum dimilikinya, dan karena kerinduannya itu ia malah membuang miliknya sendiri yang paling berharga, penderitaannya sendiri. Dan pada Kumbakarnalah kini penderitaan itu menjadi raja." (Sumber Wikipedia) Buku ini merupakan penyempurnaan dari "Kakawin Ramayana" dari versi pewayangan Jawa. Versi ini ditulis oleh Sindhunata dan dimuat di harian KOMPAS setiap hari Minggu pada tahun 1981. Walaupun Sindhunata menulis buku ini dengan sumber dari kisah Ramayana yang populer di masyarakat budaya Jawa, kisah ini dapat dibilang baru karena yang digambarkan dalam buku ini adalah harapan-harapan dan kerinduan dari Sindhunata sendiri, yang diwarnai dan dilatarbelakangi kebudayaan Jawa di mana budaya wayang sangat berperan kuat dalam filsafat kehidupan sehari-hari. Sindhunata menggunakan tokoh-tokoh wayang "Ramayana" yang imajinatif tersebut untuk membantu menuangkan maksudnya tersebut.
Sindhunata menulis buku ini untuk menggugah dan membuat pembacanya berpikir tentang harga dan nilai sebuah cita-cita, di mana dia menampilkan sebuah kisah tentang impian yang seakan-akan tampil sebagai cita-cita dan sebaliknya. Bagi sebagian pengamat sastra, kisah buku ini adalah sebuah representasi perlawanan yang lemah dan tak berdaya menghadapi absurditas nasib dan kekuasaan.
Anak Bajang Menggiring Angin adalah sebuah novel fantasi pewayangan berbahasa Indonesia karya Sindhunata (atau "Rama Sindhu") yang diterbitkan tahun 1983 oleh Gramedia Jakarta.Dengan beberapa perbaikan dan tambahan oleh Sindhunata, serial tersebut diterbitkan dalam bentuk buku ini.
Dengan gaya bahasa sastra Sindhunata yang khas, penuh diwarnai imajinasi simbolik, dan dengan penggalian makna-makna filosofis yang dalam, buku ini menyajikan versi Jawa kisah Ramayana, menjadi sebuah penciptaan kembali kisah tradisional Ramayana ke dalam bentuk sebuah kisah sastra. Cerita dalam buku ini menampilkan suatu kisah yang mengandung sesuatu kemustahilan dan asing bagi pengalaman biasa, sesuatu impian kosong bila dipandang dari kenyataan keseharian manusia. Dengan kekuatan tersendiri kisah ini menampilkan impian-impian itu menjadi suatu jalinan kisah insani, yang membuat impian-impian itu tampil sebagai cita-cita yang dirindukan manusia. Siapa dapat memastikan apakah sebuah kenyataan itu sesungguhnya impian dan sebuah impian itu justru sesungguhnya kenyataan? Dengan menggugah pembaca, buku ini merujuk pada harga yang mahal dan nilai yang tinggi yang dimiliki impian manusia.
Sekutip dari kisah buku: "Terimalah perhiasanku ini, Nak," kata Dewi Sukesi. Dan perempuan tua ini pun mengalungkan untaian kembang kenanga di dada Kumbakarna. Mendadak alam pun membalik ke masa lalu. Tanpa malu-malu. Jeritan kedukaan menjadi madah syukur sukacita. Bermain-main anak-anak bajang di tepi pantai, padahal kematian sedang berjalan mengintai-intai. Gelombang lautan hendak menelan anak-anak bajang, tapi dengan kapal kematian anak-anak bajang malah berenang-renang menyelami kehidupan. Hujan kembang kenanga di mana-mana, dan Dewi Sukesi pun tahu, penderitaan itu ternyata demikian indahnya. Di dunia macam ini, kebahagiaan seakan hanya keindahan yang menipu. Sukesi terbang ke masa lalunya, ke pelataran kembang kenanga. Ia tahu kegagalannya untuk memperoleh Sastra Jendra ternyata disebabkan oleh ketaksanggupannya untuk menderita. Ia rindu akan kebahagiaan yang belum dimilikinya, dan karena kerinduannya itu ia malah membuang miliknya sendiri yang paling berharga, penderitaannya sendiri. Dan pada Kumbakarnalah kini penderitaan itu menjadi raja." (Sumber Wikipedia) Buku ini merupakan penyempurnaan dari "Kakawin Ramayana" dari versi pewayangan Jawa. Versi ini ditulis oleh Sindhunata dan dimuat di harian KOMPAS setiap hari Minggu pada tahun 1981. Walaupun Sindhunata menulis buku ini dengan sumber dari kisah Ramayana yang populer di masyarakat budaya Jawa, kisah ini dapat dibilang baru karena yang digambarkan dalam buku ini adalah harapan-harapan dan kerinduan dari Sindhunata sendiri, yang diwarnai dan dilatarbelakangi kebudayaan Jawa di mana budaya wayang sangat berperan kuat dalam filsafat kehidupan sehari-hari. Sindhunata menggunakan tokoh-tokoh wayang "Ramayana" yang imajinatif tersebut untuk membantu menuangkan maksudnya tersebut.
Sindhunata menulis buku ini untuk menggugah dan membuat pembacanya berpikir tentang harga dan nilai sebuah cita-cita, di mana dia menampilkan sebuah kisah tentang impian yang seakan-akan tampil sebagai cita-cita dan sebaliknya. Bagi sebagian pengamat sastra, kisah buku ini adalah sebuah representasi perlawanan yang lemah dan tak berdaya menghadapi absurditas nasib dan kekuasaan.
(Rg Bagus Warsono)
Tere Liye
Tere Liye (lahir di Lahat, Indonesia, 21 Mei 1979; umur 39 tahun), dikenal sebagai penulis novel. Beberapa karyanya yang pernah diangkat ke layar kaca yaitu Hafalan Shalat Delisa dan Moga Bunda Disayang Allah. Meskipun dia bisa meraih keberhasilan dalam dunia literasi Indonesia, kegiatan menulis cerita sekedar menjadi hobi karena sehari-hari ia masih bekerja kantoran sebagai akuntan.Tere Liye meyelesaikan pendidikan dasar dan menengahnya di SDN 2 Kikim Timur dan SMPN 2 Kikim, Kabupaten Lahat, Provinsi Sumatera Selatan. Lalu melanjutkan sekolahnya ke SMAN 9 Bandar Lampung, Provinsi Lampung. Setelah lulus, ia meneruskan studinya ke Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Kegiatannya setelah selesai kuliah banyak diisi dengan menulis buku-buku fiksi.
(Rg Bagus Warsono, 31 Desember 2018).
Hujan, Tere Liye
Hujan
Hujan adalah Kisah tentang
melupakan. Tentang Hujan. Novel ini adalah naskah awal (asli) dari penulis;
tanpa sentuhan editing, layout serta cover dari penerbit, dengan demikian,
naskah ini berbeda dengan versi cetak, pun memiliki kelebihan dan kelemahan
masing-masing. Buku ini mendapat apresiasi tinggi dari media social.
Seorang pengamat buku , Abdurrachman M
memuji buku ini sebagai berikut dalam goodreads: Begitulah cinta, ketika kita mengasumsikan
kemungkinan terburuk bahwa kita hanya terlalu berharap dan dia tidak mencintai
kita ternyata dia sedang mempersiapkan hal istimewa untuk kita. Namun, ketika
kita sedang berharap dan merasa dia sangat mencintai kita, ternyata dia
biasa-biasa saja dan tidak ada sedikitpun kita di dalam hati nya. Hujan adalah
novel menarik dengan plot di masa depan mengenai cinta seorang gadis sederhana .kepada
seorang super jenius di zamannya. Lail, seorang gadis yang bagaimanapun
dicobanya perjuangan cintanya tetap sabar dan akhirnya menerima apapun yang
terjadi.
Tere
Liye pengarang buku ini memberi kejelasan tentang hujan sebagai Tentang persahabatan,
Tentang cinta,Tentang perpisahan,Tentang melupakan, Tentang hujan.
Tentang cinta,Tentang perpisahan,Tentang melupakan, Tentang hujan.
Tentang
kehilangan dan penerimaan akan kehilangan itu sendiri, tentang persahabatan dan
ketulusan dalam ikatan tersebut, tentang perpisahan dan cara menemukan jalan
keluar agar tidak melulu galau dalam mengisi penantian panjang. Tokoh Lail
mengajarkan pada saya bahwa dengan menolong banyak oarng adalah salah satu cara
terbaik untuk merelakan kehilangan. Dengan memberi, kita sadar bahwa kehilangn
bukanlah kepahitan hidup yang harus terus diratapi. Tidak, bukan seperti itu.
Lail mengajarkan saya banyak hal. Juga Maryam. Sosok sahabat yang humoris dan
selalu sanggup mencairkan suasana, selalu berada di samping Lail baik susah
maupun senang, gadis berambut kribo yang berpikir dewasa, salah satu orang yang
menjadi alasan Lail bertahan dari lelahnya berlari dan terjatuh dengan jarak 50
kilometer dalam hujan badai.
"Barang siapa yang bisa menerima, maka dia
akan bisa melupakan, hidup bahagia. Tapi jika dia tidak bisa menerima, dia
tidak akan pernah bisa melupakan." - (Hujan, Epilog, hlm. 318)
“Hidup ini memang
tentang menunggu. Menunggu kita untuk menyadari, kapan kita akan berhenti
menunggu (hal.228)”
“Bagian terbaik dari jatuh cinta adalah
perasaan itu sendiri, Kamu pernah merasakan rasa sukanya, sesuatu yang sulit
dilukiskan kuas sang pelukis, sulit disulam menjadi puisi oleh pujangga, tidak
bisa dijelaskan oleh mesin paling canggih sekalipun. Bagian terbaik dari jatuh
cinta bukan tentang memiliki. Jadi, kenapa kamu sakit hati setelahnya? Kecewa?
Marah? Benci? Cemburu? Jangan-jangan karena kamu tidak pernah paham betapa
indahnya jatuh cinta.”
“Jangan pernah jatuh cinta saat hujan. Karena
ketika besok lusa kamu patah hati, setiap kali hujan turun, kamu akan terkenang
dengan kejadian menyakitkan itu.”
Senin, 24 Desember 2018
Ikuti Lumbung Puisi VII 2019
Anak Cucu Pujangga (ACP) adalah tema luas Lumbung Puisi ke-7 tahun 2019 yang dimulai 22 Desember 2018 sampai 21 April 2019. Tema ini sengaja diberikan untuk memeilihara sastra Indonesia bahwa sastra memiliki generasi berkelanjutan yang tak terputus oleh bentuk tragedi apa pun di Indonesia.
Sebagaimana telah di singgung dalam berbagai buku dan pendapat serta teori-teori genetika. Maka anak cucu pujangga tidak saja memarisi terhadap keturunan langsung tetapi juga pada diluar keturunan terhadap murid langsung atau tidak langsung. Oleh karena itu penyair yang mengirim puisi di Lumbung Puisi VII 2019 dapat mencantumkan nama orang tua atau kakek sastrawannya baik keterunan langsung maupun tidak langsung.
Generasi dapat ditimbulkan melalui biologis maupun psikologi. Wajar bila orang menyebut 'anak biologis dan ' anak idiologis .
Nama besar kakek atau orang tua langsung dapat ditul;is di nama penyair agar nama orang tua kita ikut menjadi bagian karya kita. Disamping itu faedah lain yaitu mengangkat nama orang tua.
Demikian seorang penyair menunjukan kebesaran budi dan kerendahan hati serta senantiasa mengingat jasa orang tuanya.
Tentu saja nama embel-embel itu hanya terdapat di antologi ini dan tidak melekat untuk menjadi nama selanjutnya dalam situasi yang lain.
Anak Cucu Pujangga memberikan ruang kreativitas bahwa sastra itu sebetulnya adalah 'garis lurus geneteka dari'sononya. Semoga dengan Anak Cucu Pujangga ini duania sastra semakin semarak dengan kreativitas-kreativitas baru yang pantas untuk dibaca semuanya .
(Rg Bagus Warsono, 22-12-18)
Sebagaimana telah di singgung dalam berbagai buku dan pendapat serta teori-teori genetika. Maka anak cucu pujangga tidak saja memarisi terhadap keturunan langsung tetapi juga pada diluar keturunan terhadap murid langsung atau tidak langsung. Oleh karena itu penyair yang mengirim puisi di Lumbung Puisi VII 2019 dapat mencantumkan nama orang tua atau kakek sastrawannya baik keterunan langsung maupun tidak langsung.
Generasi dapat ditimbulkan melalui biologis maupun psikologi. Wajar bila orang menyebut 'anak biologis dan ' anak idiologis .
Nama besar kakek atau orang tua langsung dapat ditul;is di nama penyair agar nama orang tua kita ikut menjadi bagian karya kita. Disamping itu faedah lain yaitu mengangkat nama orang tua.
Demikian seorang penyair menunjukan kebesaran budi dan kerendahan hati serta senantiasa mengingat jasa orang tuanya.
Tentu saja nama embel-embel itu hanya terdapat di antologi ini dan tidak melekat untuk menjadi nama selanjutnya dalam situasi yang lain.
Anak Cucu Pujangga memberikan ruang kreativitas bahwa sastra itu sebetulnya adalah 'garis lurus geneteka dari'sononya. Semoga dengan Anak Cucu Pujangga ini duania sastra semakin semarak dengan kreativitas-kreativitas baru yang pantas untuk dibaca semuanya .
(Rg Bagus Warsono, 22-12-18)
Selasa, 04 Desember 2018
Rabu, 28 November 2018
Selamat Atas Terbitnya Kemeja Putih Lengan Panjang karya Rg Bagus Warsono
Sebuah Simbolik
Seperti halnya orang orang munafik dengan perkataannya. Ia tidak mengakui dasar negaranya sendiri, kemudian ia hidup di negeri orang, Di hati kecilnya ia merasakan keunggulan dasar negaranya sendiri yang memberi rasa aman dalam kebinnekaan, dibanding dasar negara lain yang ia rasakan di negri rantau.
Kemudian orang-rang munafik itu menggemborkan untuk memgingkari jasa-jasa para pejuangnya termasuk proklamator, namun tanpa sadar bajunya yang ia sukai adalah baju yang sudah melekat dengan sang proklamator yang ia gemborkan untuk diingkari.
Lalu pada sebagian pegawai negeri, mengingat otonomi daerah dipengaruhi oleh politik bupati atau walikota yang merupakan anggota partai, dengan lucunya di awal-awal presiden terpilih menjabat mereka mencibir dan bahkan menghina. Namun ketika presiden menerapakan kemeja putih lengan panjang sebagai salah saru baju seragam, mereka menyukainya.
Ada sebuah karakter negatif tanpa sadar terjadit di masyakarak kita. Dinamika orang yang tanpa berfikir tetapi mengikuti ajakan saja apa yang bersifat umum melalui sosial media, kemudian ia dalam prakteknya menjalani apa yang justru ditolaknya itu.
Kemunafikan itu diredam dengan sederhana yaitu hanya baju putih lengan panjang. Ini makna simbolis, sebuah ajakan utuk perubahan mental. Walau kesucian yang diharapkan itu lahir bathin, namun setidaknya awal kecintaan dan penanaman itu dimulai dari hal-hal yang bersifat lahiriah.
Sejauh mana baju putih lengan panjang ini memiliki makna simbolis kejujuran bagi pemakainya, tergantung dari mental itu sendiri apakah didapat perubahan atau justru sebaliknya. Namun demikian Kemeja Putih Lengan Panjang ini sungguh sesuatu yang memiliki makna berarti termasuk antologi ini sebagai pencerah penyejuk hati semua pembaca budiman.
Rg Bagus Warsono, nama lainnya Agus Warsono lahir di Tegal 29 Agustus 1965. Ia dibesarkan dalam keluarga pendidik yang dekat dengan lingkungan buku dan membaca. Ayahnya bernama Rg Yoesoef Soegiono seorang guru di Tegal, Jawa Tengah. Rg Bagus Warsono menikah dengan Rofiah Ross pada bulan Desember 1993. Dari pernikahan itu ia dikaruniai 2 orang anak. Ia mulai sekolah dasarnya di SDN Sindang II Indramayu dan tamat 1979, masuk SMP III Indramayu tamat tahun 1982, melanjutkan di SPGN Indramayu dan tamat 1985. Lalu ia melanjutkan kuliah di D2 UT UPBBJJ Bandung dan tamat tahun 1998, Kemudian kuliah di STAI di Salahuddin Jakarta dan tamat 2004 , pada tahun 2011 tamat S2 di STIA Jakarta. Setelah tamat SPG, Rg Bagus Warsono menjadi guru sekolah dasar, kemudian pada tahun 2004 menjadi kepala sekolah dasar, dan kemudioan 2015 pengawas sekolah. Tahun 1992 menjadi koresponden di beberapa media pendidikan seperti Gentra Pramuka, Mingguan Pelajar dan rakyat Post. Pada 1999 mendirikan Himpunan Masyarakat Gemar Membaca di Indramayu. Menjadi anggota PWI Jawa Barat. Rg Bagus Warsomo juga menulis di berbagai surat kabar regional dan nasional seperti PR Edisi Cirebon, Pikiran rakyat, Suara karya dan berbagai majalah pendidikan regional maupun nasional.
Karya : a. Puisi
1. Bunyikan Aksara Hatimu, Sibuku Media , Jogyakarta 2013
2. Jakarta Tak Mau Pindah, Idie Publising, Jakarta 2013
3. Jangan Jadi sastrawan, Indie Publising, Jakarta 2013
4. Si Bung , Leutikaprio, Jogyakarta , 2014
5. Mas Karebet, Sibuku Media, Jogyakarta, 2014
6. Satu Keranjang Ikan, Sibuku Media, Jogyakarta, 2015
7. Surau Kampung Gelatik, Sibuku Media, Jogyakarta, 2016
8. Mencari Ikan sampai Papua, 8 Penyair, Penebar Pustaka, Jogyakarta.,2018. b. Buku:
1. Bincang-bincang Penyair , Penebar Pustaka, 2018
2. Geliat Penyair Indonesia, Penerbar Pustaka, 2018
c. Cerita Anak : 1. Kopral Dali, Sibuku Media, Jogyakarta 2014
2. Meriam Beroda, Sibuku Media Jogyakarta 2015
3. Pertempuran Heroik di Ciwatu, Jogyakarta 2016
4. Kacung Ikut Gerilya, Jogyakarta 2016
Penghargaan:
Penulis Cerita Anak, Depdikbud 2004
Senin, 26 November 2018
Pancen Zaman Mbleketek
Pancen Zaman Mbleketek
Mbleketek memang, tentu bukan benang ruwed. Mungkin alam ini menghendaki demikian, tak semata 'apa boleh buat, buktinya tetep ditelan juga. Bahkan ada yang menari seperti udang dalam bubur-udang. Dicari kemana daging udang itu dalam panci bubur-udang, tetep tidak ketemu. Ternyata penjualnya bilang, udangnya tak akan ketemu karena udangnya digerus dengan sambal ! Ah, bisa-bisa saja penjual bubur-udang itu berkelit. Tetapi ketika ahli kuminer mencicipi masakan itu, katanya, ada udang dalam bubur-udang.
Katanya, " Enak jamanku ya Bro?". Tentu bukan untuk yang sengsara di zaman ini, sebab yang sengsara jaman doeloe juga bukan main banyaknya. Anehnya yang kecukupan dan berkah di zaman ini bilang "Enak jamanku doeloe", kan aneh?
Ya sudah, wong maunya ngomong begitu biarin. Esok harinya kedapatan orang yang bilang enak dijaman doeloe itu membeli mobil baru (buktinya juga banyak, di jalan mobil baru banyak dipakai) , padahal di zaman doeloe boro-boro orang beli mobil, pit onthel saja gak kebeli. Lhoh? Macam mana pula ini orang?. Itulah Indonesia.
Lucunya lagi ada penyair yang dapat duit besar karena "disumpel cangkeme pakai segepok atusan ewu, dihujat teman-temannya. ada yang bilang munafik, 'gembel babu, 'carmuk, sampai kethek nemoni mulud. Suatu saat giliran dirinya dipanggil untuk disumpel bacotnya. Kemudian dia bilang katanya ini karena prestasi karya sastranya. Ndasmu "kunyuk pada karo aku jebule. Jangankan coca-cola, ubi mentah diiris-iris juga rebutan. seperti monyet di Plangon Cirebon.
Di dunia kepenyairan mblekethek juga terlihat. sampai-sampai orang lupa kritikus dan kurator. Tetapi tanpa dikritik juga penyairnya bisa terkenal. Doeloe untuk menjadi terkenal karyanya dihantam kritik dan dibicarakan banyak orang, sekarang lain. Untuk menjadi terkenal boleh dengan cara apa saja. Doeloe ada yang ngamen di mobil bus dengan baca puisi. Ada yang bilang, "belum masuk bui berarti belum terkenal"! ha ha ha ia sih.
Sekarang setiap kota punya penerbit, perkara buku laku apa tidak itu nomor dua. Bilang saja "best seller" padahal nyetaknyua cuma 10 eksemplar. Wah wak wah.
Pancen zaman blekethek sekarang ini!
(Rg. Bagus Warsono, Sastrawan tinggal di Indramayu)
Mbleketek memang, tentu bukan benang ruwed. Mungkin alam ini menghendaki demikian, tak semata 'apa boleh buat, buktinya tetep ditelan juga. Bahkan ada yang menari seperti udang dalam bubur-udang. Dicari kemana daging udang itu dalam panci bubur-udang, tetep tidak ketemu. Ternyata penjualnya bilang, udangnya tak akan ketemu karena udangnya digerus dengan sambal ! Ah, bisa-bisa saja penjual bubur-udang itu berkelit. Tetapi ketika ahli kuminer mencicipi masakan itu, katanya, ada udang dalam bubur-udang.
Katanya, " Enak jamanku ya Bro?". Tentu bukan untuk yang sengsara di zaman ini, sebab yang sengsara jaman doeloe juga bukan main banyaknya. Anehnya yang kecukupan dan berkah di zaman ini bilang "Enak jamanku doeloe", kan aneh?
Ya sudah, wong maunya ngomong begitu biarin. Esok harinya kedapatan orang yang bilang enak dijaman doeloe itu membeli mobil baru (buktinya juga banyak, di jalan mobil baru banyak dipakai) , padahal di zaman doeloe boro-boro orang beli mobil, pit onthel saja gak kebeli. Lhoh? Macam mana pula ini orang?. Itulah Indonesia.
Lucunya lagi ada penyair yang dapat duit besar karena "disumpel cangkeme pakai segepok atusan ewu, dihujat teman-temannya. ada yang bilang munafik, 'gembel babu, 'carmuk, sampai kethek nemoni mulud. Suatu saat giliran dirinya dipanggil untuk disumpel bacotnya. Kemudian dia bilang katanya ini karena prestasi karya sastranya. Ndasmu "kunyuk pada karo aku jebule. Jangankan coca-cola, ubi mentah diiris-iris juga rebutan. seperti monyet di Plangon Cirebon.
Di dunia kepenyairan mblekethek juga terlihat. sampai-sampai orang lupa kritikus dan kurator. Tetapi tanpa dikritik juga penyairnya bisa terkenal. Doeloe untuk menjadi terkenal karyanya dihantam kritik dan dibicarakan banyak orang, sekarang lain. Untuk menjadi terkenal boleh dengan cara apa saja. Doeloe ada yang ngamen di mobil bus dengan baca puisi. Ada yang bilang, "belum masuk bui berarti belum terkenal"! ha ha ha ia sih.
Sekarang setiap kota punya penerbit, perkara buku laku apa tidak itu nomor dua. Bilang saja "best seller" padahal nyetaknyua cuma 10 eksemplar. Wah wak wah.
Pancen zaman blekethek sekarang ini!
(Rg. Bagus Warsono, Sastrawan tinggal di Indramayu)
Rg Bagus Warsono Dibawah Atap Puisi beralas Puisi
Rg Bagus Warsono
Dibawah Atap Puisi beralas Puisi
Dan penyair-penyair gelisah
berjalan seiring antrian kendaraan macet
sambil membawa buku antologi gila
sebentar-sebentar bukunya dibaca
untuk sekedar memalingkan muka
yang tak sudi melihat
yang berjalan dengan mata kakinya sendiri.
Tak malu lagi ia berteriak
dalam irama isi buku puisi
untuk kemudian ia berdiri di atas jembatan
dan orang-orang panik melihat penyair bunuh diri
Sinting!
frustasi!
Edan!
Tidak, ia tidak seperti dugaanmu gila.
Dia bosan dengan semuanya
akan Indonesia kita !
buarkan ia dibawah atap beralas puisi ,
(rg bagus warsono, 18-09-2-18)
Dibawah Atap Puisi beralas Puisi
Dan penyair-penyair gelisah
berjalan seiring antrian kendaraan macet
sambil membawa buku antologi gila
sebentar-sebentar bukunya dibaca
untuk sekedar memalingkan muka
yang tak sudi melihat
yang berjalan dengan mata kakinya sendiri.
Tak malu lagi ia berteriak
dalam irama isi buku puisi
untuk kemudian ia berdiri di atas jembatan
dan orang-orang panik melihat penyair bunuh diri
Sinting!
frustasi!
Edan!
Tidak, ia tidak seperti dugaanmu gila.
Dia bosan dengan semuanya
akan Indonesia kita !
buarkan ia dibawah atap beralas puisi ,
(rg bagus warsono, 18-09-2-18)
Winar Ramelan Peluru Nyasar
Winar Ramelan
Peluru Nyasar
Peluru nyasar
Menembus ruang dewan
Menjadi berita utama
Bualan bahkan cacian
Di surat kabar dan televisi
Lebih heboh lagi berita di media on line
Yang bisa dikomsumsi dengan gawai super mini
Ditelan oleh otak super mini
Menjadi pelintiran pelintiran yang susah diurai
Kepalaku telah padat
Oleh berita yang diumbar kepala dewan
Dari yang benar, sampai olok olokkan kepada pemerintahan
Sedang mereka adalah bagian dari pemerintahan itu sendiri
Para pejabat yang diperintah rakyat
Peluru nyasar
Seperti omongan para anggota dewan
Kesasar sasar
"duh, peluru kok nyasar, lupa bawa peta ya, seperti om yang setingkat pengacara, bisa nyasar di jalanan kota"
Seperti itulah mereka
Winar Ramelan
Jamur Tai sapi
Bagai jamur yang tumbuh di kubangan kotoran sapi
Ditelan manusia, manusia sempoyongan
Dengan kepala kosong tanpa nalar
Mulut berbuih dengan omongan memabukkan
Begitulah berita berita yang sedang dimunculkan
Dengan mengucilkan kebenaran
Mengkerdilkan keadilan
Senyatanya kebenaran bagai pohon beringin
Dengan daun mencapai langit Sang maha
Akar akarnya kuat memeluk bumi
"Siapa yang menggoyahkan, angin besarkah yang diciptakan sebagai issu yang memojokkan lawan
Agar daun daun kebenaran berguguran?”
Manusia yang tertelap di atas meja kerja
Berkoar tentang dirinya yang putih
Mengkritisi pola kerja saudaranya
Yang terjaga dengan bekerja setulus jiwa
"kau mengigau bung, setelah menelan kudapan jamur dari kubang tai sapi
bangun bung, cuci mukamu, cuci otakmu
dan belajar membaca lalu berpikir dengan jernih!”
Winar Ramelan lahir di Malang 05 Juni, kini tinggal di Denpasar. Menulis kumpulan puisi tunggal dengan judul Narasi Sepasang Kaos Kaki.
Puisinya pernah di muat harian Denpost, Bali Post, majalah Wartam, Dinamikanews, Tribun Bali, Pos Bali, konfrontasi.com, Sayap Kata, Dinding Aksara, detakpekanbaru.com. Kompasiana, Flores Sastra, Antologi bersama Palagan, Untuk Jantung Perempuan, Melankolia Surat Kematian, Klungkung Tanah Tua Tanah Cinta, Tifa Nusantara 3, Puisi Kopi Penyair Dunia, Pengantin Langit 3, Seberkas Cinta, Madah Merdu Kamadhatu, Lebih Baik Putih Tulang Dari Pada Putih Mata, Progo Temanggung Dalam Puisi, Rasa Sejati Lumbung Puisi, Perempuan Pemburu Cahaya, Mengunyah Geram Seratus Puisi Melawan Korupsi, Jejak Air Mata Dari Sittwe ke Kuala Langsa, Senja Bersastra di Malioboro, Meratus Hutan Hujan Tropis, Ketika Kata Berlipat Makna,Tulisan Tangan Penyair Satrio Piningit.
Peluru Nyasar
Peluru nyasar
Menembus ruang dewan
Menjadi berita utama
Bualan bahkan cacian
Di surat kabar dan televisi
Lebih heboh lagi berita di media on line
Yang bisa dikomsumsi dengan gawai super mini
Ditelan oleh otak super mini
Menjadi pelintiran pelintiran yang susah diurai
Kepalaku telah padat
Oleh berita yang diumbar kepala dewan
Dari yang benar, sampai olok olokkan kepada pemerintahan
Sedang mereka adalah bagian dari pemerintahan itu sendiri
Para pejabat yang diperintah rakyat
Peluru nyasar
Seperti omongan para anggota dewan
Kesasar sasar
"duh, peluru kok nyasar, lupa bawa peta ya, seperti om yang setingkat pengacara, bisa nyasar di jalanan kota"
Seperti itulah mereka
Winar Ramelan
Jamur Tai sapi
Bagai jamur yang tumbuh di kubangan kotoran sapi
Ditelan manusia, manusia sempoyongan
Dengan kepala kosong tanpa nalar
Mulut berbuih dengan omongan memabukkan
Begitulah berita berita yang sedang dimunculkan
Dengan mengucilkan kebenaran
Mengkerdilkan keadilan
Senyatanya kebenaran bagai pohon beringin
Dengan daun mencapai langit Sang maha
Akar akarnya kuat memeluk bumi
"Siapa yang menggoyahkan, angin besarkah yang diciptakan sebagai issu yang memojokkan lawan
Agar daun daun kebenaran berguguran?”
Manusia yang tertelap di atas meja kerja
Berkoar tentang dirinya yang putih
Mengkritisi pola kerja saudaranya
Yang terjaga dengan bekerja setulus jiwa
"kau mengigau bung, setelah menelan kudapan jamur dari kubang tai sapi
bangun bung, cuci mukamu, cuci otakmu
dan belajar membaca lalu berpikir dengan jernih!”
Winar Ramelan lahir di Malang 05 Juni, kini tinggal di Denpasar. Menulis kumpulan puisi tunggal dengan judul Narasi Sepasang Kaos Kaki.
Puisinya pernah di muat harian Denpost, Bali Post, majalah Wartam, Dinamikanews, Tribun Bali, Pos Bali, konfrontasi.com, Sayap Kata, Dinding Aksara, detakpekanbaru.com. Kompasiana, Flores Sastra, Antologi bersama Palagan, Untuk Jantung Perempuan, Melankolia Surat Kematian, Klungkung Tanah Tua Tanah Cinta, Tifa Nusantara 3, Puisi Kopi Penyair Dunia, Pengantin Langit 3, Seberkas Cinta, Madah Merdu Kamadhatu, Lebih Baik Putih Tulang Dari Pada Putih Mata, Progo Temanggung Dalam Puisi, Rasa Sejati Lumbung Puisi, Perempuan Pemburu Cahaya, Mengunyah Geram Seratus Puisi Melawan Korupsi, Jejak Air Mata Dari Sittwe ke Kuala Langsa, Senja Bersastra di Malioboro, Meratus Hutan Hujan Tropis, Ketika Kata Berlipat Makna,Tulisan Tangan Penyair Satrio Piningit.
Buanergis Muryono Kabeh
Buanergis Muryono
Kabeh
Kabeh
Mblekethek
Sapa sing cewok mau?
Klambiku mblekethek
Maklum
Wis patangpuluhtahun.
Untunge rambutku kinclong
Sanajan ora mblerengi.
Klambi
Celana
Kabeh
Samubarang
Pareng mblekethek
Hananging
Ati
Pikiran
Uripmu
Kudu tansah wening
Bening
Kadya tuking banyu Gunung Agung
Kang seger nguripi
Tumrap tanduran apa wae
Kang diilini.
Yuk
Ngeli
Ngeli mring kabecikan
Ning kahuripan iki
Kebak welas asih
Nuladani
Suwelasing tembang
Njih suwelas kidung macapat
Supaya weruh ing sarira
Uga weruh ing panuju.
Salam Renungan Zaman Buanergis Muryono
19 September 2018 09:20
Kabeh
Kabeh
Mblekethek
Sapa sing cewok mau?
Klambiku mblekethek
Maklum
Wis patangpuluhtahun.
Untunge rambutku kinclong
Sanajan ora mblerengi.
Klambi
Celana
Kabeh
Samubarang
Pareng mblekethek
Hananging
Ati
Pikiran
Uripmu
Kudu tansah wening
Bening
Kadya tuking banyu Gunung Agung
Kang seger nguripi
Tumrap tanduran apa wae
Kang diilini.
Yuk
Ngeli
Ngeli mring kabecikan
Ning kahuripan iki
Kebak welas asih
Nuladani
Suwelasing tembang
Njih suwelas kidung macapat
Supaya weruh ing sarira
Uga weruh ing panuju.
Salam Renungan Zaman Buanergis Muryono
19 September 2018 09:20
Yoseph Yoneta Motong Wuwur Bibir tipis
Yoseph Yoneta Motong Wuwur
Bibir tipis
Polesan lipstik
Merah merona
Terbuai kata terucap
Bibir tipis
Lihai bersilat lidah
Sakit pendengaranku
Pada ucapan berbau busuk
Bagaikan kentut dan tinjah
Bibir tipis
Tak semolek wajahmu
Tak seindah tutur kata
Penuh kepalsuan
Kalikasa, 21 September 2018
Yoseph Yoneta Motong Wuwur
Maiu
Wajah merah padam
Aku redamkan amarah
Dalam kegamangan aku meronta
Malu
Berkubang dalam sampah
Bau menyengat hidung
Selokan penuh daki
Pergi menjauh dari bayangan buruk
Kebohongan yang kian pekat
Aku malu
Seperti inginmu
Ranting tempatmu bertengger
Layu berguguran
Terhempas
Dan hilang
Kalikasa, 22 September 2018
Yoseph Yoneta Motong Wuwur, Lahir di Kalikasa, 17 Mei 1984 merupakan lumnus Fakultas Pertanian Universitas Flores, Ende – NTT. Menulis adalah aktivitasnya sebatas hobi dalam mengisi waktu senggang.
Bibir tipis
Polesan lipstik
Merah merona
Terbuai kata terucap
Bibir tipis
Lihai bersilat lidah
Sakit pendengaranku
Pada ucapan berbau busuk
Bagaikan kentut dan tinjah
Bibir tipis
Tak semolek wajahmu
Tak seindah tutur kata
Penuh kepalsuan
Kalikasa, 21 September 2018
Yoseph Yoneta Motong Wuwur
Maiu
Wajah merah padam
Aku redamkan amarah
Dalam kegamangan aku meronta
Malu
Berkubang dalam sampah
Bau menyengat hidung
Selokan penuh daki
Pergi menjauh dari bayangan buruk
Kebohongan yang kian pekat
Aku malu
Seperti inginmu
Ranting tempatmu bertengger
Layu berguguran
Terhempas
Dan hilang
Kalikasa, 22 September 2018
Yoseph Yoneta Motong Wuwur, Lahir di Kalikasa, 17 Mei 1984 merupakan lumnus Fakultas Pertanian Universitas Flores, Ende – NTT. Menulis adalah aktivitasnya sebatas hobi dalam mengisi waktu senggang.
Wardjito Soeharso Indonesia Masa Depan
Wardjito Soeharso
Indonesia Masa Depan
Aku melihat ke depan
Indonesia yang makin gaya
Kota-kota tumbuh gedung menjulang
Metropolitan
Banyak manusia berseliweran
Berjas pantalon dasi sangat rapi
Sibuk mengejar kehidupan
Hedonisnik
Mereka sibuk dengan diri sendiri
Berjalan lurus tak tengok kanan kiri
Tanpa tegur sapa sekedar salam
Individualistik
Coba perhatikan!
Mereka berkulit putih bermata sipit
Berambut pirang bermata biru
Orang seberang
Yang berkulit gelap coklat
Yang berambut hitam ikal
Yang penduduk asli
Ke mana mereka?
Orang-orang asli negeri ini
Terseret arus kemiskinan
Masuk ke dalam got-got
Di bawah gedung tinggi
Indonesia masa depan
Indonesia tanpa kebanggaan
Bagi anak negeri sendiri
Yang kian tersisih dari peradaban
Orang-orang seberang
Menjadi tuan yang dimuliakan
Menguasai bumi langit kekayaan
Mengatur denyut gerak kehidupan
Orang-orang pribumi
Menjadi kacung yang disepelekan
Terpaksa melayani para pendatang
Sekedar hidup mampu bertahan
Indonesia masa depan
Bumi langitmu tetap bercahaya
Namun bangsamu makin tak berdaya
Tanpa kehormatan!
23.09.2018
Indonesia Masa Depan
Aku melihat ke depan
Indonesia yang makin gaya
Kota-kota tumbuh gedung menjulang
Metropolitan
Banyak manusia berseliweran
Berjas pantalon dasi sangat rapi
Sibuk mengejar kehidupan
Hedonisnik
Mereka sibuk dengan diri sendiri
Berjalan lurus tak tengok kanan kiri
Tanpa tegur sapa sekedar salam
Individualistik
Coba perhatikan!
Mereka berkulit putih bermata sipit
Berambut pirang bermata biru
Orang seberang
Yang berkulit gelap coklat
Yang berambut hitam ikal
Yang penduduk asli
Ke mana mereka?
Orang-orang asli negeri ini
Terseret arus kemiskinan
Masuk ke dalam got-got
Di bawah gedung tinggi
Indonesia masa depan
Indonesia tanpa kebanggaan
Bagi anak negeri sendiri
Yang kian tersisih dari peradaban
Orang-orang seberang
Menjadi tuan yang dimuliakan
Menguasai bumi langit kekayaan
Mengatur denyut gerak kehidupan
Orang-orang pribumi
Menjadi kacung yang disepelekan
Terpaksa melayani para pendatang
Sekedar hidup mampu bertahan
Indonesia masa depan
Bumi langitmu tetap bercahaya
Namun bangsamu makin tak berdaya
Tanpa kehormatan!
23.09.2018
Aloysius Slamet Widodo Kenapa …… Koruptor, Narkobator, Kelamintor, Boleh Jadi Wakilku?
Aloysius Slamet Widodo
Kenapa …… Koruptor, Narkobator,
Kelamintor, Boleh Jadi Wakilku?
Mas2 hakim Mahkamah Agung terhormat
Rakyat memang tidak melek hukum
Tapi rakyat punya nurani dan akal sehat
Rakyat sangat menghormati hukum
Tapi tak mengerti pikiran penegak hukum
Katanya daulat hukum ditangan rakyat
Kenapa hukum mengabulkan penjahat ?
Rakyat dikepleke sakarepe ... monggo !
Rapopo
Kalau dasarnya Hak azasi penjahat
Kenapa sampeyan tak mempertimbangkan
Hak azasi rakyat
Kenapa keadilan pribadi lebih di didulukan dari rasa keadilan masyarakat
Lihat betapa banyak wakilrakyat ditangkap
Wakil rakyatku tidak jera
malah menantang ditangkap
Kalau dasarnya keadilan
Keadilan untuk siapa?
Sampeyan ini wakil Tuhan Bro
Apa Tuhan pembela koruptor ?
Jangan main2 bawa nama Tuhan
Jangan memberhalakan Tuhan
KarmaNya bisa datang seketika
Oh jagat keadilan ..
Jagat yang gelap
Sering sesat ...
sering menyesatkan diri!
Memang dengan menjalani hukuman
Maka hak terpidana dikembalikan
Tapi bukankah kejahatan korupsi
Narkoba dan kejahatan sexsual anak
Adalah kejahatan luar biasa?
Apapun alasanya kami tidak terima
Mereka mewakili rakyat
Tapi nasi telah menjadi tai
MA telah meng exsekusi ....Asu !
Harapan kami KPU berani
mencantumkan nama bekas penjahat itu
di kertas pemilih agar tidak salah pilih
Celakanya Para partai politik di Pemilu
Walau membuat pakta integritas
Tak calonkan anggotanya yg koruptor
Tapi nyatanya masih meloloskan
Lagi lagi partai politik berbohong
Ah memang partai politik yang itu penipu
Janjinya mengajak kita bulan madu
Tapi dikasih datang bulan ! .... asuu
Partai politik itu
Di jalan benar yang sesat
Semoga rakyat memberi laknat
Suaranya kurang dari batas ambang
oleh karmanya partai politik itu hilang
Wassalam !
Jakarta 22 septembet 2018
Kenapa …… Koruptor, Narkobator,
Kelamintor, Boleh Jadi Wakilku?
Mas2 hakim Mahkamah Agung terhormat
Rakyat memang tidak melek hukum
Tapi rakyat punya nurani dan akal sehat
Rakyat sangat menghormati hukum
Tapi tak mengerti pikiran penegak hukum
Katanya daulat hukum ditangan rakyat
Kenapa hukum mengabulkan penjahat ?
Rakyat dikepleke sakarepe ... monggo !
Rapopo
Kalau dasarnya Hak azasi penjahat
Kenapa sampeyan tak mempertimbangkan
Hak azasi rakyat
Kenapa keadilan pribadi lebih di didulukan dari rasa keadilan masyarakat
Lihat betapa banyak wakilrakyat ditangkap
Wakil rakyatku tidak jera
malah menantang ditangkap
Kalau dasarnya keadilan
Keadilan untuk siapa?
Sampeyan ini wakil Tuhan Bro
Apa Tuhan pembela koruptor ?
Jangan main2 bawa nama Tuhan
Jangan memberhalakan Tuhan
KarmaNya bisa datang seketika
Oh jagat keadilan ..
Jagat yang gelap
Sering sesat ...
sering menyesatkan diri!
Memang dengan menjalani hukuman
Maka hak terpidana dikembalikan
Tapi bukankah kejahatan korupsi
Narkoba dan kejahatan sexsual anak
Adalah kejahatan luar biasa?
Apapun alasanya kami tidak terima
Mereka mewakili rakyat
Tapi nasi telah menjadi tai
MA telah meng exsekusi ....Asu !
Harapan kami KPU berani
mencantumkan nama bekas penjahat itu
di kertas pemilih agar tidak salah pilih
Celakanya Para partai politik di Pemilu
Walau membuat pakta integritas
Tak calonkan anggotanya yg koruptor
Tapi nyatanya masih meloloskan
Lagi lagi partai politik berbohong
Ah memang partai politik yang itu penipu
Janjinya mengajak kita bulan madu
Tapi dikasih datang bulan ! .... asuu
Partai politik itu
Di jalan benar yang sesat
Semoga rakyat memberi laknat
Suaranya kurang dari batas ambang
oleh karmanya partai politik itu hilang
Wassalam !
Jakarta 22 septembet 2018
Edy Priyatna Mengangkat Sajak Indah
Edy Priyatna
Mengangkat Sajak Indah
Tersembunyi sebuah negeri impian
sebentuk suksesi perputaran
tengah atasannya tertidur
untuk sepanjang hari
di atas tempat kursi hangat
Kepentingan bertemu akan datang
senantiasa tak bertuan
mengembara ke ujung negeri
mengejar semua bayangan
rindu nan terus menggelisahkan
Perbuatan kehidupan alam dunia
hanya sekejap saja
tanpa terasa usia
lebih bertambah senja
semakin tiba di penghujung tahun
Belakang ruang janji kematian
konon rasanya negeri ini
menjadi negeri para gembeng
berpenghuni jutaan kesedihan
dalam berita angin tragis
Urutan rindu nan panjang
kesenyapan malam tenang
hanya berkawan bunga tidur
mengelana tanpa arah
mengangkat sajak indah
(Pondok Petir, 06 September 2018)
Edy Priyatna
Sampai Kapan akan Terus Terjadi?
Masih terus berkobar
sudah sampai sekian kasus
telah demikian saudaraku tewas
di samping lainnya terluka berat ringan
semuanya baru terungkap
dan baru sekian kasus
masih banyak belum terselesaikan
tertangkap demikian orang dan barang bukti
kemudian sekian senjata api
ada demikian granat
dan sekian butir peluru
hingga tadi malam telah terjadi penembakan
ada orang tewas dan orang kritis di langkah
sebelumnya ada beberapa orang tewas
Setelah jauh ku menjelajah
sekian orang luka berat
kota ini terus di hantui petrus
ada apa dengan pemerintah
ilmuku terasa ringan bila ku bawa
dalam perjalanan selalu bertanya
agar semua tahu itu apa
biar terjawab itu semua
semoga otak tak membeku
diriku senantiasa ingin mengerti
karena pengetahuan membuatku lugu
ada apa dengan aparat ini
mengapa ini di biarkan terjadi
sampai kapan akan terus terjadi
(Pondok Petir, 12 Juli 2018)
Edy Priyatna, Lahir di Jakarta 27 Oktober 1960. Sangat suka menulis apalagi kalau banyak waktunya dan suka sekali memberikan komentar.
Menulis sejak tahun 1979 saat aktif di ‘Teater Bersama’ Bulungan Jakarta Selatan. Tulisannya, Cerpen dan Puisi pernah dimuat di beberapa surat kabar Ibukota pada tahun 1980. Pada tahun 2001 tulisannya masuk dalam buku kumpulan Cerpen dan Puisi karya sendiri “Gempa” cetakan pertama Pebruari 2012.
Dan buku “Buku Petama di Desa Rangkat” Januari 2015. Kini aktif di Kompasiana sejak 08 Maret 2011 kemudian hingga saat ini telah menulis sebanyak lebih kurang 1.700 tulisan.
Mengangkat Sajak Indah
Tersembunyi sebuah negeri impian
sebentuk suksesi perputaran
tengah atasannya tertidur
untuk sepanjang hari
di atas tempat kursi hangat
Kepentingan bertemu akan datang
senantiasa tak bertuan
mengembara ke ujung negeri
mengejar semua bayangan
rindu nan terus menggelisahkan
Perbuatan kehidupan alam dunia
hanya sekejap saja
tanpa terasa usia
lebih bertambah senja
semakin tiba di penghujung tahun
Belakang ruang janji kematian
konon rasanya negeri ini
menjadi negeri para gembeng
berpenghuni jutaan kesedihan
dalam berita angin tragis
Urutan rindu nan panjang
kesenyapan malam tenang
hanya berkawan bunga tidur
mengelana tanpa arah
mengangkat sajak indah
(Pondok Petir, 06 September 2018)
Edy Priyatna
Sampai Kapan akan Terus Terjadi?
Masih terus berkobar
sudah sampai sekian kasus
telah demikian saudaraku tewas
di samping lainnya terluka berat ringan
semuanya baru terungkap
dan baru sekian kasus
masih banyak belum terselesaikan
tertangkap demikian orang dan barang bukti
kemudian sekian senjata api
ada demikian granat
dan sekian butir peluru
hingga tadi malam telah terjadi penembakan
ada orang tewas dan orang kritis di langkah
sebelumnya ada beberapa orang tewas
Setelah jauh ku menjelajah
sekian orang luka berat
kota ini terus di hantui petrus
ada apa dengan pemerintah
ilmuku terasa ringan bila ku bawa
dalam perjalanan selalu bertanya
agar semua tahu itu apa
biar terjawab itu semua
semoga otak tak membeku
diriku senantiasa ingin mengerti
karena pengetahuan membuatku lugu
ada apa dengan aparat ini
mengapa ini di biarkan terjadi
sampai kapan akan terus terjadi
(Pondok Petir, 12 Juli 2018)
Edy Priyatna, Lahir di Jakarta 27 Oktober 1960. Sangat suka menulis apalagi kalau banyak waktunya dan suka sekali memberikan komentar.
Menulis sejak tahun 1979 saat aktif di ‘Teater Bersama’ Bulungan Jakarta Selatan. Tulisannya, Cerpen dan Puisi pernah dimuat di beberapa surat kabar Ibukota pada tahun 1980. Pada tahun 2001 tulisannya masuk dalam buku kumpulan Cerpen dan Puisi karya sendiri “Gempa” cetakan pertama Pebruari 2012.
Dan buku “Buku Petama di Desa Rangkat” Januari 2015. Kini aktif di Kompasiana sejak 08 Maret 2011 kemudian hingga saat ini telah menulis sebanyak lebih kurang 1.700 tulisan.
Pensil Kajoe Kumainkan Peranku dengan Improvisasi
Pensil Kajoe
Kumainkan Peranku dengan Improvisasi
kumainkan peranku
sesuai dengan skenario
bolehkah improvisasi
sebab aku, hamba yang mbeling
kadang eling
kadang linglung
ketika sujudku adalah bentuk tuntutan
pemenuhan segala inginku
bukan bukti kepasrahan padaMu
aku memang hamba mbeling
keimananku masih fluktuatif
naik turun seperti ombak
gelombang nafsu menghantam
aku, si manusia mbeling
yang bisa berperan manis
meski masih antagonis
sebab improvisasi kebablasen
tak eling menjadi hamba
yang lupa skenario awal
sebagai manusia.
22092018
Kumainkan Peranku dengan Improvisasi
kumainkan peranku
sesuai dengan skenario
bolehkah improvisasi
sebab aku, hamba yang mbeling
kadang eling
kadang linglung
ketika sujudku adalah bentuk tuntutan
pemenuhan segala inginku
bukan bukti kepasrahan padaMu
aku memang hamba mbeling
keimananku masih fluktuatif
naik turun seperti ombak
gelombang nafsu menghantam
aku, si manusia mbeling
yang bisa berperan manis
meski masih antagonis
sebab improvisasi kebablasen
tak eling menjadi hamba
yang lupa skenario awal
sebagai manusia.
22092018
Nila Kesuma Palu dan Arit
Nila Kesuma
Palu dan Arit
Ketika bernama palu bersama dengan arit, aku tidak berteman dan berusaha jauh dari jangkauan dan intimidasi semua pergerakan
Kepala palu selalu mengarah dan tertuju kepada para buruh yang tercekal suara dan pendapat
Sesungguhnya arit selalu bergejolak diantara kemarahan dengan atas namakan kemakmuran untuk para petani
Aku terlalu mencintai negriku
Tidak pula berusaha mengganti
PALU DAN PAHAT
Ketika pahat ingin berjalan mencapai tujuannya harus ku ketuk dengan palu
Begitupun aku menghapus pertemanan dengan palu dan pahat
Karena palu dan pahat harus ada sokongan dan tidak mandiri dalam berfikiran di era globalisasi dan canggih
Palu dan Arit
Ketika bernama palu bersama dengan arit, aku tidak berteman dan berusaha jauh dari jangkauan dan intimidasi semua pergerakan
Kepala palu selalu mengarah dan tertuju kepada para buruh yang tercekal suara dan pendapat
Sesungguhnya arit selalu bergejolak diantara kemarahan dengan atas namakan kemakmuran untuk para petani
Aku terlalu mencintai negriku
Tidak pula berusaha mengganti
PALU DAN PAHAT
Ketika pahat ingin berjalan mencapai tujuannya harus ku ketuk dengan palu
Begitupun aku menghapus pertemanan dengan palu dan pahat
Karena palu dan pahat harus ada sokongan dan tidak mandiri dalam berfikiran di era globalisasi dan canggih
H. Asril Setengah Abad
H. Asril
Setengah Abad
Lima puluh tahun yg lalu
Saat anak 2 mencium bau asap motor
Berderet di tepian jalan berdebu
Menanti harley,Norton lewat
Girang mencium bau asap
Sambil berkata.........
Mungkinkah aku dan kau
Menaiki seperti tuan tanah.....
Zamanpun berubah....
Honda.....Yamaha...Suzuki
Berderet di rumah tak beratap
Bisakah bersyukur....
Pada Tuhanmu........
Atau kau lupa NikmatNya.....
Tuhan aku takut murkaMu...
H. Asril adalah seorang penyair kelahiran Indramayu, Tinggal di Indramayu, dan menulis puisinya dalam bentuk tulisan tangan. Kesehariannya adalah seorang ulama dan pendidik di Indramayu.
Setengah Abad
Lima puluh tahun yg lalu
Saat anak 2 mencium bau asap motor
Berderet di tepian jalan berdebu
Menanti harley,Norton lewat
Girang mencium bau asap
Sambil berkata.........
Mungkinkah aku dan kau
Menaiki seperti tuan tanah.....
Zamanpun berubah....
Honda.....Yamaha...Suzuki
Berderet di rumah tak beratap
Bisakah bersyukur....
Pada Tuhanmu........
Atau kau lupa NikmatNya.....
Tuhan aku takut murkaMu...
H. Asril adalah seorang penyair kelahiran Indramayu, Tinggal di Indramayu, dan menulis puisinya dalam bentuk tulisan tangan. Kesehariannya adalah seorang ulama dan pendidik di Indramayu.
Heru Mugiarso Bukan Puisi Biasa
Heru Mugiarso
Bukan Puisi Biasa
Ini bukan puisi biasa
Kerna ditulis di balik kuitansi mark up
Penggelembungan anggaran kantor
Maka bisa dimengerti
Jika puisi jadi tertuduh dan ikut menanggung dosa
Dan dimintai pertaggung jawaban
Di depan petugas KPK
Atau puisi yang tersurat
Di sela kado ulang tahun selingkuhan
Maka bisa dipahami
Ia kena pasal perzinahan
Di akhirat nanti
Bahkan puisi yang dipesan oleh capres
Buat kampanye dan pencitraan
Pada tahun politik
Tahun depan
Maka bisa diketahui
Ia jadi saksi
Hidup mati
Bahwa
Puisi itu
Juga masih mempan
Atas Uang sogok, gratifikasi dan model amplopan
Puisi Ini bukan puisi biasa
Puisi yang diciptakan dengan cara memperkosa
Diksi, majas dan metafora
Dan segala hiasan piranti bahasa serta tetek bengek
Buat konsumsi zaman
Yang makin mbleketek
Sebab puisi biasa
Hanya laku buat merayu kamu
Agar tetap cinta padaku
Atau hanya berlaku di dunia maya
Yang kini sudah kehilangan Luna..
2018
Heru Mugiarso
Paradok Negeri Hoaks
Tak ada yang lebih sibuk dari negeriku
Yang pekerjaan warga negaranya cuma membikin dan membagi hoaks
Ada hoaks berlabel agama , ada bercap politik atau yang murahan ala selebritis
Selayaknya pekerjaan maka mendatangkan duit dan tak gratis
Tak ada yang lebih riuh dari ini bangsa
Pengguna lima besar medsos di dunia
Selalu sibuk bikin status entah ujaran kebencian atau sindiran
Tapi inilah suara demokrasi yang mesti dimuliakan
Dan anehnya ketika suatu hari di bagian lain negeri ada musibah
Konon lautnya sampai tumpah dan buminya pun merekah
Ada saja yang bikin lelucon hoaks memicu rasa marah
Konon dia mengaku dipukuli dan wajahnya berdarah-darah
Dan sungguh bodohnya para jemaah hoakers ikut-ikutan melawak
Dengan kesumat dan marah yang bikin tergelak-gelak
Tapi begitulah saking mbleketeknya itu lelucon
Akhirnya bikin mereka tampak bego dan kian bloon
Jangan kaget hidup di negeri mbleketek
Soal hukum selalu memandang bulu ketek
Kalau rakyat jelata menyebar hoaks akan dibui
Maka cukup dimaafkan lahir dan bathin bila pelakunya petinggi dan politisi.
2018
Heru Mugiarso, lahir di Purwodadi Grobogan, 2 Juni 1961. Menulis puisi sejak masih duduk di bangku SMP. Karya-karya berupa puisi, esai dan cerpen serta artikel di muat di berbagai media lokal dan nasional. Sekitar enam puluhan judul buku memuat karya-karyanya.Penghargaan yang diperoleh adalah Komunitas Sastra Indonesia Award 2003 sebagai penyair terbaik tahun 2003 Namanya tercantum dalam buku Apa dan Siapa Penyair Indonesia (2017.)Sebagai nara sumber acara sastra pada program BIANGLALA SASTRA SEMARANG TV. Juga, Pembina Komunitas Lentera Sastra mahasiswa jurusan Bimbingan Konseling Unnes.
Bukan Puisi Biasa
Ini bukan puisi biasa
Kerna ditulis di balik kuitansi mark up
Penggelembungan anggaran kantor
Maka bisa dimengerti
Jika puisi jadi tertuduh dan ikut menanggung dosa
Dan dimintai pertaggung jawaban
Di depan petugas KPK
Atau puisi yang tersurat
Di sela kado ulang tahun selingkuhan
Maka bisa dipahami
Ia kena pasal perzinahan
Di akhirat nanti
Bahkan puisi yang dipesan oleh capres
Buat kampanye dan pencitraan
Pada tahun politik
Tahun depan
Maka bisa diketahui
Ia jadi saksi
Hidup mati
Bahwa
Puisi itu
Juga masih mempan
Atas Uang sogok, gratifikasi dan model amplopan
Puisi Ini bukan puisi biasa
Puisi yang diciptakan dengan cara memperkosa
Diksi, majas dan metafora
Dan segala hiasan piranti bahasa serta tetek bengek
Buat konsumsi zaman
Yang makin mbleketek
Sebab puisi biasa
Hanya laku buat merayu kamu
Agar tetap cinta padaku
Atau hanya berlaku di dunia maya
Yang kini sudah kehilangan Luna..
2018
Heru Mugiarso
Paradok Negeri Hoaks
Tak ada yang lebih sibuk dari negeriku
Yang pekerjaan warga negaranya cuma membikin dan membagi hoaks
Ada hoaks berlabel agama , ada bercap politik atau yang murahan ala selebritis
Selayaknya pekerjaan maka mendatangkan duit dan tak gratis
Tak ada yang lebih riuh dari ini bangsa
Pengguna lima besar medsos di dunia
Selalu sibuk bikin status entah ujaran kebencian atau sindiran
Tapi inilah suara demokrasi yang mesti dimuliakan
Dan anehnya ketika suatu hari di bagian lain negeri ada musibah
Konon lautnya sampai tumpah dan buminya pun merekah
Ada saja yang bikin lelucon hoaks memicu rasa marah
Konon dia mengaku dipukuli dan wajahnya berdarah-darah
Dan sungguh bodohnya para jemaah hoakers ikut-ikutan melawak
Dengan kesumat dan marah yang bikin tergelak-gelak
Tapi begitulah saking mbleketeknya itu lelucon
Akhirnya bikin mereka tampak bego dan kian bloon
Jangan kaget hidup di negeri mbleketek
Soal hukum selalu memandang bulu ketek
Kalau rakyat jelata menyebar hoaks akan dibui
Maka cukup dimaafkan lahir dan bathin bila pelakunya petinggi dan politisi.
2018
Heru Mugiarso, lahir di Purwodadi Grobogan, 2 Juni 1961. Menulis puisi sejak masih duduk di bangku SMP. Karya-karya berupa puisi, esai dan cerpen serta artikel di muat di berbagai media lokal dan nasional. Sekitar enam puluhan judul buku memuat karya-karyanya.Penghargaan yang diperoleh adalah Komunitas Sastra Indonesia Award 2003 sebagai penyair terbaik tahun 2003 Namanya tercantum dalam buku Apa dan Siapa Penyair Indonesia (2017.)Sebagai nara sumber acara sastra pada program BIANGLALA SASTRA SEMARANG TV. Juga, Pembina Komunitas Lentera Sastra mahasiswa jurusan Bimbingan Konseling Unnes.
Raeditya Andung Susanto Sibuk
Raeditya Andung Susanto
Sibuk
Orang kita sedang sibuk menyambut Pilpres
diagendakan banyak perayaan
menggandeng segala macam profesi
elemen masyarakat hingga organisasi
Padahal pilpres biasa-biasa saja
mereka terlalu membesar-besarkan
sebab siapapun pemenangnya
kita tetap bisa bekerja
Namun tidak saat Pileg
ditambah batuk bahkan demam
buat makan saja tidak enak
apalagi untuk bekerja
WkWKWK, 9 Oktober 2018
Raeditya Andung Susanto
Curhat
Jadi sebenarnya, saya mau curhat
Ini bukan puisi, sajak atau semacamnya
Ini cuma keluh rakyat biasa
terhadap pemerintahnya
Heran saja sama petinggi yang duduk
manis di senayan atau ibu kota sana
mereka itu gajinya sudah nganu
tapi tetap banyak nganu
Prestasinya ; nganu
Rakyatnya ; tetep nganu
Negaranya ; makin nganu
Bagaimana kalau setelah pelantikan
Presiden tahun depan kita ganti
namanya jadi Dewan Perwakilan Nganu?
Bekasi, 9 Oktober 2018
Raeditya Andung Susanto penulis asal Bumiayu, sedang menempuh pendidikan S1 di Sekolah Tinggi Teknologi di Bekasi. Pernah menjadi Juara 2 LCP tingkat Nasional 2017, Penulis RUAS Indonesia-Malaysia 2017, Antologi Puisi Abu-abu Merah Jambu, Penulis Antologi Wangian Kembang Konferensi Penyair Dunia (KONPEN) 2018, Penulis Antologi Senyuman Lembah Ijen 2018, Indonesia Lucu 2018, Menjemput Rindu Taman Maluku dan masih banyak lagi. Sedang menyiapkan buku pertamanya.
Sibuk
Orang kita sedang sibuk menyambut Pilpres
diagendakan banyak perayaan
menggandeng segala macam profesi
elemen masyarakat hingga organisasi
Padahal pilpres biasa-biasa saja
mereka terlalu membesar-besarkan
sebab siapapun pemenangnya
kita tetap bisa bekerja
Namun tidak saat Pileg
ditambah batuk bahkan demam
buat makan saja tidak enak
apalagi untuk bekerja
WkWKWK, 9 Oktober 2018
Raeditya Andung Susanto
Curhat
Jadi sebenarnya, saya mau curhat
Ini bukan puisi, sajak atau semacamnya
Ini cuma keluh rakyat biasa
terhadap pemerintahnya
Heran saja sama petinggi yang duduk
manis di senayan atau ibu kota sana
mereka itu gajinya sudah nganu
tapi tetap banyak nganu
Prestasinya ; nganu
Rakyatnya ; tetep nganu
Negaranya ; makin nganu
Bagaimana kalau setelah pelantikan
Presiden tahun depan kita ganti
namanya jadi Dewan Perwakilan Nganu?
Bekasi, 9 Oktober 2018
Raeditya Andung Susanto penulis asal Bumiayu, sedang menempuh pendidikan S1 di Sekolah Tinggi Teknologi di Bekasi. Pernah menjadi Juara 2 LCP tingkat Nasional 2017, Penulis RUAS Indonesia-Malaysia 2017, Antologi Puisi Abu-abu Merah Jambu, Penulis Antologi Wangian Kembang Konferensi Penyair Dunia (KONPEN) 2018, Penulis Antologi Senyuman Lembah Ijen 2018, Indonesia Lucu 2018, Menjemput Rindu Taman Maluku dan masih banyak lagi. Sedang menyiapkan buku pertamanya.
Minggu, 25 November 2018
Sarwo Darmono Blekethek
Sarwo Darmono
Blekethek
Blekethek kuwi Reget
Blekethek kuwi Jijik
Blekethek kuwi Kotor
Blekethek kuwi elek
Blkethek kuwi sampah
Blekethek kuwi Comberan
Blekethek Ragane
Blekethek Pikire
Blekethek Atine
Blekethek Jiwane
Blekethek Tingkah polahe
Blekethek Atine , Jiwane , Pikire
Rumangsa Bener dewe
Rumangsa Apik dewe
Rumangsa Suci dewe
Rumangsa Pinter dewe
Wong liya raneng bener lan Apike
Sak papan papan nyebar warta ora genah
Dadi sumbering Dredah
Ndadekna Congkrah para Titah
Nganti ora pirsa lan rumangsa
Blekethek e Jiwa priangga
Yen sing blekethek Ragane siniram Tirto bening sirna blekethek e
Yen sing blekethek Ragane tinutup Ageman ilang blekethek e
Ning yen sing blekethek Atine , Jiwane , Pikire
Kuwi watak angel tambane, kepara ginawa Pralaya
Wus pada pirsa bedane blekethek lan apik tur resik
Mung kari milih nandur blekethek apa apik tur resik
Ing tembe tamtu ngunduh apa kang tinandur
Lali lali den elingna
Mumpung isih ana Rasa lan Mangsa
Urip mlaku suci bakal mukti
Urip mlaku Jujur bakal Makmur
Urip mlaku Blaka bakal Mulya
Urip mlaku prasaja bakal Raharja
Lumajang 10 Oktober 2018
pangripto Sarwo Darmono
Blekethek
Blekethek kuwi Reget
Blekethek kuwi Jijik
Blekethek kuwi Kotor
Blekethek kuwi elek
Blkethek kuwi sampah
Blekethek kuwi Comberan
Blekethek Ragane
Blekethek Pikire
Blekethek Atine
Blekethek Jiwane
Blekethek Tingkah polahe
Blekethek Atine , Jiwane , Pikire
Rumangsa Bener dewe
Rumangsa Apik dewe
Rumangsa Suci dewe
Rumangsa Pinter dewe
Wong liya raneng bener lan Apike
Sak papan papan nyebar warta ora genah
Dadi sumbering Dredah
Ndadekna Congkrah para Titah
Nganti ora pirsa lan rumangsa
Blekethek e Jiwa priangga
Yen sing blekethek Ragane siniram Tirto bening sirna blekethek e
Yen sing blekethek Ragane tinutup Ageman ilang blekethek e
Ning yen sing blekethek Atine , Jiwane , Pikire
Kuwi watak angel tambane, kepara ginawa Pralaya
Wus pada pirsa bedane blekethek lan apik tur resik
Mung kari milih nandur blekethek apa apik tur resik
Ing tembe tamtu ngunduh apa kang tinandur
Lali lali den elingna
Mumpung isih ana Rasa lan Mangsa
Urip mlaku suci bakal mukti
Urip mlaku Jujur bakal Makmur
Urip mlaku Blaka bakal Mulya
Urip mlaku prasaja bakal Raharja
Lumajang 10 Oktober 2018
pangripto Sarwo Darmono
Gilang Teguh Pambudi Sepotong Bangunan Masjid yang Masih Kokoh
Gilang Teguh Pambudi
Sepotong Bangunan Masjid yang Masih Kokoh
gempa dan tsunami mengecup pipiku dengan tega
katanya cuma soal perbatasan
antara cinta yang sempurna dan cobaan
tetapi siapa bisa membendung airmata
yang kau sebut juga
telah meluluhlantakkan sebagian kerajaanmu?
maaf, dalam tenang pun aku lupa membayangkan
kerajaan gempa
kerajaan tsunami
yang sekarang dipimpin oleh raja ke berapa?
apalagi dalam tertekan dan marah-marah
mendengar televisi menyebut 40 nyawa mati
aku tak bisa bergerak
nyatanya kau meralatnya dengan kabar yang membakar
ribuan yang mati
oooo, palung laut
di mana tongkat sakti untuk memukul kepala raja gempa dan raja tsunami?
tetapi sekali lagi kau malah menghiba,
airmataku telah meluluhlantakkan sebagian kerajaanmu
lalu apa yang harus aku katakan
tentang kota-kotaku yang hilang?
kau mengecup keningku lagi
dengan daftar korban jiwa,
orang-orang luka berat dan puluhan ribu pengungsi
sambil berkata, "Allah merahmati kita"
dan aku nyaris tidak dengar
--- untung masih menangkap maksudnya---
lalu terhuyung-huyung di pantai yang kacau aku berteriak,
"Berarti sepotong bangunan mesjid yang masih kokoh itu
mempertahankan hidup dengan nyawa-nyawa yang pulang
yang ditangisi ibu bapaknya
yang ditangisi kakek neneknya
yang ditangisi suami-suaminya
yang ditangisi istri-istrinya
yang ditangisi anak cucunya
yang ditangisi guru-gurunya
yang ditangisi murid-muridnya
yang ditangisi teman-temannya
yang ditangisi kekasihnya
ya Allah, kesombongan apakah yang telah kuperbuat
sehingga doaku tidak mengamankan mereka
untuk melanjutkan hidup bersama?
atau, kau ingin mengatakan
mereka yang selamat telah pulang dengan tenang
justru kepada yang masih hidup
telah dititipkan duka kelakuannya
yang biadab kepada sesama dan lingkungannya?
untuk dipecahkannya di seluas bumi
seluas lautan?
ooohhh, malangnya!
hinanya!
Kemayoran, 09102018
Gilang Teguh Pambudi.
BAU BANGKAI RUPA MELATI
aku tidak terlalu percaya demokrasi hari ini
mblekethek lebih buruk dari tai sapi dan lumpur kimia di lantai rumah
seberapa hebatpun gundulmu menyanjungnya
tetapi aku percaya apapun namanya
termasuk yang disebut demokrasi yang sempurna
aku tidak percaya pada akal-akalan kalian
mblekethek bau bangkai rupa melati
seberapa hebatpun kalian mengakaliku
tetapi aku percaya pada akal sehat
termasuk yang kau yakini, sesungguhnya itu yang paling menentramkan
mengapa gila buta kalian pada kekuasaan?
membunuh kemanusiaan dengan cerita lucu kesejahteraan?
bahkan orang-orang baik kalian tunggangi
sehingga nampak buruk rupa?
hidup nestapa fitnah belaka?
Kemayoran, 06102018
Gilang Teguh Pambudi. Penyair yang penyiar. Menulis puisi, cerpen dan artikel sejak kelas satu SMP dan mulai dimuat koran sejak kelas satu SMA/SPGN. Profesional sebagai Orang Radio Indonesia sekaligus narasumber acara Apresiasi Senibudaya di radio-radio, sambil terus menekuni dunia sastra, teater dan menjadi guru gambar anak-anak. Itu sebabnya sering dipanggil untuk menjadi pembicara senibudaya dan jadi juri teater, puisi dan menggambar.
Sepotong Bangunan Masjid yang Masih Kokoh
gempa dan tsunami mengecup pipiku dengan tega
katanya cuma soal perbatasan
antara cinta yang sempurna dan cobaan
tetapi siapa bisa membendung airmata
yang kau sebut juga
telah meluluhlantakkan sebagian kerajaanmu?
maaf, dalam tenang pun aku lupa membayangkan
kerajaan gempa
kerajaan tsunami
yang sekarang dipimpin oleh raja ke berapa?
apalagi dalam tertekan dan marah-marah
mendengar televisi menyebut 40 nyawa mati
aku tak bisa bergerak
nyatanya kau meralatnya dengan kabar yang membakar
ribuan yang mati
oooo, palung laut
di mana tongkat sakti untuk memukul kepala raja gempa dan raja tsunami?
tetapi sekali lagi kau malah menghiba,
airmataku telah meluluhlantakkan sebagian kerajaanmu
lalu apa yang harus aku katakan
tentang kota-kotaku yang hilang?
kau mengecup keningku lagi
dengan daftar korban jiwa,
orang-orang luka berat dan puluhan ribu pengungsi
sambil berkata, "Allah merahmati kita"
dan aku nyaris tidak dengar
--- untung masih menangkap maksudnya---
lalu terhuyung-huyung di pantai yang kacau aku berteriak,
"Berarti sepotong bangunan mesjid yang masih kokoh itu
mempertahankan hidup dengan nyawa-nyawa yang pulang
yang ditangisi ibu bapaknya
yang ditangisi kakek neneknya
yang ditangisi suami-suaminya
yang ditangisi istri-istrinya
yang ditangisi anak cucunya
yang ditangisi guru-gurunya
yang ditangisi murid-muridnya
yang ditangisi teman-temannya
yang ditangisi kekasihnya
ya Allah, kesombongan apakah yang telah kuperbuat
sehingga doaku tidak mengamankan mereka
untuk melanjutkan hidup bersama?
atau, kau ingin mengatakan
mereka yang selamat telah pulang dengan tenang
justru kepada yang masih hidup
telah dititipkan duka kelakuannya
yang biadab kepada sesama dan lingkungannya?
untuk dipecahkannya di seluas bumi
seluas lautan?
ooohhh, malangnya!
hinanya!
Kemayoran, 09102018
Gilang Teguh Pambudi.
BAU BANGKAI RUPA MELATI
aku tidak terlalu percaya demokrasi hari ini
mblekethek lebih buruk dari tai sapi dan lumpur kimia di lantai rumah
seberapa hebatpun gundulmu menyanjungnya
tetapi aku percaya apapun namanya
termasuk yang disebut demokrasi yang sempurna
aku tidak percaya pada akal-akalan kalian
mblekethek bau bangkai rupa melati
seberapa hebatpun kalian mengakaliku
tetapi aku percaya pada akal sehat
termasuk yang kau yakini, sesungguhnya itu yang paling menentramkan
mengapa gila buta kalian pada kekuasaan?
membunuh kemanusiaan dengan cerita lucu kesejahteraan?
bahkan orang-orang baik kalian tunggangi
sehingga nampak buruk rupa?
hidup nestapa fitnah belaka?
Kemayoran, 06102018
Gilang Teguh Pambudi. Penyair yang penyiar. Menulis puisi, cerpen dan artikel sejak kelas satu SMP dan mulai dimuat koran sejak kelas satu SMA/SPGN. Profesional sebagai Orang Radio Indonesia sekaligus narasumber acara Apresiasi Senibudaya di radio-radio, sambil terus menekuni dunia sastra, teater dan menjadi guru gambar anak-anak. Itu sebabnya sering dipanggil untuk menjadi pembicara senibudaya dan jadi juri teater, puisi dan menggambar.
Nur Komar, Negeri Wayang
Nur Komar,
Negeri Wayang
Wayang-wayang jadi dalang
Penontonnya jadi wayang
Cerita peperangan
Cerita dagelan
Sangat super
Bikin baper
Dalangnya di belakang panggung
Main catur dan berhitung
Isu-isu dibuat naskah
Aib-aib digelar sudah
Caci maki dan mengumpat
Saling tuding dan menghujat
Agama jadi baju perang
Majulah wayang, maju serang!
Dalang asli main catur
Dalang dadakan yang mengatur
Jiwa-jiwa dipenuhi kesumat
Ancam mengancam disemat
Di setiap beranda mereka berkata
; kepada tanah air, kami cinta
Jepara, 2018
Rasanya Sampean
Rasanya belum kering benar
Seperti baru kemarin kudengar
Di bawah kitab suci sampeyan disumpah
Dengan fasih sampeyan mengucap tak tersanggah
Rasanya belum deras benar
Kerja baru menggerimis sebentar
Tapi kantongmu tergenang mata uang
Itu hujan dari mana, sayang?
Rasanya masih hangat membekas
Tidak akan berbuat culas
Tapi tak ada senikmat uang
Hingga sampeyan jadi maling jalang
Rasanya semakin kumuh sudah
Penuh serakan sampah sumpah
Orang-orang macam sampeyan bikin sengsara
Di penjara pun tidak jera
Selagi sampeyan dapat membeli
Semua jadi buta tuli
Rasanya sampeyan itu intelek paling brengsek
Lebih menjijikkan dari muntahan dalam kresek
Jepara, 2018
Nur Komar, lahir di Jepara, 1 Agustus 1977, tinggal di Jobokuto, Jepara, Jawa Tengah. Telepon/WA 081326221919. Antologi bersama yang diikuti : Kitab Karmina Indonesia (2015), Klungkung; Tanah Tua, Tanah Cinta (2016), Membaca Jepara #2,3 dan 4 (2016-2018), Lumbung Puisi Sastrawan Nusantara V dan VI; Rasa Sejati dan Indonesia Lucu (2017, 2018), Sajak-sajak Anak Negeri; Bianglala (2017), Munajat Ramadhan (2017), Tentang Masjid (2017), Bersyiar dengan Syair (2017), Kita Dijajah Lagi (2017), Kunanti di Kampar Kiri (2018), Sidik Jari Kawan (2018).
Negeri Wayang
Wayang-wayang jadi dalang
Penontonnya jadi wayang
Cerita peperangan
Cerita dagelan
Sangat super
Bikin baper
Dalangnya di belakang panggung
Main catur dan berhitung
Isu-isu dibuat naskah
Aib-aib digelar sudah
Caci maki dan mengumpat
Saling tuding dan menghujat
Agama jadi baju perang
Majulah wayang, maju serang!
Dalang asli main catur
Dalang dadakan yang mengatur
Jiwa-jiwa dipenuhi kesumat
Ancam mengancam disemat
Di setiap beranda mereka berkata
; kepada tanah air, kami cinta
Jepara, 2018
Rasanya Sampean
Rasanya belum kering benar
Seperti baru kemarin kudengar
Di bawah kitab suci sampeyan disumpah
Dengan fasih sampeyan mengucap tak tersanggah
Rasanya belum deras benar
Kerja baru menggerimis sebentar
Tapi kantongmu tergenang mata uang
Itu hujan dari mana, sayang?
Rasanya masih hangat membekas
Tidak akan berbuat culas
Tapi tak ada senikmat uang
Hingga sampeyan jadi maling jalang
Rasanya semakin kumuh sudah
Penuh serakan sampah sumpah
Orang-orang macam sampeyan bikin sengsara
Di penjara pun tidak jera
Selagi sampeyan dapat membeli
Semua jadi buta tuli
Rasanya sampeyan itu intelek paling brengsek
Lebih menjijikkan dari muntahan dalam kresek
Jepara, 2018
Nur Komar, lahir di Jepara, 1 Agustus 1977, tinggal di Jobokuto, Jepara, Jawa Tengah. Telepon/WA 081326221919. Antologi bersama yang diikuti : Kitab Karmina Indonesia (2015), Klungkung; Tanah Tua, Tanah Cinta (2016), Membaca Jepara #2,3 dan 4 (2016-2018), Lumbung Puisi Sastrawan Nusantara V dan VI; Rasa Sejati dan Indonesia Lucu (2017, 2018), Sajak-sajak Anak Negeri; Bianglala (2017), Munajat Ramadhan (2017), Tentang Masjid (2017), Bersyiar dengan Syair (2017), Kita Dijajah Lagi (2017), Kunanti di Kampar Kiri (2018), Sidik Jari Kawan (2018).
Zaenni Bolli Cuaca Buruk
Zaenni Bolli
Cuaca Buruk
Saat cuaca buruk datang
Aku buru buru mendekati tuhan
Di rumah di dalam kamar
Berharap pohon pohon tumbang tidak menimpa rumah yang ku tempati
Sambil up date status
Berharap tuhan dan bupati membacanya
Entah siapa lebih dulu yang peka
Berpestalah dilan
Sementara diantara kabut negeri
Widji tukul belum ketemu
Orang kaya dengan sejuta alasan
Membeli suaramu
Untuk kejayaan
Aku ingin mati bersama orang orang kalah di negeri ini
Riston kejarlah cintamu sampai ke Boru
Di sana ada kebun kopi juga coklat
Aku menyebutnya Bandung van Flores
Selamat menikmati cuaca buruk Indonesia
Selamat berlibur para siswa di Larantuka
Bersoraklah bersama badai yang datang
Flores 2018
Di marahi istri
Minyak tanah habis
Lampu padam
Di luar hujan
Di rumah tinggal ubi
Jauh di luar sana sengketa masih berlanjut
Sengketa kata
Di padang kurusetra
Di sini angin kencang menumbangkan pohon pisang di jalan 3
Di sini angin ribut
Di sana engkau ribut
Jangan lupa bawa unti
Atau ku tumbuk perutmu bang
Hujan deras lampu padam
Realitas kita tak lagi sama
Ingin berdamai tapi di luar masih hujan
Berdamai dengan hatimu
Sajak
Flores 2018
Moh Zaini Ratuloli (Zaeni Boli), lahir di Flores,29 Agustus 1982. Belajar membaca puisi sejak 1989 ,belajar menulis puisi sejak 2002 biasa menulis dihalaman facebook ,tapi beberapa karyanya juga pernah ikut di Antologi Puisi menolak korupsi (Jilid 2b dan jilid 4),Memandang Bekasi 2015,Sakarepmu 2015,Capruk Soul jilid 2,Antologi Puisi Klukung 2016,Memo Anti Kekerasan terhadap anak,Lumbung Puisi jiid 5 “Rasa Sejati”(antologi) 2017 ,Negeri Bahari 2018 dan Koran maupun bulletin lokal di Bekasi .sejak 2013 –sekarang tergabung dalam komunitas Sastra Kalimalang(Bekasi) .Sempat beberapa kali tampil di Wapres Bulungan baik acara Sastra Reboan maupun yang lain .Juga aktif bergiat di literasi dan teater.Sekarang tinggal di Flores aktif di Nara Teater ,mendirikan TBM Lautan Ilmu dan mengajar di SMK SURA DEWA Flores Timur sekaligus mendirikan Bengkel Seni Milenial sebagai wadah eskul kesenian di sekolah tempat mengajar .
Cuaca Buruk
Saat cuaca buruk datang
Aku buru buru mendekati tuhan
Di rumah di dalam kamar
Berharap pohon pohon tumbang tidak menimpa rumah yang ku tempati
Sambil up date status
Berharap tuhan dan bupati membacanya
Entah siapa lebih dulu yang peka
Berpestalah dilan
Sementara diantara kabut negeri
Widji tukul belum ketemu
Orang kaya dengan sejuta alasan
Membeli suaramu
Untuk kejayaan
Aku ingin mati bersama orang orang kalah di negeri ini
Riston kejarlah cintamu sampai ke Boru
Di sana ada kebun kopi juga coklat
Aku menyebutnya Bandung van Flores
Selamat menikmati cuaca buruk Indonesia
Selamat berlibur para siswa di Larantuka
Bersoraklah bersama badai yang datang
Flores 2018
Di marahi istri
Minyak tanah habis
Lampu padam
Di luar hujan
Di rumah tinggal ubi
Jauh di luar sana sengketa masih berlanjut
Sengketa kata
Di padang kurusetra
Di sini angin kencang menumbangkan pohon pisang di jalan 3
Di sini angin ribut
Di sana engkau ribut
Jangan lupa bawa unti
Atau ku tumbuk perutmu bang
Hujan deras lampu padam
Realitas kita tak lagi sama
Ingin berdamai tapi di luar masih hujan
Berdamai dengan hatimu
Sajak
Flores 2018
Moh Zaini Ratuloli (Zaeni Boli), lahir di Flores,29 Agustus 1982. Belajar membaca puisi sejak 1989 ,belajar menulis puisi sejak 2002 biasa menulis dihalaman facebook ,tapi beberapa karyanya juga pernah ikut di Antologi Puisi menolak korupsi (Jilid 2b dan jilid 4),Memandang Bekasi 2015,Sakarepmu 2015,Capruk Soul jilid 2,Antologi Puisi Klukung 2016,Memo Anti Kekerasan terhadap anak,Lumbung Puisi jiid 5 “Rasa Sejati”(antologi) 2017 ,Negeri Bahari 2018 dan Koran maupun bulletin lokal di Bekasi .sejak 2013 –sekarang tergabung dalam komunitas Sastra Kalimalang(Bekasi) .Sempat beberapa kali tampil di Wapres Bulungan baik acara Sastra Reboan maupun yang lain .Juga aktif bergiat di literasi dan teater.Sekarang tinggal di Flores aktif di Nara Teater ,mendirikan TBM Lautan Ilmu dan mengajar di SMK SURA DEWA Flores Timur sekaligus mendirikan Bengkel Seni Milenial sebagai wadah eskul kesenian di sekolah tempat mengajar .
Arya Setra Mblekethek yang Mblekethek
Arya Setra
Mblekethek yang Mblekethek
Saat pagi setelah bangun tidur
Kulihat cuaca sangat cerah sekali
Kuhirup udara segar menghantar hayal akan indahnya hari
Kuteguk kopi sambil ku buka gadget
Namun hayalku sesaat berhenti dan buyar
Ketika para mbelekethek-mbelekethek
Hilir mudik memenuhi wall medsosku
Mereka berdebat tentang masalah mbeletekethek Yang posting si mbelekethek
Yang koment juga mbelekethek
Aku pun yg baca sambil ngelus dada
Jadi ikut mbelekethek
Emang situasi sekarang lagi mbeleketehek
Karena ulah para mbelekethek
Yang semakin hari semakin mbelekethek
Semoga saja negara kita tercinta ini
Tidak menjadi negara mbelekethek
Walau kenyataannya banyak orang-orang yang mbeleketek
Jakarta 21 oktober 2018
Mblekethek yang Mblekethek
Saat pagi setelah bangun tidur
Kulihat cuaca sangat cerah sekali
Kuhirup udara segar menghantar hayal akan indahnya hari
Kuteguk kopi sambil ku buka gadget
Namun hayalku sesaat berhenti dan buyar
Ketika para mbelekethek-mbelekethek
Hilir mudik memenuhi wall medsosku
Mereka berdebat tentang masalah mbeletekethek Yang posting si mbelekethek
Yang koment juga mbelekethek
Aku pun yg baca sambil ngelus dada
Jadi ikut mbelekethek
Emang situasi sekarang lagi mbeleketehek
Karena ulah para mbelekethek
Yang semakin hari semakin mbelekethek
Semoga saja negara kita tercinta ini
Tidak menjadi negara mbelekethek
Walau kenyataannya banyak orang-orang yang mbeleketek
Jakarta 21 oktober 2018
Uyan Andud Lelah
Uyan Andud
Lelah
Aku telah ribuan tahun, bahkan lebih
Menggendongmu!
tapi tak seberat bebanmu, kali ini
Wahai manusia modern.
Akhirnya aku sedikit gerak
untuk berak
Retak - retaklah tubuhku
Mengucur kotoran
tapi masih bleketek kotoranmu
Wahai, manusia modern
Dan kau kaget
Berlarian
tabrakan
Jatuhlah korban
Amis!
Bau jasadmu campur kotoranku
tapi masih mbleketek jasadmu
Tangislah sekencangmu
Aku telah ribuan tahun, bahkan lebih
Mengendongmu!
tapi tak seberat bebanmu, kali ini
Wahai manusia modern.
Kediri, 20 Oktober 2018
Uyan Andud, lahir bulan September 1971. Menempuh pendidikan di daerah kabupatan Kediri; untuk SD - SPG. Sekarang tinggal di Kediri dan bekerja di daerah Kediri juga.
Lelah
Aku telah ribuan tahun, bahkan lebih
Menggendongmu!
tapi tak seberat bebanmu, kali ini
Wahai manusia modern.
Akhirnya aku sedikit gerak
untuk berak
Retak - retaklah tubuhku
Mengucur kotoran
tapi masih bleketek kotoranmu
Wahai, manusia modern
Dan kau kaget
Berlarian
tabrakan
Jatuhlah korban
Amis!
Bau jasadmu campur kotoranku
tapi masih mbleketek jasadmu
Tangislah sekencangmu
Aku telah ribuan tahun, bahkan lebih
Mengendongmu!
tapi tak seberat bebanmu, kali ini
Wahai manusia modern.
Kediri, 20 Oktober 2018
Uyan Andud, lahir bulan September 1971. Menempuh pendidikan di daerah kabupatan Kediri; untuk SD - SPG. Sekarang tinggal di Kediri dan bekerja di daerah Kediri juga.
Sujudi Akbar Pamungkas Sarkofagus (3)
Sujudi Akbar Pamungkas
Sarkofagus (3)
suara auman dan gaduhriuh kekuasaan
telah menjelma mandau ancaman bagi
setiap benak yang berceceran di samudra
kematian. bau amis dan aroma mblekethek
kebijakan yang sedemikian berbusabusuk
telah tajam menghujam tubuh, menyeret
ke dalam pusara arus yang menderadera
semakin bergolak semakin kentara jejak
urukan-urukan hidup yang telah kesekian
terbunuh dalam amuk pertarungan suntuk
betapa kejelataan hanyalah jasad yang
senantiasa merayap dan melata dalam
gemuruh badai sukacita sang penggembira
pun alibi-alibi kekuatan terus saja menebar
gelombang bualan pesona yang menjerat
ganas menggilas sisa-sisa harapan dengan
penuh keberpihakan serta keserakahan
di sini sederet papannama perlindungan
dan semboyan kemanusiaan yang begitu
heroik menggelora, justru telah menjadi
desahan-desahan manja manusia plastik
manusia yang terangsang ereksi kecantikan
palsu, kecantikan yang dimanja nafsu-nafsu
"yah, syantik-syantik manja mbleketheknya
yang syantik dan manja sepantasnya siapa?"
inilah wajah bopeng negeri kita, menebar
ancaman dan bertopeng diri. kegaduhan
ketimpangan dan kamuflase-kamuflase
adalah genderang sangkakala yang tiba
menjemput. sedemikian menyeramkan
bayangan hidup, kegelapan telah semakin
memperlebar galian kubur. segala bangkai
dan tulangbelulang saling tumpangtindih
merangsek dalam bimpitan sarkofagus!
(parit, oktober 2018)
Sujudi Akbar Pamungkas, Lahir di Tuban 1971. Karya selain di media massa
terbit di puluhan buku Kebangkitan 1995, Getar
1996, Antologi Puisi Indonesia (API) 1997, Negeri
Bekantan 2003, Memo Presiden 2014, Kalimantan
Rinduku Abadi 2015, Burung Gagak di Palestina
2015, Jaket Kuning 2014, Puisi Menolak Korupsi-6
2017 dll. Biografinya masuk dalam buku Leksikon
Susastra Indonesia 2000 oleh Korrie Layun Rampan.
Saat ini tinggal di pedalaman Kalteng.
Sarkofagus (3)
suara auman dan gaduhriuh kekuasaan
telah menjelma mandau ancaman bagi
setiap benak yang berceceran di samudra
kematian. bau amis dan aroma mblekethek
kebijakan yang sedemikian berbusabusuk
telah tajam menghujam tubuh, menyeret
ke dalam pusara arus yang menderadera
semakin bergolak semakin kentara jejak
urukan-urukan hidup yang telah kesekian
terbunuh dalam amuk pertarungan suntuk
betapa kejelataan hanyalah jasad yang
senantiasa merayap dan melata dalam
gemuruh badai sukacita sang penggembira
pun alibi-alibi kekuatan terus saja menebar
gelombang bualan pesona yang menjerat
ganas menggilas sisa-sisa harapan dengan
penuh keberpihakan serta keserakahan
di sini sederet papannama perlindungan
dan semboyan kemanusiaan yang begitu
heroik menggelora, justru telah menjadi
desahan-desahan manja manusia plastik
manusia yang terangsang ereksi kecantikan
palsu, kecantikan yang dimanja nafsu-nafsu
"yah, syantik-syantik manja mbleketheknya
yang syantik dan manja sepantasnya siapa?"
inilah wajah bopeng negeri kita, menebar
ancaman dan bertopeng diri. kegaduhan
ketimpangan dan kamuflase-kamuflase
adalah genderang sangkakala yang tiba
menjemput. sedemikian menyeramkan
bayangan hidup, kegelapan telah semakin
memperlebar galian kubur. segala bangkai
dan tulangbelulang saling tumpangtindih
merangsek dalam bimpitan sarkofagus!
(parit, oktober 2018)
Sujudi Akbar Pamungkas, Lahir di Tuban 1971. Karya selain di media massa
terbit di puluhan buku Kebangkitan 1995, Getar
1996, Antologi Puisi Indonesia (API) 1997, Negeri
Bekantan 2003, Memo Presiden 2014, Kalimantan
Rinduku Abadi 2015, Burung Gagak di Palestina
2015, Jaket Kuning 2014, Puisi Menolak Korupsi-6
2017 dll. Biografinya masuk dalam buku Leksikon
Susastra Indonesia 2000 oleh Korrie Layun Rampan.
Saat ini tinggal di pedalaman Kalteng.
I Ketut Aryawan Kenceng Gaduh
I Ketut Aryawan Kenceng
Gaduh
Bahasa- bahasa runcing
Sumpah serapah
Sesak bertaburan
Menikam hamparan
Seringai dusta
Panjang menjulur
Sulur –sulur lidah bertuba
Menjilat pikuk laman
Tumpang tindih
Silang menyilang
Mendentumkan gelombang riuh
Bara membara
Memantik api seteru
Menderu- deru
Mematahkan telinga
Mengecutkan senyum
Gaduh merubung hari
Catatan Negeri Penyamun
Rempah berlimpah
Hasil alam meruah
Bertumpuk – tumpuk rupiah
Menjadi ladang target
Menumpuk kantung –kantung harta
Menjadi camilan empuk lezat
Sambil ngopi –ngopi berselonjor kaki
Para pemegang kendali
Kabupaten, kota dan propinsi
Berjuang sekuat tenaga
Menggaruk berjamaah
Bermuka badak
Senyum simpul
Cengar cengir
Berbaju oranye
Memenuhi layar kaca
Wara wiri
Seperti selebritis
Bergelombang mejeng
Petantang petenteng
o ,negeri yang indah
Dijejali manusia-manusia tomat busuk
Otak soak
Penjarah ulung
Gerombolan penyamun
I Ketut Aryawan Kenceng , Klungkung Bali ,22 Desember 1959 Pekerjaan : Swasta
Karya karya sastra telah dimuat di Koran Bali Post ,Tribun Bali, Denpost , Pos Bali , Wartam
Antologi puisi : Klungkung Tanah Tua Tanah Cinta Senyuman Lembah Ijen, Dari Sittwe ke Kuala Langsa, Haiku Melawan Korupsi ,Ketika Kata Berlipat Makna
Gaduh
Bahasa- bahasa runcing
Sumpah serapah
Sesak bertaburan
Menikam hamparan
Seringai dusta
Panjang menjulur
Sulur –sulur lidah bertuba
Menjilat pikuk laman
Tumpang tindih
Silang menyilang
Mendentumkan gelombang riuh
Bara membara
Memantik api seteru
Menderu- deru
Mematahkan telinga
Mengecutkan senyum
Gaduh merubung hari
Catatan Negeri Penyamun
Rempah berlimpah
Hasil alam meruah
Bertumpuk – tumpuk rupiah
Menjadi ladang target
Menumpuk kantung –kantung harta
Menjadi camilan empuk lezat
Sambil ngopi –ngopi berselonjor kaki
Para pemegang kendali
Kabupaten, kota dan propinsi
Berjuang sekuat tenaga
Menggaruk berjamaah
Bermuka badak
Senyum simpul
Cengar cengir
Berbaju oranye
Memenuhi layar kaca
Wara wiri
Seperti selebritis
Bergelombang mejeng
Petantang petenteng
o ,negeri yang indah
Dijejali manusia-manusia tomat busuk
Otak soak
Penjarah ulung
Gerombolan penyamun
I Ketut Aryawan Kenceng , Klungkung Bali ,22 Desember 1959 Pekerjaan : Swasta
Karya karya sastra telah dimuat di Koran Bali Post ,Tribun Bali, Denpost , Pos Bali , Wartam
Antologi puisi : Klungkung Tanah Tua Tanah Cinta Senyuman Lembah Ijen, Dari Sittwe ke Kuala Langsa, Haiku Melawan Korupsi ,Ketika Kata Berlipat Makna
Leli Luyantri Tuhan tertidur pulas
Leli Luyantri
Tuhan tertidur pulas
Tuhan tertidur pulas
Kau acungkan ibu jari sebatas pundak
Bergerilya memutari dunia
Berharap setiap pasang mata
Melihat lagi lakonmu
Yang ayu bijaksana
Tuhan tertidur pulas
Kau ciumi tangan-tangan basah
Kau tiduri kenangan lama
Hilangkan jejak buruk rupa
Kau sirami tanah surga
Dengan cinta kepura-puraan
Lakonmu yang kian mendrama
Butakan mata dunia
Mencintaimu penuh suka
Barangkali mereka lupa
Kau hanya menidurkan kenangan lama
Yang akan terbangun suatu ketika
Menghancurkan segala harap kita
Barangkali kau sungguh lupa
Tuhan tertidur pulas
Ia tetap menatapmu was-was
Leli Luyantri atau akrab dengan nama pena Lie, perempuan lahir di Indramayu pada 18 Mei 1995. Kini tinggal di Indramayu juga.
Tuhan tertidur pulas
Tuhan tertidur pulas
Kau acungkan ibu jari sebatas pundak
Bergerilya memutari dunia
Berharap setiap pasang mata
Melihat lagi lakonmu
Yang ayu bijaksana
Tuhan tertidur pulas
Kau ciumi tangan-tangan basah
Kau tiduri kenangan lama
Hilangkan jejak buruk rupa
Kau sirami tanah surga
Dengan cinta kepura-puraan
Lakonmu yang kian mendrama
Butakan mata dunia
Mencintaimu penuh suka
Barangkali mereka lupa
Kau hanya menidurkan kenangan lama
Yang akan terbangun suatu ketika
Menghancurkan segala harap kita
Barangkali kau sungguh lupa
Tuhan tertidur pulas
Ia tetap menatapmu was-was
Leli Luyantri atau akrab dengan nama pena Lie, perempuan lahir di Indramayu pada 18 Mei 1995. Kini tinggal di Indramayu juga.
Mohammad Mukarom. Nama Sebuah Wisata
Mohammad Mukarom.
Nama Sebuah Wisata
Adalah aku.
Kauingin suatu saat
kaudatang sesaat
“Sekali-kali” katamu untuk melepas penat.
Sekali atau berkali-kali itu tetaplah menyisakan luka sayat.
Aku terdiam, aku hanya nama sebuah wisata.
(2018)
Mohammad Mukarom, Lahir di Gresik yang kini menekuni dunia kepenulisan, mulai dari Puisi, Cerpen, Esai. Dan akan terbit dua bukunya bergenre kumpulan sajak dan kisah inspiratif.
Penulis dapat dihubungi melalui WA 085843131913
Nama Sebuah Wisata
Adalah aku.
Kauingin suatu saat
kaudatang sesaat
“Sekali-kali” katamu untuk melepas penat.
Sekali atau berkali-kali itu tetaplah menyisakan luka sayat.
Aku terdiam, aku hanya nama sebuah wisata.
(2018)
Mohammad Mukarom, Lahir di Gresik yang kini menekuni dunia kepenulisan, mulai dari Puisi, Cerpen, Esai. Dan akan terbit dua bukunya bergenre kumpulan sajak dan kisah inspiratif.
Penulis dapat dihubungi melalui WA 085843131913
Edi Kuswantono Mbleketek
Edi Kuswantono
Mbleketek
Ageman saiki pating mbleketek
Anane angel diarani becik
Amarga manungsani dakik-dakik
Akhire murat marit ara mancik
Ajine diri saka lati
Awak dewe gudu wigati
Apa ae sing bakal dadi
Ajak angger ngucap anani
Aya kanca pada migatek ake
Arani sak iki wis pada ruwette
Angger ucat sak penake
Amarga tatanan wis ara digape
Jagla Jambangan, Sby, 261018
Mbleketek
Ageman saiki pating mbleketek
Anane angel diarani becik
Amarga manungsani dakik-dakik
Akhire murat marit ara mancik
Ajine diri saka lati
Awak dewe gudu wigati
Apa ae sing bakal dadi
Ajak angger ngucap anani
Aya kanca pada migatek ake
Arani sak iki wis pada ruwette
Angger ucat sak penake
Amarga tatanan wis ara digape
Jagla Jambangan, Sby, 261018
Firman Wally Mbeleketek I
Firman Wally
Mbeleketek I
Kata singkat
Memikat liur kian lekat
Menguarai leher
Mencekik bibir
Mengunyah lidah
Menelan ludah
Mbeleketek
Mbleleketek
Kata singkat
Tapi menjerat leher
Bagaikan disambar gledek
Ambon, 24 Oktober 2018
Mbeleketek II
Apa itu mbeleketek?
Itu mantra-mantra
Atau kata mutiara
Entah lah
Atau sejenis
Nyanyian pengemis
Yang nyaris teriris
Akan senyuman sinis
Mbeleketek Itu
Ledekan
Atau gledek
Atau
Atau
Sekedar
Mengedar
Matra mencekik leher
Atau
Atau
Ah
Ya sudah
Untuk itu
Aku tidak tahu
Ambon, 24 Oktober 2018
Firman Wallylahir di Tahoku, 3 April 1995
Saat ini masih mahasiswa di sebuah unv di Ambon. Mahasiswa Tinggal di Ambon.
Mbeleketek I
Kata singkat
Memikat liur kian lekat
Menguarai leher
Mencekik bibir
Mengunyah lidah
Menelan ludah
Mbeleketek
Mbleleketek
Kata singkat
Tapi menjerat leher
Bagaikan disambar gledek
Ambon, 24 Oktober 2018
Mbeleketek II
Apa itu mbeleketek?
Itu mantra-mantra
Atau kata mutiara
Entah lah
Atau sejenis
Nyanyian pengemis
Yang nyaris teriris
Akan senyuman sinis
Mbeleketek Itu
Ledekan
Atau gledek
Atau
Atau
Sekedar
Mengedar
Matra mencekik leher
Atau
Atau
Ah
Ya sudah
Untuk itu
Aku tidak tahu
Ambon, 24 Oktober 2018
Firman Wallylahir di Tahoku, 3 April 1995
Saat ini masih mahasiswa di sebuah unv di Ambon. Mahasiswa Tinggal di Ambon.
Alkalani Muchtar Yogyakarta
Alkalani Muchtar
Yogyakarta
Diantara lalu lintas yang padat
Dan udara dingin berdebu panas
Sepanjang jalan kehidupan
Diantara deretan toko toko batik
Dan pintu pintu yang kokoh
Sekali sekali terdengar musik jalanan
Tampa pamrih
Setiamu aku jadi rindu
Padamu Yogyakarta
Sajak dibawah bulan
Pohon pohon tanjung
Mengisahkan cerita masa lalu
Bersama usia
Yang setia menyampaikan rinduku
Yang panjang dan melelahkan.
Yogyakarta.03 Agustus 2018.
Pengembaraan
Ku coba berlari
Mengoyak ngoyak kepekaan hidup ini
Menuruni lembah
Mendaki gunung
Dengan sekecap yakin
Yang membara dalam diriku
Terbentur ditepian jurang
Dibatas yang tiada tara
Kuterjang buas keganasan ombak
Kemudi patah
Terpental pada suatu wajah
Kulukis dalam jiwaku
Dimana rantai emas itu kukalungkan
Dilehernya
Kini ku tak kenal diri
Tak tau waktu berapa lama
Telah berlalu
Tiada warna dunia bagiku
Alabio,16 Juli 2018.
Yogyakarta
Diantara lalu lintas yang padat
Dan udara dingin berdebu panas
Sepanjang jalan kehidupan
Diantara deretan toko toko batik
Dan pintu pintu yang kokoh
Sekali sekali terdengar musik jalanan
Tampa pamrih
Setiamu aku jadi rindu
Padamu Yogyakarta
Sajak dibawah bulan
Pohon pohon tanjung
Mengisahkan cerita masa lalu
Bersama usia
Yang setia menyampaikan rinduku
Yang panjang dan melelahkan.
Yogyakarta.03 Agustus 2018.
Pengembaraan
Ku coba berlari
Mengoyak ngoyak kepekaan hidup ini
Menuruni lembah
Mendaki gunung
Dengan sekecap yakin
Yang membara dalam diriku
Terbentur ditepian jurang
Dibatas yang tiada tara
Kuterjang buas keganasan ombak
Kemudi patah
Terpental pada suatu wajah
Kulukis dalam jiwaku
Dimana rantai emas itu kukalungkan
Dilehernya
Kini ku tak kenal diri
Tak tau waktu berapa lama
Telah berlalu
Tiada warna dunia bagiku
Alabio,16 Juli 2018.
Ade Sri Hayati Aku Bertanya Siapa Namamu
Ade Sri Hayati
Aku Bertanya Siapa Namamu
Lihat, lihat, ini sajak bebas yang ingin sekali aku bebaskan
Sekali ini, dan itu menjadi keabstrakan dalam kontras warna yang sekali lagi ingin aku lukiskan
Ya, langit tidak akan selamanya gelap,
Ia menjadi apapun yang khalik perintahkan
Itu kepastian
Bukan asumsi asumsi yang menjadi kalimat sumbang pada sebuah wacana, atau
Tentang apapun yang menjadikannya sunyi
atau
Atau
Atau apapun yang menjadikan suka menjadi lirih
Kamu punya pengibaratan?
Ini diksi diksi yang sengaja aku toreh pada sanubari yang sekarang bertanya
Pelan, pelan, pelan
Dan tertawa,
Khodam yang menjadikan itu menjadi bisu
Kalimat itu yang mengutukkan
Dan aku kalah pada tangisan,
Ya bee
Bee
Bee
Indramayu 28 Oktober 2018
Aku Bertanya Siapa Namamu
Lihat, lihat, ini sajak bebas yang ingin sekali aku bebaskan
Sekali ini, dan itu menjadi keabstrakan dalam kontras warna yang sekali lagi ingin aku lukiskan
Ya, langit tidak akan selamanya gelap,
Ia menjadi apapun yang khalik perintahkan
Itu kepastian
Bukan asumsi asumsi yang menjadi kalimat sumbang pada sebuah wacana, atau
Tentang apapun yang menjadikannya sunyi
atau
Atau
Atau apapun yang menjadikan suka menjadi lirih
Kamu punya pengibaratan?
Ini diksi diksi yang sengaja aku toreh pada sanubari yang sekarang bertanya
Pelan, pelan, pelan
Dan tertawa,
Khodam yang menjadikan itu menjadi bisu
Kalimat itu yang mengutukkan
Dan aku kalah pada tangisan,
Ya bee
Bee
Bee
Indramayu 28 Oktober 2018
Raden Rita Maimunah Negeri Tak Bertuan
Raden Rita Maimunah
Negeri Tak Bertuan
Tuan
aku ingin bertanya ,Negeri apakah negeri kita ini
Aku
petualang di negeri sendiri
Yang
tak pernah dapat singgah di satu tempat
Yang
dapat nyenyakkan tidurku
Negeri
ini seperti berada dalam peradaban ku no
Ada
suporter bola yang di keroyok sampai mati
Guru
yang menyekap muridnya
Siswa
pelayaran yang terbunuh
Bunuh
membunuh sepertinya hal yang biasa
Sindikat
narkoba makin bertebaran di mana-mana
Di
Negeri ini sepertinya hukum rimba telah berjalan
Tuan,
maling bertebaran
Aman
kah negeri kita Tuan?
Bingung....
bingung memikirkannya, Mbleketek
Padang,
28 Oktober 2018
Raden Rita Maimunah
Ha ….ha …ha ….
Baginda
Kehidupan
ini begitu sulit
Aku
masih punya nurani
Tak
ingin mengemis, tak ingin maling
Honda
bisa kredit, aku jadi tukang ojek
Wahai
baginda penguasa
Aku
telah salah parkir
Dan
kalian langsung ambil hartaku
Harta
satu-satunya baginda, dan suratnya lengkap
Kenapa
harus motorku yang kau ambil
Kenapa
tidak kau tilang saya pak polisi
Mbleketek...
kehidupan seriingkali terasa sulit dan
rumit
Kita
tinggal tertawa ha...ha....ha....ha
Padang,
28 Oktober 2018
Raden
Rita Maimunah, Negeri asal cianjur,
profesinya sebagai PNS tinggal di daerah
lubuk minturun Padang, lahir tanggal 2 februari, bagi yang ingin kontak
menambah persahabatan monggo ke “ 082172619207 atau ke WA juga boleh dengan no
081266135861, atau di FB dengan nama radenritamaimunah, beberapa karya pernah
memakai nama pena Raden Rita Yusri. Sering ikut dalam Antalogi puisi, yang mau
mampir ke email juga boleh maimunahraden@yahoo.co.id.
Roymon Lemosol Suksesi
Roymon Lemosol
Suksesi
menyambut sukseksi
politisi sibuk mencari kambing hitam
pada reruntuhan bangunan
dan barak-barak pengungsi tanpa memberi solusi
sedang bencana tiada menepi
hujan tak kunjung henti
mengguyur tanah tanah negeri
meski musim telah lama berganti
maka di laut,
perahu tenggelam
di darat,
rumah terendam
di udara nasib rakyat mengambang
Ambon, 28 Oktober 2018
Roymon Lemosol, kelahiran Lumoli Kabupaten SBB, Maluku 24 Agustus 1971. Karya-karyanya pernah dimuat di halaman sejumlah media lokal maupun nasional, antara lain majalah Fuly, Assau, Lombok Post, Suara NTB, Banjarmasin Post, Koran Seputar Indonesia, Media Indonesia,dll. Sebagian lagi terhimpun dalam puluhan buku antologi bersama penyair nasional dan internasional. Buku kumpulan puisinya, Sebilah Luka Dari Negeri Malam (Akar Hujan Bojonegoro 2015). Puisinya yang berjudul “Pulang” meraih Anugerah Puisi Pilihan Gerakan 1000 Guru Asean Menulis Puisi Tahun 2018.
Suksesi
menyambut sukseksi
politisi sibuk mencari kambing hitam
pada reruntuhan bangunan
dan barak-barak pengungsi tanpa memberi solusi
sedang bencana tiada menepi
hujan tak kunjung henti
mengguyur tanah tanah negeri
meski musim telah lama berganti
maka di laut,
perahu tenggelam
di darat,
rumah terendam
di udara nasib rakyat mengambang
Ambon, 28 Oktober 2018
Roymon Lemosol, kelahiran Lumoli Kabupaten SBB, Maluku 24 Agustus 1971. Karya-karyanya pernah dimuat di halaman sejumlah media lokal maupun nasional, antara lain majalah Fuly, Assau, Lombok Post, Suara NTB, Banjarmasin Post, Koran Seputar Indonesia, Media Indonesia,dll. Sebagian lagi terhimpun dalam puluhan buku antologi bersama penyair nasional dan internasional. Buku kumpulan puisinya, Sebilah Luka Dari Negeri Malam (Akar Hujan Bojonegoro 2015). Puisinya yang berjudul “Pulang” meraih Anugerah Puisi Pilihan Gerakan 1000 Guru Asean Menulis Puisi Tahun 2018.
Sukma Putra Permana Di Alun-alun Brebes Mengobati Jemu
Sukma Putra Permana
Bbrebes Mencegah Pageblug di Masa Lalu
Lintang kemukus di malam sunyi. Membuat ciut nyali. Firasat akan datangnya wabah menjangkiti. Atau pertanda akan adanya rajapati. Segera siapkan Sega Kunar sebagai sesaji. Berupa kembang tiga rupa warna-warni. Melengkapi ayam kampung panggang dan telurnya dua-tiga biji. Dan satu tusukan brambang lombok abang di atas setangkup nasi kuwali.
Setelah didoakan agar jauh dari wabah yang sinting. Letakkanlah di salah satu sudut rumah yang dianggap penting. Esok harinya, adakanlah pertunjukan barongan dan kuda lumping. Dengan musik tradisional diarak berkeliling. Orang tua dan anak-anak kecil ikut ramai di belakang beriring. Keluar-masuk rumah-rumah penduduk menyambar bantal-guling. Tak peduli bau apek ataupun pesing. Semuanya langsung dilempar ke atap rumah di atas genting.
Setelah selesai, kuda lumping pun pusing tujuh keliling. Mungkin terlalu banyak terhirup aroma guling nan pesing.......
Oktober 2017/2018
Sukma Putra Permana
Di Alun-alun Brebes Mengobati Jemu
Pernah ada suatu saat
kita dipertemukan oleh waktu
malam hari di sebuah sudut alun-alun kota
sambil menyeruput teh poci bergula batu.
Terlarut dalam obrolan panjang
tapi tak pernah membuat lidah kelu
tentang penyair penulis sebuah puisi cinta
yang mati setelah membaca karyanya itu hingga jemu.
Mei 2016/ 2018
Sukma Putra Permana, lahir di Jakarta, 3 Februari 1971. Berproses kreatif di Komunitas Belajar Menulis (KBM) Yogyakarta. Puisi-puisinya pernah muncul dalam beberapa media cetak lokal di Surabaya, Surakarta, dan Yogyakarta. Kini, karya-karyanya lebih banyak dikurasi untuk dimuat dalam buku-buku antologi bersama. Buku puisi tunggalnya adalah: Sebuah Pertanyaan Tentang Jiwa Yang Terluka (2015, ISBN: 978-602-336-052-9).
Bbrebes Mencegah Pageblug di Masa Lalu
Lintang kemukus di malam sunyi. Membuat ciut nyali. Firasat akan datangnya wabah menjangkiti. Atau pertanda akan adanya rajapati. Segera siapkan Sega Kunar sebagai sesaji. Berupa kembang tiga rupa warna-warni. Melengkapi ayam kampung panggang dan telurnya dua-tiga biji. Dan satu tusukan brambang lombok abang di atas setangkup nasi kuwali.
Setelah didoakan agar jauh dari wabah yang sinting. Letakkanlah di salah satu sudut rumah yang dianggap penting. Esok harinya, adakanlah pertunjukan barongan dan kuda lumping. Dengan musik tradisional diarak berkeliling. Orang tua dan anak-anak kecil ikut ramai di belakang beriring. Keluar-masuk rumah-rumah penduduk menyambar bantal-guling. Tak peduli bau apek ataupun pesing. Semuanya langsung dilempar ke atap rumah di atas genting.
Setelah selesai, kuda lumping pun pusing tujuh keliling. Mungkin terlalu banyak terhirup aroma guling nan pesing.......
Oktober 2017/2018
Sukma Putra Permana
Di Alun-alun Brebes Mengobati Jemu
Pernah ada suatu saat
kita dipertemukan oleh waktu
malam hari di sebuah sudut alun-alun kota
sambil menyeruput teh poci bergula batu.
Terlarut dalam obrolan panjang
tapi tak pernah membuat lidah kelu
tentang penyair penulis sebuah puisi cinta
yang mati setelah membaca karyanya itu hingga jemu.
Mei 2016/ 2018
Sukma Putra Permana, lahir di Jakarta, 3 Februari 1971. Berproses kreatif di Komunitas Belajar Menulis (KBM) Yogyakarta. Puisi-puisinya pernah muncul dalam beberapa media cetak lokal di Surabaya, Surakarta, dan Yogyakarta. Kini, karya-karyanya lebih banyak dikurasi untuk dimuat dalam buku-buku antologi bersama. Buku puisi tunggalnya adalah: Sebuah Pertanyaan Tentang Jiwa Yang Terluka (2015, ISBN: 978-602-336-052-9).
Langganan:
Postingan (Atom)