Sebuah Simbolik
Seperti halnya orang orang munafik dengan perkataannya. Ia tidak mengakui dasar negaranya sendiri, kemudian ia hidup di negeri orang, Di hati kecilnya ia merasakan keunggulan dasar negaranya sendiri yang memberi rasa aman dalam kebinnekaan, dibanding dasar negara lain yang ia rasakan di negri rantau.
Kemudian orang-rang munafik itu menggemborkan untuk memgingkari jasa-jasa para pejuangnya termasuk proklamator, namun tanpa sadar bajunya yang ia sukai adalah baju yang sudah melekat dengan sang proklamator yang ia gemborkan untuk diingkari.
Lalu pada sebagian pegawai negeri, mengingat otonomi daerah dipengaruhi oleh politik bupati atau walikota yang merupakan anggota partai, dengan lucunya di awal-awal presiden terpilih menjabat mereka mencibir dan bahkan menghina. Namun ketika presiden menerapakan kemeja putih lengan panjang sebagai salah saru baju seragam, mereka menyukainya.
Ada sebuah karakter negatif tanpa sadar terjadit di masyakarak kita. Dinamika orang yang tanpa berfikir tetapi mengikuti ajakan saja apa yang bersifat umum melalui sosial media, kemudian ia dalam prakteknya menjalani apa yang justru ditolaknya itu.
Kemunafikan itu diredam dengan sederhana yaitu hanya baju putih lengan panjang. Ini makna simbolis, sebuah ajakan utuk perubahan mental. Walau kesucian yang diharapkan itu lahir bathin, namun setidaknya awal kecintaan dan penanaman itu dimulai dari hal-hal yang bersifat lahiriah.
Sejauh mana baju putih lengan panjang ini memiliki makna simbolis kejujuran bagi pemakainya, tergantung dari mental itu sendiri apakah didapat perubahan atau justru sebaliknya. Namun demikian Kemeja Putih Lengan Panjang ini sungguh sesuatu yang memiliki makna berarti termasuk antologi ini sebagai pencerah penyejuk hati semua pembaca budiman.
Rg Bagus Warsono, nama lainnya Agus Warsono lahir di Tegal 29 Agustus 1965. Ia dibesarkan dalam keluarga pendidik yang dekat dengan lingkungan buku dan membaca. Ayahnya bernama Rg Yoesoef Soegiono seorang guru di Tegal, Jawa Tengah. Rg Bagus Warsono menikah dengan Rofiah Ross pada bulan Desember 1993. Dari pernikahan itu ia dikaruniai 2 orang anak. Ia mulai sekolah dasarnya di SDN Sindang II Indramayu dan tamat 1979, masuk SMP III Indramayu tamat tahun 1982, melanjutkan di SPGN Indramayu dan tamat 1985. Lalu ia melanjutkan kuliah di D2 UT UPBBJJ Bandung dan tamat tahun 1998, Kemudian kuliah di STAI di Salahuddin Jakarta dan tamat 2004 , pada tahun 2011 tamat S2 di STIA Jakarta. Setelah tamat SPG, Rg Bagus Warsono menjadi guru sekolah dasar, kemudian pada tahun 2004 menjadi kepala sekolah dasar, dan kemudioan 2015 pengawas sekolah. Tahun 1992 menjadi koresponden di beberapa media pendidikan seperti Gentra Pramuka, Mingguan Pelajar dan rakyat Post. Pada 1999 mendirikan Himpunan Masyarakat Gemar Membaca di Indramayu. Menjadi anggota PWI Jawa Barat. Rg Bagus Warsomo juga menulis di berbagai surat kabar regional dan nasional seperti PR Edisi Cirebon, Pikiran rakyat, Suara karya dan berbagai majalah pendidikan regional maupun nasional.
Karya : a. Puisi
1. Bunyikan Aksara Hatimu, Sibuku Media , Jogyakarta 2013
2. Jakarta Tak Mau Pindah, Idie Publising, Jakarta 2013
3. Jangan Jadi sastrawan, Indie Publising, Jakarta 2013
4. Si Bung , Leutikaprio, Jogyakarta , 2014
5. Mas Karebet, Sibuku Media, Jogyakarta, 2014
6. Satu Keranjang Ikan, Sibuku Media, Jogyakarta, 2015
7. Surau Kampung Gelatik, Sibuku Media, Jogyakarta, 2016
8. Mencari Ikan sampai Papua, 8 Penyair, Penebar Pustaka, Jogyakarta.,2018. b. Buku:
1. Bincang-bincang Penyair , Penebar Pustaka, 2018
2. Geliat Penyair Indonesia, Penerbar Pustaka, 2018
c. Cerita Anak : 1. Kopral Dali, Sibuku Media, Jogyakarta 2014
2. Meriam Beroda, Sibuku Media Jogyakarta 2015
3. Pertempuran Heroik di Ciwatu, Jogyakarta 2016
4. Kacung Ikut Gerilya, Jogyakarta 2016
Penghargaan:
Penulis Cerita Anak, Depdikbud 2004